BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, dunia industri berkembang dan tumbuh secara cepat. Namun pemanfaatan teknologi dalam proses industry mengandung berbagai resiko. Seperti menurut laporan PBB pada tahun 2003, dua juta orang, termasuk 12,000 orang pekerja anak-anak, mati tiap tahun karena kecelakaan ketika bekerja. Sebuah organisasi baik perusahaan maupun instalasi dalam melakukan aktivitasnya sudah tentu memerlukan sumber daya manusia yang mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Bagaimanapun lengkap dan canggihnya sumber-sumber daya non manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan, tidaklah menjadi jaminan bagi perusahaan tersebut untuk mencapai suatu keberhasilan. Jaminan untuk dapat berhasil, lebih banyak di tentukan oleh sumber daya manusia yang mengelola, mengendalikan dan mendayagunakan sumber daya non-manusia yang dimiliki, oleh karena itu masalah karyawan merupakan masalah yang besar yang harus mendapat perhatian bagi perusahaan, jadi mempertahankan kondisi karyawan merupakan hal yang paling penting di lakukan oleh setiap perusahaan. Pada operasional kerja suatu industri, khususnya industri berat, tentunya mengandung potensi bahaya yang sangat tinggi. Kecelakaan, penyakit dan cedera dapat mengganggu jalannya suatu pekerjaan, mengganggu rutinias dan pada akhirnya akan menimbulkan biaya tambahan dan kerugian lainnya. Beberapa fakta menyebutkan bahwa masih banyak terjadi kecelakaan kerja seperti menurut laporan Global Estimates Fatalities in 2003 Organisasi Perburuhan Internasional(ILO), sebanyak 6.000 pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka, setara dengan satu orang tiap 15detik, atau 2,2juta orang pertahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Secara keseluruhan kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang, sisanya meninggal dunia karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun. Contoh lain di Indonesia, berdasarkan data organisasi buruh internasional, menunjukkan selama tahun 2003 persentase beberapa jenis kecelakaan terdiri dari; kecelakaan ringan sebesar 87 persen atau 45.234 kasus, kematian sebesar 2 persen atau 1.049 kasus, cacat total sebesar 1 persen 317 kasus, dan cacat sebagia sebesar 2 persen atau 5400 kasus kecelakaan kerja. Politeknik Negeri Semarang|1
Contoh di atas menunjukkan, kinerja penerapan K3 di perusahaan-perusahaan Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Padahal kalau kita menyadari secara nyata bahwa volume kecelakaan kerja juga menjadi kontribusi untuk melihat kesiapan daya pesaing. Jika volume ini masih terus tinggi, Indonesia bisa kesulitan dalam menghadapi pasar global. Jelas ini akan merugikan semua pihak, termasuk perekonomian kita, terjadi keidakefisienan sehingga tidak bisa bersaing. Dengan adanya pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja ini diharapkan karyawan akan merasa aman terlindungi dan terjamin keselamatannya sehingga diharapkan dapat mencapai efisiensi baik dari segi biaya, waktu dan tenaga serta dapat meningkatkan produktivitas kerja mengingat pentingnya pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja ini, maka peneliti merasa tertarik untuk mengambil judul “PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT.PLN Persero”
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah : 1.
Bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (SMK3) di PT.PLN Persero?
2.
Masalah apa yang dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan SMK3?
3.
Bagaimana solusi dari masalah yang dihadapi perusahaan pada penerapan SMK3?
1.3
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maksud dan tujuan dari makalah ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan SMK3 pada PT.PLN persero.
2.
Untuk mengetahui bagaimana sulusi dari masalah yang dihadapi perusahaan pada penerapan SMK3.
3.
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi perusahaan dalam mengendalikan tingkat kecelakaan yang terjadi.
Politeknik Negeri Semarang|2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perubahan-perubahan PLN unit Bisnis Strategis Pembangkit dan Penyalur Jawa-Bali Region Jawa Barat, yaitu : 1. Pada awalnya yaitu pada tahun 1951-1960 nama Jawatan Listrik menjadi PENUPETEL (Perusahaan Negara untuk Pembangkit Tenaga Listrik ) 2. Kemudian pada tahun 1960 sampai 1974 berubah menjadi eksploitasi XII. 3. Dengan berakhirnya eksploitasi selanjutnya pada tahun 1975 sampai 1983 berubah menjadi PLN Pembangkit III. 4. Lalu pada tahun 1984 sampai tahun 1986 berubah menjadi PL Jawa Barat dan Jakarta Raya. 5. Dan selanjutnya setelah berakhirnya PL Jawa Barat dan Jakarta Raya maka diubah pada tahun 1987 sampau dengan 2 oktober 1995 berubah menjadi PLN Pembangkit dan Penyalur yang salah satunya sektor Priangan. 6. Selanjutnya mulai 1 agustus 1984 sampai sekarang PLN pusat berubah status menjadi PT.PLN (Persero) 7. Lalu dari tanggal 3 oktober 1995, namanya berubah status menjadi PT.PLN (Persero) P3B Sektor Priangan. 8. Dan akhirnya setelah terjadi beberapa pergantian maka pada tanggal 1 April 2001 sampai sekarang, namanya menjadi PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Barat.
2.2 Visi dan Misi Perusahaan 2.2.1
Visi Perusahaan PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Barat adalah “diakui sebagai las dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani”. Kelas Dunia : a. Menunjukkan
kinerja
yang
melebihi
ekspetasi
pihak-pihak
yang
berkepentingan b. Memberikan layanan yang mudah, terpadu dan tuntas dalam berbagai masalah kelistrikan
Politeknik Negeri Semarang|3
c. Menjalin hubungan kemitraan yang akrab dan setara dengan pelanggan serta mitra usaha Nasional dan Internasional d. Bekerja dengan pola piker prima e. Diakui oleh pelanggan dan mitra kerja sebagai perusahaan yang mampu memenuhi standar mutahir dan paling baik
Unggul : a. Menjadi yang terbaik dalam bisnis kelistrikan dan memenuhi tolak ukur mutakhir dan terbaik. b. Memposisikan diri sebagai perusahaan yang terkemuka dalam pencaturan bisnis kelistrikan dunia c. Mengelola usaha dan mengedepankan pemberdayaan potensi baik insani secara maksimal d. Meningkatkan kualitas proses, sistem produk dan pelayanan secara berkesinambungan
Terpercaya : a. Memegang tegus etika bisnis yang tertinggi b. Menghasilkan kinerja terbaik secara konsisten c. Menjadi perusahaan pilihan 2.2.2
Misi Perusahaan Misi yang dembun oleh PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Barat sebagai berikut : 1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan anggota perusahaan, dan pemegang saham. 2. Jadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi 4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan
2.2.3
Motto Perusahaan Motto dari PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Barat adalah “Listrik untuk kehidupan yang lebih baik (electricity for a better life)”
2.3 Pengertian Bahaya Politeknik Negeri Semarang|4
Menurut Rudy Suardi (2005,73) bahaya adalah: ”Sesuatu yang berpotensial menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencangkup substansi, proses kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.” Menurut Dr. Gempur Santoso, Drs., M. Kes (2004;32) bahaya adalah: “Sifat dari suatu bahan, cara kerja suatu alat, cara melakukan suatu pekerjaan atau lingkungan kerja yang dapat menimbulkan kerusakan harta benda, penyakit akibat kerja atau bahkan hilangnya nyawa manusia.”
2.4 Pengertian Resiko Menurut Rudi Suardi (2005;73) resiko adalah: “Peluang/sesuatu hal yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya.” Menurut Dr. Gempur Santoso, Drs., M. Kes (2004;32) resiko adalah: “Suatu kondisi dimana terdapat kemungkinan akan timbulnya kecelakaan atau penyakit akibat kerka oleh karena adanya suatu bahaya”.
2.5 Pengertian Manajemen Resiko Menurut Dr. Gempur Santosoo, Drs., M. Kes (2004;32) adalah: “Suatu proses manajemen dengan maksud meminimalkan resiko atau bahkan untuk menghindarinya sama sekali.” Pengertian Manajemen Resiko diambil dari situs: http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko (2008) tentang Manajemen Resiko adalah: “Proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negative resiko, dan menampung sebagia atau semua konsekuensi risiko tertentu”. Pengertian Manajemen Resiko diambil dari situs: http://s2informatics.files.wordpress.com/2007/11/proses_manajemen_risiko.pdf
(2008),
tentang Manajemen Resiko dapat diartikan sebagai: “Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan aktivitas dalam kegiatan identifikasi, bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review resiko”.
2.6 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Politeknik Negeri Semarang|5
2.6.2 Pengertian Keselamatan Kerja Pengertian Keselamatan Kerja menurut Pedoman Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (1990) adalah: “Keselamatan kerja adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mengupayakan suatu keadaan selamat atau aman dalam bekerja.” 2.6.3 Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Mengenai keselamtan kerja, definisi dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996;2) adalah: “Bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.” Sedangkan menurut Gempur Santoso (2004;15) menyebutkan definisi Sistem Manajemen K3 sebagai berikut: “Bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi strukktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja.” Karyawan adalah kekayaan utama setiap perusahaan yang selalu berperan aktif dan paling menentukan tercapai tidaknya tujuan perusahaan. Oleh karena itu kesehatannya perlu mendapat perhatian dan pemeliharaan sebaik-baiknya dari pimpinan perusahaan. Apabila kesehatan karyawan kurang mendapat perhatian, akibatnya porduktivitas kerjanya akan menurun, absensi kerja pun akan meningkat sehingga
pengadaan
karyawan,
pengembangan
karyawan,
kompensasi,
dan
pengintegrasian yang telah ditentukan dengan baik dan biaya yang besar kurang berart untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Program K3 ditekankan pada factor manusia, karena kecelakaan kerja 80% lebih, disebabkan oleh kecerobohan manusia. Menurut Rudi Suardi (2005;113) Agar Program K3 dapat berjalan dengan baik maka perusahaan dan tenaga kerja mempunya tanggung jawab, yaitu: 1.
Tanggung jawan manajemen puncak/pengusaha: Politeknik Negeri Semarang|6
a.
Menetapkan kebijakan K3
b.
Memastikan Sistem Manajemen K3 diterapkan
c.
Menunjuk wakil manajemen
d.
Menyediakan sumber daya yang cukup untuk Sistem Manajemen K3
e.
Menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat
f.
Menetapkan dan memelihara program K3
g.
Memberikan dukungan bagi level manajemen dalam aktivitas K3
h.
Menyediakan informasi K3 bagi pekerja
i.
Memastikan
pekerja
mendapatkan
pelatihan,
disertifikasi
jika
dipersyaratkan j.
