BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara satu pihak dengan
pihak yang lain dalam hal lapangan harta kekayaan. Ruang lingkup
perikatan adalah untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan
memberikan sesuatu. Adapun sumber perikatan yang tercantum dalam BW
dalam pasal 1234 adalah :
1. Perjanjian
2. Undang-Undang, dibagi lagi menjadi 2 yaitu :
a. Kerana perbuatan manusia, dibagi menjadi 2 :
- Perbuatan menurut hukum
- Perbuatan melawan hukum
b. Undang-Undang saja
Perikatan yang bersumber dari perjanjian salah satu jenisnya adalah
perjanjian innominat atau perjanjian tidak bernama dimana nama dan
pengaturannya tidak terdapat dalam BW. Latar belakang lahirnya
perjanjian innominat ini karena adanya asas yaitu kebebasan berkontrak
dari para pihak, jadi para pihak bebas untuk :
a. Membuat suatu perjanjian atau tidak
b. Menentukan dengan siapa mereka akan membuat perjanjian (para pihak)
c. Menentukan isi perjanjian
d. Menentukan bentuk perjanjian, apakah tertulis ataupun lisan
Perjanjian seperti ini dapat dikatakan lahir karena kebiasaan dari
masyarakat, sehingga tidak jarang masyarakat menyebutkan bahwa salah
satu sumber perikatan adalah dari kebaiasaan, selain dari perjanjian
dan undang-undang. Perjanjian ini merupakan jawaban atas perkembangan
masyarakat yang begitu pesat sehingga menuntut adanya suatu inovasi
ketika mereka melakukan hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian sewa beli dan dimana letak
pengaturannya?
2. Siapakah subjek dalam perjanjian sewa beli?
3. Apakah objek dalam perjanjian sewa beli?
4. Klausul apa saja yang terdapat dalam perjanjian sewa beli?
5. Kapan lahirnya suatu perjanjian sewa beli?
6. Kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli?
7. Bagaimanakah perbedaan perjanjian sewa beli dengan jual beli
angsuran, leasing, jual beli dan sewa menyewa?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud perjanjian sewa beli dan dasar
hukumnya.
2. Untuk mengetahui siapakah subjek dan apakah objek dalam perjanjian
sewa beli.
3. Untuk mengetahui perbedaan perjanjain sewa beli dengan jual beli
angsuran, leasing, jual beli, dan sewa menyewa.
4. Manfaat
1. Memperdalam materi tentang perikatan khususnya perjanjian innominat
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
2. Memperdalam materi tentang perjanjian sewa beli sebagai suatu
perkembangan dari perikatan yang dilaksanakan oleh masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
PERJANJIAN SEWA BELI
1. Definisi Perjanjian Sewa Beli
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata telah memberikan kebebasan pada setiap
orang untuk membuat perjanjian. Hal ini erat kaitannya dengan asas
kebebasan berkontrak dalam membuat suatu perjanjian.[1] Dari pasal
tersebut maka pada perkembangannya timbullah perjanjian-perjanjian
dalam masyarakat yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Seperti perjanjian
Sewa Beli atau dikenal dengan istilah HUURKOOP.
Perjanjian sewa beli ini adalah jenis perjanjian tidak bernama
(innominaat) yang dalam Pasal 1319 KUHPerdata telah diberikan landasan
yuridis mengenai adanya perjanjian tidak bernama. Selain itu Perjanjian
sewa beli yang merupakan perjanjian innominaat ini haruslah tunduk pada
ketentuan umum KUHPerdata seperti dalam pasal 1337 KUHPerdata yang
memberikan batasan bahwasanya segala bentuk perjanjian diperbolehkan
apabila tidak dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Pengaturan mengenai Perjanjian sewa beli ini terdapat dalam Pasal
1 Surat Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980
yang menyebutkan bahwa sewa beli (Hire Purchase) merupakan sewa beli
barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara
memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai
pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan diikat
dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru
beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlahnya harganya dibayar
lunas oleh pembeli kepada penjual.[2]
Menurut Subekti, sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-
tidaknya sewa beli lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa,
meskipun ia merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa
menyewa. sedangkan menurut Sri Soedewi Masychoen Sofwan, HIRE PUCHASE
(HUUR KOOP), ialah lembaga jaminan yang banyak terjadi dalam praktek di
indonesia namun sampai kini belum terdapat pengaturannya dalam undang-
undang. Perjanjian sewa beli adalah perjanjian dimana hak tersebut akan
berakhir pada pembeli sewa jika harga barang tersebut sudah dibayar
lunas.[3]
Menurut Wirjono Prodjodikoro sewa beli adalah pokoknya persetujuan
di namakan sewa menyewa barang dengan akibat bahwa si penerima tidak
menjadi pemilik, melainkan pemakai belaka, baru kalau uang sewa telah
dibayar, berjumlah sama dengan harga pembelian, si penyewa beralih
menjadi pembeli yaitu barangnya menjadi miliknya.[4]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perjanjian sewa beli merupakan
perjanjian campuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Akan
tetapi perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah pada bentuk
perjanjian jual beli karena peralihan hak milik adalah hal yang menjadi
pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang,
bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang.
