T ugas ug as K elomp lompok ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
OLEH : REZKI AWALIA
A1L1 15 039
SARMAL
A1L1 15 042
WA ODE AIDA FITAYALA
A1L1 15 050
WA ODE FATMA FERDIANSYAH
A1L1 15 051
INDAH AYU LESTARI
A1L1 15 056
KOMANG DIANA PUTRA
A1L1 15 058
LA ODE MUHAMAD IQBAL
A1L1 15 059
YUNITA APRILIYANI
A1L1 15 055
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan di mana di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan yang saling ketergantungan. Lingkungan hidup juga merupakan penunjang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup yang ada. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik. Dunia telah dihadapkan pada perkembangan industri dan teknologi yang mendorong peningkatan aktivitas produsi dan konsimsi manusia. Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta ikut memikirkan dampak dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam – dampak tersebut.
Seringkali pembangunan suatu usaha dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih le bih kecil yang layak l ayak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan. Oleh karena itu lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani di karenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Agar pembangunan tidak menyebabkan menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadinya dampak negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian
digariskan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Peraturan Pemerintah ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 dan terakhir Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). 1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat ditarik rumusan masalah. 1. Bagaimana sejarah AMDAL dan Kebijakan Lingkungan serta peranan AMDAL ? 2. Bagaimana prosedur dan penapisan AMDAL ? 3. Bagaimana dampak analisis lingkungan fisika dan kimia AMDAL ? 4. Bagaimana dampak analisis lingkungan biologi AMDAL ? 5. Bagaimana analisis dan prakiraan dampak lingkungan ekonomi, sosial budaya dan kesehatan. 6. Bagaimana prosedur AMDAL (RKL dan RPL) 7. Bagaimana teknik penyusunan dokumen AMDAL ? 8. Bagaimana evektivitas AMDAL dan monitoring terhadap lingkungan ? 1.3 Tujuan Penulisan
1. Bagaimana sejarah AMDAL dan Kebijakan Lingkungan serta peranan AMDAL ? 2. Bagaimana prosedur dan penapisan AMDAL ? 3. Untuk
Mengetahui
Bagaimana
Lingkungan Fisik/Kimia
Prakiraan
Dan
Analisis
Dampak
4. Untuk
Mengetahui
Bagaimana
Prakiraan
Dan
Analisis
Dampak
Bagaimana
Prakiraan
Dan
Analisis
Dampak
Lingkungan Biologi 5. Untuk
Mengetahui
Lingkungan Ekonomi, Social, Budaya Dan Kesehatan 6. Untuk Mengetahui Apa Saja Prosedur AMDAL (RKL Dan RPL) 7. Untuk Mengetahui Bagaimana Teknik Penyusunan Dokumen AMDAL 8. Untuk Mengetahui Bagaimana Efektifitas AMDAL dan Monitoring Lingkungan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah AMDAL
Sebenarnya AMDAL itu sudah mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1986 karena berlakunya PP No. 29 Tahun 1986. Hal ini dimaksudkan sebagai bagian dari studi kelayakan pembangunan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Tujuannya untuk memastikan bahwa pembangunan suatu rencana/atau kegiatan yang akan dilaksanakan bermanfaat dan tidak mengorbankan lingkungan hidup. Lambat laun karena pelaksanaan aturan tersebut terhambat akibat sifat birokratis maupun metodologis, maka sejak 23 Oktober 1993 pemerintah RI mencabut PP.29.19986 kemudian menggantinya dengan PP.51.1993. Diterbitkannya Undang-Undang No. 23. 1997, maka PP.51.1993 perlu penyesuaian, sehingga pada tanggal 7 Mei 1999, Pemerintah RI menerbitkan PP. No. 27 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan PP. 51. 1993. Efektif berlakunya PP. No. 27 Tahun 1999 mulai 7 November 2000 dan satu hal penting yang diatur dalam PP No. 27 Tahun 1999 ini adalah pelimpahan hampir semua kewenangan penilaian AMDAL kepada daerah. Ketentuan-ketentuan di atas mengacu pada peraturan pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir 1. Peraturan ini masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Selain mengacu pada peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan pemerintah tersebut di atas mengacu pada undang-undang yaitu UU RI
No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Jadi sudah jelas acuan peraturan dan perundangannya, jadi sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai perwujudan berbangsa dan bermasyarakat yang baik 2.1.1.
1)
Sejarah Amdal Di Dunia
Amdal di Australia Sejarah AMDAL di Australia dapat dikaitkan dengan diberlakukannya
Kebijakan Lingkungan Nasional AS (US National Environment Policy Act (NEPA)) pada tahun 1970, yang membuat penyusunan laporan dampak lingkungan suatu kebutuhan. Di Australia, orang mungkin mengatakan bahwa prosedur
AMDAL diperkenalkan
di
Tingkat
Negara
sebelum
itu
dari
Commonwealth (Federal), dengan sebagian besar negara memiliki pandangan berbeda dengan Persemakmuran. Salah satu negara perintis adalah New South Wales, yang Negara Pengendalian Pencemaran Komisi menerbitkan pedoman AMDAL pada tahun 1974. Pada tingkat (Federal) Persemakmuran, ini diikuti dengan melewatkan Perlindungan Lingkungan (Dampak Proposal) Undang-Undang pada tahun 1974. Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati 1999 (the Environment Protection and Biodiversity Conservation Act (EPBC)) digantikan Perlindungan Lingkungan (Dampak Proposal) Undang-Undang 1974 dan adalah bagian
utama
Commonwealth.
saat
ini
AMDAL
di
Australia
pada
tingkat
(Federal)
Poin penting untuk dicatat adalah bahwa ini UU Persemakmuran tidak mempengaruhi validitas dari Amerika dan Wilayah lingkungan dan penilaian pengembangan dan persetujuan. Melainkan EPBC berjalan sebagai paralel dengan Sistem Negara / Wilayah Tumpang tindih antara federal dan negara bagian persyaratan ditujukan melalui perjanjian bilateral atau salah satu accredition off proses negara, sebagaimana diatur dalam UU EPBC. Tingkat Persemakmuran Undang-undang EPBC menyediakan kerangka hukum untuk melindungi dan mengelola secara nasional dan internasional flora yang penting, fauna, komunitas ekologi dan warisan tempat-didefinisikan dalam UU EPBC sebagai masalah “signifikansi lingkungan nasional”. Berikut adalah delapan hal -hal yang “signifikansi lingkungan nasional” yang berlaku ACT EPBC:
a)
Situs Warisan Dunia
b)
Nasional Warisan tempat
c)
RAMSAR lahan basah penting internasional
d)
Dipasang spesies terancam dan komunitas ekologi
e)
Spesies yang bermigrasi dilindungi oleh perjanjian internasional
f)
Persemakmuran lingkungan laut
g)
Nuklir tindakan (termasuk penambangan uranium)
h)
National Heritage
Selain itu, UU EPBC bertujuan memberikan penilaian nasional yang efisien dan proses persetujuan untuk kegiatan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh Commonwealth, atau agennya, di mana saja di dunia atau kegiatan di Commonwealth tanah, dan kegiatan yang terdaftar sebagai memiliki “dampak yang signifikan” pada hal -hal yang “signifikansi lingkungan nasional”. UU EPBC
datang ke dalam bermain ketika seseorang (suatu 'pendukung') ingin tindakan (sering disebut 'usulan' atau 'proyek') dinilai untuk dampak lingkungan berdasarkan
Undang-Undang
EPBC, dia harus
merujuk
proyek
kepada
Departemen Lingkungan, Air, Warisan dan Seni (Australia). Rujukan ini kemudian
dirilis
ke
publik,
serta
menteri
negara
bagian,
teritori
dan
Persemakmuran relevan, untuk mengomentari apakah proyek tersebut cenderung memiliki dampak yang signifikan terhadap masalah-masalah penting lingkungan nasional. Departemen Lingkungan Hidup, Air, Warisan dan Seni menilai proses dan membuat
rekomendasi
kepada
menteri
atau
delegasi
untuk
kelayakan.
Kebijaksanaan pada keputusan akhir tetap menteri, yang tidak semata-mata didasarkan pada masalah-masalah “signifikansi nasional lingkungan”, tetapi juga pertimbangan dampak sosial dan ekonomi dari proyek. Menteri Pemerintah Australia lingkungan tidak dapat campur tangan dalam usulan jika tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap salah satu dari delapan hal-hal yang “signifikansi lingkungan nasional” meskipun fakta bahwa mungkin ada yang lain
dampak lingkungan yang tidak diinginkan. Hal ini terutama disebabkan divisi
kekuasaan antara Amerika dan pemerintah Federal dan karena yang menteri lingkungan Pemerintah Australia tidak bisa membatalkan keputusan negara. Ada hukuman perdata dan pidana yang ketat untuk pelanggaran UU EPBC. Tergantung pada jenis pelanggaran, hukuman sipil (maksimum) mungkin naik ke $ 550.000 untuk individu dan $ 5.500.000 untuk tubuh perusahaan, atau untuk hukuman pidana (maksimum) dari tujuh tahun penjara dan/atau denda $ 46,200. Tingkat Negara Bagian dan Wilayah Australian Capital Territory (ACT) AMDAL di ACT diberikan dengan bantuan dari Bagian 4 dari Tanah (Perencanaan dan Lingkungan) Undang-Undang 1991 (Tanah Act) dan Rencana Wilayah (rencana penggunaan lahan). 2)
Amdal di South Australia (Sa) Alat yang mengatur lokal untuk AMDAL di Australia Selatan adalah
Undang-Undang Pembangunan 1993. Ada tiga tingkat penilaian mungkin di bawah Undang-Undang dalam bentuk pernyataan dampak lingkungan (EIS), laporan lingkungan publik (PER) atau Laporan Pembangunan (DR). Tasmania (TAS) Di Tasmania, sebuah sistem terpadu dari undang-undang digunakan untuk mengatur proses pembangunan dan persetujuan, sistem ini adalah campuran dari Manajemen Lingkungan dan Pengontrol Pencemaran 1994 (the Environmental Management and Pollution Control (EMPCA)), Rencana Penggunaan Lahan dan Persetujuan Undang-Undang 1993 (Land Use Planning and Approvals Act (LUPAA)), Kebijakan dan Proyek Negara UU 1993 (State Policies and Projects Act (SPPA)), dan Manajemen Sumber Daya dan Perencanaan Pengadilan Banding Act 1993.
