BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar Negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkane efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
1
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Diantara sarana kesehatan, farmasi merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup cukup besar. besar. Kegiatan farmasi mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan apotek menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi farmasi, maka risiko yang dihadapi apoteker semakin meningkat. Petugas apotek merupakan orang yang sering terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan toksisk, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang tinggi. Oleh karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja? hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk di apotek.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana tingkat kesehatan masyarakat pekerja peracik obat di apotek? b. Apakah terdapat gangguan kesehatan pada pekerja di apotek bagian peracikan obat yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi keadaan/kondisi lingkungan kerja? c. Apakah ada perlindungan bagi pekerja di apotek bagian peracikan obat di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan?
2
1.3 Tujuan
1) Untuk memantau faktor-faktor kesehatan lingkungan kerja di apotek bagian peracik obat. 2) Mengetahui adanya potensi gangguan kesehatan dan keselamatan kerja pada saat penerimaan resep. 3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja pekerja peracik obat. 4) Mengetahui adanya perlindungan bagi pekerja peracik obat di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktorfaktor yang membahayakan kesehatan. 5) Mengetahui adanya potensi gangguan kesehatan pada pekerja peracikan obat yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerja. 6) Mengetahui adanya potensi gangguan kesehatan dan keselamatan kerja pada saat pengemasan obat. 7) Mengetahui adanya potensi gangguan kesehatan dan keselamatan kerja pada saat penyerahan obat. 8) Mengetahui adanya potensi gangguan kesehatan dan keselamatan kerja pada saat.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kesehatan kerja menurut WHO/ILO (1995)
Upaya kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya akibat
faktor
resiko
yang
merugikan
kesehatan
dan
penempatan
serta
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Hal ini sejalan dengan paradigma baru dalam kesehatan yang sedang digalakkan pemerintah Indonesia, khususnya untuk mencapai Indonesia Sehat 2010, dimana kesehatan kerja merupakan salah satu program utamanya.
2.2 Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Lingkungan Kerja Apotek
Apotek merupakan sarana kesehatan yang melaksanakan peracikan dan penjualan obat obatan untuk berbagai macam jenis penyakit. Sehingga sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Kegiatan di apotek sepert halnya bidang kesehatan
lain mengandung potensi bahaya seperti kebakaran,
pencemaran, atau gangguan terhadap kesehatan. Karena itu, apotek harus dikelola dengan mengindahkan syarat-syarat keselamatan, kesehatan kerja, dan lindungan lingkungan yan berlaku dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu partisipasi seua pihak termasuk pengusaha, karyawan, dan masyarakat luas selaku konsumen dengan menciptakan budaya keselamatan, kesehatan, dan sadar lingkungan dalam setiap operasi apotek. Upaya K3 di lingkungan kerja apotek menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
4
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
2.3 Kesehatan Kerja di Apotik
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 1) Kapasitas kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja meliputi beban fisik, beban mental, maupun beban social. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kesehatan kerja berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para karyawan atau para pekerja denagn merencanakan atau mendesain suatu alat yang dapat mengurangi beban kerja.
5
Misalnya alat untuk membajak sawah diciptakan mesin pembajak, untuk mempercepat pekerjaan tulis menulis diciptakan komputer, dan sebagainya. 2) Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. 3) Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases). Tujuan hal-hal tersebut sebagai berikut : 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi- tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya. 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya. 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh factorfactor yang membahayakan kesehatan. 4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
6
2.4 Identifikasi Masalah kesehatan dan Keselamatan Keselamatan Kerja di Apotik
1) Kecelakaan kerja Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu: -
Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
-
Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok : 1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari : - Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain - Lingkungan kerja - Proses kerja - Sifat pekerjaan - Cara kerja 2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena : - Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana - Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect) -
Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
-
Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.