2. Subjek Perjanjian Sewa Beli
Terdapat beberapa ahli yang menyebutnya dengan penjual dan pembeli
atau penyewa. Menurut Subekti, pihak pembeli menjadi penyewa terlebih
dahulu dari barang yang ingin dibelinya. Adapun kewajiban dari para
pihak, yaitu sebagai berikut :
a. Hak penjual :
1. Meminta dan menerima harga pembayaran atas angsuran objek yang
disewabelikan.
2. Menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak
penyewa beli tidak membayar uang angsuran.
3. Menarik kembali objek dari pihak penyewa beli, bilamana ia
memindahtangankan kepada pihak ketiga atau menunggak membayar
angsuran.
b. Kewajiban penjual :
1. Menyerahkan objek perjanjian kepada penyewa beli.
2. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar
dapat dipakai sebagaimana mestinya.
3. Menyerahkan hak milik sepenuhnya kepada pihak penyewa beli
apabila pembayaran harga objek yang disewabelikan telah lunas.
Selanjutnya hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau pembeli sewa atau
lazim disebut pihak kedua.
a. Hak pembeli :
1. Mendapatkan barang yang disewabelinya dari pihak penjual beli
walaupun hak milik objek tersebut belum berpindah kepada pihak
pembeli sewa sampai harga objek tersebut di bayar lunas.
2. Menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang
tersembunyi dari barang yang disewabelinya.
3. Memperoleh hak milik sepenuhnya atas objek yang disewabelinya
apabila pembayaran harga objek tersebut telah lunas sesuai yang
diperjanjikan.
b. Kewajiban pembeli :
1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran
lunas, sesuai yang ditentukan dalam perjanjian.
2. Memelihara objek yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak
rumah tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam
bentuk apapun sebelum angsuran dilunasi.
3. Objek Perjanjian Sewa Beli
Barang-barang yang boleh disewa belikan (hire purchase) adalah semua
barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan teknis,
baik berasal dari hasil produksi sendiri ataupun hasil
produksi/perakitan (assembling) lainnya di dalam negeri, kecuali
apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan untuk itu. Contohnya :
motor, mobil, dll.[5]
4. Klausul dalam Perjanjian Sewa Beli
a. Klausula Eksonerasi
Klausula eksonerasi adalah klausula yang berisi pembatasan
pertanggungjawaban dari kreditur. Klausula ini bertujuan untuk
membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap
gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak
dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam
perjanjian tersebut.
Klausula eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian baku pada
umumnya terlihat pada ciri-ciri yang ada yaitu adanya pembatalan
tanggung jawab atau kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk
membayar ganti rugi kepada debitur. Badrulzaman mengemukakan ciri-
ciri klausula eksonerasi sebagai berikut :
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang relatif
lebih kuat dari debitur.
2. Debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian.
3. Bentuknya tertulis.
4. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.[6]
Ciri khas dari pranata sewa beli yaitu perjanjian bentuk
tertulis, meskipun bentuk tertulis bukanlah syarat untuk sahnya
suatu perjanjian sewa beli. Dari bentuk tertulis ini timbul
perjanjian-perjanjian yang bentuk maupun isinya telah dibuat oleh
salah satu pihak. Biasanya pembuat perjanjian baku ini adalah pelaku
usaha/kreditur/penjual yang umumnya mempunyai posisi tawar yang
lebih kuat.
