MAKALAH PARASITOLOGI VETERINER ENDOPARASIT
Sarcocystosis pada Ular
OLEH KELOMPOK XII
Susan Fasella
B04100032
Rh Gumelar Yoga T
B04100033
Cucu Sutrisna
B04100068
Bayu Firmala Kusuma
B04080136
Pawitra Lintang A
B04100158
Andi Hiroyuki
B0409
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PENDAHULUAN
Spesies dari genus Sarcocystis adalah protozoa parasit yang menyebabkan penyakit sarcocystosis. Protozoa ini hidup dalam dua inang dalam siklus hidupnya yaitu inang definitif dan inang antara. Inang definitif dari kelompok carnivora sedangkan inang antaranya dari kelompok herbivora dan omnivora ( Dubey et al. 1982). Sarcocystis akan membentuk kista di urat daging dalam induk semang antara sedangkan sporokista yang infektif terdapat dalam tinja induk semang sebagai sumber infeksi pada herbivora. Ular terinfeksi jika memakan tikus yang terinfeksi sarcocystis. Spesies ini umumnya menyerang urat daging melintang seperti pada larynx, diafragma, lidah dan urat daging jantung. S. singaporensis dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar pada ular piton. Dalam satu siklus infeksi, ular piton biasanya dapat menghasilkan sporosit yang mampu membunuh 20.000 – 200.000 tikus. Hasil penelitian yang dilakukan di Thailand diketahui bahwa dengan pemberian dosis sporosit S. singaporensis antara 200.000 – 400.000 sporosit dapat mengurangi populasi tikus sawah sebesar 70 – 90% (Jaekel 2006). Inang definitive dapat terinfeksi protozoa Sarcocystis apabila tertelan sporanya melalui air minum yang terkontaminasi oleh kotoran dari ular piton atau makanan berupa hewan vertebrata yang makanannya berasal dari kotoran ular. Mekanisme penginfeksian protozoa yaitu dengan melipat gandakan dirinya di dalam pembuluh darah hingga membentuk kista. Kemudian berkembang sampai kejaringan otot yang menyebabkan inang antara lambat bergerak bahkan menyebabkan sedikit pengurangan kesuburan, jika spora dikonsumsi dalam jumlah besar maka akan mengakibatkan radang paru – paru dan tingkat kematian mencapai 90% (Bowman D.D 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi dari suatu patogen tergantung dari jumlah dosis yang diberikan, virulensi dari patogen (jasad renik) dan daya tahan tubuh hewan terhadap pathogen. Di Thailand penggunaan parasit S. singaporensis dilapangan dapat mengendalikan populasi tikus pada kondisi ekologi yang tidak merugikan. Dari hasil percobaan menunjukkan angka kematian yang terjadi sebesar 70-90 % dengan lama kematian antara 11-12 hari. Dengan
memperhatikan kondisi tikus yang mati diketahui bahwa tikus mengalami perilaku abnormal setelah terinfeksi dengan dosis yang tinggi dari Sarcocystis sp.
TINJAUAN PUSTAKA
Sarcocystis sp. memiliki taksonomi sebagai berikut: Domain:
Eukaryota
Kingdom:
Chromalveolata
Superphylum: Alveolata Phylum:
Apicomplexa
Class:
Conoidasida
Subclass:
Coccidiasina
Order:
Eucoccidiorida
Suborder:
Eimeriorina
Family:
Sarcocystidae
Subfamily:
Sarcocystinae
Genus: Spesies:
Sarcocystis Sarcocystis sp. Gambar 1. Siklus Hidup Sarcocystis sp.
Spesies Sarcocystis adalah protozoa apicomplexa yang memiliki 2 siklus hidup dalam inang. Sarcocystis di otot terjadi pada hospes perantara. Parasit berkembang dalam vakuola parasitophorous di miosit tersebut. Struktur Sarcocystis yang digunakan dalam identifikasi. Sarcocystis menular ketika host definitif dimakan. Sporocystis diekskresikan inang definitif. Sarcocystis adalah anggota protozoa yang berfilum apicomplexa. Filum apicomplexa mengandung parasit malaria dan coccidial. Filum memperoleh namanya dari kumpulan organel yang hadir di ujung anterior tahap invasif dan kolektif dari kompleks apikal. Kompleks apikal terlibat dalam masuknya parasit ke dalam sel inang. Semua spesies Sarcocystis memiliki inang heteroxenous (2 host) siklus hidup. Sarcocystis pertama kali diamati pada tahun 1843 oleh F. Miescher dalam tikus rumah. Otot-otot mouse terdapat "benang putih susu" yang kemudian dikenal sebagai Miescher tubulus, kemudian spesies ditemukan di babi dan dinamai Synchytrium miescherianum oleh Kuhn pada tahun 1865. Nama itu kemudian diubah menjadi Sarcocystis miescheriana oleh Labbe tahun 1899.