Memastikan alat pelindung personel yang digunakan sesuai dalam kondisi yang baik
k.
Melakukan evaluasi kinerja K3 level manajemen
l.
Menyediakan perangkat bagi pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
2.
Tanggung jawab level manajemen/supervisor a.
Memastikan pekerja menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan persyaratan
b.
Memberikan pemahaman pada pekerja tentang potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja
c.
Jika diperlukan, membuat instruksi kerja atau prosedur tentang penggunaan alat pelindung diri
3.
Tanggung jawab level pekerja a.
Bekerja sesuai dengan peraturan dan persyaratan
b.
Menggunakan peralatan, alat pelindung diri yang dipersyaratkan perusahaan
c.
Melaporka pada manajemen puncak atau supervisor atas kehilangan atau kerusakan peralatan pengendali risiko yang dapat berpengaruh pada K3
d.
Melakukan pekerjaan sesuai prosedur atau instruksi kerja
e.
Tidak memindahkan atau menggunakan secara tidak benar berbagai peralatan pilindung/pengendali yang dipersyaratkan oleh peraturan, undang-undang, organisasi
Politeknik Negeri Semarang|7
f.
Tidak mengoperasikan atau menggunakan peralatan apapun yang dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja
g.
Melaporkan pada manajemen kondisi tidak kesesuaian apapun yang terjadi di tempat kerja
2.6.4 Dasar Yuridis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Mengingat pentingnya masalah K3, maka pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan sebagai landasan hokum pelaksanaan K3 antara lain: a.
UU no.14 tahun 1868 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja
b.
UU no.1 tahun 1970 tentang Keselamtan Kerja
c.
UU no.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
d.
UU no.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
e.
UU no.13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
f.
Beberapa
keputusan
bersama
antara
Departemen
Kesehatan
dengan
departemen lain yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. g.
Keppres RI no.22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja
h.
Konvensi ILO no.185/1981 menetapkan kewajiban setiap Negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan nasionalnya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungannya.
i.
Konvensi ILO no.161 tahun 1985 tentang keselamatan kerja.
2.7 Kecelakaan 2.7.2 Pengertian Kecelakaan Pengertian kecelakaan (safety) yang terdapat pada pelatihan K3 untuk pengurus dan anggota P2K3 adalah: “suatu kejadian yang tidak direncanakan/diinginkan yang tidak dapat di kendalikan yang menyebabkan korban dan/atau kerusakan fisik bagi harta milik perusahaan atau pihak ketiga”. Pengertian kecelakaan Menurut Hammer (2001) adalah: “kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan.” Maksud pengertian diatas disebut tak terduga karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih direncanakan. Maksud kejadian tidak diharapkan karena di belakang semua kejadian yang terjadi terlebih tidak ada unsur Politeknik Negeri Semarang|8
kesengajaan. Kecelakaan akibat kerja didefinisikan sebagai kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Kecelakaan dapat terjadi karena tindakan yang berbahaya (unsafe actions) dan keadaan yang berbahaya (unsafe condition). Kecelakaan dapat terjadi karena tindakan yang tidak aman (unsafe action) maksudnya dari penjelasan diatas yang diambil dari Pelatihan K3 untuk Pengurus dan Anggota P2K3 (2007) tersebut adalah merupakan suatu pelanggaran dari setiap prosedur K3 yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan/insiden. Tindakan-tindakan yang berbahaya (unsafe actions) antara lain: 1.
Mengoperasikan tanpa wewenang
2.
Gagal memberikan dan memastikan tanda peringatan
3.
Mengoperrasikan dengan kecepatan berlebihan
4.
Menggunakan perkakas yang salah
5.
Gagal menggunakan alat pelindung diri
6.
Memuat/menempatkan secara tidak benar
7.
Mengambil posisi yang salah
8.
Mengangkat dengan cara yang tidak benar
9.
Mengabaikan standar yang diharuskan
10.
Bersenda gurau
11.
Minum minuman keras Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi tidak aman (unsafe conditions)
maksudnya dari penjelasan diatas yang diambil dari Pelatihan K3 untuk Pengurus dan Anggota P2K3 (2007) tersebut adalah merupakan suatu keadaan atau kondisi fisik yang dapat secara langsung memungkinkan atau membiarkan terjadinya suatu kecelakaan/insiden. Yang termasuk dalam keadaan yang berbahaya (unsafe conditions) antara lain: 1.
Penutup/pelindung keselamatan yang tidak tepat
2.
Perkakas/alat/bahan yang rusak
3.
Kemacetan
4.
System pemberian peringatan yang tidak tepat
5.
Bahaya peledakan dan kebakkaran
6.
Tata anak tangga yang tidak standar
7.
Keadaan atmosfer yang membahayakan (debu,fume,uap,kabut,gas)
8.
Bahaya listrik
Politeknik Negeri Semarang|9
2.7.3 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Klasifikasi kecelakaan kerja menurut ILO pada tahun 1962 1.
Klasifikasi menurut jenis/tipe kecelakaan : a.
Terjatuh/orang jatuh ( pada ketinggian yang sama dan berbeda ).
b.
Tertimpa/terpukul benda jatuh/kejatuhan benda.
c.
Tertumbuk/tersentuh/terantuk/tersandung/terkena/terpukul
benda-
benda yang tidak bergerak, tergelincir karena benda, terkecuali benda jatuh. d.
Terjepit di antara 2 benda.
e.
Gerakan-gerakan yang melebihi kemampuan/dipaksakan.
f.
Terbakar akibat/berhubungan dengan suhu yang ekstrim/lebih tinggi dari toleransi tubuh manusia.
g.
Terbakar akibat/berhubungan dengan/terkena/tersengat arus listrik.
h.
Terbakar akibat/berhubungan/kontak dengan/terkena radiasi/terkena bahan-bahan berbahaya/bersifat merusak ( korosif ).
i.
Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup/belum termasuk ke dalam klasifikasi tersebut. (runtuhnya suatu konstruksi, peledakan, kebakaran, sambaran petir).
2.
Klasifikasi menurut penyebab a.
b.
Mesin a)
pembangkit tenaga/penggerak utama, kecuali motor-motor listrik.
b)
Mesin pengatur/gigi transmisi mesin.
c)
Mesin pemotong/pembentuk untuk mengerjakan logam.
d)
Mesin-mesin pengolah kayu.
e)
Mesin-mesin pertanian.
f)
Mesin-mesin pertambangan.
g)
Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
Alat pengangkut dan sarana angkutan a)
Mesin dan peralatan/perlengkapan pengankat.
b)
Alat angkutan di atas rel.
c)
Alat angkutan lain yang berada selain di atas rel (kereta api).
d)
Alat angkutan udara.
e)
Alat angkutan perairan. Politeknik Negeri Semarang|10
f) c.
Sarana angkutan lainnya.
Peralatan/perlengkapan lainnya a)
Bejana bertekanan.
b)
Dapur, oven/pemanas dan pembakaran.
c)
Pusat-pusat/instalasi pendingin.
d)
Instalasi listrik, termasuk motor listrik tetapi tidak termasuk alatalat listrik (tangan).
d.
e)
Alat-alat listrik (tangan).
f)
Alat-alat kerja/perkakas, kecuali alat-alat listrik.
g)
Tangga, jalur landau (ramp).
h)
Perancah (steger).
i)
Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.
Bahan-bahan, zat-zat/mineral dan radiasi a)
Bahan peledak.
b)
Debu/serbuk, gas, cairan, dan zat-zat kimia, kecuali bahan peledak.
c)
Benda-benda melayang/pecahan terpelanting.
d)
Radiasi.
e)
Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
e.
f.
Lingkungan kerja a)
Di luar bangunan/gedung.
b)
Di dalam bangunan/gedung.
c)
Di dalam tanah.
Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut a)
Hewan.
b)
Penyebab lain.
c)
Penyebab-penyebab
yang
belum
termasuk
golongan
tersebut/data tidak memadai. 3.
Klasifikasi menurut sifat/jenis luka/kelainan a.
Fracture/patah tulang.
b.
Dislokasi/keseleo.
c.
Terkilir/tegang otot/urat. Politeknik Negeri Semarang|11
4.
d.
Memar/gegar otak dan luka di dalam lainnya.
e.
Amputasi dan envkleasi.
f.
Luka-luka ringan di permukaan.
g.
Memar,gegar, dan remuk.
h.
Luka bakar/terbakar.
i.
Keracunan mendadak/akut.
j.
Pengaruh/akibat cuaca.
k.
Sesak nafas/mati lemas.
l.
Pengaruh/akibat arus listrik.
m.
Pengaruh/akibat radiasi.
n.
Luka-luka yang banyak/majemuk dan berlainan sifatnya.
o.
Luka-luka yang lain.
Klasifikasi menurut letak kelainan/lokasi luka pada bagian tubuh a.
Kepala.
b.
Leher.
c.
Badan.
d.
Anggota atas/tangan.
e.
Anggota bawah/tungkai.
f.
Banyak tempat/aneka lokasi.
g.
Kelainan/luka-luka umum.
h.
Letak luka-luka lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut. Penggolongan kecelakaan kerja menurut jenis sering di landing
sebagaimisu kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenis dan penyebab membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan. 2.7.4 Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja Suatu kejadian atau peristiwa kecelakaan ada sebab-sebabnya demikian juga dengan kecelakaan industry, Menurut H.Darma (2008) salah satu Ketua Tim K3 di PT. PLN dalam lomba penulisan K3 dalam rutinitas kerja kami menyatakan bahwa : 1.
Penyebab terjadinya kecelakaan terbagi beberapa ketimpangan: a.
Ketimpangan pada tenaga kerja : -
Tidak cocok terhadap peralatan kerja dan lingkungan kerja
-
Kurang memiliki pengetahuan dan ketrampilan Politeknik Negeri Semarang|12
b.
c.
2.
-
Ketidak mampuan fisik dan mental karena factor bakat yang lain
-
Kurang motivasi kerja tau kurang kesadaran akan K3
Ketimpangan pada Manajemen : -
Manajemen tidak peduli/ tidak punya komitmen K3
-
Sistem kepegawaian yang buruk
-
Tidak ditetapkan persyaratan dan prosedur kerja
-
Tidak ada pengawasan
Ketimpangan pada alat dan kondisi kerja : -
Kesalahan perencanaan dan pemasangan
-
Suku cadang dan beban produksi
-
Tempat dan lingkungan kerja
Penyebab rutinitas terjadinya kecelakaan di unit kita bekerja dibagi 2 diantaranya: a.