3)
Amdal di Kanada Penilaian
Undang-Undang
Lingkungan
Kanada
(The
Canadian
Environmental Assessment Act (CEAA)) adalah dasar hukum untuk penilaian proses lingkungan federal (Environmental Assessment (EA)). CEAA mulai berlaku pada tahun 1995. Amandemen legislatif diperkenalkan pada tahun 2001 dan mulai berlaku pada tanggal 30 Oktober 2003. EA adalah didefinisikan sebagai alat perencanaan untuk mengidentifikasi, memahami, menilai dan mengurangi, jika mungkin, efek lingkungan dari sebuah proyek. Di bawah CEAA, semua departemen pemerintah federal dan badan-badan yang diperlukan untuk melakukan EA untuk proyek-proyek yang berkaitan dengan pekerjaan fisik dan untuk setiap aktivitas fisik yang diusulkan tercantum dalam Peraturan Inklusi Daftar tempat latihan satu atau lebih dari CEAA berikut pemicu: a)
Mengusulkan atau melakukan proyek
b)
Hibah uang atau bentuk lain dari bantuan keuangan untuk proyek
c)
Hibah minat di tanah untuk memungkinkan proyek yang akan dilaksanakan
d)
Latihan kewajiban regulasi dalam kaitannya dengan proyek
Seperti menerbitkan izin atau lisensi yang disertakan dalam Peraturan Hukum Daftar. Jika sebuah departemen pemerintah federal atau lembaga latihan satu atau lebih dari yang disebutkan di atas memicu, itu menjadi Otoritas yang Bertanggung Jawab (Responsible Authority (RA)) di bawah CEAA. Sebagai RA, departemen federal atau lembaga yang bersangkutan harus memastikan bahwa EA dilakukan
sesuai dengan CEAA dan harus mempertimbangkan temuan EA sebelum keputusan dibuat yang dapat memungkinkan proyek untuk melanjutkan. 4)
Amdal di Cina Hukum Penilaian Dampak Lingkungan (AMDAL UU) memerlukan
penilaian dampak lingkungan harus diselesaikan sebelum proyek konstruksi. Namun, jika pengembang yang benar-benar mengabaikan persyaratan ini dan membangun proyek tanpa mengirimkan pernyataan dampak lingkungan, satusatunya hukuman adalah bahwa biro perlindungan lingkungan (the Environmental Protection Bureau (EPB)) mungkin memerlukan pengembang untuk melakukan penilaian make-up lingkungan. Jika pengembang tidak menyelesaikan make-up penilaian dalam waktu yang ditetapkan, hanya kemudian adalah EPB yang berwenang untuk pengembang baik. Meskipun demikian, denda mungkin adalah dibatasi pada maksimum sekitar, US $ 25.000 sebagian kecil dari biaya keseluruhan proyek-proyek besar yang paling. Kurangnya mekanisme penegakan yang lebih ketat telah menghasilkan persentase yang signifikan dari proyek tidak menyelesaikan secara hukum
diharuskan
penilaian
dampak
lingkungan
sebelum
konstruksi.
Administrasi Perlindungan Lingkungan Negara Cina (State Environmental Protection
Administration
(SEPA))
digunakan
undang-undang
untuk
menghentikan 30 proyek pada tahun 2004, termasuk tiga hidro-pembangkit listrik di bawah Tiga Ngarai Proyek Perusahaan. Meskipun satu bulan kemudian (Catatan sebagai titik acuan, bahwa AMDAL khas untuk sebuah proyek besar di
Amerika Serikat memakan waktu satu sampai dua tahun). Sebagian dari 30 proyek dihentikan kembali konstruksi mereka, dilaporkan lulus penilaian lingkungan, kenyataan bahwa pembangunan proyek-proyek kunci yang pernah ditangguhkan adalah penting. Sebuah penyelidikan bersama oleh SEPA dan Departemen Tanah dan Sumber Daya pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 30-40% dari proyek pertambangan konstruksi pergi melalui prosedur penilaian dampak lingkungan yang diperlukan, sementara di beberapa daerah hanya 6-7% yang melakukannya. Ini sebagian menjelaskan mengapa Cina telah menyaksikan begitu banyak kecelakaan tambang dalam beberapa tahun terakhir. SEPA saja tidak dapat menjamin penegakan hukum lingkungan penuh dan peraturan, mengamati Profesor Wang Canfa , direktur pusat untuk membantu korban lingkungan di Cina Universitas Ilmu Politik dan Hukum . Bahkan, menurut Wang, tingkat hukum lingkungan hidup China dan peraturan yang benar-benar ditegakkan diperkirakan hampir 10%. 5)
Amdal di Amerika Serikat Di bawah hukum lingkungan Amerika Serikat suatu Penilaian Lingkungan
(EA) dikompilasi untuk menentukan kebutuhan untuk Pernyataan Dampak Lingkungan (Environmental Impact Statement (EIS)), dan berasal dalam UndangUndang Kebijakan Lingkungan Nasional (NEPA), yang disahkan pada tahun 1969. Tindakan tertentu dari pemerintah federal instansi harus didahului oleh EA atau EIS. Berlawanan dengan kesalahpahaman yang meluas, NEPA tidak
melarang pemerintah federal atau pemegang lisensinya merusak lingkungan, juga tidak menentukan hukuman apapun jika EA atau EIS ternyata tidak akurat, sengaja atau sebaliknya. NEPA mensyaratkan bahwa pernyataan yang masuk akal untuk dampak prospektif diungkapkan di muka. Tujuan dari proses NEPA adalah untuk memastikan bahwa pembuat keputusan sepenuhnya diberitahu tentang aspek lingkungan dan konsekuensi sebelum membuat keputusan akhir. Penilaian Lingkungan (EA) adalah suatu analisis lingkungan disiapkan sesuai
dengan
Undang-undang
Kebijakan
Lingkungan
Nasional
untuk
menentukan apakah suatu tindakan federal secara signifikan akan mempengaruhi lingkungan dan dengan demikian memerlukan Pernyataan Dampak Lingkungan yang lebih rinci (EIS). Dirilis dari hasil Penilaian Lingkungan baik Mencari Dampak yang Tidak Signifikan (Finding of No Significant Impact (FONSI)) atau Pernyataan Dampak Lingkungan (EIS). Penilaian lingkungan adalah dokumen publik yang ringkas yang disiapkan oleh lembaga aksi federal yang berfungsi untuk: a) Memberikan bukti yang cukup singkat dan analisis untuk menentukan apakah perlu mempersiapkan EIS atau Mencari Dampak yang Tidak Signifikan (FONSI) b) Menunjukkan kepatuhan dengan tindakan ketika EIS tidak diperlukan c) Memfasilitasi penyusunan EIS ketika Fonsi tidak dapat ditunjukkan Penilaian Lingkungan termasuk diskusi singkat tentang tujuan dan kebutuhan proposal dan sebagai alternatif yang dibutuhkan oleh CFR 102 (2) (E)
Dampak lingkungan dari tindakan yang diusulkan dan alternatif, serta daftar lembaga dan stakeholder berkonsultasi. Badan tindakan harus menyetujui EA sebelum dibuat tersedia untuk umum. EA dibuat publik melalui pemberitahuan ketersediaan dengan lokal, negara, atau rumah kliring daerah, surat kabar, dll Ada periode peninjauan 15-30 hari diperlukan untuk Penilaian Lingkungan, saat dokumen dibuat tersedia untuk komentar publik. Sebuah lembaga akan merilis baik Draft Penilaian Lingkungan (EA Draft) atau Draft Pernyataan Dampak Lingkungan (Dei) untuk memberikan komentar. Pihak yang berkepentingan dan masyarakat umum memiliki kesempatan untuk mengomentari draft, setelah itu badan akan mengatasi semua komentar yang diterima dan menyiapkan dokumen keputusan, baik FONSI, Pemberitahuan Niat (Notice of Intent (NOI)) untuk mempersiapkan EIS atau Rekaman Keputusan untuk EIS. Badan ini kemudian akan menyetujui ‘Pengkajian Akhir Lingkungan’ (Akhir EA) atau Pernyataan Akhir Dampak Lingkungan (the Final Environmental Assessment (FEIS)). Mengomentari Draft EA biasanya dilakukan secara tertulis atau email, diserahkan
kepada
lembaga
utama
sebagaimana
didefinisikan
dalam
Pemberitahuan Ketersediaan. Draft EIS ini membutuhkan audiensi publik, sehingga komentar dapat dibuat secara pribadi, serta dalam menulis. Kadangkadang, badan kemudian akan merilis "Pengkajian Lingkungan Tambahan" (Tambahan EA) atau Pernyataan Dampak Lingkungan Tambahan (Supplemental Environmental Impact Statement (SEIS)), jika parameter proyek atau kondisi lingkungan berubah secara substansial setelah penerbitan FONSI atau ROD.
