18 " Page
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dan banyak aspek-aspek yang terbuka celahnya sehingga dapat menimbulkan penyelundupan yang tidak dapat teratasi. Selain itu, Pajak Penjualan mempunyai beberapa kelemahan lainnya seperti, mempunyai bermacam-macam tarif yang menyulitkan para Subjek dan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya, dan adanya pajak berganda. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Pajak Penjualan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Pemerintah pun menyadari akan kekurangan Pajak Penjualan tersebut, oleh karena itu diadakanlah revisi secara berkala pada Pajak Penjualan itu sendiri sehingga namanya dirubah menjadi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN sendiri memiliki beberapa forte (kelebihan) yang menutupi Pajak Penjualan pendahulunya tersebut. Di antaranya seperti, menghilangkan pajak berganda, menggunakan tarif tunggal, netral dalam persaingan dalam negeri, perdagangan internasional, pola konsumsi dan juga dapat mendorong ekspor. Oleh karena itu, sebagai akademisi yang bergerak di bidang Ekonomi yang suatu saat nanti, perlu untuk mempelajari materi perpajakan ini.
Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar pemungutan PPN dalam Objek, tarif dan perhitungan?
Apa saja persyaratan dan fungsi Faktur Pajak?
Bagaimana cara perhitungan PPN, dasar pengenaan PPnBM, dan penerapan tarif serta pelaporannya?
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Dasar PPN dan PPnBM
Seperti kita ketahui, PPN berasal dari Pajak Penjualan yang termodifikasi. Pada dasarnya terdapat 2 cara dalam pengambilan Pajak Penjualan, yaitu dengan cara Single Stage Levies dan Multi-Stage Levies. Pada Single Stage Levies, terdapat 3 tempat dimana pajak tersebut diambil. Yaitu pada pihak produsen atau pedagang besar/grosir, atau pada tingkat konsumen akhir. Akan tetapi, pada masing-masing tingkatan terdapat kelemahan-kelemahan yang memungkinkan untuk memberatkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Pada sistem yang kedua (Multi-Stage Levies) juga terbagi menjadi 2 sistem, yaitu Cumulative Cascade Systems dan Non Cumulative System (Value Added).
Pada Cumulative Cascade Systems pajak dipungut pada tingkat peredaran barang pada jalur produksi dan distribusi tanpa adanya penyesuaian (adjustment) terhadap pajak yang telah dibayar pada jalur sebelumnya. Pajak ini dipungut setiap kali ada pemindahan barang pada jalur berikutnya. Karena tidak ada kredit pajak, maka beban pajak menjadi berlipat ganda (kumulatif) melebihi tarif yang sebenarnya berlaku untuk peredaran barang tersebut. Sedangkan pada Non Cumulative System (Value Added) pajak hanya timbul karena adanya faktor produksi yang terpakai untuk menambah nilai barang tersebut seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. Jadi yang menyebabkan PPN (Value Added Tax) makin bertambah di setiap tingkatan penjualan adalah adanya unsur-unsur yang menambah nilai suatu barang yang mempunyai biaya tertentu yang labanya tersebut dapat diambil pajak darinya. Sehingga tidak terjadi perlipatan ganda biaya pajak karena pada dasarnya biaya produksi yang produsen keluarkan sudah dibayarkan ketika raw material tersebut dirubah menjadi produk siap pakai.
Sebelum kita mengetahui objek apa saja yang dapat dikenakan PPN dan PPnBM, maka kita seharusnya mengetahui beberapa aspek-aspek yang berkaitan dengan diambilnya pajak tersebut. Di antaranya seperti, Barang Kena Pajak (BKP), Jasa Kena Pajak (JKP), dan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Barang Kena Pajak (BKP)
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah:
Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
Hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio komunikasi;
Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti:
Minyak mentah (crude oil);
Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
Panas bumi;
Asbes, batu tulis, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonite, dolomit, feldspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti:
Beras;
Gabah;
Jagung;
Sagu;
Kedelai;
Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering; dan
Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya)
Jasa Kena Pajak (JKP)
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Dan dari jasa-jasa tersebut, dikeluarkanlah beberapa jenis jasa yang menurut Undang-Undang tidak termasuk JKP tersebut, di antaranya seperti:
Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
Jasa dokter hewan;
Jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dll;
Jasa kebidanan dan dukun bayi;
Jasa paramedis dan perawat;
Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, lab. kesehatan, dan sanatorium;
Jasa psikolog dam psikiater;
Jasa pengobatan alternative.
Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
Jasa pemadam kebakaran;
Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
Jasa lembaga rehabilitasi;
Jasa pemakaman atau rumah duka;
Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
Jasa keuangan, meliputi:
Jasa menghimpun dana dari masyarakat;
Jasa menempatkan, meminjam, dan meminjamkan dana kepada pihak lain;
Jasa pembiayaan;
Jasa penyaluran pinjaman atas hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
Jasa penjaminan
Jasa asuransi
Jasa di bidang keagamaan
Jasa pendidikan
Jasa kesenian dan hiburan
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
Jasa angkutan umum di darat, air dan udara yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
Jasa tenaga kerja
Jasa perhotelan
Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
Jasa penyediaan tempat parkir
Jasa telepon umum
Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
Jasa boga atau katering
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak:
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan untuk menjadi pengusaha kena pajak.
Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang mewah yang berutang .
Melaporkan penghitungan pajak.
Pengecualian kewajiaban pengusaha kena pajak
Pengusaha kecil
Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.
Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil:
Dilarang membuat faktur pajak.
Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN.
Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan.
Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan.
Penyerahan Barang Kena Pajak
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. Penyerahan barang kena pajak yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang;
Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud;
Penyerahan dilakukan dalam Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Impor BKP;
Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain;
Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Dengan pertimbangan bahwa:
Perlu keseimbangan pembebanan pajak Antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah
Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
Perlu untuk mengamankan Negara
Maka atas penyerahan BKP yang Tergolong Mewah oleh produsen atau impor BKP yang Tergolong Mewah, disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau
Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status;
PPnBM dikenakan atas:
Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
Impor BKP yang Tergolong Mewah.
PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPnBM hanya dikenakan 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang Tergolong Mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang Tergolong Mewah.
Tarif PPN dan PPnBM
Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN yang diterapkan sebesar 0% adalah sebagai berikut:
Ekspor BKP Berwujud
Ekspor BKP Tidak Berwujud
Ekspor JKP
Tarif PPnBM
Tarif PPnBM dapat diterapkan ke beberapa kelompok, yaitu tarif paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Atas ekspor barang Kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).PPnBM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi).
Mekanisme Pengenaan PPN
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada saat membeli JKP atau BKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Ini merupakan pembayaran pajak di muka (Pajak Masukan).
Pada saat menjual BKP atau JKP wajib memungut PPN (Pajak Pengeluaran). Ini sebagai bukti memungut PPN. Dan wajib membuat faktur.
Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai.
Apabila masa pajak lebih kecil daripada jumlah masukan maka dapat direstitusi. Dan apabila jumlah pajak pengeluaran lebih besar daripada pajak masukan selisihnya disetor ke kas negara.
Faktur Pajak
Bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP. Yang harus dibuat pada:
Akhir bulan penyerahan barang atau jasa kena pajak
Setiap penerimaaan termin sebagai tahap pekerjaan
Saat lain yang diatur berdasarkan peraturan menteri keuangan republik Indonesia
Fungsi Faktur Pajak:
Peran penting Faktur Pajak sangat berguna bagi PKP. Dengan adanya faktur pajak maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika tejadi kesalahan dalam mengisi faktur pajak, PKP dapat melakukan pembetulan faktur pajak tersebut. Jika tidak dilakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada saat auditor memeriksa pajak PKP.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
PKP "A" menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak "A".
Kemudian PKP "D" menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP "D" atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP "D" menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
PPnBM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP "D" dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP "D". Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP "X".
SAAT PELAPORAN PPN/ PPnBM
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Penjualan yang direstrukturisasi/dimodifikasi. Banyak kelebihan yang ditawarkan oleh PPN, salah satunya dapat menghapus kewajiban pajak berganda. Untuk barang yang dianggap mewah ada perlakuan khusus yang dinamakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Tarif untuk PPN sebesar 10 persen, sedangkan untuk PPnBM minimal 10 persen dan paling tinggi sebesar 200 persen.
PPN dan PPnBM diterapkan untuk menarik pendapatan dari masyarakat secara efektif dan efisien. Selain itu, keduanya diterapkan agar masyarakat tidak berjiwa konsumtif dalam setiap perniagaan yang dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Seri PPN dan PPnBM - Cara Menghitung PPN dan PPnBM", diakses dari http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-cara-menghitung-ppn-dan-ppnbm, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.22 WIB.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPN & PPnBM Seri - PPN", diakses dari http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.40 WIB.
Leandri, Alban, "Pengertian e-Faktur: Jenis, Fungsinya, dan Contoh Faktur Pajak", diakses dari https://www.online-pajak.com/id/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-pajak, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 22.25 WIB.
Mardiasmo, Perpajakan – Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: ANDI; 2016).
Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet, Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers; 2014).
Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers; 2014), 220-224.
Mardiasmo, Perpajakan – Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: ANDI; 2016), 333.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produk sendiri maupun bukan produk sendiri. Sedangkan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produk sendiri, seperti pemberian contoh barang kepada relasi atau pembeli.
Mardiasmo, Perpajakan, 349.
Alban Leandri, "Pengertian e-Faktur: Jenis, Fungsinya, dan Contoh Faktur Pajak", diakses dari https://www.online-pajak.com/id/pengertian-e-faktur-contoh-faktur-pajak, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 22.25 WIB.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Seri PPN dan PPnBM - Cara Menghitung PPN dan PPnBM", diakses dari http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-cara-menghitung-ppn-dan-ppnbm, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.22 WIB.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan, "Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPN & PPnBM Seri - PPN", diakses dari http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf, pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 23.40 WIB.