2.5 Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Apotik
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain
7
debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
2.6 Faktor – Faktor Kesehatan Lingkungan Kerja di Apotik
Kesehatan lingkungan kerja membicarakan hal-hal yang menyangkut faktorfaktor yang terdapat atau muncul di lingkungan kerja yang merupakan hazard kesehatan yaitu: faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi. 1. Faktor Fisik Faktor fisik yang merupakan hazard kesehatan kerja di apotik dapat berupa kebisingan, getaran, radiasi, dan temperatir ekstrim. Faktor-faktor ini penting diperhatikan dalam tempat kerja, karena pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja dapat berlangsung dengan segera maupun secara kumulatif. - Noise (kebisingan) dapat diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yaitu dalam bentuk gelombang yang disalurkan melalui benda padat, cair dan gas. Bunyi dapat didengar oleh telinga karena ada rangsangan pada telinga oleh getaran. Kualitas suara dapat ditentukan oleh 2 faktor yaitu frekuensi dan intensitas suara.
8
Identifikasi kebisingan di tempat kerja. Kebisingan dapat muncul di tempat kerja karena penggunaan peralatan produksi yang mengeluarkan suara (seperti mesin-mesin produksi). Jenis-jenis kebisingan yang dapat ditemukan di tempat kerja adalah: -
Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin -mesin yang beroperasi terus menerus misalnya suara generator.
-
Kebisingan intermitten, yaitu jenis kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang tidak beroperasi secara terus menerus melainkan terputus-putus, misalnya mesin gerenda.
-
Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin atau peralatan yang oleh karena penggunaannya terjadi hentakan-hentakan, misalnya mesin pres dan mesin tumbuk.
2. Pengaruh kebisingan Pengaruh kebisingan terhadap karyawan dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1. Pengaruh terhadap kenyamanan yaitu dapat menimbulkan gangguan pembicaraan, gangguan konsentrasi berpikir serta dapat menimbulkan stres. 2. pengaruh terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan tuli pada telinga. -
Fibrasi (Getaran Mekanik)
a. Identifikasi Fibrasi Terdapat beberapa peralatan yang waktu digunakan menimbulkan getaran, dimana getaran tersebut berakibat timbulnya resonansi pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Biasanya disalurkan melalui lantai, tempat duduk atau melalui alat tangan yang digunakan. Misalnya pada saat mengendarai mobil, traktor dan forklif. b. Pengaruh fibrasi Pengaruh getaran terhadap tubuh karyawan adalah : 1. Menimbulkan gangguan kenyamanan sehingga saat bekerja merasa tidak nyaman karena penggunaan alat yang menghasilkan getaran, 2. Menimbulkan kelelahan,
9
3. Menimbulkan bahaya kesehatan. a. Temperatur Ekstrim Suhu ekstrim merupakan hazard kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena suhu sangat rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan karena iklim yang ada, juga dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperatur ekstrim.
Temperatur rendah
Untuk mengidentifikasi adanya hazard temperatur dingin (rendah) dapat ditemui pada karyawan yang bekerja pada pabrik freezer, pengepala daging, fasilitas cold storage, dan pertanian di daerah kutub (northterm areas). Terdapat kumpulan sinyal dari kulit dan core (kumpulan organ-organ dalam tubuh) yang terintegrasi dengan porsi otak yaitu hipotalamus. Hipotalamus berfungsi sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh termasuk temperatur tubuh dan bekerja seperti termostat yang mengatur dan memelihara temperatur normal. Tetapi karena terdapat pengaruh temperatur luar tubuh sangat dingin maka kerja hipotalamus menjadi terganggu dan hal ini akan mempengaruhi tubuh, diantaranya:
- Hipotermia yaitu perasaan yang sangat dingin sampai menggigil dan menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur, tekanan darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi kolaps. Hal ini terjadi pada temperatur 2-10 0C, pengruh tersebut juga tergantung dari keadaan individu yaitu: tergantung dari daya tahan tubuh, keadaan fitness, umur dan budaya.
- Phenomenon adalah keadaan pucat pada daerah jari. Raynound’s phenomenon ini dikaitkan dengan jumlah penyakit termasuk sistemik skleroderma, pulmonary hipertension, multiple sklerosis yang juga disebut penyekit Raynound’s.