Kecukupan dari sebuah EIS dapat ditantang di pengadilan federal. Usulan proyek
utama
telah
diblokir
karena
kegagalan
sebuah
instansi
untuk
mempersiapkan EIS diterima. Salah satu contoh yang menonjol adalah TPA Westway dan pembangunan jalan raya di dan di sepanjang Sungai Hudson di New York City . Lain halnya yang menonjol melibatkan Sierra Club menggugat Departemen Perhubungan Nevada atas penolakan permintaan Sierra Club untuk mengeluarkan EIS tambahan menangani udara emisi partikulat dan polusi udara berbahaya dalam kasus pelebaran US Highway 95 melalui Las Vegas. Kasus ini mencapai Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Sirkuit Kesembilan, yang menyebabkan pembangunan di jalan raya sedang dihentikan sampai pengadilan keputusan akhir. Kasus ini diselesaikan sebelum keputusan akhir pengadilan. Beberapa pemerintah negara yang telah mengadopsi sedikit NEPA, undang-undang negara memaksakan persyaratan EIS untuk tindakan negara tertentu. Beberapa undang-undang negara seperti UU Lingkungan Kualitas California merujuk pada studi dampak lingkungan diperlukan sebagai laporan dampak lingkungan. Struktur Penilaian Lingkungan generik adalah sebagai berikut: a) Ringkasan b) Pengenalan, struktur, latar belakang, tujuan dan Kebutuhan Aksi, Usulan Aksi, Kerangka, Keputusan, Keterlibatan Publik dan Isu c) Alternatif, termasuk Aksi Usulan o Alternatif o Umum untuk Semua Alternatif Mitigasi o Perbandingan Alternatif
d) Konsekuensi Lingkungan e) Konsultasi
dan
Koordinasi
Berbagai
persyaratan
ini
negara
adalah
menghasilkan data tebal bukan hanya pada dampak proyek individu, tetapi juga untuk menjelaskan bidang ilmiah yang belum cukup diteliti Sebagai contoh, dalam Laporan Dampak Lingkungan yang tampaknya rutin untuk kota Monterey, California, informasi datang untuk cahaya yang menyebabkan daftar spesies terancam punah resmi pemerintah federal Hickman yang potentilla, sebuah pantai bunga liar yang langka. 2.1.2 Kebijakan Internasional
a)
Deklarasi Stockhlom tahun 1972 (Eco Development Concepts)
b) Deklarasi Rio De Jeniro tahun 1992 (Sustaible Development Concepts) c)
Komisi Broundlad tahun 1999 (konsep pembangunan berkeadilan social)
C. Perubahan Kebijakan Nasional
Otonomi daerah UU No. 22 tahun 1999 (kewenangan provinsi kabupaten/kota): a)
Peran daerah lebih luas
b)
Desentralisasi pengambilan keputusan perizinan
c)
Desentralisasi proses pengawasan lingkungan (AMDAL)
2.1.3 Kebijakan Nasional Lingkungan
a)
1973 : Pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya secara nasional tanpa merusak tata lingkungan
b)
1992 : Pemanfaatan sumber daya d aya alam dengan memelihara lingkungan. lin gkungan.
c)
1997 : Pelestarian lingkungan dengan mengembangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk kesejahteraan rakyat Dari
peraturan-peraturan
tersebut,
ada
pasal-pasal
penting
yang
sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 tahun 1997, PP No.27 tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi izin. Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain: a)
AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan ker usakan lingkungan hidup hi dup b) Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL c)
Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki
lisensi AMDAL d) Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan e)
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya
Selain ke 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksisanksi tersebut, yaitu: a)
Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan b) Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi c)
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL 2.1.4. Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing pejabatnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap
pemberian
lisensi
tersebut
jika
masing-masing
pejabat
berhak
mengeluarkan bukti lisensi terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008, KLH harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai masing-masing daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.
2.1.5. Kaitan UU No. 32 Tahun 2009 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL (Permen. LH LH No. 11 Tahun Tahun 2008). Pada Pasal 4 Permen. LH No. 11 Tahun 2008 2 008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2 orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki
sertifikat penyusun dokumen AMDAL". Jika yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4)
yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut. 2.1.6 Peranan AMDAL dalam Perencanaan Pembangunan
Otto Soemarwoto menyatakan bahwa pembangunan diperlukan untuk mengatasi banyak masalah, termasuk masalah lingkungan. Namun pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif ini dapat berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
Selanjutnya
ia
mengemukakan
bahwa
kita
harus
memperhitungkan dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah dengan melakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada operasi pembangunan
itu.
Dengan
pembangunan
berwawasan
lingkungan
maka
pembangunan dapat berkelanjutan. Makna pembangunan nasional bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang lebih luas dari perkembangan ekonomi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas dimana terkandung peningkatan mutu atau kualitas hidup. Untuk mencapai tujuan ini sumber daya manusia merupakan peran utama di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan manusia pula. Oleh karena itu untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut, maka kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam menjadi kunci utamanya.
Manusia dengan segala kemampuannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Makin besar perubahan itu makin besar pula pengaruh terhadap diri manusia. Untuk perubahan yang kecil manusia dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan perubahn itu, tetapi dalam perubahan yang besar sering ada di luar kemampuan diri sehingga perubahan itu dalam hal-hal tertentu dapat mengancam kelangsungan hidup. Makin maju teknologi, makin besar pula kemampuan manusia untuk merubah lingkungan. Pengaruh perubahan lingkungan akibat suatu kegiatan pembangunan terhadap masyarakat, ada yang memberikan keuntungan pada kehidupan sosial ekonomi, tetapi ada pula yang menimbulkan kerugian terhadap kesejahteraan rakyat sehingga menambah beban masyarakat dan mengurangi manfaat dari pembangunan itu. Dari uraian di atas dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup maka nampak gambaran bagi proyek-proyek yang akan dibangun atau yang telah berjalan, perlu diteliti sampai seberapa besar dapat meningkatkan kualitas ligkungan hidup setempat. Selain itu terkandung pula pengertian seberapa besar dapat memaksimumkan manfaat (dampak positif) terhadap lingkungan yang mengandung makna harus dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi bagi masyarakat setempat. Atau sebaliknya malah menurunkan kualitas lingkungan hidup dalam arti lebih banyak memberikan kerugian (dampak negatif) bagi masyarakat sekitar.
Untuk mengatasi semua itu, analisa dampak lingkungan adalah salah satu cara pengendalian yang efektif untuk dikembangkan. AMDAL bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengaruh-pengaruh buruk (negatif) terhadap lingkungan dan bukan menghambat aktifitas ekonomi. AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan di mana tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia, dan lain-lain.1 Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau kegiatan tersebut layak dari segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif.
Secara umum kegunaan AMDAL adalah: 1.
Memberikan informasi secara jelas mengenai suatu rencana usaha, berikut dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.
2. Menampung aspirasi, pengetahuan dan pendapat penduduk khusunya dalam masalah lingkungan sewaktu akan didirikannya suatu rencana proyek atau usaha. 3. Menampung informasi setempat yang berguna bagi pemrakarsa dan masyarakat dalam mengantisipasi dampak dan mengelola lingkungan. Selanjutnya dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna dalam hal: 1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. 2. menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain, dan masyarakat agar tidak timbul pertentangan-pertentangan. 3. mencegah
terjadinya
perusakan
lingkungan
akibat
pencemaran
sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat. 4. agar dapat diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara dan masyarakat. Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha atau
kegiatan
pembangunan
diharapkan
mampu
optimal
meminimalkan
kemungkinan dampak lingkungan yang negatif, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efesien.
Munn (1979) sebagaimana dikutip oleh Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL merupakan salah satu dari bagian perencanaan dalam rangka menghasilkan
tindakan
pembangunan
yang
selaras
dengan
lingkungan,
memanfaatkan sumber daya lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghindari degradasi. Di banyak negara AMDAL dinyatakan berhasil menghambat laju kerusakan lingkungan. Hasil KTT Bumi di Rio de Jeneiro telah membuktikan hal ini, di mana ± 158 negara menyatakan bahwa AMDAL merupakan alat yang efektif dalam mencegah kerusakan lingkungan. AMDAL sebagai bagian yang integral dari pembangunan berkelanjutan, memberi arti bahwa sekurangkurangnya
dengan
adanya
AMDAL
mengingatkan
pemrakarsa
supaya
memperhatikan kelestarian lingkungan.2 Dalam membangun sebuah proyek, sebelumnya tentu harus dilakukan identifikasi masalah mengapa suatu proyek pembangunan ingin dilaksanakan dan tentu saja harus jelas tujuan dan kegunaannya. Selanjutnya diadakan studi kelayakan secara teknik, ekonomis, dan lingkungan sebelum melangkah ke perencanaan dari pembangunan proyek. Pelaksanaan pembangunan proyek sebaiknya dimulai setelah hasi AMDAL diketahui sehingga dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek tersebut. Dalam hal ini, dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknik dan pengendalian limbah sehingga dapat menghasilkan biaya pengelolaan dampak yang murah dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. .
Menurut Imam Supardi, pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan akibat dari satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan setelah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lingkungan, maka harus selalu dilakukan pemantauan sejak awal pembangunan secara berkala. Hasil pemantauan ini dapat dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah pengelolaan lingkungan, jika memang hasil pemantauan tidak sesuai dengan pendugaan pada AMDAL atau sebaliknya juga dapat dipakai untuk mengoreksi pendugaan AMDAL yang mungkin kurang mengena.3 Dari hasil AMDAL dapat diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau tidak. Bila berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja proyek tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan tertentu agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak membahayakan lingkungan. Dampak negatif yang perlu diperhatikan adalah: 1.
Apakah dampak negatif yang mungkin timbul itu melampaui atau tidak, batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan.
2.
Apakah dengan banyak yang akan dibangun ini atau tidak atau akan menimbulkan masyarakat.
gejolak
terhadap
banyak
pembangunan
lain
atau
3.
Apakah dampak negatif ini dapat mempengaruhi kehidupan atau keselamatan masyarakat atau tidak.
4.