Perbuatan berbahaya (Unsafe Acts) -
Bekerja tanpa wewenang
-
Bekerja dengan prosedur salah
-
Posisi atau sikap kerja tidak selamat
-
Menggunakan perlakan yang berbahaya (rusak)
-
Tidak memakai peralakan keselamatan kerja dan alat pelindung diri
-
b.
Mengganggu tempat kerja, menyalahgunakan waktu kerja
Kondisi berbahaya (Unsafe Conditions) -
Keadaan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat atau rusak
-
Pencangan/konstruksi dari instalasi alat produksinya yang tidak layak
-
Alat-alat/rambu-rambu yang tidak memadai
-
Peralatan keselamatan kerja/APD tidak memakai syarat yang tersedia
-
Peralatab/mesin yang bergerak tanpa perlindungan
Menurut teori Frank E. Bird Petersen menjelaskan bahwa dalam penerapan teori Heindrich terdapat kesalahan prinsipil. Orang terpaku pada pengambilan salah satu Domino yang seolah-olah menanggulangi penyebab utama kecelakaan, yakni Politeknik Negeri Semarang|13
kondisi atau perbuatan tidak aman. Tetapi mereka lupa untuk menelusuri apa yang mengakibatkan kecelakaan. Frank E. Bird Petersen mengadakan modifikasi dari teori Domino Heindrich dengan menggunakan teori manajemen, yakni intinya sebagai berikut (M. Sulakmono, 1997) : Gambar 2.3
Sumber
: “Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja”, Gempur Santoso,
Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004 Dari teori di atas dapat dijelaskan, usaha pencegahan Kecelakaan Kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja apabila kurang kontrol. Dengan mengetahui sumber-sumber kejadian sebagai penyebab utama setelah memperbaiki manajemen yang kurang kontrol selanjutnya setelah diketahui sumber sebagai penyebab utama maka akan diketahui gejala-gejala kejadian sebagai penyebab langsung berikutnya setelah diketahui gejala maka akan terjadi kontak sehingga menimbulkan peristiwa/kejadian sehingga dengan begitu akan mengalami kerugian seperti halnya gangguan tubuh maupun harta benda. Jika melihat faktor-faktor kecelakaan kerja dan kerugian kerja maka pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah untuk mengendalikan serta menghindari hal-hal yang dapat berakibat fatal dan dapat merugikan karyawan serta perusahaan terutama pada bidang konstruksi. Selain itu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini sangatlah penting dilakukan oleh perusahaan mengingat karyawan adalah asset utama dalam perusahaan. 2.7.5 Upaya Pengendalian K3
Politeknik Negeri Semarang|14
Upaya-upaya pengendalian K3 diambil dari Pelatihan K3 untuk Pengurus dan Anggota P2K3 (08,2007) ada berbagai macam upaya antara lain: 1.
Subtitusi bahan-bahan kimia yang berbahaya
2.
Proses isolasi
3.
Ventilasi umum
4.
Pemakaian alat pelindung diri
5.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala
6.
Penyelenggaraan latihan atau penyuluhan kepada semua karyawan dan pengusaha
2.8 Pencegahan Kecelakaan Kerja Menurut H.Darma salah satu ketua tim K3 di PT.PLN dalam lomba penulisan K3 dalam rutinitas kerja kami (03,2008), menguraikan beberapa pencegahan Kecelakaan Kerja diantaranya: Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan cara: 1. Menghilangkan/mengurangi “UNSAFE ACT” dari semua personil yang terlibat, maksud
penjelasan
tersebut
adalah
semua
karyawan
yang
terlibat
harus
memperhatikan pentingnya mengurangi pelanggaran setiap prosedur K3 yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. 2. Menghilangkan/mengurangi “UNSAFE CONDITION” disemua tempat kerja. Maksudnya dari penjelasan diatas adalah suatu pencegahan pada keadaan atau kondisi fisik yang dapat secara langsung memungkinkan atau membiarkan terjadinya suatu kecelakaan.insiden sehingga dapat mengurangi keadaan/kondisi yang tidak aman. 3. Menerapkan SOP/DP3. Maksudnyamerupakan bagian dari prosedur pelaksanaan pekerjaan pada Instalasi Listrik Tegangan Tinggi/ Ekstra Tinggi yang dipisahkan untuk di gunakan di lapangan pekerjaan (Site Work) sebagai panduan dan prosedur bagi seluruh petugas di dalam melaksanakan Pekerjaan pada Instalasi Listrik Tegangan Tinggi/ Ekstra Tinggi. 4. Menyediakan peralatan kerja, alat pelindung diri (APD) dan material sesuai standar maksudnya sebagai pilihan terakhir yang dapat di lakukan untuk mencegah bahaya dengan pekerja. 5. Memberikan “Sanksi” yang tegas terhadap setiap pelanggaran “Safety Procedur” yang telah ditetapkan, maksudnya adalah pelanggaran terjadi karena kelalaian setiap karyawan dalam mematuhi semua peraturan keselamatan kerja, maka dari pada itu Politeknik Negeri Semarang|15
perusahaan berusaha untuk memberikan saksi terhadap setian pelanggaran karena untuk mengurangi resiko bahaya yang terjadi dan untuk meningkatkan pentingnya mematuhi peraturan keselamatan yang ada. Selain itu juga kecelakaan kerja dapat dicegah dengan menggunakan warna, peringatan dan tanda-tanda, serta label. 2.8.2 Warna Menurut H.Darma salah satu ketua tim K3 di PT.PLN dalam lomba penulisan K3 dalam rutinitas kerja kami (03,2008), Warna dapat dipakai untuk berbagai tujuan gua kepentingan keselamatan, diambil dari sumber seperti ditujukkan dalam contohcontoh berikut ini: a.
Kode warna keselamatan umum dipakai untuk mengenal tempat-tempat berbahaya, peralatan perlindungan kebakaran, peralatan pertolongan pertama, pintu keluar, jalur lalu lintas, dan seterusnya.
b.
Kode warna khusus dipakai untuk mengenal isi taung dan pipa gas.
c.
Pola warna yang cocok dapat meningkatkan persepsi dan kemudahan melihat dalam ruang kerja, lorong dan sebagainya.
d.
Pola warna menarik untuk dinding, langit-langit, peralatan, dan sebagainya, dapat memberikan efek psikologis baik. Berbagai kode warna telah dipakai bertahun-tahun. Sebagai contoh, suatu
kode warna keselamatan telah dibentuk oleh sebuah panitia Organisasi Internasional untuk Standarisasi yang bekerja sama dengan ILO. Warna kuning dipakai untuk menunjukkan bahaya,warna merah dipakai untuk isyarat berhenti (alat penghenti darurat dan perlatan kebakaran, Warna hijau dipakai untuk jalan penyelamatan. 2.8.3 Peringatan dan Tanda-tanda Menurut H.Darma salah satu ketua tim K3 di PT.PLN dalam lomba penulisan K3 dalam rutinitas kerja kamu (03,2008). Isyarat dan tanda juga dipakai untuk berbagai tujuan. Contohnya: “Dilarang merokok” adalah satu contoh paling umum sebuah isyarat larangan. 2.8.4 Label Menurut H.Darma salah satu ketua tim K3 di PT.PLN dalam lomba penulisan K3 dalam rutinitas kerja kami (03,2008). Bahan berbahaya dan kemasannya harus diberi label dengan benar. Banyak kecelakaan terjadi karena bahan beracun, mudah menyala dan bahan berbahaya lainnya disimpan dalam kemasan yang tidak memperlihatkan bahwa isinya berbahaya. Politeknik Negeri Semarang|16
Jelaslah bahwa upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja diperluhan adanya kerja sama dengan berbagai macam keahlian, profesi seperti pembuat undang-undang, ahli teknik, dokter maupun pengusaha dan karyawan. 2.9 Pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan harus melakukan pengendalian melalui audit untuk mencapai tujuannya. Audit adalah pemeriksaan secara sistematik dan independent, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan. Audit Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi unsure-unsur sebagai berikut: 1.
Pembangunan dan pemeliharaan komitmen;
2.
Strategi pendokumentasian;
3.
Peninjauan ulang desain dan kontrak;
4.
Pengendalian dokumen;
5.
Pembelian;
6.
Keamanan bekerja berdasarkan system manajemen K3;
7.
Standar pemantauan;
8.
Pelaporan dan perbaikkan kekurangan;
9.
Pengelolaan material dan pemindahannya;
10.
Pengumpulan dan penggunaan data;
11.
Pemeriksaan system manajemen;
12.
Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun. Untuk melaksanakan audit harus: 1.
Membuat rencana tahunan audit
2.
Menyampaikan rencana tahunan audit kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk, pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat
3.
Mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.
2.10Struktur Organisasi PT.PLN Persero Jawa Barat
Politeknik Negeri Semarang|17
Struktur organisasi dalam suatu perusahaan sangat penting keberadaannya, karena organisasi merupakan perusahaan karena organisasi merupakan identitas dari perusahaan tersebut mulai dari pimpinan/manajer sampai staff/karyawan. Sehingga kita mengetahui suatu bidang kerja bertanggungjawab kepada bidang kerja lainnya dan membawahi beberapa bidang kerja.
Politeknik Negeri Semarang|18
Struktur organisasi di PT.PLN (Persero) P3B ini bentuknya adalah garis dan staff/line and staff maksudnya dimana di setiap bawahan-bawahan manager terdapat staff-staff dan juga struktur organisasi ini dapat digunakan oleh setiap organisasi besar, apapun tujuannya, betapa pun luas tugasnya, dan bagaimanapun kompleksnya susunan organisasi. Pengambilan keputusan yang sehat lebih mudah diambil karena adanya staff ahli. Perwujudan the right man on the right place/ the right man on the right job lebih mudah dilaksanakan. Tetapi, jika karyawan berjumlah banyak dan tidak saling mengenal maka solidaritas akan sulit untuk diharapkan, karena rumit dan sulitnya susunan organisasi akibatknya koordinasi sulit untuk diterapkan. 2.10.2
Bagian-bagian dan Tugas Pokok Berikut disajikan secara garis besar bagian-bagian unit kerja dan tugas pokok
PT.PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Region Jawa Barat. PT.PLN (Persero) P3B Region Jawa Barat dipimpin oleh seorang manager region memiliki para pegawai yang terbagi dalam beberapa bagian yaitu sekretaris region, dan 4 orang manager dan 2 asisten manager, yang memiliki jabatan atau peringkat 7-9 dengan jenjang jabatan manajemen dasar, sedangkan dari asisten manager dan ahli muda memiliki jabatan atau peringkat 10-6 dengan jenjang jabatan supervisor, ada juga terampil utama yang memiliki peringkat 17-20 dengan jenjang jabatan terampil utama dan pada terampil memiliki peringkat 21-26 dengan jenjang jabatan terampil. Adapun bagian-bagiannya yaitu : 1.