- Chilblains adalah kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak, merah, panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal.
- Trench foot adalah kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh kelembaban yang dingin.
10
- Frostbite adalah akibat terpaapr temperatur yang sangat dingin dan dapat menimbulkan gangren.
Temperatur tinggi (Heat Stres)
Hazards temperatur tinggi (heat stres) dapat ditemukan pada operasi perusahaan yang menggunakan peralatan yang memerlukan panas tinggi, misalnya pengecoran biji besi atau baja, ruang pembakaran, ruang boiler, atau peralatan-peralatan lainnya yang dalam operasinya memerlukan suhu tinggi. Pengaruh heat stres terhadap tubuh adalah :
-
Heat Train adalah serangkaian respon fisiologis terhadap heat stres yang direfleksikan pada derajat heat stres yang dapat menimbulkan gangguan perasaan tidak nyaman sampai terjadi heat disorder.
-
Heat Cramps adalah gangguan yang disebabkan oleh karena terpapar suhu yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan meningkatnya temperatur tubuh, kekurangan cairan dalam tubuh yang menyebabkan kekurangan garam natrium dalam tubuh.
-
Heat Exhaution adalah terjadi oleh karena pengaruh cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang tidak teraklimatisasi. Penderita keluar keringat banyak, tetapi suhu badan dalam keadaan normal atau subnormal, tekanan darak menurun, dan nadi lebih cepat, terasa lemah, dan bisa terjadi pingsan.
-
Heat Stroke adalah terjadi karena terpapar panas yang sangat tinggi dan dengan pekerjaan yang sangat berat dan belum teraklimatisasi. Gejalanya adalah suhu badan naik, kulit kering dan panas, vertigo, tremor, dan konvulsi
b. Faktor Kimia Petugas peracikan obat di Apotik sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
11
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Dalam program kesehatan lingkungan kerja, masalah hazard kimia mempunyai permasalahan yang sangat kompleks dan memerlukan perhatian khusus. Hal ini karena hazards kimia disamping jumlahnya yang beredar di sektor industri sangat banyak, maka pengaruhnya terhadap kesehatan pun sangat bervariasi. Mulai dari yang dapat menimbulkan gangguan, luka, alergi sampai menimbulkan penyakit, malah dalam konsentrasi tertentu bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung menimbulkan kematian.
-
Identifikasi hazards kimia dan identifikasi bahwa di dalam udara tempat kerja terdapat hazards kimia, kita harus mengetahui bahan kimia yang digunakan sebagai raw materials, hasil produksi, dan hasil sampingannya (by-product). Informasi penting lainnya yng diperlukan dapat diperoleh dari Material Safety Data Sheet (MSDS), yaitu yang harus disuplai oleh pabrik atau importir bahan kimia tersebut.
-
Jenis kontaminan udara
Pembagian bahan kimia yang merupakan kontamina (pencemar) udara dapat digolongkan menjadi: 1) Dust (Debu) Debu adalah partikel padat yang dihasilkan oleh perlakuan, penghancuran, pengendaraan, ledakan, dan pemecahan terhadap material organik dan anorganik, seperti serbuk obat, batu, biji besi, metal, batu bara, kayu, dan biji bijian. Debu yang mempunyai ukuran 5-10 mikrometer akan tertahan pada saluran pernapasan bagian atas. Partikel atau debu berukuran 3-5 mikrometer akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah, sedangkan debu yang berukuran 1-3 mikrometer akan tertinggal pada permukaan alveoli paru-paru. Debu yang berukuran kurang dari 0.1 mikrometer akan bergerak keluar masuk alveoli.