Seberapa jauh perubahan ekosistem yang mungkin terjadi sebagai akibat pembangunan proyek ini. Bila berdasarkan AMDAL tidak akan menimbulkan dampak yang berarti,
maka proyek pembangunan dapat dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap berpedoman agar tetap memperhatikan dampak-dampak negatif yang mungkin timbul, diluar perkiraan semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan haruslah ditentukan dulu pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya. Perlu kiranya ditekankan, AMDAL sebagai alat dalam perencanaan harus mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan tentang proyek yang sedang direncanakan. Artinya, AMDAL tidak banyak artinya apabila dilakukan setelah diambil keputusan untuk melaksanakan proyek tersebut. Pada lain pihak juga tidak benar untuk menganggap AMDAL sebagai satu-satunya faktor penentu dalam pengambilan keputusan tentang proyek itu. Yang benar ialah AMDAL merupakan masukan tambahan untuk pengambilan keputusan, disamping masukan dari bidang teknis, ekonomi, dan lain-lainnya. Misalnya dapat saja terjadi laporan AMDAL menyatakan bahwa suatu proyek diprakirakan akan mempunyai dampak lingkungan yang besar dan penting. Namun pemerintah berdasarkan atas pertimbangan politik atau keamanan yang mendesak memutuskan untuk melaksanakan proyek tersebut. Yang penting untuk dilihat dalam hal ini adalah keputusan tersebut diambil tidak dengan mengabaikan aspek
lingkungan,
melainkan
setelah
mempertimbangkan
dan
memperhitungkannya. Dengan ini keputusan tersebut diambil dengan menyadari sepenuhnya akan kemungkinan akan terjadinya dampak lingkungan yang negatif. Maka
pemerintah
pun
dapat
melakukan
persiapan
untuk
menghadapi
kemungkinan tersebut sehingga kelak tidak akan dihadapkan pada suatu kejutan yang tidak menyenagkan dan tidak terduga sebelumnya. Dengan persiapan ini dampak negatif dapat diusahakan menjadi sekecil-kecilnya.4 2. Dimensi AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Dr Ardinis Arbain mengungkapkan bahwa peranan AMDAL sangat kecil dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Menurut beliau yang paling penting adalah penataan ruang. Dalam tata ruang itu harus jelas pemisahan antara kawasan budi daya dan kawasan lindung. Pembangunan hanya boleh dilakukan di kawasan budi daya sedangkan kawasan lindung harus tetap terjaga kelestariannya sesuai dengan peruntukannya.5 Keadaan alam ini bervariasi, tetapi bukan berarti bahwa alam ini tidak teratur. Hubungan sebab akibat tetaplah berjalan baik. Tentu saja, peristiwa peristiwa yang sesekali terjadi seperti badai, gempa atau letusan gunung berapi tidak dapat diramalkan dan tidak dapat dihindari. Tetapi frekuensinya dapat dapat digambarkan dengan fungsi distribusi kemungkinan. Namun, peristiwa-peristiwa seperti banjir dan tanah longsor merupakan peristiwa yang penyebabnya sebagian
besar disebabkan oleh ulah tangan manusia. Manusia dengan jumlah dan kegiatannya yang terus bertambah telah berangsur-angsur merubah kawasan lindung menjadi kawasan pemukiman, pabrik dan pertokoan. Akibatnya alam jadi tidak seimbang dan keberlanjutan ekosistem mulai terancam. Sebetulnya alam dapat dipelajari sebagai sebuah sistem. Itulah satu-satunya cara pengkajian dampak lingkungan yang perlu dilakukan. Tugas utama dari AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh aktifitas pembangunan yang ditawarkan agar menjadi bagian dari siklus alam. Satu eksperimen yang terkendali dapat dilakukan untuk membandingkan perubahan dalam parameter kualitas lingkungan. Satu sistem disiapkan sebagai pengontrol, fungsi ini dapat dibebankan kepada kawasan lindung. Sedangkan sistem alam lainnya yaitu di kawasan budi daya berlangsung aktifitas pembangunan. Pengkajian AMDAL yang terpenggal-penggal atau mengabaikan
satu
komponen
tertentu
dapat
menyebabkan
terganggunya
kestabilan komponen yang lain. AMDAL dimaksudkan untuk pembangunan, perbaikan pembangunan diidentifikasi
dengan
AMDAL.
AMDAL
merupakan
salah
satu
alat
pembangunan berkelanjutan sebagai sarana pengambilan keputusan di tingkat proyek. Seharusnya AMDAL sebagai salah satu motor pembangunan, namun memang jika salah langkah proses AMDAL bisa jadi beban. Analisis mengenai dampak lingkungan telah banyak dilakukan di Indonesia dan di negara lain. Akan tetapi pengalaman menunjukkan, AMDAL tidak selalu memberi hasil yang kita harapakan sebagai alat perencanaan. Bahkan
tidak jarang, AMDAL hanyalah merupakan dokumen formal saja, yaitu sekedar untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang. Dengan kata lain, pelaksanaan AMDAL hanyalah pro forma saja. Setelah laporan AMDAL didiskusikan dan disetujui, laporan tersebut disimpan dan tidak digunakan lagi. Laporan itu tidak mempunyai pengaruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek selanjutnya. Hal ini juga terjadi di nagara yang telah maju, bahkan di Amerika Serikat yang merupakan negara pelopor AMDAL. Otto Soemarwoto mengemukakan beberapa sebab tidak digunakannya AMDAL yaitu: 1. AMDAL dilakukan terlambat sehingga tidak dapat lagi memberikan masukan untuk pengambilan keputusan dalam proses perencanaan. 2. Tidak adanya pemantauan, baik pada tahap pelaksanaan maupun pada tahap operasional proyek.. 3. Adanya penyalahgunaan AMDAL untuk membenarkan diadakannya suatu proyek.6 Pelaksanaan AMDAL sekedar untuk memenuhi persyaratan peraturan saja, membuat tenaga dan biaya yang dikeluarkan menjadi mubazir. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha agar AMDAL benar-benar dapat menjadi alat perencanaan program dan proyek untuk mencapai tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sehubungan dengan itu, Otto Soemarwoto menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan efektifitas AMDAL ialah: 1. Menumbuhkan pengertian di kalangan para perencana dan pemrakarsa proyek bahwa AMDAL bukanlah alat untuk menghambat pembangunan, melainkan sebaliknya, AMDAL adalah alat untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan. Tujuan ini dapat dicapai dengan menginternalkan AMDAL ke dalam telaah kelayakan proyek. Dengan penyempurnaan ini hasil yang dicapai dalam pembangunan akan dapatlebih baik, yaitu pembangunan itu menjadi berwawasan lingkungan dan terlanjutkan. AMDAL dapat juga menghemat biaya dengan menghindari terjadinya biaya menjadi mubazir, karena kemudian ternyata proyek itu tidak layak dari segi lingkungan. Atau biaya proyek naik sangat besar, karena diperlukannya biaya tambahan untuk menanggulangi dampak negatif tertentu. Dalam hal lain ada manfaat proyek yang tidak termanfaatkan. 2. Sebagian besar laporan AMDAL mengandung banyak sekali data, tetapi banyak diantaranya yang tidak relevan dengan masalah yang dipelajari. Tidak atau kurang adanya fokus merupakan kelemahan yang banyak terdapat dalam pelaksanaan AMDAL. Hal ini perlu dikoreksi dengan melakukan pembatasan ruang lingkup dengan pelingkupan (scoping ) yang baik. Koreksi akan lebih mempermudah penggunaan laporan AMDAL oleh para perencana dan pemrakarsa pembangunan. 3. Agar para perencana dan pelaksana proyek dapat menggunakan hasil telaah AMDAL dengan mudah, laporan AMDAL haruslah ditulis dengan jelas dan
dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh perencana dan pelaksana tersebut. Untuk maksud ini, ”bahasa ilmiah” perlu dihindari, namun ha sil AMDAL itu
harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 4. Rekomendasi yang diberikan haruslah spesifik dan jelas sehingga para perencana dapat menggunakannya. Rekomendasi yang bersifat umum tidak banyak gunanya. Misalnya, rekomendasi dalam laporan AMDAL untuk perencanaan sebuah pabrik yang menyatakan perlunya diambil tindakan pengendalian pencemaran tanpa menerangkan bagaimana caranya, tidaklah dapat membantu. Masalah ini akan teratasi dengan sendirinya apabila AMDAL diintegrasikan ke dalam telaah kelayakan karena dengan integrasi itu terjadi interaksi umpan balik. 5. Persyaratan proyek yang tertera dalam laporan AMDAL yang telah disetujui harus menjadi bagian integral izin pelaksanaan proyek dan mempunyai kekuatan yang sama seperti apa yang termuat dalam rancangan rekayasa yang telah disetujui oleh badan yang bersangkutan. 6. Adanya komisi AMDAL yang berkualitas dan berwibawa. Badan pemerintah tersebut haruslah mempunyai wewenang untuk mengatasi bahwa yang direkomendasikan dalam laporan AMDAL dan telah menjadi salah satu dasar pemberian izin, benar-benar digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang bersangkutan. Jika terjadi penyimpangan, badan pemerintah tersebut harus dapat menegur dan apabila perlu memerintahkan untuk membongkar bagian proyek yang tidak sesuai atau bahkan memerintahkan
untuk
menghentikan
proyek
tersebut.
Dalam
kaitan
ini
pemantauan
pelaksanaan proyek merupakan bagian penting dalam tindak lanjut AMDAL. Belum digunakan RPL sebagai umpan balik untuk menyempurnakan implementasi dan operasi proyek sehingga AMDAL bersifat kegiatan yang statis dan bukannya dinamis yang dengan terus menerus berinteraksi dengan implementasi dan operasi proyek. 2.2 Prosedur dan Penapisan AMDAL 2.2.1
Prosedur
Penyusunan
AMDAL
(Analisis
Mengenai
Dampak
Lingkungan)
Studi kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan usaha yang akan mulai melaksanakan pembangunan, sehingga dapat diketahui dampak yang akan timbul dan bagaimana cara pengelolaanya. Pembangunan disini bukan hanya pembangunan fisik tetapi mulai dari perencanaan, proses pembangunan sampai pembangunan tersebut berhenti dan kegiatan operasional berjalan. Jadi AMDAL lebih ditekankan pada akibat dari aktifitas dari suatu kegiatan. Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan perijinan yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan secara bersama-sama dengan kelayakan teknis dan ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat sama-sama memberikan masukan sehingga dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek tersebut, terutama dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknis atau dapat disebut sebagai penekanan dampak negatif dengan engineering
approach, pendekatan ini biasanya akan menghasilkan biaya pengelolaan dampak
yang murah. Hubungan tersebut tersaji dalam gambar berikut.