Manager Region Adalah bertugas sebagai penanggungjawab dan sebagai pengontrol semua manager-manager yang ada di lingkungan perusahaan.
2.
Sekretaris Region Bertugas sebagai penanggungjawab bidang sekretaris yang meliputi fungsi kinerja, proses bisnis, teknologi informasi dan total quality management (TQM). Sekretaris region memiliki wewenang sebagai berikut : a.
Mengelola kinerja region
b.
Mengelola proses bisnis region
c.
Mengelola dan mengambangkan sistem dan fungsi TQM
Sekretaris region oleh beberapa ahli madya, ahli muda dan juru utama, yaitu : a.
Ahli madya TQM
b.
Ahli Muda TQM Politeknik Negeri Semarang|19
3.
c.
Juru Utama TQM
d.
Ahli Madya Teknologi Informasi
e.
Ahli Muda Teknologi Informasi
f.
Ahli madya kinerja
g.
Ahli madya proses bisnis
h.
Juru utama teknologi informasi
i.
Juru utama kinerja
j.
Juru utama proses bisnis
Manager engineering Bertanggungjawab atas seluruh kegiatan engineering yang meliputi rencana
kerja,
kajian
pengembangan
sistem
penyaluran,
proteksi,
telekomunikasi, dan pengembangan fasilitas operasi. Manager engineering memiliki wewenang sebagai berikut : a.
Menyusun rencana kerja
b.
Mengkaji pengembangan sistem kerja
c.
Merencanakan dan mengambangkan sistem proteksi
d.
Merencanakan dan mengembangkan sistem telekomunikasi
e.
Merencanakan pengembanga fasilitas operasi
f.
Mengevaluasi atau membuat design yang berhubungan dengan sistem, instalasi, dan konstruksi
Manager engineering tidak dibantu oleh asisten manager tetapi langsung mambawahi dan dibantu oleh para ahli madya. Ahli muda dan juru utama, yaitu : 1.
Ahli madya rencana kerja
2.
Ahli muda rencana kerja
3.
Juru utama kerja
4.
Ahli madya proteksi
5.
Ahli muda proteksi
6.
Ahli madya telekomunikasi
7.
Ahli muda telekomunikasi
8.
Juru utama proteksi dan telekomunikasi
9.
Alhi madya pengkajian pengembangan sistem penyaluran
10.
Ahli muda pengkajian pengembangan sistem penyaluran
11.
Juru utama pengkajian pengembangan sistem penyaluran Politeknik Negeri Semarang|20
4.
12.
Alhi madya pengembangan fasilitas operasi
13.
Ahli muda pengembangan fasilitas operasi
14.
Juru utama pengembangan fasilitas operasi
Manager Keuangan dan Niaga Bertugas sebagai penanggunajawab atas penyusunan anggaran regio, pelaksanaan pengendalian dan pengawasan keuangan, laporan keuangan serta pengembangan niaga region Manager Keuangan dan Niaga juga memiliki kewenangan sebagai berikut : a.
Mengembangkan sistem manajemen keuangan
b.
Menyusun kebijakan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien
c.
Menyusun rencana pendapatan dan biaya sesuai dengan business plan
d.
Menyususn kegiatan pemasaran untuk memenuhi kegiatan dan kepuasan pelanggan
Manager Keuangan dan Niaga dibantu oleh dua orang Asisten Manager, yaitu :
5.
a.
Asisten Manager Keuangan
b.
Asisten Manager Niaga dan Keuangan
Manager Operasi dan Pemeliharaan Bertanggungjawab dalam bidang operasi dan pemeliharaan instalasi, meliputi rencana operasi, operasi sistem, prosedur operasional dan manajemen, logistik, safety operasional dan manajemen fasilitas operasi. Manager Operasi dan Pemeliharaan memiliki wewenang sebagai berikut : a.
Menyusun dan menetapkan strategi operasi sistem pada wilayah kerjanya
b.
Mengelola pengoperasian sistem
c.
Mengelola dan mengendalikan pelaksanaan pemeliharaan instalasi penyaluran sesuai jadwal dan prosedur operasional dan manajemen
d.
Mengelola pemeliharaan fasilitas operasi sesuai dengan jadwal dan prosedur operasional dan manajemen
e.
Mengelola logistik untuk menunjang operasi sistem dan operasional dan manajemen instalasi
f.
Menyususn dan mengawasi pelaksaan prosedur operasional dan manajemen Politeknik Negeri Semarang|21
g.
Mengawasi pelaksanaan prosedur safety yang berlaku pada instalasi.
Manager Operasi dan Pemeliharaan di bantu oleh tiga orang Asisten Manager, yaitu : a.
Asisten Manager Operasi Sistem Bertanggungjawab terhadap bidang rencana operasi dan operasi sistem bidang operasi pemeliharaan
b.
Asisten Manager Pemeliharaan
c.
Asisten Manager Administrasi Teknik Bertugas merencanakan kegiatan bagian teknik berdasarkan program unit, mendistribusikan dan memberi petunjuk serta membina bawahan, mengkoordinasi penysusunan rencana pelaksanaan pemeliharaan, perluasan dan evaluasi peralatab dan menjaga agar peralatan menjadi andal.
Terdiri dari beberapa staff di antaranya adalah sebagai berikut : a.
Ahli Muda Pemeliharaan Penyaluran Bertugas menyusun rencana kebutuhan bebena dan energi untuk sampai empat periode kedepan, membuat jadwal pengembangan atau perluasan transmisi dan gardu induk baru dan menyususn strategi operasi dan melaksanakan studi yang menunjang strategi operasi.
b.
Ahli Muda Konsultan dan Konstruksi Menyusun rencana dan melaksanakan pemeliharaan, perbaikan dan perluasan jaringan sistem telekomunikasi serta alat-alat bantunya dan memberikan bantuan berupa informasi dan melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain sesuai dnegan kewajiban dan tanggungjawab pokoknya.
c.
Ahli muda Pemasaran Menyusun rencana kebutuhan beban dna energi untuk periode selama satu sampai empat tahun kedepan, membuat jadwal pengembangan atau perluasan transmisi dan gardu induk baru dan menyusun strategi operasional.
d.
Ahli Muda Survey Pasar Mencari informasi seputar barang-barang yang berhubungan langsung dengan komponen bahan baku untuk keperluan kelistrikan dan mengembangkan pola kerja secara menyeluruh dan bertumpu pada perdagangan di luar bidang jasa yang ditangani oleh suatu perusahaan, Politeknik Negeri Semarang|22
serta melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang seusis dengan kewajiban dan tanggungjawab pokoknya.
6.
Manager SDM dan Administrasi Bertanggungjawab atas bidang SDM dan Administrasi yang meliputi fungsi : SDM, Administrasi, Humas, Hukum, Otonomi Daerah, Lingkungan, dan Fasilitas kantor, Manager SDM dan Administrasi memiliki wewenang sebagai berikut : a.
Mengelola SDM
b.
Mengelola sistem administrasi dan fasilitas kantor
c.
Melaksanakan fungsi humas
d.
Menangani fungsi hukum, Otonomi Daerah dan Lingkungan Manager SDM dan Administrasi tidak di bantu oleh Asisten Manager
tetapi langsung membawahi dan di bantu oleh para Ahli Madya, Ahli Muda dan Juru Utama, yaitu : a.
Ahli Madya SDM
b.
Ahli Muda SDM
c.
Juru Utama SDM
d.
Ahli Madya Humas
e.
Ahli Muda Humas
f.
Ahli Madya Hukum
g.
Ahli Muda Hukum
h.
Ahli Madya Lingkungan
i.
Ahli Muda Lingkungan
j.
Juru Utama Humas, Hukum dan Lingkungan
k.
Ahli Madya Otonomi Daerah
l.
Ahli Muda Otonomi Daerah
m.
Ahli Madya Fasilitas
n.
Ahli Muda Fasilitas
o.
Ahli Madya Administrasi
p.
Ahli Muda Administrasi
q.
Juru Utama Fasilitas
Politeknik Negeri Semarang|23
7.
Adapun fungsi-fungsi UPT (Unit Pelayanan Transmisi) dan UJT (Unit Pelayanan Jasa Teknik) : a.
UPT (Unit Pelayanan Transmisi) Bandung Barat Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan dimana unit tersebut bertugas memberikan suatu pelayanan transmisi di sekitar wilayah bandung barat
b.
UPT Bandung Timur Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan dimana unit tersebut bertugas memberikan suatu pelayanan transmisi di sekitar wilayah bandung timur
c.
UPT Garut Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan dimana unit tersebut bertugas memberikan suatu pelayanan transmisi di sekitar wilayah Garut dan sekitarnya
d.
UPT Purwakarta Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan dimana unit tersebut bertugas memberikan suatu pelayanan transmisi di sekitar wilayah Purwakarta dan sekitarnya
e.
UPT Karawang Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan dimana unit tersebut bertugas memberikan suatu pelayanan transmisi di sekitar wilayah Karawang dan sekitarnya
f.
UJT Bandung Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan simana unit tersebut bergerak pada bidang jasa teknik dimana unit tersebut melakukan perbaikan transmisi-transmisi yang mengalami gangguan-gangguan di wilayah bandung dan sekitarnya
g.
UJT Cirebon Suatu unit yang ada pada lingkungan perusahaan simana unit tersebut bergerak pada bidang jasa teknik dimana unit tersebut melakukan perbaikan transmisi-transmisi yang mengalami gangguan-gangguan di wilayah Cirebon dan sekitarnya
8.
Deputi Manager Pemeliharaan Politeknik Negeri Semarang|24
Bertanggungjawab terhadap pemeliharaan terhadap bidang rencana operasi dan pemeliharaan di lingkungan perusahaan
9.
Supervisor Transmisi Bertanggungajwab atas bidang transmisi dimana bertugas mengatur dan melakukan pengontrolan apabila akan dilakukan pemberian transmisi dan pembebasan transmisi
10.
Ahli Muda Bertugas menyususn rencana dan melaksanakan pemeliharaan, perbaikan dan pengaturan sistem tatacara pemeliharaan.