Kreditur menyodorkan bentuk perjanjian yang berwujud blanko
atau formulir dengan klausul-klausul yang sudah ada, kecuali
mengenai harga, cara pembayaran, jangka waktu, jenis barang, jumlah
serta macamnya. Klausul-kalusul tersebut ada yang berisi pembebasan
atau pembatasan tanggung jawab dari pihak yang membuat perjanjian,
dalam hal ini pelaku usaha yang ditujukan untuk melindungi
kepentingan pihaknya dari resiko yang mungkin dihadapinya, yang
disebut klausula eksonerasi.
Klausula eksonerasi yang muncul dalam perjanjian sewa beli
misalnya klausula yang menyatakan bahwa kreditur tidak bertanggung
jawab atas segala kerusakan dan kehilangan. Klausula tersebut
membatasi tanggung jawab pelaku usaha/kreditur untuk membayar ganti
rugi kepada konsumen/debitur.[7]
b. Klausul Risiko
Berpedoman pada perkara yang pernah di tangani oleh Pengadilan
Negeri Surabaya, menurut Subekti, risiko musnahnya barang dalam
perjanjian sewa beli ada pada pemilik barang karena selama biaya
angsuran belum dibayar secara lunas, hak milik belum berpindah
kepada si penyewa beli.
Namun dalam praktek lazim diperjanjikan bahwa peralihan risiko
ada pada si penyewa beli karena di penyewa beli dianggap wajib
menjaga barang yang di sewa belinya sampai adanya suatu pelunasan
pembayaran atas barang tersebut dan hak milik masih barada pada si
pemilik barang walaupun penguasaannya ada pada si penyewa beli.
Apabila risiko terdapat pada pembeli, maka hal ini akan memberikan
jaminan kepada pihak penjual dimana pihak pembeli tidak akan sesuka
hati memperlakukan barang yang berada dalam kekuasannya tersebut.[8]
c. Klausul Penundaan Peralihan Hak Milik
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hak milik beralih
kepada penyewa beli bila ia telah memenuhi semua kewajibannya
berdasarkan persetujuan pembelian (uit hoofde van de
koopovereenkomst).
Saat peralihan hak milik dapat di sepakati antara kedua belah
pihak, dan dalam praktek hak milik berakhir setelah pembayaran
angsuran telah lunas.
Penyerahan barang biasanya di lakukan dengan suatu pernyataan
saja, karena barangnya sudah berada di dalam kekuasaan si pembeli
dalam kedudukannya sebagai penyewa cara penyerahan ini di namakan
traditio brevimanu (penyerahan dengan tangan pendek).
d. Klausul Larangan Memindahtangankan Objek Perjanjian
Dikarenakan sewa beli mensyaratkan bahwa pembayaran secara
angsuran dan selama proses angsuran hak milik masih ada pada pemilik
barang sampai angsuran tersebut lunas, barulah hak milik berpindah
pada di pembeli. Maka, dapat disimpulkan bahwa selama proses
angsuran barang tersebut, pembeli tidak dapat memindahtangankan
barang atau objek perjanjian. Apabila penyewa beli memindahtangankan
barang atau objek perjanjian selama masa angsuran, maka dapat
dikatakan sebagai penggelapan yang ketentuannya terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372.
e. Klausul Penarikan Objek Perjanjian oleh Pihak Penjual
Hire-purchase Act 1965 memberikan ketentuan untuk melindungi
pihak yang lemah dalam hal ini si "penyewa beli" terhadap penyalah
gunaan kekuasaan si pemilik barang,. Larangan bagi pemilik barang
untuk mengambil kembali barangnya begitu saja kalau si penyewa
menunggak pembayarannya, apabila sudah lebih dari sepertiga harga
telah diangsur maka penuntutan pengembalian objek harus melalui
perantara Hakim.[9]
5. Lahirnya Perjanjian Sewa Beli
Kapan terjadinya perjanjian sewa beli ini tidak ditentukan dengan
tegas. Namun apabila melihat dari pasal 1320 KUH Perdata, saat
terjadinya perjanjian sewa beli ini adalah pada saat terjadinya
persamaan kehendak atau kata sepakat antara penjual dan pembeli atau
penyewa. Dari sisi perjanjian formal terjadinya perjanjian sewa beli
adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian sewa beli oleh para
pihak. Jadi, tetap mengacu pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata
tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu :
1. Sepakat
2. Cakap
3. Objek Tertentu
4. Kausa Halal[10]
Sejak terjadinya perjanjian tersebut maka timbulah hak dan
kewajiban dari para pihak, hak penjual adalah menerima uang pokok
beserta angsuran setiap bulannya dari pembeli atau penyewa sedangkan
kewajiban penjual adalah menyerahkan obyek sewa beli. Hak pembeli atau
penyewa adalah menerima barang yang disewabelikan setelah pelunasan
terakhir sedangkan kewajiban pembeli adalah membayar uang pokok, uang
angsuran setiap bulannya dan merawat barang yang disewabelikan
tersebut.