Gambar 1. Pengendalian Dampak Lingkungan Dengan Pendekatan Teknis ( Engineering Approach) Sumber : Gunarwan Suratmo, 2002 Studi kelayakan lingkungan tidak dapat mempengaruhi atau menghasilkan penyesuaian didalam studi kelayakan teknis maupun ekonomis. Keadaan ini dapat dikatakan usaha pengendalian dampaknya disebut sebagai pendekatan limbah atau waste approach dan biasanya akan tidak mudah dan mahal. Pendekatan ini terlihat
pada gambar berikut.
Gambar 2. Pengendalian Dampak Lingkungan Dengan Pendekatan Limbah (Waste Approach)
Sumber : Gunarwan Suratmo, 2002 Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dari proses penapisan untuk menentukan studi yang akan dilaksanakan menurut jenis kegiatannya, menyusun AMDAL atau UKL UPL. Proses penapisan ini mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL. Jika usaha dan atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar wajib AMDAL maka harus menyusun dokumen UKL UPL. Bila kegiatan termasuk wajib AMDAL , maka ada beberapa prosedur penyusunan AMDAL yaitu : 1. Kerangka acuan ANDAL (KA ANDAL). KA ANDAL merupakan ruang lingkup studi ANDAL yang disepakati bersama antar a semua pihak terkait yaitu pemrakarsa, penyusun AMDAL,
masyarakat maupun instansi pemerintah yang bertanggung jawab mengenai kegiatan tersebut. KA ANDAL ini menjadi pegangan bagi semua pihak, baik dalam penyusunan ANDAL maupun evaluasi dokumen studi tersebut. KA ANDAL merupakan hasil akhir dari proses pelingkupan yang memuat berbagai kegiatan penting dari suatu rencana usaha atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, berbagai parameter yang akan terkena dampak tersebut, lingkup wilayah studi maupun lingkup waktu. 2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Dalam proses penyusunan ANDAL langkah-langkah penting yang harus dilaksanakan oleh penyusun AMDAL yaitu : a. Pengumpulan data dan informasi tentang rencana kegiatan dan rona lingkungan awal. Data ini harus sesuai dengan yang tercantum dalam KA ANDAL. b. Proyeksi perubahan rona lingkungan awal sebagai akibat adanya rencana kegiatan. Seperti diketahui, bahwa kondisi atau kualitas lingkungan tanpa adanya proyek akan mengalami perubahan menurut waktu dan ruang. Demikian juga kondisi atau kualitas lingkungan tersebut akan mengalami perubahan yang lebih besar dengan adanya aktivitas suatu kegiatan menurut ruang dan waktu. Perbedaan besarnya perubahan antara “dengan proyek” dan “tanpa proyek” inilah yang disebut dampak lingkungan.
c. Penentuan dampak penting terhadap lingkungan akibat rencana kegiatan. Berdasarkan hasil perkiraan dampak yang dilakukan dari dampak ke dua
tersebut diatas, dapat diketahui berbagai dampak penting yang perlu dievaluasi. d. Evaluasi dampak penting terhadap ingkungan. Dampak penting dievaluasi dari segi sebab akibat dampak tersebut terjadi, ciri dan karakteristik dampaknya, maupun pola dan luas persebaran dampak. Hasil evaluasi ini yang
menjadi
dasar
penentuan
langkah-langkah
pengelolaan
dan
pemantauan lingkungan nantinya. 2.2.2 Proses Penapisan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan
satu
langkah.
Penapisan
bertujuan
untuk
memilih
rencana
pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting bagi pemrakarsa untuk dapat mengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan perencanaan biaya dan waktu. Proses penapisan amdal telah diatur dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Tata cara penapisan untuk menentukan wajib tidaknya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah :
1. Pemrakarsa mengisi ringkasan informasi awal atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan. lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011. 2. Uji ringkasan informasi dengan daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal (Lampiran I) 3. Jika: a.Rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b.terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TERMASUK dalam daftar pada lampiran I, maka: 4. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki amdal. 5. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TIDAK TERMASUK dalam daftar pada lampiran I, maka: 6. Uji lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan apakah lokasi tersebut berada di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung. Catatan: a. Gunakan daftar kawasan lindung pada Lampiran III (kawasan lindung dimaksud wajib ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangan); dan
b. Gunakan kriteria berbatasan langsung dengan kawasan lindung (Pasal 3 ayat (3)). 7. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang TIDAK BERADA di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung, maka: 8. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL). Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; BERADA di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung, maka: 10. Uji ringkasan informasi dengan kriteria pengecualian atas jenis daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal yang berada dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (Pasal 3 ayat (4)). 11. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang;
TERMASUK dalam kriteria pengecualian dalam Pasal 3 ayat (4), maka: 12. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL). 13. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TIDAK termasuk dalam kriteria pengecualian dalam Pasal 3 ayat (4), maka: 14. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki Amdal.
2.3 Prakiraan dan Analisis Dampak Lingkungan Fisik dan Kimia
Beberapa cara pendugaan dampak terhadap komponen lingkungan (Fandeli, 1995): 1. Cara pendugaan dampak komponen udara
Hampir setiap kegiatan pembangunan akan mempengaruhi komponen udara. Proyek pembangunan pembuatan jalan tol pelabuhan udara dan pembangkit listrik (PLTN, PLTA, PLTU, PLTPB), industri perumahan dan pemasangan jaringan (pipa, transmisi) akan menghasilkan dampak terhadap udara seperti gas, debu, kebisingan, dan getaran udara (vibrasi). Didalam memperkirakan dampak terhadap komponen udara, langkah dasar yang harus dilakukan (Canter, 1977) adalah sebagai
1. Identifikasi/pengenalan emisi gas atau debu yang dikeluarkan oleh beberapa aktivitas pembangunan yang direncanakan. 2. Penjelasan tentang kondisi udara saat sekarang yang merupakan rona lingkungan awal. Apabila mungkin buat kecenderungan perubahan kondisi udara tersebut diwaktu mendatang. Buatlah rata-rata kondisi setiap gas dan debu yang ada di udara ambient ini dan bandingkaniah dengan standar baku mutu kualitas udara. 3. Penentuan dispersi patokan di udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi cerobong dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. Hasilhasil pengamatan terhadap kualitas udara pada waktu yang lalu harus menjadi bahan pertimbangan. 4. Pelajari data iklim yang terdiri dari curah hujan, kecepatan angin dan arah angin, radiasi matahari, kelembaban dan evapotranspirasi. Data ikiim ini hendaknya dicari untuk data tahunan dan bulanan. Kemudian ditentukan konsentrasi gas dan debu di permukaan tanah. 5. Penentuan adanya dampak yang timbul pada saat musim hujan dan musim kemarau. Juga ditentukan dampaknya pada saat aktivitas Pembangunan dilaksanakan baik pada saat prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Penentuan besar konsentrasi gas dan debu di udara ambient pada setiap wilayah yang dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan, terutama adalah untuk pertimbangan pembuatan wind-rose. Cara pembuatan wind-rose berturut-turut adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data kecepatan angin dan arah angin setiap bulan selama paling sedikit 10 tahun, b. Perhitungan kecepatan angin dan arah angin rata-rata setiap bulannya dari 10 tahun, c. Akhirnya digambarkan "wind-rose". Didalam menggunakan rumus matematis pada metode formal, setelah diketemukan rumus matematis yang tepat tidakan lebih lanjut adalah menentukan variabel prediktor. Variabel predictor ini adalah variabel yang berubah-ubah sesuai dengan waktu atau sesuai dengan perubahan kapasitas produksi (untuk suatu pabrik). Cara prakiraan dampak yang timbul pada komponen udara biasanya menggunakan rumus-rumus matematis (Canter, 1977) sebagai berikut; dimana :
Misal:
6
Q =10 Ug/detik -
V = 1,0 m/detik H = 30 m Y = 0 m (di atas tanah) Apabila diketemukan garis lurus angin 1000 m, apabila diketahui: σ Y = 35 m (pembauran parameter gas secara horizontal diperhitungkan 35 m) σ z = 14 m (pembauran parameter gas secara vertikal diperhitungkan 14 m)
Dari perhitungan dengan rumus tersebut maka diperoleh konsentrasi gas di atas tanah adalah 64 Ug/m3. Jadi seandainya pada rona awal (saat ini) konsentrasi sesuatu macam gas y Ug/m3 dapat diketahui dengan pengukuran, sedang yang akan datang tanpa proyek misalnya x Ug/m3, diwaktu mendatang bila ada proyek menjadi 64 Ug/m3, maka besar dampak kegiatan proyek terhadap parameter gas tersebut (64-x) Ug/m3. Terhadap parameter sesuatu gas ini juga perlu ditentukan apakah pada saat pembuatan rona lingkungan awal nilainya berada di bawah, atau di atas ambang baku mutu lingkungan; maka hasil pengukuran/data ini perbandingkan dengan ambang baku mutu yang ada.
Apabila diketemukan konsentrasi gas tertentu terjadi pada jarak tertentu dari sumber dampak misal di lokasi x maka konsentrasi gas pada lokasi tersebut adalah: 0,117Q Cx,o,omax = ------------------------------ σ y σ z Atau apabila menggunakan besaran angka pada rumus di atas dapat diketemukan 6
0,117 x 10 C1 ooo max = ---------------------- = 765/m3 3,14x35x14 Perkiraan dampak kemudian dapat ditentukan dengan mendapatkan kondisi parameter lingkungan pada saat ini dan perubahan diwaktu mendatang bila tampa proyek (misal: x Ug/m3) apabila kondisi lingkungan dengan proyek (misal 765 Ug/m3 maka prakiraan besar dampaknya adalah = (765 - x ) Ug/m3. 2. Cara Pendugaan Dampak Komponen Hidrologi
Komponen hidro-logi dalam Amdal biasanya dirinci menjadi parameter parameter debit, sifat kualitas air permukaan (sungai, danau, angin rawa) air dalam tanah (kualitas dan kuantitasnya), ikiim makro (curah hujan, angin yang terdiri atas kecepatan dan arah, suhu, kelembatan) pola drainase dan evaporasi. Menurut Canter (1977) 1angkah-1angkah memperkirakan perubahan lingkungan perairan dan kemudian menduga dampaknya meliputi:
1. Penentuan kondisi lingkungan hidrologi yang dirinci atas Parameter parameternya masing-masing terutama yang berhubungan dengan kondisi kuantitas dan kualitasnya. 2.