2.11Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT.PLN Persero Suatu industri yang berdiri tidak lepas dari masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini karena tenaga kerja merupakan salah satu asset terbesar bagi produktivitas suatu Negara, dimana berkurangnya tenaga kerja atau berkurangnya kemampuan tenaga kerja untuk bekerja secara efektif dan efisien akan mengakibatkan turunnya produktifitas suatu negara. Bahaya kecelakaan akibat proses kerja merupakan hal yang sangat mungkin terjadi begi perusahaan yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan untuk meminimalisasikannya maka perusahaan menetapkan peraturan umum yang dalam hal ini perusahaan yang dimaksud adalah PT.PLN Persero 2.11.2
Peraturan Umum K3 yang Perlu Dilaksanakan Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) pada PT PLN Persero, terdapat beberapa peraturan umum yang harus dilaksanakan oleh seluruh staf dan karyawan. Berikut ini merupakan beberapa peraturan umum yang harus dilaksanakan, antara lain : 1.
Seluruh karyawan dan pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan harus memahami dan mematuhi kaedah, dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja
2.
Semua yang terlihat dalam pelaksanaan pekerjaan harus peduli dan tanggap akan bahaya kebakaran yang mungkin timbul.
3.
Penanggung jawab K3 harus menetapkan sanksi atau hukuman terhadap pelanggaran peraturan K3. Politeknik Negeri Semarang|25
4.
Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk
5.
Semua yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan yang berupa perbaikan gardu induk harus peduli dan tanggap untuk menjaga kerapihan dan kebersihan pada lokasi perbaikan.
6.
Pada lokasi-lokasi yang berbahaya harus dipasang tanda-tanda peringatan adanya bahaya, seperti diberikan contoh pada foto 4.1.1.1 dibawah ini adalah tentang daerah zona terlarang dimana daerah tersebut merupakan daerah vital yang memiliki tingkat kecelakaan yang cukup tinggi maka di berlakukan izin untuk masuk kesana.
Foto 4.1.1.1 Zona terlarang
Sumber : PT. PLN Persero
2.11.3
Keamanan Bekerja dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Dalam SMK3, keamanan bekerja harus di utamakan oleh setiap staf dan pegawai yang terlibat didalam perbaikan instalasi. Keamanan bekerja harus tercermin dalam beberapa faktor berikut ini : 1.
Sistem kerja a.
Potensi bahaya dan nilai resikonya pada proses kerja yang harus diidentifikasi dan dinilai oleh petugas yang berkompeten.
b.
Upaya pengendalian resiko dibahas dalam rapat tinjauan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ditempat kerja.
Politeknik Negeri Semarang|26
c.
Semua pekerjaan yang beresiko tinggi, setelah melalui inspeksi yang ketat harus diberlakukan prosedur “Ijin Kerja” sebelum pekerjaan dimulai dan disetujui oleh Ahli Keselamatan Kerja dan atau pihak yang berkompeten.
d.
Metode kerja yang aman untuk seluruh resiko yang diidentifikasi didokumentasikan.
e.
Metode dan instruksi kerja serta persyaratan tenaga kerja harus dibuat dan disyahkan oleh petugas yang berkompeten.
f.
Alat Pelindung Diri harus tersedia dan terpakai secara tepat serta selalu terpelihara, dan sebelum dipakai harus dipastikan memenuhi standard dan dalam keadaan layak pakai.
g.
Bila terjadi perubahan metode kerja / proses kerja maka pola pengendalian resiko harus ditinjau ulang.
h.
Untuk pekerjaan berbahaya hanya dilakukan oleh personel yang memenuhi syarat yang ditentukan.
2.
Tugas dan Waktu kerja Pegawai atau petugas pada instalasi Tegangan Tinggi (TT) dibagi menjadi 2 bagian yaitu antara lain : a.
Operator Gardu Induk yang bertugas memantau beban trafo sutter dan memantau peralatan yang terpasang di Gardu Induk (GI)
b.
Petugas pemeliharaan bertugas memelihara peralatan instalasi Tegangan Tinggi (TT) Jam Kerja karyawan Operator Gardu Induk dan Pemeliharaan diatur
pada jadwal yang telah ditentukan ialah : a.
Pada jam kerja operator Gardu Induk diatur pada jadwal yang ditentukan dalam 24 jam, jam kerja operator Gardu Induk di bagi pada 3 shift yaitu: jam 07.30 WIB – 15.00 WIB, 15.00 WIB – 22.00 WIB, 22.00 WIB – 07.30 WIB.
b.
Pada jam kerja bagian Pemeliharaan yaitu jam kerja dilakukan setiap hari yaitu pada pukul 07.30 WIB – 16.00 WIB.
3.
Pengawasan
Politeknik Negeri Semarang|27
a.
Tiap pekerjaan yang berlangsung harus diawasi untuk memastikan dilaksanakannya dilaksanakannya pekerjaan aman dan mengikuti instruksi dan pedoman kerja yang telah ditetapkan.
b.
Setiap orang diawasi berdasarkan tingkat kemampuan dan tingkat resiko tugasnya.
c.
Pengawas harus ikut serta mengidentifikasi bahaya dan melakukan upaya pengendalian.
d.
Pengawas harus ikut serta dalam pelaporan dan penyelidikan terhadap adanya penyakit akibat kerja dan kecelakaan.
Pekerja pemeliharaan peralatan instalasi Tegangan Tinggi (TT) diawasi oleh 3 pengawas yaitu : o
Pengawas Manuver Suatu pengawasan yang bertugas langsung ke lokasi pekerjaan, melakukan pengontrolan terhadap semua pekerjaan yang terlibat maupun pekerjaan yang dilakukan, mengetahui apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan prosedur atau tidak sesuai dengan prosedur. Pada foto 4.1.3.1 adalah contoh seorang pengawas manuver yang sedang melakukan pengawasan. Foto 3.1 Pengawas Manuver
Sumber: PT. PLN Persero o
Pengawas Pekerjaan Suatu pengawasan yang berfungsi mengontrol suatu jenis pekerjaan yang sedang dilakukan, mengetahui kekurangan – kekurangan hasil yang sudah dikerjakan, mengetahui apa yang sudah dikerjakan, memberikan Politeknik Negeri Semarang|28
pengarahan kepada pekerja apabila pekerjaan yang di lakukan tidak sesuai. Seperti terlihat pada foto 4.1.3.2 dibawah ini adalah seorang pengawas pekerjaan di mana pengawas tersebut sedang melakukan inspeksi langsung ke lapangan di mana suatu pekerjaan sedang di kerjakan. Foto 3.2 Pengawas Pekerjaan
Sumber : PT. PLN Persero o
Pengawas K3 Suatu pengawas yang bertugas mengontrol kelengkapan keselamatan pekerja dalam melakukan suatu pekerjaannya agar tidak terjadi kecelakaan. Seperti terlihat pada foto 4.1.3.3 adalah seorang pengawas K3 yang sedang melakukan pengecekan instalasi listrik sebelum di lakukan suatu pekerjaan. Foto 3.3 Pengawas K3
Sumber : PT. PLN Persero 4.
Seleksi dan penempatan tenaga kerja a.
Tenaga kerja yang dipekerjakan harus diseleksi dan ditempatkan sesuai persyaratan tugas dan persyaratan kesehatannya. Politeknik Negeri Semarang|29
b.
Penugasan pekerjaan harus didasarkan pada kemampuan dan tingkat ketrampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja.
5.
Lingkungan kerja a.
Lingkungan kerja di Gardu Induk Tegangan Tinggi, semua pekerja instalasi Tegangan Tinggi (TT) berbahaya, resiko kecelakaan tinggi, pada pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan wajib mengikuti atau melaksanakan Sistem Operasional Prosedur (SOP) yang telah di tetapkan.
b.
Tempat – tempat yang memerlukan pembatasan ijin masuk harus dikendalikan
c.
Rambu – rambu peringatan K3 dan tanda – tanda daerah terlarang harus dipasang sesuai instruksi kerja.
d.
Lingkungan kerja harus dinilai untuk mengetahui daerah – daerah yang memerlukan pembatasan ijin masuk.
Gambar 4.1.3.4 dibawah ini merupakan himbauan di mana di berlakukannya pembatasan izin masuk yang tidak berkepentingan. Foto 5.1 Daerah dilarang Masuk
Sumber : PT. PLN Persero 6.
Kesiapan untuk menangani keadaan darurat a.
Keadaan darurat seperti kebakaran telah dikutip pada Sistem Operasional Prosedur (SOP) penanggulangan kebakaran baik di kantor region maupun di unit – unit pelaksanaan.
b.
Keadaan darurat yang potensial disekitar tempat kerja telah diidentifikasi sesuai dengan instruksi kerja Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
c.
Kondisi keadaan darurat setidaknya diuji sekali dalam 3 tahun.
d.
Instruksi kerja untuk keadaan darurat perlu diuji dan ditinjau ulang secara periodik oleh petugas yang berkompeten. Politeknik Negeri Semarang|30
e.
Tenaga kerja mendapatkan penjelasan dan pelatihan instruksi kerja keadaan darurat.
f.
Petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan khusus.
g.
Pemberitahuan kondisi keadaan darurat diberikan secara jelas dan diketahui oleh seluruh tenaga kerja.
h.
Alat dan sistem keadaan darurat diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala.
i.
Kesesuaian, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat keadaan darurat telah dinilai oleh petugas yang berkompeten.
j.
Pengujian keadaan darurat meliputi : 1. Pengujian sistem alarm, lampu emergency, tanda keluar, pintu darurat. 2. Peralatan P3K. 3. Fasilitas komunikasi internal dan eksternal. 4. Tempat evakuasi, peralatan pemadam, pada foto 4.1.3.5 di contohkan gambar tersebut merupakan suatu alat – alat yang berguna sebagai alat pemadam kebakaran Foto 6.1 Peralatan Pemadam
Sumber : PT. PLN Persero
7.
Perlengkapan Pelindung Tubuh Selain faktor – faktor keamanan bekerja seperti yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa hal penting mengenai perlengkapan pelindung tubuh untuk menjaga keselamatan para pekerja dilapangan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Politeknik Negeri Semarang|31
a.
Semua pekerja, karyawan dan tamu harus mengenakan topi pengaman (helmet) dan sepatu pengaman saat berada di lokasi kerja. Foto 7.1 dibawah ini adalah contoh dari implementasi dari penggunaan perlengkapan pelindung tubuh Foto 7.1 Topi Pengaman dan Sepatu
Sumber : PT. PLN Persero b.
Sabuk pengaman dan tali penyelamat harus dikenakan saat bekerja pada ketinggian diatas 2 meter. Foto 7.2 dibawah ini adalah contoh pemakaian sabuk pengaman saat melakukan pekerjaan di ketinggian Foto 7.2 Pemakaian Sabuk Pengaman
Sumber : PT. PLN Persero c.
Pakai seragam operator Gardu Induk Tegangan Tinggi Seperti pada foto 7.3 adalah implementasi penggunaan baju dan helm pekerja gardu induk tegangan tinggi Foto 7.3 Pemakaian Seragam dan Helm
Politeknik Negeri Semarang|32
Sumber : PT. PLN Persero d.