6. Berakhirnya Perjanjian Sewa Beli
1. Pembayaran objek yang disewabelikan telah lunas sesuai yang telah
diperjanjikan.
2. Meninggalnya pembeli sewa namun tidak ada ahli waris yang
melanjutkan.
3. Pembeli sewa jatuh pailit.
4. Dilakukan perampasan oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lain,
hal ini terjadi karena pembeli sewa telah mengalihkan obyek sewa
beli kepada pihak lain.
5. Pihak kedua wanprestasi.
6. Adanya putusan pengadilan[11]
7. Perbedaan Perjanjian Sewa Beli dengan Perjanjian Jual Beli Angsuran;
Leasing; Jual Beli; dan Sewa Menyewa
a. Perbedaan sewa beli dengan jual beli angsuran
"Perjanjian Sewa-Beli "Perjanjian Jual-Beli Angsuran "
"Sewa beli (Hire Purchase) adalah "Jual beli dengan angsuran adalah "
"jual beli barang dimana penjual "jual beli barang dimana penjual "
"melaksanakan penjualan barang "melaksanakan penjualan barang "
"dengan cara memperhitungkan "dengan cara menerima pelunasan "
"setiap pembayaran yang dilakukan "pembayaran yang dilakukan oleh "
"oleh pembeli dengan pelunasan "pembeli dalam beberapa kali "
"atas harga barang yang telah "angsuran atas harga barang yang "
"disepakati bersama dan yang "telah disepakati bersama dan yang"
"diikat dalam suatu perjanjian, "diikat dalam suatu perjanjian, "
"serta hak milik atas barang "serta hak milik atas barang "
"tersebut baru beralih dari "tersebut beralih dari penjual "
"penjual kepada pembeli setelah "kepada pembeli pada saat "
"jumlah harganya dibayar lunas "barangnya diserahkan oleh penjual"
"oleh pembeli kepada penjual; "kepada pembeli; "
"Penyerahan barang pada perjanjian"Penyerahan barang telah "
"beli sewa tidak menimbulkan "menimbulkan perpindahan hak milik"
"peralihan hak milik. Hak milik "atas barang kepada pembeli "
"baru berpindah pada waktu "walaupun uang pembayarannya belum"
"dibayarnya angsuran yang "lunas. "
"terakhir. " "
"Selama pembayaran harga barang "Karena hak milik telah berpindah "
"belum di lunasi maka pembeli di "kepada pembeli sejak di "
"larang untuk menjual atau "lakukannya perjanjian jual beli "
"mengalihkan hak atas barangnya "yang disertai dengan penyerahan "
"kepada orang lain. Hal ini "barang maka pembeli bebas "
"merupakan jaminan bahwa barang "melakukan perbuatan hukum apapun "
"tidak akan hilang atau rusak "atas barang tersebut. Apabila "
"selama di kuasai pembeli. "sebelum angsuran lunas barang "
"Seandainya pembeli tidak "tersebut telah berpindah tangan "
"bertanggung jawab sebagaimana "atau musnah atau rusak, maka "
"mestinya atas barang tersebut, "pembeli hanya dapat dituntut "
"maka pembeli dapat di anggap "untuk melunasi sisa hutangnya "
"telah melakukan tindak pidana "yang berkaitan dengan sisa "
"penggelapan sebagaimana di atur "pembayaran sesuai dengan tanggung"
"dalam Pasal 372 KUHP. "jawabnya. "
"Merupakan hasil perpaduan dari "Merupakan bentuk khusus dari "
"jual-beli dengan sewa menyewa. "perjanjian jual beli biasa. "
"Hal ini dapat disimpulkan dari " "
"penggunaan kata "sewa" dan " "
""beli". " "
b. Perbedaan sewa beli dengan leasing
"Perjanjian Sewa-Beli "Leasing "
"Diatur dalam Keputusan Menteri "Diatur dalam SKB Menkeu Nomor "
"Perdagangan dan Koperasi Nomor "122/MK/2/1974, Menperin Nomor "
"34/KP/II/80 tentang Perizinan "32/M/SK/1974, Mendag Nomor 30/ "
"kegiatan usaha sewa beli (hire "Kpb/1974 tentang Perijinan Usaha "