Siklus hidup Sarcocystis membutuhkan dua host. Karnivora atau omnivora biasanya induk semang definitif sementara omnivora dan herbivora biasanya induk semang intermediate. Spesies kadal tertentu dapat berfungsi baik sebagai inang definitif dan intermediate untuk hal yang sama. Sarcocystis sp, inang intermediate menjadi terinfeksi oleh konsumsi sporokista (tahap tahan) dari lingkungan. Sporokista mengandung 4 sporozoit infektif, yang excyst sporozoit dari sporocystis dalam saluran usus. Beberapa sporozoit meninggalkan saluran usus dan menjalani generasi pertama merogoni pada sel endotel arteri, biasanya dalam kelenjar getah bening mesenterika. Generasi kedua meregoni terjadi di kapiler atau arteri kecil pada jaringan di seluruh tubuh. Merozoite biasanya paling banyak di glomeruli dari ginjal. Merozoit dari generasi terakhir yang dilepaskan ke dalam sirkulasi dan kadang ditemukan intraseluler dalam sel mononuklear. Replikasi terbatas mungkin terjadi pada tahap infeksi. Pada akhirnya, merozoit akan menembus sel-sel otot jantung dan lurik dan berkembang menjadi tahap sarcokista yang berisi bradizoites. Kadang-kadang, sarcokista diamati pada otak hewan yang terinfeksi. Generasi merozoit pertama dan kedua berkembang secara langsung dalam sitoplasma sel inang, sedangkan bradizoites berkembang dalam miosit dalam vakuola parasitophorous. Struktur sarcokista digunakan dalam identifikasi spesies Sarcocystis. Sarcokista berkembang mengandung tahap yang disebut metrosit yang membagi oleh endodiogeni (fusi biner) untuk menghasilkan bradizoites. Metrocites tidak menular untuk host definitif. Sarcokista dewasa mungkin berisi ribuan bradizoites dan mungkin terlalu terlihat. Kehadiran sarcockista banyak dari S. gigantea pada domba dan S. hirsuta pada sapi adalah penyebab kematian. Kematian mengakibatkan kerugian bagi ekonomi peternak. struktur dinding Sarcocystis biasanya menggambarkan karakteristik untuk spesies dalam host. Ketika Sarcocystis mengandung bradizoites yang tertelan oleh inang definitif yang tepat. Bradizoites dibebaskan dari Sarcocystis dan menembus selsel usus kecil. Sel goblet yang paling sering diparasiti dan sebagai hasil pengembangan, sel-sel yang mengandung tahap makrogamet (gamet betina) mengalami lisis dan masuk ke lamina propria yang mana berkembang lebih lanjut dan pematangan terjadi. Mikrogamet (gamet jantan) biasanya tetap berada di sel
goblet selama pengembangan. Pada akhirnya, makrogamet dibuahi bersporulasi dalam lamina propria untuk menghasilkan ookista yang berisi 2 sporokista. dinding ookista biasanya pecah sebagai sporocystis keluar lamina propria ke dalam lumen saluran pencernaan dimana mereka akhirnya berdiam dalam tinja sebagai sporocystis tunggal.
PEMBAHASAN
Sarcocystis merupakan parasit yang membutuhkan 2 inang atau lebih dalam siklus hidupnya, dimana dalam siklus hidupnya menggunakan hubungan predasi dalam rantai makan, sebagai contoh hubungan predasi antara ular yang memangsa tikus. Ular sebagai predator tikus, memangsa tikus yang telah terinfeksi kista dewasa Sarcocystis dalam jaringan otot dan syarafnya sehingga ular tersebut akhirnya juga terinfeksi oleh Sarcocystis, kemudian parasit tersebut mengalami enkistasi dan berkembang menjadi fase gamet yang berkembangbiak di saluran pencernaan ular membentuk ookista-ookista dan keluar dari tubuh ular bersama feses. Dalam kasus ini tikus bertindak sebagai inang antara dan ular sebagai inang definitif. Di alam, Sarcocystis sebenarnya tidak berbahaya baik bagi inang antara maupun inang definitif. Namun dalam akumulasi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan Sarcocystosis yang mengakibatkan kematian terutama pada inang antara karena adanya akumulasi racun sarkosistin yang merusak susunan syaraf, kelenjar adrenalin, jantung, dan dinding usus, selain pada inang antara parasit ini merusak otot skelet sehingga menimbulkan gangguan pergerakan otot. Dalam tubuh ular parasit ini tidak begitu patogen, parasit ini hanya menetap dan berkembang di epithelium saluran pencernaan. Adapun jika populasi parasit ini di saluran pencernaan ular terlalu banyak akan menyebabkan ular diare dan anoreksia. Sebaliknya Sarcocystis sangat pathogen untuk beberapa inang antara seperti rodensia. Peluang bahwa Sarcocystis hanya pathogen pada spesies tertentu dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara mengendalikan populasi hama rodensia
