BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan dan memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitative untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk yang melahirkan (World Health Organization). UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan rumah sakit juga diatur diat ur dalam kode etik rumah sakit, dimana kewajiban rumah sakit terhadap karyawan, pasien dan masyarakat diatur. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf f dalamUU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu antara
lain
dengan
memberikan
fasilitas
pelayanan
pasien
tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa berakibat dijatuhkannya sanksi kepada Rumah Sakit tersebut, termasuk sanksi pencabutan izin. Selain itu, dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 44/2009, pemerintah dan pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, secara umum penyanderaan pasien oleh Rumah Sakit tidak bisa dikategorikan sebagai penahanan (perampasan kemerdekaan) ataupun pelanggaran HAM. Meski demikian, Anda dapat saja melaporkan kepada polisi jika ada indikasi penyanderaan tersebut telah merampas kemerdekaan si pasien.
1
Meskipun sudah banyak aturan dan anjuran agar fasilitas kesehatan mendahulukan pertolongan kepada pasien, namun penolakan layanan kepada pasien dengan alasan ekonomi masih kerap terjadi. Telah dijelaskan pula dalam undang-undang bahwa rumah sakit memiliki fungsi sosial yang tidak dapat dilepaskan dengan fungsi rumah sakit lainnya. la innya. Alasan klasik yang sering di utarakan rumah sakit adalah masalah biaya operasional rumah sakit. Inilah salah satu dilema yang dihadapi rumah sakit dalam melakukan layanan kesehatan bagi warga tidak mampu. Jika melayani warga yang tak mampu membayar, tentu rumah sakit akan kehilangan penghasilan. Dan, ini akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan operasional RS itu sendiri. Ini merupakan dilema yang berat bagi rumah sakit. Contoh kasus yang terjadi di Kota Makassar sebagaimana yang di muat dalam Tempo.co pada tanggal 23 juni 2013 sebagai berikut: Revan merupakan anak pasangan Andi Amir dan Nirmawanti. Pada Ahad, 23 Juni 2013, Revan didera muntah dan air besar terus-menerus hingga Andi membawa Revan ke Rumah Sakit Umum Daerah Daya. "Sempat dirawat di sana beberapa jam, tapi kondisinya terus memburuk dan kritis," kata Andi. Karena kondisinya terus menurun, bayi Revan pun dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat dr Wahidin Sudirohusodo dengan mobil ambulans dari RSUD Daya. Di sana bayi Revan ditolak. Alasannya, kamar perawatan penuh. "Saya berikan kartu Jamkesda, kartu keluarga, dan KTP agar Revan dirawat sebagai pasien keluarga miskin," kata Nirmawanti. "Tapi, satu jam kemudian, petugas rumah sakit bilang ruangan sudah penuh. Revan diminta cari rumah sakit lain." Revan dibawa ke RS ke RS Ibnu Sina dan RS Awal Bros. Bahkan, di RS Ibnu Sina, Revan tak sempat masuk ke ruang periksa. Petugas rumah sakit hanya memeriksa bayi itu dalam ambulans, dan menolak dengan alasan ruangan penuh. "Di RS Awal Bros juga, anak saya cuma disenter lalu petugasnya bilang ruangan penuh." Bayi Revan baru diterima di RS Akademis setelah Andi Amir tak lagi menunjukkan kartu Jamkesda. Di sana, Revan didaftarkan sebagai pasien umum. Revan akhirnya sempat dirawat di unit gawat darurat, sebelum meninggal sehari setelahnya. "Sampai sekarang saya
2
belum bisa melunasi administrasi perawatan, dan KTP masih ditahan rumah sakit," ujar Andi. Revan merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Andi bekerja sebagai penarik becak motor. Kadang ia juga menjadi sopir cadangan untuk angkutan umum. "Saya belum tahu jumlah keseluruhan biaya rumah sakit, tapi untuk obat saja sekitar Rp 3 juta.". Dari pemaparan di atas, kami mencoba menganalisa bagaimana system pembiayaan Rumah sakit
di Indonesia.