Sarung tangan harus dipakai sewaktu memegang barang atau benda yang menimbulkan listrik atau pada saat memperbaiki listrik tegangan tinggi / Instalasi Listrik. Foto 7.4 adalah contoh pemakaian sarung tangan yang harus dipakai oleh operator gardu induk tegangan tinggi Foto 7.4 Pemakaian Sarung Tangan
Sumber : PT PLN Persero e.
Alat pelindung telinga harus dikenakan apabila bekerja pada situasi kerja yang bising atau pada ruang Trafo Tegangan Tinggi.
8.
Tangga, Bekerja di Tempat Ketinggian A. Tangga - Tangga digunakan untuk melakukan pekerjaan atau perbaikan instalasi listrik yang berada di ketinggian - Tangga terdapat beberapa jenis yaitu : tangga berbentuk huruf A dan tangga memiliki tinggi lebih dari 2 meter yang di sambung – sambung Politeknik Negeri Semarang|33
- Tangga mempunyai peranan penting dilingkungan kerja Gardu Induk Tegangan Tinggi - Tangga harus dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya sehingga dapat menjamin keselamatan pekerja - Pemakaian tangga untuk pekerjaan berbahaya harus sesuai ketentuan Sistem Operasional Prosedur (SOP) - Kemiringan tangga harus diatur sedemikian rupa sehingga aman untuk digunakan B. Bekerja ditempat ketinggian Yang dimaksud bekerja di tempat ketinggian adalah bekerja di lokasi dimana terdapat perbedaan ketinggian dengan lokasi sekitarnya yang dimungkinkan terjadinya bahaya kecelakaan kerja. Dalam hal ini, diperlukan beberapa ketentuan – ketentuan yang harus dilaksanakan oleh setiap pekerja, diantaranya : - Pekerja yang melakukan pekerjaan ditempat ketinggian haruslah dipastikan dalam keadaan sehat, tidak takut berada ditempat ketinggian, menggunakan
pelindung
tubuh
yang
memadai
sesuai
aspek
keselamatan kerja. - Adanya brifing kecil yang dilakukan oleh pengawas kepada pekerja yang akan melakukan pekerjaan ditempat ketinggian. Foto 8.1 adalah seorang pekerja yang sedang diberi pengarahan sebelum melakukan kerjaan yang berbahaya. Foto 8,1 Briefing Kecil
Sumber : PT. PLN Persero
Politeknik Negeri Semarang|34
- Pekerja yang melakukan pekerjaan tinggi haruslah orang yang telah terpilih atau orang yang telah mempunyai keahlian di bidang kelistrikan - Pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi maka daripada itu pekerja harus memiliki atau mengacu pada DP3 (Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan) dan SOP (Sistem Operasional Prosedur) - Apabila pekerja membawa peralatan dan bahan – bahan material kecil, maka harus membawa kantong atau wadah tempat peralatan dan bahan – bahan meterial kecil dengan tujuan alat atau bahan tidak mudah jatuh - Harus dipastikan adanya lokasi dan sarana yang memadahi untuk mengkaitkan sabuk pengaman sehingga berfungsi sebagaimana mestinya. - Tempat berpijak untuk pekerja, dudukan alat, dan bahan dipastikan kuat dan aman. Foto 8.2 adalah contoh tempat berpijak yang harus diperlukan oleh sutu pekerjaan bila sedang melakukan pekerjaan di tempat tinggi atau di ketinggian. Foto 8.2 Tempat berpijak
Sumber : PT. PLN Persero
C. Prosedur Ijin Kerja Untuk Pekerjaan Berbahaya atau Beresiko Tinggi Tujuan dibuatnya prosedur ijin kerja untuk pekerjaan berbahaya atau beresiko tinggi adalah untuk memberikan pedoman bagi seluruh karyawan, tenaga kerja dan mitra kerja tentang persyaratan – persyaratan yang harus
Politeknik Negeri Semarang|35
dipenuhi sebelum melaksanakan pekerjaan – pekerjaan yang beresiko tinggi dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja. Pekerjaan yang berbahaya yang rutin di laksanakan yaitu pada pemeliharaan peralatan instalasi Tegangan Tinggi (TT), maka daripada itu prosedur izin kerjanya telah di atur pada DP3 (Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan) yang meliputi tahapan sebagai berikut : a.
Briefing rencana kerja Pada foto 8.3 di bawah ini adlaha pegawai sedang melakukan briefing kerja sebelum melakukan suatu pekerjaan. Foto 8.3 Briefing Rencana Kerja
Sumber : PT. PLN Persero b.
Ijin pembebasan instalasi untuk di kerjakan maksudnya yaitu pelaksanaan instalasi yang telah di beri ijin untuk di kerjaan
c.
Pelaksanaan manuver pembebasan tegangan yaitu pelaksanaan yang di lakukan pada instalasi yang dimana semua tegangan di non aktikan
d.
Pernyataan bebas tegangan maksudnya surat pernyataan berisikan bahwa tegangan sudah di bebaskan dalam arti semua tegangan sudah di non aktifkan
e.
Pernyataan pekerjaan selesai yaitu surat yang berisikan keterangan bahwa pekerjaan yang telah dilakukan sudah selesai
f.
Pernyataan instalasi siap diberi tegangan maksudnya suatu pernyataan yang berisikan bahwa suatu unit instalasi sudah siap untuk di beri tegangan
g.
Pelaksanaan manuver pemberian tegangan yaitu suatu pelaksanaan pemberian tegangan karena pekerjaan sudah di selesaikan. Politeknik Negeri Semarang|36
2.11.4
Kriteria dalam Pembuatan Rambu-rambu Peringatan
Dalam pembuatan rambu – rambu peringatan, perlu di perhatikan beberapa Kriteria yang di pergunakan : 1.
Rambu – rambu peringatan di sini adalah tulisan dan gambar atau simbol yang memuat peraturan – peraturan, peringatan, larangan, himbauan
2.
Rambu – rambu harus mudah di baca pada jarak pandang yang cukup dan di pahami (Komunikatif) oleh semua kalangan yang terlibat dalam perbaikan instalasi listrik
3.
Jenis rambu, bahan pembentuk, tipe dan ukuran tulisan, bahasa, jenis, simbol yang di gunakan atau gambar, warna di sesuaikan dengan kondisi di lapangan, pekerjaan dan kebutuhannya
4.
Contoh rambu – rambu yang harus ada di lingkungan perusahaan adalah rambu – rambu yang berbentuk peraturan – peraturan seperti : wajib menggunakan helm dan sepatu pengaman, buang sampah pada tempatnya dan juga rambu – rambu yang berbentuk Himbauan untuk meningkatkan keamanan bekerja.
Contoh rambu – rambu dapat dilihat pada foto 1 adalah foto yang berbentuk plang yang berupa himbauan mengenai pentingnya keselamatan kerja dan pentingnya diberlakukan Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan perusahaan. Foto 1
Plang Himbauan Sumber : PT. PLN Persero 5.
Rambu larangan seperti : Dilarang Masuk, Dilarang Parkir
6.
Himbauan seperti : Poster poster atau Plang K3
Pada foto 2 adalah contoh himbauan tentang pentingnya kelengkapan K3 saat melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi Politeknik Negeri Semarang|37
Foto 2
Plang pentingnya kelengkapan K3 Sumber : PT. PLN Persero
7. 2.11.5
Identifkasi seperti : Pelayanan P3K, bak sampah, toilet, pentunjuk lokasi Kebersihan dan Kerapihan (House Keeping) Salah satu upaya dalam penerapan SMK3 adalah menjaga kebersihan dan
kerapian tempat kerja. Ada beberapa penjelasan mengenai upaya dalam menjaga kebersihan dan kerapian tempat kerja, antara lain : 1.
Kebersihan dan kerapian ditempat kerja harus dijaga sehingga bahan – bahan yang berserakan, sampah, alat-ala kerja tidak merintangi atau menimbulkan kecelakaan
2.
Diusahakan setia selesai pekerjaan di area instalasi harus melakukan kebersihan di daerah kerja.
3.
Semua areal yang dianggap berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja di lingkungan PLN harus di beri pagar atau tutup pengaman Foto 1 adalah sebuah contoh pemberian pagar pengaman yang diperlukan pada area yang di anggap berbahaya. Foto 1
Politeknik Negeri Semarang|38
Pagar Pembatas Sumber : PT. PLN Persero
4.
Di usahakan setia karyawan PLN terutama karyawan operator Gardu Induk Tegangan Tinggi harus mementingkan kerapihan dan kebersihan tempat kerja terutama pada daerah yang dapat menimbulkan tegangan listrik sehingga tidak akan menimbulkan kebakaran.
5.
Dilakukan pengambilan sampah secara berkala di lingkungan instalasi dan Gardu Induk Tegangan Tinggi dan selanjutnya dibuang ke lokasi pembuangan sementara yang telah ditetapkan di area instalasi.
Pada foto 2 dibawah ini adalah sebuah tempat pembuangan sampah yang dimana sampah yang dibuang adalah sampah yang mudah terbakar yang dapat menimbulkan kebakaran Foto 2 Tempat penyimpanan sampah yang mudah terbakar
Sumber : PT. PLN Persero
2.12Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dibentuk oleh perusahaan. Tujuan dibentuknya P2K3 ini, adalah untuk memastikan terlaksananya SMK3. Politeknik Negeri Semarang|39
Adapun tanggung jawab dan wewenang P2K3 dalam melaksanakan penerapan SMK3, diantaranya sebagai berikut : 1.
Memastikan bahwa semua persyaratan K3 telah diterapkan, dilaksanakan dan dipelihara oleh seluruh lingkup unit kerja
2.
Memastikan bahwa program K3 yang ditentukan dokumen ini didukung oleh semua tingkatan manajemen yang menjadi lingkupnya.
3.
Merencanakan, melaksanakan, menjaga, dan mengembangan program K3 sesuai dengan persyaratan dan peraturan yang berlaku
4.
Memastikan bahwa syarat-syarat K3 secara internal maupun eksternal dipenuhi
5.
Memberikan umpan balik dan rekomendasi perbaikan/pencegahan kepada unit kerja yang menjadi lingkupnya atas permasalahn sisem manajemen K3 yang ditemukan
6.
Menyajikan laporan pokkok tentang SMK3 dan hasilnya dilingkup kerjanya beserta rekomendasi tindak lanjutnya kepada P2K3 tingkat atasnya atau manajemen puncak
7.