Mempelajari masalah yang ada terutama yang berhubungan dengan air permukaan.
3.
Penentuan kondisi kuantitas dan kualitas air dalam tanah, dan penggunaanya oleh berbagai pihak (penduduk, pabrik dan pelayanan umum seperti hotel, kantor), pada waktu yang lalu, saat ini dan prakiraan untuk waktu mendatang. Apabila ada informasi tentang penurunan kuantitas dan kualitas air dalam tanah ini, sangat baik untuk menentukan prakiraan kondisi yang akan datang.
4.
Mempelajari berbagai standar kualitas lingkungan komponen hidrologi yang ada. Pada saat ini telah ada standar-standar kualitas lingkungan komponen hidrologi, yaitu Kep-Men KLH No. 02/1988, Peraturan Pemeritah No. 20 tahun
1990,
Hiper-menkes
No.
173/Menkes/Per/VI11/1977,
No.
528/Menkes/Per/XI1/1982.
Semuanya
01/Birhukmas/1/1975,172 253/Menkes/Per/VI/1982 merupakan
standar
dan dan
nasional.
Sementara itu untuk beberapa propinsi telah pula ada standar kualitas lingkungan seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. 5. Penentuan perubahan berbagai parameter air diwaktu yang akan datang bila Ada proyek dan bila tidak ada proyek. Kemudian tentukan dampaknya bila ada proyek.
Untuk menentukan perubahan kondisi berbagai parameter hidrologi pada waktu mendatang dan dampak yang disebabkan oleh suatu kegiatan dapat dipergunakan berbagai cara seperti berikut. a. Polusi Air
Polusi terhadap air sering didefinisikan sebagai suatu proses masuknya polutan, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tersebut dalam periode waktu tertentu. Hal ini akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan. Bila kondisi parameter air ini mempengaruhi kesehatan, misalnya berkembangnya bakteri pathogen maka dikatakan telah terjadi kontaminasi. Terjadinya polusi air ini berakibat penggunaan air yang terbatas. Secara jelas terjadinya polusi pada air akan mudah terlihat pada kondisi estetika yang menurun yang disebabkan oleh minyak dan material pencemar yang terapung. Parameter
hidrologi
yang
dapat
dipergunakan
sebagai
pedoman
dalam
memperkirakan dampak adalah parameter fisik, kimia dan bakteriologis. Ketiga kelompok parameter fisik, kimia dan bakterilogis sebenarnya berkaitan satu dan lainnya kondisi lainnya, sebab kondisi sesuatu parameter air seringkali juga menentukan sifat dan kondisi parameter lainnya. Kadang-kadang didalam kenyataan di alam akan sulit menentukan sumber pencemar, sebab seluruh kegiatan di sepanjang sungai membuang limbahnya ke sungai. Oleh sebab itu perlu ditentukan sumber pencemar mana yang paling berperan dalam mencemari perairan. Untuk ini dapat dipergunakan rumus ekivalen populasi (Population Equivalent) dari Canter (1977) seperti berikut:
A x B x 8,34 PE = ——————————— 0,17 dimana: PE =
Ekivalen populasi didasarkan pada unsur pokok parameter organis yang terdapat dalam limbah cairnya sesuatu industri.
A
=
Banyaknya limbah cair yang dikeluarkan (mg/hari ) Variabel A yang merupakan variabel prediktor yang berubah sesuai dengan peningkatan atau penurunan kapasitas produkasi. Apabila diwaktu mendatang produksi meningkat 2 kali, maka variabel ini juga meningkat dua kalinya.
B
=
BOD dalam limbah (mg/1).
8,34 =
Banyaknya limbah, suatu U besaran (Ib/gal).
0,17 =
Banyaknya BOD dalam Ib/hari secara individual.
Dengan rumus ini akan dapat diketahui berapa besar suatu industri berperan dalam mengetahui kondisi, perairan. Rumus ini dapat pula dipergunakan untuk
memperkirakan
bagaimana
industri
yang
akan
didirikan
akan
mempengaruhi lingkungan. Untuk ini diperlukan informasi spesifikasi limbah yang akan dikeluarkan oleh pabrik terutama BOD dan jumlah limbah yang akan dikeluarkan per hari. Sementara itu untuk mengetahui konsentrasi parameter anorganis dalam air dapat dipergunakan model matematis biasa. Yaitu berapa banyaknya parameter tertentu seperti Hg, Cd, Pb, Al dan Cr dalam air yang diperkirakan akan terkumpul dalam perairan dari industri yang akan didirikan.
Dengan cara perhitungan "time series" akan dapat dihitung besar perubahan kualitas yang akan datang dengan dan tanpa proyek. Hal ini dapat dilihat pada rumus berikut: Kt = Ko . 10
rt
dimana : Kt = Konsentrasi parameter B3 diwaktu mendatang. Ko = Konsentrasi parameter B3 saat ini. r
= Tingkat pertambahan setiap waktu tertentu (1 tahun). Variabel r ini merupakan variabel prediktor yang harus diingat adalah r waktu yang lalu akan berbeda dengan r yang akan datang karena adanya limbah yang bertambah banyak.
t = Waktu prediksi dalam tahun.
Sementara itu untuk parameter bakteriologis rumus matematis sederhana dapat digunakan seperti yang dilakukan oleh Canter (1977) yaitu : Bt = Bo . 10
-kt
dimana: Bt = Sisa bakteri yang ada di perairan setelah beberapa saat mendatang (prediksi dalam hari). t
= Waktu prediksi dalam hari.
Bo = Jumlah bakteri pada saat awal/permulaan di perairan. k
= Tingkat kematian bakteri setiap nan.
Dengan cara ini akan dapat diketahui kondisi lingkungan di waktu mendatang bagi parameter bakteri ini. b. Air Larian (R un Off)
Parameter air larian sangat mudah untuk digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan kualitas lingkungan di waktu mendatang. Menurut Chow yang dikutip Soemarwoto (1989) untuk perhitungan terhadap air larian dapat dipergunakan rumus : Q=CIA dimana: Q = Debit air larian (m3 per hari hujan atau r^/jam). C = Koefisien air larian. I = Intensitas hujan. A = Luas daerah proyek. Variabel A ini merupakan variabel prediktor. Besarnya luas A saat ini sebelum ada proyek dengan luas A yang akan datang akan berbeda. Perbedaan ini dikarenakan adanya luas bangunan proyek. Dengan mempergunakan nilai koefisien air larian (C) yang berbeda pada saat ini dan waktu mendatang oleh perubahan penggunaan lahan maka akan dapat dihitung besaran air lariannya. c. Laju Erosi
Untuk menghitung laju erosi dipergunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) menurut Wischmeier and Smith (1960) yaitu: E = RKLSCP
dimana: E = Rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha). R = Indeks erosivitas hujan. K = Faktor erodibititas tanah. L = Faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan lereng yang panjangnya 22 m. S = Faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan kemiringan lereng. C = Faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah yang terus menerus terbuka. P = Faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah tanpa usaha pengawetan. Variabel P ini merupakan variabel prediktor. Variabel ini berubah karena pengaruh adanya proyek pembangunan. Dengan memperhitungan kondisi C dan P yang berbeda karena ada kegiatan pembangunan maka besaran dampak dari adanya proses erosi dapat diprediksi. 3. Cara Pendugaan Dampak Komponen Biotis a. Perubahan jumlah jenis
Pendugaan terhadap perubahan berbagai parameter biotis biasanya dilakukan dengan cara kuantitatif matematis. Berbagai cara matematis yang dilakukan antara lain adalah berkurangnya jenis dalam hutan.
Soemarwoto (1987) menghitung berkurangnya jem's tanaman akibat semakin sempitnya hutan dengan rumus : S=CA
z
dimana : S = jumlah jenis. A = luas hutan. C dan Z konstan (Mc Arthur dan Wilson, 1967 dan Williamson, 1981) Dari rumus tersebut maka variabel prediktornya adalah A. Luas hutan berubah karena proyek pembangunan misalnya pemukiman, pertambangan, perkebunan dan sebagainya yang menggunakan lahan hutan. Perubahan jumlah jenis merupakan akibat kegiatan pengetolaan hutan atau berkurangnya luas kawasan hutan karena banyaknya konversi hutan untuk penggunaan lain. Dengan rumus tersebut dapat dicari dampak kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan dengan memasukan angka A yang berbeda. Atau dapat juga untuk mengetahui dampak kegiatan pembangunan yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan. b. Parameter Vegetasi
Berbagai cara matematis dipergunakan untuk memprediksi perubahan lingkungan dan dampak yang timbul akibat dari suatu kegiatan terhadap vegetasi alam, dengan memperhitungkan berbagai parameter yaitu : 1. kerapatan (density) 2. keanekaragaman (diversity) 3. kekerapan (frequency) 4. dominasi (Dominancy)
2.4 Prakiraan dan Analisis Dampak Lingkungan Biologi
Dalam studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),tahap prakiraan dampak merupakan langkah yang dipandang paling sulit, karena metode atau teknik prakiraan dampak ini sangat tergantung dari kemajuan tiap ilmu yang digunakan dan penguasaan dari tiap anggota tim dalam bidangnya masing-masing. Oleh karena itu pula prakiraan dampak sering disebut sebagai "fase kritis" dan merupakan "ciri khas" yang membedakan dokumen AMDAL dari dokumen hasil penelitian lainnya. Masalah lain, prakiraan dampak suatu aspek tertentu di perhitungkan dan dibahas lebih dari sekedar teoritis tetapi juga kemungkinan realitasnya. Prakiraan dampak adalah suatu proses untuk menduga/mem perkirakan respon atau perubahan suatu parameter lingkungan tertentu akibat adanya kegiatan tertentu, pada perspektif ruang dan waktu tertentu. Prakiraan munculnya sesuatu dampak pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan mengenai besar perubahan yang timbul pada setiap komponen Lingkungan sebagai akibat dari aktivitas pembangunan (UNEP, 1988). Seperti telah diterangkan di muka bahwa dampak pada hakekatnya merupakan proses lebih lanjut yang terjadi setelah ada pengaruh dari suatu kegiatan. Jadi sasaran memprakirakan atau menduga dampak adalah mencari besar dampak terhadap setiap komponen Ungkungan. Hal ini di perhitungkan untuk komponenkomponen fisik biotis dan sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat . Dampak terhadap lingkungan biasanya berpengaruh pada kesejahteraan dan atau kesehatan manusia.