Meliputi
pembiayaan pelayanan
kesehatan secara umum, standart mekanisme pembiayaan rumah sakit, undangundang atau aturan hukum yang mengatur dan peranan asuransi dalam pembiayaan rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu : 1. Apa saja Hak dan Kewajiban Pasien ? 2. Apa Saja Hak dan Kewajiban Rumah Sakit ? 3. Bagaimana
Sistem
Pembiayaan
Pelayanan
Kesehatan
dan
Sistem
Pembiayaan di Rumah Sakit ? 4. Contoh Kasus Yang pernah Terjadi tentang Penolakan Pasien di Rumah Sakit ? 5. Apa Saja Regulasi Yang berkaitan Dengan Kasus Penolakan Pasien di Rumah Sakit ? 6. Bagaimana Posisi Kasus Tentang Penolakan Pasien di Rumah Sakit ? 7. Serta Bagaimana Analisa Kasus Tentang Penolakan Pasien di Rumah Sakit ? 8. Bagaimana Penerapan Pertanggungjawaban Pidana Pada Kasus Penolakan Pasien di Rumah Sakit Dalam Beberapa Peraturan di Indonesia (UU dan KUHP) ?
3
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu: 1.
Untuk Mengetahui Hak dan Kewajiban Pasien.
2.
Untuk Mengetahui Hak dan Kewajiban Rumah Sakit.
3.
Untuk
Mengetahui
Bagaimana
Sistem
Pembiayaan
Pelayanan
Kesehatan dan Sistem Pembiayaan Di Rumah sakit. 4.
Untuk Mengetahui
Kasus Yang pernah Terjadi tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit. 5.
Untuk Mengetahui
Regulasi Yang berkaitan Dengan Kasus
Penolakan Pasien di Rumah Sakit. 6.
Untuk Mengetahui
Bagaimana Posisi Kasus Tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit. 7.
Untuk Mengetahui
Bagaimana Analisa Kasus Tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit . 8.
Untuk Mengetahui
Bagaimana Penerapan Pertanggungjawaban
Pidana Pada Kasus Penolakan Pasien di Rumah Sakit Dalam Beberapa Peraturan di Indonesia (UU dan KUHP) . 9.
Untuk Menambah Wawasan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UHO Tentang Hak dan kewajiban pasien,Hak dan Kewajiban Rumah Sakit, Sistem Pembiayaan Rumah sakit, Serta Aturan-aturan Tentang Penolakan Pasien
10.
Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp44.859 miliar. Jumlah ini lebih tinggi Rp8.266,9 miliar atau 22,6 persen bila dibandingkan dengan pagu APBNP tahun 2013 sebesar Rp36.592,2 miliar. Alokasi tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: Program pembinaan upaya kesehatan, Program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan (PPSDMK), Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak, Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; dan Program kefarmasian dan alat kesehatan. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bidang kesehatan dalam rangka pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan sebesar Rp19.932,5 miliar diperuntukkan bagi kelompok penerima bantuan iuran (PBI) untuk pembayaran premi sebesar Rp19.225 per orang per bulan untuk 86,4 juta jiwa selama 12 bulan. Alokasi anggaran tersebut merupakan bagian dari anggaran Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2014. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2015, pada prinsipnya sudah melakukan pendekatan desentralisasi dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang yang sejalan dengan kewenangan daerah otonom untuk menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan
5
pembiayaan
kesehatan
untuk
menjamin
terselenggaranya
kecukupan
(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Implementasi
strategi
pembiayaan
kesehatan
di
suatu
negara
diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding ), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa. Tujuan
pembiayaan
kesehatan
adalah
tersedianya
pembiayaan
kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam pembiayaan kesehatan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Dana Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan. .2. Sumber daya Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya
guna
dalam
upaya
pembelanjaan
dana
kesehatan
penggalian,
untuk
pengalokasian
mendukung
dan
terselenggaranya
pembangunan kesehatan. 3. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur/Mekanisme
Pengelolaan
Dana
Kesehatan
adalah
seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara
6
lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
B. Sistem Pembiayaan Rumah Sakit
Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Rumah Sakit milik pemerintah dihadapkan pada masalah pembiayaan dalam arti alokasi anggaran yang tidak memadai sedang penerimaan masih rendah dan tidak boleh digunakan secara langsung. Kondisi ini akan memberikan dampak yang serius bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi yang beroperasi setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Berbagai permasalahan-permasalahan tersebut di atas merupakan tantangan bagi pengelola rumah sakit pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menggali sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan pengembangan rumah sakit. Untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan pelayanan di rumah sakit, kita harus mengetahui terlebih dahulu sistem pembayarannya sebagai berikut: 1.