"purchase), Jual beli dengan "Leasing "
"angsuran, dan sewa (renting) " "
"Harga barang yang dijual sudah "Harga barang baru muncul setelah "
"ada sejak awal perikatan. "debitur memilih utk membeli. "
"Peralihan hak milik pasti terjadi"Peralihan hak milik terjadi jika "
"setelah berakhir masa sewa "lease mempergunakan hak opsi : hak"
" "untuk memilih apa ingin memiliki "
" "barang tersebut atau tidak. "
"Terdiri dari dua pihak : "Terdiri tiga pihak : "
"Pihak penjual atau yang "Lesse "
"menyewakan "Lessor "
"Pihak pembeli atau penyewa "Supplier "
a. Perbedaan sewa beli dengan jual beli dan sewa menyewa
"Sewa-Beli "Jual-Beli "Sewa-Menyewa "
"Suatu perjanjian "Suatu perjanjian dimana "Suatu perjanjian dengan "
"sewa-menyewa "pihak yang satu "mana pihak yang satu "
"dengan hak opsi "(penjual) berjanji untuk"(yang menyewakan) "
"dari si penyewa "menyerahkan hak milik "mengikatkan dirinya "
"untuk membeli "atas suatu barang, "untuk memberikan kepada "
"barang yang "sedang pihak yang "pihak yang lainnya "
"disewanya.[12] "lainnya (pembeli) "(penyewa) kenikmatan "
" "berjanji membayar harga "dari suatu barang, "
" "yang terdiri atas "selama suatu waktu "
" "sejumlah uang sebagai "tertentu dan dengan "
" "imbalan dari perolehan "pembayaran suatu harga "
" "hak milik tersebut.[13] "oleh pihak yang tersebut"
" " "terakhir itu disanggupi "
" " "pembayarannya.[14] "
"Selama harga belum"Barang yang diserahkan "Barang yang diserahkan "
"dibayar lunas, "untuk dimiliki. "tidak untuk dimiliki, "
"barang yang " "tetapi hanya untuk "
"diserahkan hanya " "dipakai, dinikmati "
"untuk dipakai, " "kegunaannya.[15] "
"dinikmati, hal ini" " "
"berlaku sampai " " "
"dibayarnya " " "
"angsuran yang " " "
"terakhir. " " "
"Penyerahan hak "Penyerahan bersifat "Penyerahan bersifat "
"milik baru akan "menyerahkan hak milik, "menyerahkan kekuasaan "
"dilakukan pada "dengan demikian maka si "belaka atas barang yang "
"waktu dibayarnya "pembeli seketika sudah "disewa, dengan demikian "
"angsuran yang "menjadi pemilik mutlak, "tidak terdapat peralihan"
"terakhir.[16] "walaupun pembayarannya "hak milik.[18] "
"Harus kita bedakan"dengan menggunakan " "
"dari jual-beli "cicilan.[17] " "
"dengan cicilan. " " "
"Dalam menetapkan "Selama belum dilever, "Kerugian akibat "
"siapa yang memikul"mengenai barang dari "musnahnya barang yang "
"risiko atas barang"macam apa saja, "dipersewakan dipikul "
"diambil sebagai "risikonya masih harus "sepenuhnya oleh pihak "
"pedoman bahwa pada"dipikul oleh penjual, "yang menyewakan.[21] "
"asasnya risiko itu"yang merupakan pemilik " "
"dipikul oleh "sampai pada saat barang " "
"pemilik barang, "itu secara yuridis " "
"yang dalam hal ini"diserahkan kepada " "
"adalah pihak "pembeli.[20] " "
"penjual " " "
"(berdasarkan " " "
"keputusan " " "
"Pengadilan Negeri " " "
"Surabaya tanggal 5" " "
"februari 1951). " " "
"Namun dalam " " "
"praktik lazim di " " "
"perjanjikan bahwa " " "
"risko itu dipikul " " "
"oleh si " " "
"penyewa-beli.[19] " " "
"Larangan bagi "Diterbitkan dari suatu "Seorang yang sudah "
"pemilik barang "janji dimana si penjual "menyewakan barangnya "
"untuk mengambil "diberikan hak untuk "misalnya untuk 5 tahun, "
"kembali barangnya "mengambil kembali "tidak boleh menghentikan"
"begitu saja kalau "barangnya yang telah "sewanya kalau waktu "