1. Prinsip Dasar Prakiraan Dampak
Soeratmo (1990), mempertelakan beberapa prinsip dasar prakiraan dampak lingkungan dalam uraian berikut ini. Dalam pengukuran dampak lingkungan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, besarnya akan banyak ditentukan oteh waktu atau lamanya dampak terjadi. Perlu diperjelas untuk waktu kapan atau jangka waktu beberapa l ama dampak tersebut akan diduga. Untuk waktu yang berbeda tentu dampaknya akan berbeda besarnya. Misatnya dampak pada waktu 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 50 tahun yang akan datang atau sering digunakan istilah jangka pendek dan jangka panjang, tentu hasilnya akan berbeda. Disebutkan bahwa arti dari dampak lingkungan adatah selisih antara keadaan lingkungan tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek. Secara sederhana pengertian tersebut dapat digambarkan dalam grafik pada
2.5 Prakiraan dan Analisis Dampak Lingkungan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Kesehatan
Lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan di mana di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan yang saling ketergantungan. Lingkungan hidup juga merupakan penunjang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup yang ada. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik. Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan jangka pendek
dan
jangka
panjang.
Keduanya
dilaksanakan
secara
sambung
menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik.
Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
fungsi
sumber
daya
alam
dan
lingkungan
hidup
sehingga
keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta memikirkan dampak – dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Seringkali pembangunan suatu usaha dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan. Oleh karena itu lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani di karenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar
yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Agar pembangunan tidak menyebabkan menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadinya dampak negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian digariskan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Peraturan Pemerintah ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 dan terakhir Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). 2.6 Prosedur AMDAL (RKL dan RPL) 2.6.1 Kedudukan RKL dalam Amdal
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan bagian dari Amdal, suatu proyek yang membahas penyusunan RKL dari suatu proyek yang akan dibangun atau proyek yang sudah dibangun tetapi belum ada RKL-nya. Analisis dampak lingkungan bertujuan agar lingkungan dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, hasil akhir AMDAL haruslah berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan.
Kedudukan RKL dalam AMDAL ditunjukan dalam gambar berikut. A M D A L
Hasil pendugaan dampak suatu proyek
Usulan proyek
RKL
RPL
Aktivitas Pengelolaan Lingkungan
Aktivitas Pemantauan Lingkungan
Keadaan kualitas lin kun an
Hasil pemantauan kualitas lin kun an
Proyek dibangun dan berjalan Dampak lingkungan
Gambar 3 Kedudukan RKL dalam Amdal dan kaitannya dengan aktifitas
Pengelolaan Lingkungan setelah proyek dibangun dan berjalan Dalam gambar tersebut jelas terlihat bahwa Pendugaan Dampak, RKL dan RPL merupakan hasil dari studi Amdal, walaupun di dalam penyusunan laporan Amdal bagian RKL dan RPL dapat dipisahkan atau disusun dalam laporan tersendiri. Suatu studi Amdal yang hanya berisi pendugaan dampak saja tanpa diikuti dengan RKL tidak akan bermanfaat. Bila suatu RKL disusun namun tidak diikuti dengan aktivitas pengelolaan lingkungan juga tidak akan bermanfaat. Hasil dari suatu aktivitas pengelolaan lingkungan akan tampak pada kualitas lingkungan ambien atau kualitas limbah, dan hasil ini harus selalu dipantau atau dimonitor.
Hasil pemantauan akan merupakan masukan untuk memperbaiki pendugaan dampak, RKL dan RPL apabila dinilai masih belum tepat. Studi Amdal telah selesai sewaktu telah disetujui oleh tim yang mengevaluasi, tetapi RKL, RPL dan aktivitas pengelolaan lingkunngan akan selalu dijalankan selama proyek masih berjalan atau sampai tahap reklamasi. b. Ruang lingkup tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1987, dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), diminta isi dari uraian tentang RKL sebagai berikut: a. Faktor lingkungan yang terkena dampak Uraian secara jelas tentang faktor biogeofisik kimia dan aspek-aspek sosial-ekonomi dan sosial-budaya yang terkena dampak sebagai akibat dilaksanakannya kegiatan. b. Sumber dampak Uraian secara jelas tentang komponen kegiatan yang merupakan sumber dampak, misalnya penggunaan kilang yang menghasilkan emisi SO2 dan NOx dengan konsentrasi tinggi. c. Bobot dan tolok ukur dampak Penentuan bobot dan tolok ukur dampak untuk mendapatkan gambaran tentang berat dan ringannya dampak terhadap lingkungan. Misalnya, emisi SO2 dan NOx dari kegiatan akan jauh melampaui Nilai Ambang Batas dan bertahan lama di udara dalam ruang yang relatif luas.
d. Upaya pengelolaan lingkungan Upaya penanganan dampak ini dapat berupa pencegahan, penanggulangan dampak negatif serta pengembangan dampak positif. Misalnya: 1. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang tidak atau kurang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun yang dapat mengganggu dan menbahayakan kesehatan manusia. Misalnya, untuk mencegah terjadinya emisi SO2 dan NOx berkadar tinggi maka perlu digunakan bahan minyak mentah berkadar belerang rendah. Dengan kata lain pencegahan diupayakan sejak pemilihan bahan baku, di dalam proses, usaha pendaur-ulangan limbah dan lain sebagainya. 2. Penanggulangan
diluar
prosesnya
agar
tidak
membahayakan.
Misalnya, kadar SO2 dan NOx yang tinggi dapat ditanggulangi dengan pembuatan cerobong asap yang cukup tinggi sehingga penyebaran emisi tersebut cukup luas, dengan cara ini kadar SO2 dan NOx di udara akan rendah dan lain sebagainya. 3. Pengembangan, yaitu usaha untuk lebih meningkatkan daya guna dampak positif agar dapat diperoleh manfaat yang lebih besar. 2.6.1 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) a. Definisi Pemantauan
Dalam hubungannya dengan Amdal, pemantauan adalah suatu proses pengukuran, pencatatan, analisis dan pelaporan informasi yang berkesinambungan tentang dampak. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) harus dibuat setelah Amdal disetujui oleh instansi
yang berwenang. Menurut Duinker (1983), pemantauan adalah pengukuran berdasarkan waktu atau suatu pengulangan pengukuran atau suatu pengukuran yang berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, sehingga pengertian dari pemantauan lingkungan adalah pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan pada waktu-waktu tertentu. Menurut apa yang dipantau, maka pemantauan dapat dibagi dalam: a. Pemantauan sumber penyebab dampak (pemantauan emisi), misalnya limbah. b. Pemantauan lingkungan yang terkena dampak (pemantauan ambien), misalnya populasi ikan dan kualitas udara. Keduanya harus dilakukan karena data dari kedua aktivitas tersebut saling mengisi. Petunjuk tentang apa yang harus dipantau didapatkan dari hasil prakiraan dan evaluasi dampak. Berdasarkan komponen-komponen lingkungan yang terkena dampak, pemantauan dibedakan menjadi: a. Pemantauan di bidang fisik dan kimia b. Pemantauan di bidang biologi c. Pemantauan di bidang sosial-ekonomi d. Pemantauan di bidang sosial-budaya. Pengertian dari pemantauan fisik dan kimia adalah pengulangan pengukuran pada komponen-komponen fisik dan kimia, tetapi Duinker (1983) memberikan
definisi
pemantauan
biologis
agak
berbeda
yaitu
sebagai
pengulangan pengukuran dari reaksi biota terhadap perubahan lingkungan hidup.
Untuk manusiapun (sosial-ekonomi dan sosial-budaya) pengertiannya cenderung untuk disamakan dengan biota, yaitu reaksi manusia pada perubahan lingkungan. b. Kegunaan dari Pemantauan
Pada awalnya banyak yang menganggap bahwa tujuan atau kegunaan pemantauan lingkungan dalam Amdal hanyalah untuk pemantauan dampak dari suantu proyek atau suatu aktivitas manusia. Tetapi sebenarnya apabila program pemantauan dapat disusun dengan baik maka manfaat dari pemantauan lingkungan bukan hanya mengetahui dampak dari proyek saja tetapi masih banyak kegunaan lain yang didapatkan. Secara ilmiah Duinker (1983) merumuskan kegunaan dari pemantuan adalah sebagai berikut: a. Untuk menguji pendugaan dampak, sehingga akan dapat lebih diketahui mengenai sistem dalam lingkungan dan di kemudian hari akan meningkatkan kemampuan dalam pendugaan. b. Untuk menguji efektifitas dari aktivitas atau teknologi yang digunakan untuk mengendalikan dampak negatif. c. Untuk mendapatkan tanda peringatan sedini mungkin mengenai perubahan lingkungan yang tidak dikehendaki sehingga perbaikan suatu tindakan dapat disempurnakan. d. Untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menunjang tuntutan-tuntutan ganti rugi.