Meninjau kembali sistem manajemen K3 dan memperbaikinya bila perlu untuk meningkatkan efektivitasnya tiap tahun
8.
Merumuskandan menyusun strategi peningkatan K3 dan memastikan strategi ini berjalan baik
9.
Melakukan pelatihan P2K3 :
Dalam hal ini pelatihan P2K3 dilaksanakan di Cisarua, Bogor, peserta atau pengikut dari kantor Region dan UPT/UJT, penyelenggaranya adalah DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional) dari kantor pusat Jakarta.
2.13Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PT.PLN Persero Seiring dengan perubahan organisasi dan maksud untuk selalu dapat memenuhi target Zero Accident, General PT.PLN Persero P3B membentuk tim penyempurnaan prosedur operasi sistem dan pemeliharaan. Tugas dari tim tersebut adalah melakukan penyempurnaan buku manuver peralatan instalasi listrik Tegangan Tinggi (TT) serta dokumen keselamatan kerja yang telah berlaku sejak tahun 1997. Prosedur pelaksanaan pada instalasi listrik Tegangan Tinggi (TT) berlaku untuk semua pekerja pada instalasi listrik Tegangan Tinggi (TT) dengan tahapan yang telah di uraikan pada prosedur Ijin erja untuk pekerjaan berbahaya atau beresiko tinggi. Politeknik Negeri Semarang|40
2.13.2
Penyebarluasan Informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Penyebarluasana informasi K3 bertujuan untuk menjelaskan bagaimana untuk mengkomunikasikan informasi-informasi K3 kepada pihak internal dan ekternal perusahaan. Ketentuan umum yang dipakai oleh perusahaan dalam mengkomunikasikan informasi K3 kepada pihak internal dan eksternal adalah dengan melakukan komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Yang dimaksud dengan komunikasi internail adalah sebagai berikut : 1.
Karyawan PT.PLN Persero P3B di berikan informasi mengenai pedoman SMK3 dan pelaksanaannya di lingkungan PT.PLN Persero P3B melalui kegiatan pelatihan dan pelaksanaannya di koordinir oleh Manajer sistem Manajemen (MSM) bekerjasama dengan General Manajer Sumber Daya Alam (GM SDM)
2.
Karyawan PT.PLN P3B, mendapatkan informasi mengenai perubahan-perubahan pada prosedur kerja, penyelesaian masalah atau keluhan, program-program K3 serta kinerja K3 PT.PLN Persero P3B. Informasi ini diberikan melalui rapat K3 bulanan/ triwulan dengan safety representative atau melalui papan pengumman, portal PLN maupun majalah dan brosur PLN
3.
Informasi mengenai peraturan perundangan K3 akan di sediakan oleh manajer sistem manajemen kepada tiap bagian
4.
Hasil rapat P2K3 yang dilaksanakan di sebarluaskan kepada tiap kepala bagian
5.
Laporan hasil kegiatan inspeksi K3, pemantauan lingkungan kerja dan penyelidikan kecelakaan di berikan oleh penganggungjawab Safety Divisi dan Pusat. Pada akhir bulan laporan tersebut disampaikan dalam rapat P2K3.
6.
Hasil laporan audit internal SMK3 di siapkan oleh personil Staf Sistem Manajemen berdasarkan laporan tim auditor dan didistribusikan kepada pihak internal (Direktur Utama, Direktur)
7.
Untuk memudahkan penyebaran informasi yang berkaitan dengan K3 dalam lingkup PT.PLN Persero P3B maka dibuat daftar penyebarluasan informasi K3.
Sedangkan yang dimaksud dengan Komunikasi Eksternal adalah : 1.
Pihak GM SDM dan BSDM (Badan Sumber Daya Manusia) menghubungi instansi-instansi terkait ( misal : Depnaker dan Disnaker serta Depkes ) untuk mendapatkan informasi terkini mengenai peraturan perundangan berkaitan dengan K3 di Indonesia
Politeknik Negeri Semarang|41
2.
Setiap 3 bulan sekali PT.PLN Persero P3B malaporkan hasil kegiatan P2K3 ke Disnaker dimana laporannya disiapkan oleh sekretaris P2K3 dan ditandatangai oleh ketua dan sekretaris P2K3
3.
Laporan kecelakaan kerja dan hasil penyelidikannya di siapkan oleh personil dan staff BSDM dan tembusannya kepada pihak Kanwil Depnaker setempat.
4.
Bila terjadi keadaan darurat maka staff tatacara informasi di lakukan sesuai dengan prosedur keadaan darurat dimana Manajer Affairs bertanggungjawab meminta bantuan eksternal bila terjadi keadaan darurat dan penjelasan kepada media massa atau pihak lainnya
2.13.3
Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Petugas-petugas K3 PT.PLM Persero P3B ada di kantor region yaitu berada di
bidang pemeliharaan di UPT-UPT di bawah Supervisor Pemeliharaan Petugas K3 ditunjuk oleh P2K3 untuk melaksanakan prosedur penanganan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di dalam perbaikan instalasi maupun di Gardu Induk Tegangan Tinggi. Tanggungjawab dan wewenang K3 antara lain : 1.
Mangevaluasi cara kerja, proses, dan lingkungan kerja
2.
Menentukan tindakan koreksi dengan alternative terbaik
3.
Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3
4.
Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan
5.
Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, kebersihan perusahaan, kesehatan kerja
6.
Memriksa kelengkapan K3
7.
Mangembangkan kelengkapan K3
2.14Prosedur Penanganan Kecelakaan Penyelesaian laporan kecelakaan telah diatur dalam keputusan direksi PT.PLN Persero Nomor 092.K (DIR/2005) tentang Pedoman Keselamatan Kerja di Lingkungan PT.PLN Persero P3B Bab IV Pasal 4, antara lain : 1.
Pemeriksaan setempat terjadinya kecelakaan kerja
2.
Pengawas pekerjaan setelah memeriksa informasi kecelakaan selambat-lambatnya 1x24 jam melaporkan kepada Manager Region, Manager region membentuk tim pemeriksa kecelakaan Politeknik Negeri Semarang|42
3.
Tim pemeriksa kecelakaan memeriksa terjadinya kecelakaan dan selambatlambatnya 2x24jam membuat berita acara kecelakaan yang menyatakan kecelakaan yang terjadi adalah kecelakaan atau bukan kecelakaan kerja
4.
Manager region menerbitkan surat penetapan terjadinya kecelakaan kerja
Hak-hak pegawai setelah di rawat dirumah sakit akibat kecelakaan sebagai berikut : a.
Apabila pegawai mengalami cacat sebagian untuk selama-lamanya maka : TCS = CT% x 70 x PHS (TCS : total cacat sebagian, PHS : Penghasilan) Contoh : Seorang pegawai PLN mengalami kecelakaan kerja pada waktu kerja dimana akibat kecelakaan tersebut pegawai tersebut mengalami cacat sebagian, pegawai tersebut mangalami cacat sekitar 5%, pegawai tersebut berpenghasilan 2 juta perbulan : Maka perhitungannya : TCS = CT% x 70 x PHS TCS = 5% x 70 x 2000000 TCS = Rp 7.000.000,00 Setelah dihitung pada perhitungan di atas, maka pegawai tersebut berhak mendapatkan tunjangan rawat sebesar Rp.7.000.000,00
b.
Apabila pegawai mengalami cacat untuk selama-lamanya, maka : TCT = 70% x 70 x PHS Contoh : Seperti kejadian pada saat perbaikan instalasi listrik tegangan tinggi yang di laksanakan di UPT Garut pada saat itu terjadi sebuah kecelakaan dimana salah datu pegawai mengalami sengatan listrik yang mengakibatkan pegawai tersebut mengalami cacat tubuh untu selama-lamanya. Pada saat kejadian tersebut pegawai mempunyai penghasilan sebesar 2 juta perbulan Maka, perhitungannya : TCT = 70% x 70 x Rp.2.000.000,00 TCT = Rp. 98.000.000,00 Maka setelah di hitung melalui perhitungan diatas, pegawai berhak mendapatkan tunjangan rawat sebesar Rp.98.000.000,00
c.
Apabila pegawai mengalami kecelakaan seperti cacat kekurangan fungsi maka : TCKF = (CKF% x CT%) x 70% x PHS Contoh : Politeknik Negeri Semarang|43
Seperti contoh kejadian yang terjadi di PT.PLN Persero Distribusi Jawa Barat tanggal 19 Juli 2007 pada saat pemeliharaan penyulang Priska 20kV yang dilakukan APD Bekasi terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan salah satu regu pemeliharaan mengalami cacat kekurangan fungsu untuk selama-lamanya (tangannya terkena Flash-over) dengan kejadian tersebut pegawai tersebut mengalami cacat kekurangan fungsi sebesar 70% dan presentasi cacat total sebesar 50%. Pegawai tersebut memiliki penghasilan perbulan 2 juta. Maka, perhitungannya : TCKF = (CKF% x CT%) x 70 x PHS TCKF = (70% x 50%) x 70 x Rp.2.000.000,00 TCKF = Rp.49.000.000,00 Maka setelah di lakukan perhitungan atas kejadian tersebut pegawai berhak mendapatkan tunjangan rawat sebesar Rp.49.000.000,00 d.
Apabila pegawai meninggal dunia, maka : TWS = 60% x 70 x PHS Contoh : Seorang pegawai mengalami kecelakaan kerja saat melakukan pekerjaan dan kecelakaan tersebut mengakibatkan pegawai tersebut meninggal dunia. Dengan penghasilan pegawai tersebut perbulan sebesar 3 juta maka pegawai tersebut mendapatkan tunjangan meninggal dunia sebesar 126 juta. Perhitungannya : TWS = 60% x 70 x Rp. 3.000.000,00 TWS = Rp.126.000.000,00 Maka setelah di lakukan perhitungan atas kejadian tersebut pegawai berhak mendapatkan tunjangan rawat sebesar Rp.126.000.000,00
2.15
Tinjauan Ulang dan Evaluasi dari Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Dalam pelaksanaan SMK3, setiap anggota yang terlibat di dalam operasi perbaikan instalasi listrik maupun karyawan Operator Gardu Indukk Tegangan Tinggi harus meninjau ulang, apakah SMK3 tersebut telah berjalan dengan baik dan benar atau tidak. Contohnya upaya-upaya tersebut dapat dilihat seperti berikut ini :
Politeknik Negeri Semarang|44
1.
Tinjauan dan evaluasi atas pelaksanaan SMK3 harus dilakukan secara berkala bersamaan dengan Rapat Tinjauan Manajemen yang dilaukan berdasarkan Prosedur Umum Pelaksanaan Tinjauan Manajemen
2.