"si penyewa-beli "dijual, dengan "tersebut belum habis, "
"menunggak "mengembalikan harga "dengan dalih bahwa ia "
"pembaya-ran, "pembelian yang telah "ingin memakai sendiri "
"apabila sudah "diterima-nya, disertai "barang yang disewakan "
"lebih dari "semua biaya yang "itu. Tetapi kalau ia "
"sepertiga harga "dikeluarkan (si pembeli)"menyewakan barangnya "
"telah diangsur, "untuk menyelengga-rakan "tanpa ditetapkannya "
"penun-tutan "pembelian serta "suatu waktu tertentu, "
"kembali itu harus "penyera-hannya, begitu "sudah barang tentu ia "
"lewat Hakim, "pula biaya-biaya yang "berhak meng-hentikan "
"sedangkan si "perlu untuk "sewa itu setiap waktu "
"penyewa-beli "pembetulan-pembetulan "asal ia mengindahkan "
"selalu boleh "dan "cara-cara dan jangka "
"mengakhiri "pengeluaran-pengeluaran "waktu yang diperlukan "
"per-janjian tanpa "yang menyebabkan barang "untuk pemberitahuan "
"suatu ancaman "yang dijual bertambah "peng-akhiran sewa "
"untuk mem-berikan "harganya.[23] "menurut kebiasaan "
"ganti keru-gian, " "setempat.[24] "
"dan lain-lain.[22]" " "
CONTOH KASUS
Putusan No 2941 K/Pdt/1999 mengenai PERJANJIAN SEWA BELI
PT. UNITED TRACTORS dan Ny. Marina Situmorang melakukan perjanjian
sewa beli Bulldozer, merk Komatzu sebanyak 2 (dua) unit pada tanggal 26
September 1995 dengan harga keduanya ditambah dengan PPN 10% sejumlah
Rp 1.004.602.454.
Pembayaran dilakukan dengan membayar uang muka terlebih dahulu
sebesar Rp 9.825.000 sedang sisanya sebesar Rp 994.777.454 akan
diangsur dalam 18 bulan. Kemudian dalam pasal 4 ayat 1 perjanjian sewa
beli disebut "Pemillik akan menyerahkan Bulldozer yang disewa kepada
penyewa dalam keadaan siap pakai dst..."
Akan tetapi pada kenyataan Bulldozer yang diserahkan kepada Ny.
Marina Situmorang tidak dilengkapi dengan alat penarik atau disebut
namanya WINS, atas ketidaklengkapan Bulldozer tersebut PT. UNITED
TRACTORS akan segera mengirimnya kelokasi proyek Ny. Marina Situmorang.
Setelah Bulldozer tersebut dikirim di lokasi proyek ke 2 (dua) unit
Bulldozer tersebut tidak bisa dioperasikan langsung oleh Ny. Marina S
karena tidak ada alat penariknya, beberapa hari kemudian alat penarik
tersebut baru dikirim. Akan tetapi setelah beberapa hari dioperasikan
salah satu Bulldozer mengalami kerusakan. Dari rentetan menunggu
Bulldozer terlengkapi alat penarik sehingga dapat dioperasikan hingga
kerusakan setelah beberapa alat tersebut dioperasikan, Ny. Marina
mengalami kerugian yang membuat dirinya tak mampu mengangsur Bulldozer
sesuai perjanjian.
Sebelumnya hal ini telah diberitahukan oleh Ny marina kepadda PT.
UNITED TRACTORS akan tetapi tidak dihiraukan yang kemudian
mengakibatkan penarikan Bulldozer oleh PT. UNITED TRACTORS. Dari
kejadian inilah Ny. Marina mengajukan gugatannya kepada PT. UNITED
TRACTORS mengenai perbuatan melanggar hukum sesuai pasal 1365
KUHPerdata dan Putusan MA RI No. 935 K/PDT/1985.
Dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi, maka menyelesaikan
sengketa jika timbul wanprestasi yaitu :[25]
1. Musyawarah
Penciptaan hak dan kewajiban terhadap pembeli sewa dan
penyewa beli tidak selamanya dapat diwujudkan dengan lancer tanpa
kendala sampai selesai. Sering sekali timbul sengketa antara
kreditur dan debitur sebagai akibat wanprestasi atau perbuatan
yang melawan hukum.