c. Ruang Lingkup Pemantauan
Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juni 1986, yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, menyajikan ruang lingkup pemantauan sebagai berikut: a. Jenis dampak penting Uraian secara jelas tentang jenis dampak pengting maupun damapak lainnya yang akan dipantau, misalnya berupa pencemaran udara oleh SOx dan NOx akibat penggunaan bahan bakar minyak berkadar sulfur tinggi. b. Faktor lingkungan yang dipantau Uraian secara jelas tentang faktor lingkungan yang dipantau. Pemantauan faktor lingkungan ini dapat dilakukan terhadap sumber dampak lingkungan dan akibat yang ditimbulkan oleh dampak tersebut terhadap lingkungan. Misalnya, dalam hal pencemaran udara oleh SOx dan NOx pemantauan sumber dampaknya dapat dilakukan terhadap kandungan sulfur dan nitrogen dalam bahan bakar minyak tersebut. sedangkan pemantauan akibat dari dampak terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan mengukur kadar keasaman air dalam badan perairan sebagai akibat pencemaran SOx dan NOx. c. Tolok ukur dampak Uraian secara jelas tentan tolok ukur yang akan dipantau. Tolok ukur ini dapat meliputi aspek biogeofisik dan atau aspek sosial ekonomi dan aspek sosial budaya. Misalnya, tolok ukur aspek biogeofisik dari pencemaran oleh SOx dan NOx di udara dapat dipantau dengan mengukur kadar penurunan pH air
dalam badan perairan sebagai akibat terjadinya hujan asam. Sedangkan tolok ukur aspek sosial-ekonomi dan sosial-budaya dipantau melalui penurunan hasil penangkapan ikan oleh pengusaha akuakultur sebagai akibat terjadinya pencemaran hujan asam. d. Lokasi Uraian tentang lokasi yang tepat untuk memantau dampak dengan melampirkan peta berskala memadai yang memuat lokasi dan tapak pemantauan termasuk dimensi ruangnya. e. Periode pemantauan Uraian tentang kekerapan waktu pemantauan yang menyangkut saat pemantauan dilaksanakan dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk memantau suatu jenis dampak.
2.7 Teknik Penyusunan Dokumen Amdal
Setelah dilakukan analisis terhadap dampak lingkungan maka yang perlu dilakukan adalah penyusunan dokumenam dalam Suatu pembangunan usaha yang berkaitan dengan lingkungan haruslah terlebih dahulu dianalis mengenai dampakdampaknya. Amdal harus disusun setelah jelas lokasi usaha pembangunan atau kegiatan teknologi yang akan dilakukan. Agar amdal berjalan secara efektif maka harus dalam pengawasan dan telah mendapatkan perijinan terlebih dahulu. Setelah dilakukan analisis maka selanjutnya adalah penyusunan dokumen amdal.
a. Dokumen Studi AMDAL
Untuk mencapai keberhasilan dalam usaha pembangunan atau kegiatan pembangunan maka juga diperlukan pendekatan studi amdal. Studi amdal ini diperlukan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan amdal. Pendekatan studi amdal dapat dilaksanakan melalui pendekatan tunggal, terpadu, dan kegiatan dalam kawasan. Penyusunan Dokumen amdal terdiri dari beberapa rangkaian yaitu: 1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) 2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) 3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) 4. Dokumen Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) b. Kerangka Acuan Penyusunan Dokumen Amdal
Dokumen kerangka acuan merupakan salah satu bagian dari dokumen amdal yang paling awal. Dokumen kerangka acuan disusun berdasarkan ruang lingkup
studi analisis dampak lingkungan hidup, hasil kesepakatan Penyusun dan Komisi Penilai AMDAL. Terdapat peraturan tersendiri yang memuat ketentuan dan sistematika penyusunan dokumen amdal. Sistematika dokumen kerangka acuan tersebut secara umum terdiri dari bab Pendahuluan, Pelingkupan, Metode Studi, Daftar Pustaka, dan Lampiran. Bab Satu Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan dan manfaat, serta pelaksanaan studi. Bab dua Pelingkupan terdiri dari: 1. Deskripsi Rencana Kegiatan yang Akan Dikaji. Meliputi status studi amdal, kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang, komponen kegiatan penyebab dampak dan alternative, serta pengelolaan lingkungan yang direncanakan. 2. Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal. Meliputi :komponen lingkungan terkena dampak dan kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan. 3. Hasil Perlibatan Masyarakat 4. Dampak Penting Hipotetik Meliputi: identifikasi dampak potensial, evaluasi dampak penting potensial, pengelompokkan dan prioritas dampak penting hipotetik. 5. Wilayah Studi dan Batas Waktu kajian Meliputi : batas wilayah studi dan batas waktu kajian. Sitematika penyusunan dokumen amdal ini berdasarkan pada peraturan pemerintah namun sistematika tersebut bisa menyesuaikan dengan keadaan alias tidak kaku.
2.8 Efektivitas AMDAL dan Monitoring Lingkungan 2.8.1 Efektivitas AMDAL
Terkait efektivitas Arthur G.Gedein dkk dalam Mahmudi (2005, h.61) mengatakan bahwa “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan
tujuan, semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan semakain efektif organisasi, program atau kegiatan.” Nugroho (2012, h.709) menjelaskan
bahwa terdapat 5 tepat dalam mengukur implementasi kebijakan yang efektif, yaitu tepat kebijakannya, pelaksannya, target, lingkungan dan prosesnya. Sedangkan untuk mengukur efektivitas menurut Duncan dalam Steers (1985, h.53) dilakukan dengan melihat: pencapaian tujuan, baik kurun waktunya, target dan dasar hukumnya; integritas, yaitu pengukuran kemampuan organisasi dilihat dari prosedur dan proses sosialisasi di dalam dan luar organisasi; dan yang terkahir adaptasi, yaitu proses penyesuaian terhadap perubahan peningkatan kemampuan dan sarana prasarana. Dalam UU-PPLH pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi saat kini dan generasi masa depan. Menurut Mukhtasor (2008,h.214) diperlukan indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan berkelanjutan, yaitu tercukupinya kebutuhan SDA saat ini dan generasi mendatang, menjaga keharmonisan antara pembangunan dan lingkungan, pembangunan dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, adanya kesetaraan sosial yang menjamin
keberlanjutan moral, social dan fisik lingkungan, serta mengubah prilaku dan kebiasaan politik dengan meningkatkan partisipasi. 2.8.2 Monitoring Lingkungan
Soemarwoto (1983, h.42-46) menjelaskan bahwa manusia membutuhkan makhluk hidup lain dan lingkungannya untuk hidup, saling berinteraksi sehingga mempengaruhi dan dipengaruhi antar satu dan lainnya. Karena itu, menurut Taufiq (2011, h.24) diperlukan kebijakan lingkungan yang mempunyai sasaran untuk mengatur pengelolahan dan pemanfaatan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan
seiring dengan peningkatan kesejahteraan.
MenurutTaufiq (2011, h.) yang perlu diperhatikan dalam ranah kebijakan untuk keberlanjutan lingkungan yaitu: ditekankannya pengelolaan hutan, air, dan tanah dalam pengelolaan sumber alam, pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan, dan pembangunan SDM yang baik. Karena itu di dalam kebijakan lingkungan dibutuhkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sebagai usaha untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar dapat terpenuhi dengan baik (Soemarwoto, 1983, h.66). Keberhasilnnya dicerminkan berdasarkan kemampuan daerah/Negara dalam mengelola lingkungan. Mengubah sikap dan kelakuan terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen: pengaturan, pengawasan, ekonomi, dan persuasif (Supriadi, 2005, h.32-33) Masalah yang sering timbul biasanya adalah masalah pencemaran dan perusakan lingkungan. Pencemaran menurut Mukhtasor (2008, h.106) adalah masuknya bahan atau zat kedalam lingkungan baik itu pada tanah, air, maupun udara sehingga konsentrasi zatnya
mengganggu lingkungan. Menurut Erwin (2008, h.36) “Pada prinsipnya orang
yang melakukan pencemaran juga akan melakukan perusakan lingkungan dan sebaliknya.” Dalam pengendalian masalah lingkungan perlakuan setiap Negara
sangatlah berbeda, Mukhtasor membedakannya:
BAB III SIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah : 1. AMDAL itu sudah mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1986 karena berlakunya PP No. 29 Tahun 1986. 2. Tugas utama dari AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh aktifitas pembangunan yang ditawarkan agar menjadi bagian dari siklus alam. AMDAL merupakan salah satu alat pembangunan berkelanjutan sebagai sarana pengambilan keputusan di tingkat proyek. 3. Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. 4. Salah satu cara pendugaan dampak terhadap komponen lingkungan di udara menurut (Canter, 1977) adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi/pengenalan emisi gas atau debu yang dikeluarkan oleh beberapa aktivitas pembangunan yang direncanakan. 2. Penjelasan tentang kondisi udara saat sekarang yang merupakan rona lingkungan awal. 3. Penentuan dispersi patokan di udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi cerobong dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. 4. Pelajari data iklim yang terdiri dari curah hujan, kecepatan angin dan arah angin, radiasi matahari, kelembaban dan evapotranspirasi.
5. Penentuan adanya dampak yang timbul pada saat musim hujan dan musim kemarau. 5. Analisis dampak lingkungan bertujuan agar lingkungan dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, hasil akhir AMDAL haruslah berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan. RPL merupakan hasil dari studi Amdal. 6. Dalam hubungannya dengan Amdal, pemantauan adalah suatu proses pengukuran,
pencatatan,
analisis
dan
pelaporan
informasi
yang
berkesinambungan tentang dampak. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) harus dibuat setelah Amdal disetujui oleh instansi yang berwenang. 7. Penyusunan Dokumen amdal terdiri dari beberapa rangkaian yaitu: 1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) 2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL). 3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) 4. Dokumen Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) 8. Kerangka Acuan Penyusunan Dokumen Amdal. 1. Deskripsi Rencana Kegiatan yang Akan Dikaji. 2. Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal. 3. Hasil Perlibatan Masyarakat. 4. Dampak Penting Hipotetik. 5. Wilayah Studi dan Batas Waktu kajian.