seperti tikus sawah. Salah satu spesiesnya yang kemungkinan besar dapat digunakan sebagai agen pengendali biologi spopulasi tikus sawah adalah Sarcocystissingaporensis. Parasite ini terdapat saluran pencernaan beberapa spesies ular seperti ular piton dan dapat membunuh populasi tikus sawah secara efektif. Selain itu, spesies ini merupakan parasit dengan inang yang spesifik sehingga tidak zoonosis. Sejauh ini belum ada laporan dan rekam medik yang menyebutkan adanya penularan sarcocystosis dari ular ke manusia. Gejala klinis sarcocystosis tergantung pada tahapan keberadaannya. Pada tahap awal, yaitu tahap intestinal penyakitnya disebut coccidiosis, umumnya bersifat asimtomatis, dengan kemungkinan ada rasa lesu dengan diare berlendir. Pada fase berikutnya yaitu tahap jaringan penyakitnya disebut sarocystosis, gejalanya dapat beragam mulai dari asimtomatis hingga demam, penurunan berat badan dan keguguran. Pada hewan dapat diakhiri dengan kematian. Gejala-gejala ini secara patologis ditandai dengan adanya enteritis yang bersifat katarrhal atau hemorrhagis, kerusakan karena pembentukan kista pada otot, dan pada hewan tertentu terjadi ptechiae. Sarcocystosis dapat menyerang manusia dengan metode diagnosis yaitu dengan pemeriksaan feses secara mikroskopis kepada ookista. Contoh sarcocystis yang dapat menyerang manusia dan menjadikan menusia sebagai inang definitif adalah sarcocystis hominis (dari ternak) dan sarcocystis suihominis (dari babi). Teknik diagnosis pada hewan yang terserang sarcocystosis misalkan pada kucing perlu di waspadai dalam diagnosis differential terhadap kemiripan dengan kista dari toxoplasma gondii dan ookista dari besnoiia sp. sarcocystosis dapat dicegah dengan menghindari memakan daging mentah dan menghindari pencemaran makanan oleh tinja hewan yang terinfeksi sarcocystis. Pengobatan dapat dilakukan pada tahap infeksi intestinal dengan memberikan sediaan obat yang mengandung sulfonamida, namun pada tahap jaringan belum ditemukan pengobatan yang efektif.
KESIMPULAN
S. singaporensis dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar pada ular piton. Sarcocystis sp. sebenarnya tidak
berbahaya bagi inang antara maupun
inang definitif, namun dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan Sarcocystosis yang mengakibatkan kematian terutama pada inang antara karena adanya akumulasi racun sarkosistin. Infeksi sarcocystis dapat terjadi karena memakan daging atau feses yang tercemari ookista (di dalam feses) atau kista (di dalam daging). Sarcocystosis dapat dicegah dengan menghindari memakan daging mentah dengan cara memasak daging hingga matang dan menghindari pencemaran makanan ternak oleh tinja yang tercemar Sarcocystis. Sarcocystosis dapat diobati dengan memberikan sediaan obat yang mengandung sulfonamida untuk mengobati pada tahap infeksi intestinal, namun pada tahap jaringan belum ditemukan obatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, DD. 1995. Life Cycle Illustration from Georges' Parasitology for Veterinarians, 6th ed. Philadelphia: W.B Saunder's Co. Current WL, Upton SJ, Long PL: Taxonomy and Life cycles, in Long PL (ed.), Coccidiosis of Man and Domestic Animals, CRC Press Inc, Boca Raton, Florida, 1990, pp. 1-16 Dubey JP, Speer CA, Fayer R; Sarcocystosis of animals and man. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida, 1989, pp 215 Dubey. 1982. Molecular characterization of five Sarcocystis species in red deer (Cervus elaphus), including Sarcocystis hjorti n. S p., reveals that these species are not intermediate host specific. Journal of Protozoology 29, 591601. Fayer R: Gametogeny of Sarcocystis in cell culture. Science 1972; 175: 65-67. Rommel M, Heydorn AO: Beitrage zum Lebenszyklus der Sarkosporidien III. Isospora hominus (Railliet und Lucet, 1891) Wenyon, 1923, eine
Dauerform der Sarkosporidien des Rindes und des Schweins. Berl Munch Tierarztl Wschr 1972; 85:143-145 Rommel M, Heydorn AO, Gruber F: Beitrage zum Lebenszyklus der Sarkosporidien I. Die Sporozyste von S. tenella in den Fazer der Katze. Berl Munch Tierarztl Wschr 1972; 85: 101-105. Sarcocystis at the US National Library of Medicine Medical Subject Headings (MeSH)