Wanprestasi dapat terjadi apabila salah satu pihak, lazimnya
debitur tidak melakukan prestasi-prestasi yang tercantum dpada
lembaran-lembaran akta perjanjian. Kewajiban utama ialah membayar
angsuran dengan jumlah tertentu dan tepat waktunya. Akibat
hukumdilalaikannya kewajiban tersebut disertai dengan berbagai
alasan yang dapat dijadikan dasar pembenar bagi debitur, maka
kreditur dapat menerima / menolaknya. Akibat wanprestasi debitur
(misalnya tidak membayar angsuran), maka kreditur dapat melakukan
teguran yaitu dengan mengirimkan surat teguran / surat peringatan
dapa debitur.
Dalam penyelesaian sengketa antara penjual sewa dan pembeli
sewa, baik karena wanprestasi / perbuatan melanggar hukum,
ternyata mendeskripsikan bahwa masing-masing pihak mempunyai hak
dan kewajiban, sehingga saling ingin memenuhi kepentingannya
dengan menekan kerugian yang sekecil-kecilnya, cara musyawarah
untuk mencapai mufakat merupakan pilihan utama untuk ditempuh
terlebih dahulu oleh para pihak.
2. Jalur Hukum
Klausul-klausul perjanjian yang dibuat para pihak, yaitu
kreditur dan debitur sewa beli merupakan undang-undang bagi
mereka, sehingga harus mematuhinya. Dalam hal ini perjanjian yang
berlaku sebagai hukum tersebut, memberikan ancaman sanksi yang
dibuat oleh mereka sendiri.Biasanya barubenar dilaksanakan, jika
sudah terbentang jalan buntu untuk berdamai. Dalam perjanjiansewa
beli kendaraan bermotor telah ditentukan bahwa tentang perjanjian
sewa belidansegala akibat hukumnya,para pihak memilih domisili
(tempat kediaman hukum) di kantor panitera Pengadilan Negeri yang
ditunjuk. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa para pihak telah
menunjuk pengadilan sebagai pemutus sengketa,apabila terjadi
perselisihan di antara mereka.
Kreditur dan debitur lebih cenderung menghindari jalur hukum
ke pengadilan, jika tidak terpaksa. Alasan utamanya adalah masalah
biaya, waktu dan tenaga. Apabila memang terpaksa ditempuh jalan
mengajukan gugatan ke pengadilan, baik secara perdata atau pidana
maka cara ini merupakan pilihan terakhir.
Lembaga peradilan tidak akan pernah menangani sengketa
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, jika para pihak cenderung
menyelesaikan perselisihan dengan cara musyawarah. Dapat pula
kondisi ini akan terjadi sebaliknya, apabila kesadaran hukum untuk
berperkara telah demikian menebal diantara para pihak dalam
perjanjian sewa beli tersebut, sehingga akan semakin menumpuk pula
berkas perkara perjanjian sewa beli di pengadilan. Dengan demikian
semakin banyak pula yurispridensi sewa beli, khususnya yang
menyangkut kendaraan bermotor tercipta melalui peradilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian campuran antara
perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Akan tetapi perjanjian sewa beli
lebih cenderung mengarah pada bentuk perjanjian jual beli karena
peralihan hak milik adalah hal yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan
sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau
menjadi penyewa barang. Hal yang menjadi penting dalam Perjanjian Sewa
Beli adalah mengenai klausulnya seperti Klausula Eksonerasi, Klausul
Risiko, Klausul Penundaan Peralihan Hak Milik, Klausul Larangan
Memindahtangankan Objek Perjanjian, dan Klausul Penarikan Objek
Perjanjian oleh Pihak Penjual.
Risiko musnahnya barang dalam perjanjian sewa beli ada pada
pemilik barang karena selama biaya angsuran belum dibayar secara lunas,
hak milik belum berpindah kepada si penyewa beli. Namun dalam praktek
lazim diperjanjikan bahwa peralihan risiko ada pada si penyewa beli
karena di penyewa beli dianggap wajib menjaga barang yang di sewa
belinya sampai adanya suatu pelunasan pembayaran atas barang tersebut
dan hak milik masih barada pada si pemilik barang walaupun
penguasaannya ada pada si penyewa beli. Apabila risiko terdapat pada
pembeli, maka hal ini akan memberikan jaminan kepada pihak penjual
dimana pihak pembeli tidak akan sesuka hati memperlakukan barang yang
berada dalam kekuasannya tersebut.