12
2) Fumes (uap cair) Fumes adalah partikel padat yang terbentuk dari kondensasi tahap gas, umumnya terjadi karena penguapan setelah benda terlebur dan diameter kurang dari 1.0 mikrometer. Pengelasan (welbing), penyolderan yang tidak cukup panas dan pekerjaan lainnya akan menghasilkan fumes. 3) Smoke (asap) Asap terdiri dari unsur karbon atau partikel jelaga yang ukurannya kurang dari 0.1 mikrometer. Dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari benda yang mengandung karbon seperti batu bara dan minyak. Asap umumnya mengandung titik-titik (droplets) partikel kering. 4) Gas Gas adalah bentuk zat yang tidak mempunyai bangun tersendiri, melainkan mengisi ruangan tertutup pada kondisi suhu dan tekanan normal. Bentuknya dapat berubah menjadi cair pada kondisi suhu dan tekanan yang tinggi. 5) Vaspors (uap) Vaspor (uap) adalah bentuk penguapan dari benda yang dalam keadaan normal dalam bentuk padat atau cair. Penguapan adalah proses dari sautu bentuk cair ke bentuk uap bercampur dengan udara sekitarnya. Dengan mengetahui mengetahui bentuk dan ukuran- ukuran bahan pencemaran udara adalah penting dalam program kesehatan lingkungan kerja (pengenalan, evaluasi, pengendalian hazards) dan juga dalam menentukan pemilihan alat pelindung diri yang tepat.
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh
Terdapat 3 cara dimana bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu melalui: 1. Saluran Pernapasan Bahan kimia yang merupakan kontaminan udara dapat langsung terhirup melalui alat pernapasan. Bahan kimia yg masuk melalui paru- paru dapat langsung masuk ke dalam aliran darah, dan oleh darah tersebut terbawa ke seluruh tubuh.
13
Kulit juga merupakan pintu masuk bahan kimia ke dalam tubuh, yaitu melalui car absorpsi. Beberapa bahan kimia dapat terserap oleh lubang rambut, terserap pada lemak dan minyak kulit seperti senyawa organik, pestisida organopirospate. Bahan kimia yg tereabsorpsi melalui kulit tersebut dapat menimbulkan kercunan secara sistemik. 2. Saluran pencernaan Di tempat kerja orang tidak sadar dan sengaja terminum atau termakan bahan kimia beracun. Oleh karena itu pekerja tidak diperkenankan makan, minum, atau merokok ditempat kerja. Sebelum makan dan minum diharuskan mencuci tangan dengan bersih. Bahan kimia beracun yang terserap melalui cairan alat pencernaan dapat masuk ke dalam darah melalui sistem saluran pencernaan tersebut.
Pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan
Setelah kita mengetahui jalan masuknya bahan kimia beracun dalam tubuh, penting untuk mengetahui pengaruh yang berbeda- beda antar`jenisnya. Selain itu, perlu diketahui bahwa masing- masing jenis bahan kimia beracun mempunyai target organ yang berbeda pula. Bahan kimia beracun berdasarkan efeknya terhadap kesehtan secara umum, digolongkan menjadi: 1. Iritan Bahan kimia bersifat iritan adalah yang menyebabkan iritasi pada jaringan tubuh yang terkena. Efek utama adalah menimbulkan peradangan oleh karena kontak langsung. Iritan sekunder bisa mengakibatkan reaksi yang merugikan, tetapi efek ini kecil dibandingkan efek sistemik pada keseluruhan. 2. Systemic poisons Dalam membedakan bahan yang bersifat iritasi yang bisa menyebabkan reaksi lokal pada daerah yang terkena, maka keracunan sistemik adalah terserapnya bahan kimia oleh tubuh yang bisa menyebabkan kerusakan pada sistem fisiologis internal tubuh oleh karena aksi langsung/ tak langsung.