Ketua, sekretaris dan beberapa anggota P2K3 wajib menghadiri Rapat Tinjauan tersebut sesuai dengan level organisasinya
3.
Agenda tinjauan SMK3 di tingkat pusat yang harus di bahas secara spesifik adalah meliputi : a.
Pelaksanaan penjelasan/ peringatan pentingnya K3 secara rutin
b.
Hasil inspeksi berkala di lapangan maupun di Gardu Induk antara lain : -
Penggunaan perlengkapan pelindung diri karyawan/tenaga kerja
-
Pemasangan pengaman sementara serta rambu-rambu peringatan pada tempat-tempat seharusnya
-
Pemasangan perlengkapan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
2.16
-
tersedianya kotak P3K
-
jumlah dan jenis penyimpangan terhadap peraturan
-
tingkat terjadinya kecelakaan
-
saran dan rekomendasi SMK3 bila diperlukan
Pendokumentasian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilakukan oleh PT.PLN Persero, secara keseluruhan di dokumentasikan dalam pedoman SMK3 ini, yang disusun secara rinci dan luwes. Salah satu upaya pendokumentasian SMK3 adalah dengan melakukan audit internal yang dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Kegiatan audit internal ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), prosedur dan instruksi kerja yang di dokumentasikan.
2.16.2 Pengumpulan dan Penggunaan Data/Rekaman Dalam melakukan pendokumentasian, petugas K3 harus membuat catatan, laporan dan pengumpulan data yang diperoleh. Kegiatan atau aktivitas pencatatan data yang di lakukan oleh petugas K3 meliputi : 1.
Semua catatan atau rekaman/ data hasil pelaksanaan SMK3 di identifikasi, diarsipkan, diperlukan, dan disimpan sesuai dengan prosedur mutu. Politeknik Negeri Semarang|45
2.
Undang-undang peraturan dan standar serta pedoman teknis yang relevan di pelihara pada tempat yang mudah di dapat.
3.
Catatan mengenai tinjauan ulang, inspeksi di pelihara untuk catatan-catatan dengan kategori rahasia, akan disimpan secara tersendiri oleh pimpinan unit kerja atau orang yang ditunjuk
4.
Catatan kompensasi kecelakaan kerja dan rehabilitas kesehatan
Untuk pengumpulan data pembuatan laporan, ada beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh petugas K3, yaitu : 1.
Data dari petugas K3 yang terbaru di kumpulkan dan dianalisa pada tinjauan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
2.
Laporan berkaitan hasil penerapan program K3 dibuat dan didistribusikan sesuai dengan prosedur tinjauain Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Contoh kejadian yang terjadi di PT.PLN Persero Distribusi Jawa Barat tanggal 9 Juli 2007 pada saat pemeliharaan penyulang Priska 20kV yang dilakukan APD Bekasi terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan salahsatu regu pemeliharaan mengalami cacat tubuh (tangannya terkena flash over), dikarenakan kurangnya komunikasi dan koordinasi antara UPJ Prima dengan APJ Bekasi.
2.17Permasalahan yang dihadapi dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Adanya masalah yang muncul dalam penerapan SMK3 adalah karena keterbatasan pengetahuan atau daya tangkap para karyawan. Dalam hal ini,banyak para karyawan yang lebih mementingkan pekerjaannya dengan mengesampingkan keselamatannya. Selain faktor manusia, ada juga faktor-faktor lain yang dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja Masalah-masalah yang timbul dalam penerapan SMK3 adalah : 1. Adanya beberapa pekerja yang tidak memenuhi kebijaksanaan keselamatan kerja yang telah diterapkan oleh perusahaan yaitu dengan mengesampingkan alat pelindung kerja 2. Adanya pekerja yang tidak memahami prosedur kerja
2.18Solusi Masalah yang Dihadapi Perusahaan dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Politeknik Negeri Semarang|46
Untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam penerapan SMK3 , terdapat beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Solusi yang diajukan sebagai berikut : 1. Dengan memperkerjakan karyawan sesuai dengan keahliannya masing-masing serta menyampaikan atau merealisasikan kebijakan K3 dengan kata0kata yang mudah dimengerti oleh para pegawai, melakukan inspeksi keselamatan dan kelengkapan alat pelingdung diri yang berada di dalam kantor yang merupakan salah satu cara untuk menjaga agar kondisi peralatan tetap baik dan aman untuk digunakan. Foto 1 Inspeksi Alat Pelindung Diri
Sumber PT.PLN Persero
2. Dengan memberikan pelatihan-pelatihan bagi para pekerja mengenai prosedur kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, serta dengan melaksanakan briefingbriefing kecil saat akan melakukan tugas atau saat melakukan pekerjaan sehingga dengan begitu pegawai akan tahu prosedur kerja yang harus di pahami untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Foto 2 Pelatihan Prosedur K3
Sumber PT.PLN Persero
Politeknik Negeri Semarang|47
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan 1.
PT. PLN Persero telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dengan cara menetapkan beberapa peraturan, pedoman, kebijakan, dan prosedur kerja yang bertujuan untuk mecegah dan mengurangi potensi bahaya kecelakaan yang timbul dalam proses operasi.
2.
Permasalahan yang dihadapi perusahaan pada penerapan SMK3 antara lain : a. Adaya beberapa peekrja yang tidak memenuhi kebijaksanaan keselamatan kerja yang di tetapkan oleh perusahaan yaitu dengan mengesampingkan alat pelindung kerja Contohnya : pada saat perbaikan instalasi gardu induk tegangan tinggi masih ada beberapa pekerja yang tidak mementingkan pemakaian alat pelindung tubuh dengan alasan tidak nyaman b. Adanya pekerja yang tidak memahami prosedur kerja Contohnya : ada pekerja yang tidak memiliki surat izin kerja (work permit). Dan ada juga pekerja yang sedang melakukan perbaikan tidak memakai sarung tangan dengan alasan Cuma melakukan perbaikan sedikit, disamping itu juga kurangnya pegawai dalam pemahaman penggunaan peralatan kerja dan buku manual peralatan kerja terutama yanng menyangkut peralatan diruang yang mengandung Sinar X, Radioaktif, Medan magnit (Switch Yard), dan lainnya serta terdapat kurangnya karyawan dalam menjaga dan meningkatkan disiplin pengetahuan dan membudayakan usaha Preventif, Refresif, dan Lokalisasi disebuah lingkungan unit kerja PT. PLN Persero khususnya
3.
Solusi dari masalah yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan SMK3 antara lain : a. Dengan mempekerjakan karyawan sesuai dengan keahliannya masing – masing serta menyampaikan atau merealisasikan kebijakan K3 dengan kata – kata yang mudah dimengerti oleh para pegawai, melakukan inspeksi keselamatan dan kelengkapan alat pelindung diri yang berada di dalam
Politeknik Negeri Semarang|48
kantor yang merupakan salah satu cara untuk menjaga agar kondisi peralatan tetap baik dan aman untuk digunakan b. Dengan memberikan pelatihan – pelatihan bagi para pekerja mengenai prosedur kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, serta dengan melaksanakan briefing – briefing kecil saat akan melakukan tugas atau saat melakukan pekerjaan. Sehingga dengan begitu pegawai akan tahu prosedur kerja yang harus di pahami untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja.
3.2
Saran 1.
Dalam penerapan SMK3, menurut Hammer (2001) menyatakan bahwa kecelakaan merupakan kejadian yang tak terduga dan tidak di harapkan, dilingkungan PT PLN Persero saat ini suatu kecelakaan kerja bukan merupakan suatu kejadia yang langka melainkan suatu kejadian yang sering terjadi maka dari pada itu perusahaan diharapkan dapat memberikan perhatian yang besar terhadap para pegawainya dengan menyediakan segala fasilitas untuk kepentingan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga perusahaan harus sering melakukan inspeksi langsung ke tempat kerja untuk memastikan tidak atau dipakai nya alat keselamatan kerja
2.
Untuk menghadapi masalah yang telah disebutkan diatas atau masalah yang serupa, maka ada beberapa saran yang diajukan, seperti : a. Menghilangkan atau mengurangi kondisi tidak aman dengan melakukan pencegahan pada keadaan atau kondisi fisik yang dapat secara langsung memungkinkan atau membiarkan terjadinya suatu kecelakaan / insiden sehingga dapat mengurangi sauatu keadaan / kondisi yang tidak aman, menurut Gempur Santoso yang diambil dari bukunya tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (2004) dia menjelaskan bahwa “Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang Keselamatan Kerja dan sumber – sumber kejadia sebagai penyebab utama” b. Komunikasi dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting oleh karena itu cara yang paling ampuh dalam upaya pencegahan kecelakaan ditempat kerja adalah dengan Komunikasi K3 yaitu dengan melakukan inspeksi tempat kerja yang reguler, tujuannya ialah untuk secara sistematis memeriksa tempat kerja, mengidentifikasi situasi dan kondisi Politeknik Negeri Semarang|49
yang mungkin memberi peluang terhadap terjadinya cedera atau kejadian yang merugikan agar dapat menanggulangi keadaan tersebut. c. Memberikan sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran prosedur kerja yang telah di tetapkan maksudnya adalah pelanggaran terjadi karena kelalaian setiap karyawan dalam mematuhi semua peraturan keselamatan kerja, maka dari pada perusahaan berusaha untuk memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran karena untuk mengurangi resiko bahaya yang terjadi
dan
untuk
meningkatkan
pentingnya
mematuhi
peraturan
keselamatan yang ada. 3.
Dengan adanya beberapa solusi diatas maka penulis memberikan saran diantaranya : a. Menurut pengamatan peneliti selama di perusahaan, meneliti mengamati bahwa perusahaan kurang untuk melakukan atau merealisasikan pentingnya kebijakan K3 serta kurangnya perusahaan untuk melakukan kegiatan impeksi alat keselamatan kerja maka dari pada itu penulis memberikan saran perusahaan dalam mengurangi tingkat kecelakaan kerja maka perusahaan harus sering – sering melakukan kebijakan K3 kepada karyawannya dan juga perusahaan harus sering melakukan inspeksi alat keselamatan kerja langsung ke tempat kerja. b. Perusahaan lebih sering menyelenggarakan pelatihan K3 bagi karyawan di semua tingkat, maupun sektor, agar upaya keselamatan dan pencegahan kecelakaan dapat berhasil dengan baik c. Perusahaan harus memberikan peringatan secara berkala tentang pentingnya Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti halnya pekerja harus mengetahui tentang Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang merupakan bagian dari Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Pada Instalasi Listrik Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi (site work).
Politeknik Negeri Semarang|50
Politeknik Negeri Semarang|51