3.2 Saran
Hal ini menurut kelompok kami perlu adanya pengaturan tegas
mengenai risiko tersebut. Karena apabila dilihat dari segi hak milik,
objek pada perjanjian sewa beli baru berpindah setelah angsuran sesuai
perjanjian telah dilunasi. Dari hak milik ini dapat disimpulkan bahwa
risiko seharusnya ditanggung oleh penjual bukan oleh pihak penyewa
beli.
Kelompok kami merasa bahwa perjanjian sewa beli dirasa menguntungkan
bagi kedua belah pihak. Dimana bagi pihak penjual, ia dapat menjual
barangnya dan mendapatkan pembeli yang jumlahnya lebih banyak juga
penjual lebih merasa aman karena selama harga barang belum dilunasi,
maka hak milik belum berpindah kepada pembeli. Bagi pihak pembeli, ia
dapat menikmati manfaat dari barang tersebut dan dapat menjadi pemilik
barang tersebut ketika ia telah membayar uang angsuran seharga barang
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain
yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan
Horizontal. Bandung : Citra Aditya Bakti
Fery Anggryawan, Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Dealer Mamak Motor Sampang,
Surabaya: Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional, 2011,
http://eprints.upnjatim.ac.id/2840/1/file1.pdf, diakses tanggal
04/05/2014 pukul 10.15
Heru Guntoro, Aspek Hukum Perjanjian sewa Beli Kendaraan Bermotor,
Banyuwangi: Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, 2010,
http://untag-banyuwangi.ac.id/attachments/artic
le/366/ASPEK%20HUKUM%20PERJANJIAN%20SEWA%20BELI%20KENDARAAN%20BERMOTOR.p
df diakses pada tanggal 04/05/2014 pukul 19.39
Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang
Perizinan kegiatan usaha sewa beli (hire purchase), Jual beli dengan
angsuran, dan sewa (renting)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)
Maria Darus Badrulzaman. 1980. Perjanjian Baku (Standard) Perkembangan di
Indonesia. Medan : Universitas Sumatera Utara.
R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
R. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Bandung : Alumni
Subekti. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa
Supramono, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis.
Jakarta : Djambatan
Tesis tentang Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Sewa
Beli Kendaraan Bermotor Di surakarta oleh Ary Primadyanta, SH,
Universitas Diponegoro
-----------------------
[1] Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata," Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Sehingga
perjanjian tersebut mengikat para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan
kewajiban di antara pihak-pihak tersebut.
[2]Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi
No.34/KP/II/1980 tentang Perizinan kegiatan usaha sewa beli (hire
purchase), Jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting)
[3]Fery Anggryawan, Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Dealer Mamak Motor Sampang,
Surabaya: Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional, 2011, hal 13
http://eprints.upnjatim.ac.id/2840/1/file1.pdf, diakses tanggal04/05/2014
pukul 10.15
[4] Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda
Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan
Horizontal. Bandung : Citra Aditya Bakti
[5] Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang
Perizinan kegiatan usaha sewa beli (hire purchase), Jual beli dengan
angsuran, dan sewa (renting)
[6] Maria Darus Badrulzaman. 1980. Perjanjian Baku (Standard) Perkembangan
di Indonesia. Hal. 50
[7] Tesis tentang Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian
Sewa Beli Kendaraan Bermotor
Di surakarta oleh Ary Primadyanta, SH Universitas Diponegoro
[8] R. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Bandung : Alumni. Hal. 53-54
[9] Ibid. Hal. 55
[10] Subekti. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa. Hal.
134
[11] Supramono, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis.
Jakarta : Djambatan, hal. 92.
[12] R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Hal. 52
[13] Ibid, hlm. 1.
[14] Ibid, hlm. 39.
[15] Ibid, hlm. 40.
[16] Ibid, hlm. 52-53.
[17] Ibid, hlm. 55.
[18] Ibid, hlm. 40.
[19] Ibid, hlm. 54.
[20] Ibid, hlm. 28.
[21] Ibid, hlm. 44.
[22] Ibid, hlm. 55.
[23] Ibid, hlm. 28.
[24] Ibid, hlm. 41.
[25] Heru Guntoro, Aspek Hukum Perjanjian sewa Beli Kendaraan Bermotor, hal
10-11 http://untag-
banyuwangi.ac.id/attachments/article/366/ASPEK%20HUKUM%20PERJANJIAN%20SEWA%2
0BELI%20KENDARAAN%20BERMOTOR.pdf diakses pada tanggal 04/05/2014 pukul
19.39