14
3. Asphyxiants Bahan kimi ayang mempunyai sifat asfiksian adalah bahan kima yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas, sehinggga menimbulkan mati lemas, misalnya nitrogen. Asfiksian dapat mencegah oksigen dalam darah, menghalangi transportasi oksigen oleh darah ke jaringan tubuh atau mencegah oksigenasi jaringan. 4. Sensitizers Merupakan bahan kimia yang mempunyai aksi sensitif terhadap jaringan tubuh yang dapat menyebabkan individu menjadi laergi. Akibat lain jika kontak dengan kulit dapat menyebabkan keracunan. 5. Narcotics dan anasthetics Bahan kimia yang bersifat narkotik dan anastetik dalam dosis rendah dapar berinteraksi dengan sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan perasaan mengantuk. atau perasaan tidak sensitif (kebal). Dalam dosis tinggi akan menyebabkan reaksi bawah sadar, lemas,koma, bahkan sampai meningggal. 6. Fibrogenic dosis Debu jenis ini bila terdeposit dalam jaringan dapat menyebabkan pengerasaN pada jaringan tersebut. 7. Nuisance material Merupakan bahan- bahan yang dapat menggangu kenyamanan pada tingkat rendah dan itu menghasilkan efek toksik dan kadang- kadang tidak dipedulikan sebagai bahan yang menggangu.
c. Faktor Biologi Hazards biologis dapat berupa binatang, bakteri, jamur dan virus. Hazards biologis yang berupa binatang dapat dikenali/ diidentifikasi dengan adanya kehidupan binatang yang dapat dilihat, seperti binatang buas dan binatang penyebar penyakit ( lalat, nyamuk, dan tikus). Akan tetapi untuk jenis2 bakteri, jamur dan virus tidak mudah dilakukan identifiikasi terutama bagi kesehatan. Hal
15
ini dapat dilakukan denga melakukan observasi terhadap karyawan2 yang sedang menderita penyakit. Pengaruhnya terhadap karyawan adalah : Binatang buas bukan merupakan hazards kesehatan, akan tetapi dapat mengggangu keselamatan jiwa, misalnya karyawan penebang kayu ditengah hutan mempunyai resiko terhadap ancaman binatnag buas. Sedangkan binatang seperti nyamuk, lalat, dantikus dapat menyebabkan penyakit menular. Bakteri, jamur, dan virus dapat menyebabakan penyakit menular, seperti influenza, tbc, kolera, disentri,dsb. d. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stres : 1. Pelayanan kesehatan seringkali bersifat emergensi dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk
itu pekerja di laboratorium kesehatan dituntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahtamahan. 2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yg sangat monoton. 3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja. 4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
e. Faktor Ergonomi Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yg setinggi- tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara popular kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man to the Job . Sebagian besar pekerja diperkantoran atau pelayanan kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang
16
ergonomis, misalnya tnaga operator peralatan, hal ini disebakna peralatan yan g digunakan pada umumnya barang impor yang desainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stres) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). Work station design adalah bagaimana kita mendesain atau membuat suatu tempat kerja menjadi nyaman dan tidak menimbulkan kelelahan, termasuk disini adalah bagaimana mengatur atau meletakkan peralatan kerja yang digunakan. Workplace design adalah menyangkut masalah berapa kebutuhan minimal ruangan yang diperlukan sehingga seseorang dapat melakukan pekerjaannya dengan cukup leluasa.
2.7 Tinjauan Umum Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pengertian Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi diri dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) untuk meningkatkan produktifitas kerja. Sesuai dengan istilahnya, alat pelindung diri bukan sebagai alat pencegahan kecelakaan, namun berfungsi untuk memperkecil tingkat cedera jika terjadi kecelakaan. Alat pelindung diri harus memiliki kemampuan untuk melindungi pemakaianya dalam melaksanakan pekerjaannya, yang berfungsi mengisolasi tubuh atau bagian tubuh dari bahaya serta dapat memperkecil akibat / resiko. Alat pelindung diri yang disediakan harus memenuhi syarat: -
Memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi tenaga kerja / sesuai sumber yang ada.
-
Tidak mudah rusak.
-
Tidak mengganggu aktifitas si pemakai.
-
Beratnya seringan mungkin, dan perasaan tidak nyaman yang diakibatkan oleh pemakaian alat tersebut harus minim, sesuai dan efisien dalam memberi perlindungan.
17
-
Mudah diperoleh dipasaran dan tahan lama.
-
Bagian-bagian penting yang harus sering diganti agar ada persediaan.
-
Tidak memberikan bahaya-bahaya tambahan (efek samping) baik oleh karena
bentuknya,
konstruksi,
dan
bahan
atau
mungkin
penyalahgunaannya. 2. Penggunaan Alat Pelindung Diri Jenis alat pelindung diri yang diperlukan: a. Alat Pelindung Kepala -
Tutup kepala, untuk menjaga kebersihan kepala / rambut atau mencegah rambut terlilit bagian mesin
-
Tudung / topi, untuk melindungi kepala dari api, uap, korosif, debu, kondisi iklim yang buruk.
Tutup kepala, untuk menjaga kebersihan kepala / rambut. Biasanya terbuat dari bahan yang mudah dicuci. Tudung / topi, terbuat dari kulit, wool, katun bercampur alumunium, tidak boleh ada celah atau lubang. b. Alat Pelindung muka dan hidung Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa sumber penyakit / bahaya bukan hanya menimpa bagian luar tubuh tetapi dapat juga menimpa bagian dalam yang datangnya melalui saluran pernapasan atau mulut.
-
Respirator pemurni udara Yang mengandung bahan kimia tertentu atau disebut topeng gas dengan kanister yang sesuai, bahan kimia tertentu pula. Dalam pemakaiannya kanister harus memperhatikan masa kadaluarsanya, yaitu isi kanister, konsentrasi zat pencemar, aktifitas pemakaiannya.
-
Respirator dengan partum (cartridge) kimia. Dipakai menutup bagian muka secara keseluruhan dengan satu atau dua cartridge tertentu.
-
Respirator dengan filter mekanik. banyak digunakan untuk pencegahan terhadap debu.
-
Respirator yang dilengkapi dengan filter mekanik dan bahan kimia.
-
Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Alat ini biasa digunakan oleh para penyelam yang disebut Breathing apparatus.
18
-
Respirator dilengkapi dengan supply oksigen murni.
3. Pakaian pelindung Yang dimaksud pakaian pelindung ini adalah pakaian kerja yang fungsinya melindungi badan. Pakaian kerja ini disesuaikan dengan situasi serta jenis bahaya yang mengganggu di lingkungan kerja tersebut. Untuk tenaga pekerja wanita disarankan memakai celana panjang, baju bagian bawah dimasukkan ke celana, rambut tidak terurai dan jangan memakai aksesoris. Bahan pakaian kerja yang dapat berfungsi sebagai isolator terhadap panas adalah dari wool atau bahan sintetik lainnya.sedangkan untuk bahan tahan panas konveksi, terbuat dari bahan katun karena katun bersifat menyerap keringat. Pada umumnya untuk tahan bahaya radiasi, pakaian kerja dilapisi dengan timbal. pakaian ini biasanya berbentuk apron. terkadang ada pekerjaan tertentu dalam waktu singkat, yang harus memakai pakaian pelindung agar tenaga kerja terpapar sinar panas dapat seminimal mungkin 4. Alat pelindung tangan dan kaki. Alat pelindung tangan dapat berupa handscoen, dimana alat ini akan melindungi dari paparan bahan kimia (obat-obat). Hal ini dapat mencegah efek toksik dan iritatif dari bahan bahan tersebut, baik ketika meracik obat maupun pada saat pengepakan. Demikian pula pada kaki perlu di lindungi dengan sendal ataupu sepatu. Hal ini juga akan melindungi apoteker dari pajanan ataupun kecelakaan pada saat bekerja.
2.8 Proses Alur Kerja di Lingkungan Kerja Apotek
Apotek adalah suatu sistem pelayanan Farmasi dalam yang berada dibawah pimpinan seorang apoteker yang kompeten dalam hal: a. Penerimaan resep b. Peracikan obat c. Pengemasan obat d. Menyalurkan, membagikan obat-obatan narkotika dan obat yang diresepkan. e. Pembayaran
19
BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
432/Menkes/Sk/Iv/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit. 2007. 2. Staff
Dosen
Emergency
MedicineUniversity
of
Sumatera
Utara. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja . [Onlineon 2013], [Cited on September 2013].
21