Sistem Pembayaran Restropektif Pembayaran restropektif berarti bahwa besaran biaya dan jumlah biaya yang yang harus dibayar oleh pasien atau pihak pembayar ditetapkan setelah pelayanan diberikan. Cara pembiayaan ini merupakan yang paling sering kita jumpai di kebanyakan rumah sakit. Pasien akan membayar biaya pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan yang diberikan rumah sakit. Jika seorang pasien di rawat selama 3 hari di rumah sakit, maka rincian biaya yang harus dibayar pasien adalah misalnya: biaya kamar selama 3 hari, berapa kali visit atau kunjungan dokter, biaya apotik dan resep yang diberikan, biaya asuhan keperawatan selama 3 hari, biaya administrasi,
biaya
layanan
penunjang
yang
diberikan,
dan
lain
sebagainya. Jadi bisa disimpulkan besarnya biaya yang dibayar pasien
7
tergantung pada banyaknya tindakan atau pelayanan yang diberikan rumah sakit. Kelemahan dari fee for services ini adalah rawan terjadi kecurangan dari pihak rumah sakit, misalnya dengan memberikan pelayanan yang tidak perlu kepada pasien, agar biaya yang harus dibayar lebih tinggi dan rumah sakit memperoleh untung lebih banyak. Selain itu, biaya administrasi untuk pelaksanaanya sangat tinggi. Terlebih jika pembayaran pasien ditanggung oleh asuransi, seluruh bukti tindakan dan pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasein beserta biayanya harus di arsipkan untuk membuat klaim pada pihak asuransi. 2. Sistem Pembayaran Prospektif Pembayaran Prospektif secara umum adalah pembayaran pelayanan kesehatan yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Berikut adalah macammacam jenis pembayaran pelayanan kesehatan dengan sistem Prospektif, yaitu: a.
Diagnostic Related Group (DRG) Pengertian DRG dapat disederhanakan dengan cara pembayaran dengan biaya satuan per diagnosis, bukan biaya satuan per pelayanan medis maupun non medis yang diberikan kepada seorang pasien dalam rangka penyembuhan suatu penyakit. Dalam pembayaran DRG, rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien. Rumah Sakit hanya menyampaikan diagnois pasien waktu pulang dan memasukan kode DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya tagihan untuk diagnosis tersebut telah disepakati oleh seluruh rumah sakit di suatu wilayah dan pihak pembayar, misalnya badan asuransi/jaminan sosial atau tarif DRG tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebelum tagihan rumah sakit dikeluarkan.
b.
Case mix INA CBG”s Sistem Casemix Ina-CBG's adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang
8
relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis.(George Palmer, Beth Reid). Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk
diagnosis
provider/asuransi
tersebut atau
telah
ditetapkan
disepakati
bersama
oleh pemerintah
antara
sebelumnya.
Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya. c.
Pembayaran Kapitasi (Capiated Payment System) Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengedalian biaya dengan menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko, seluruhnya atau sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang ditanggung.
d.
Pembayaran Per Kasus
9
Sistem pembayaran per kasus (case rates) banyak digunakan untuk membayar rumah sakit dalam kasus-kasus tertentu. Pembayaran per kasus ini mirip dengan DRG, yaitu dengan mengelompokan berbagai jenis pelayanan menjadi satu-kesatuan. Pengelompokan ini harus ditetapkan dulu di muka dan disetujui kedua belah pihak, yaitu pihak rumah sakit dan pihak pembayar. e.
Pembayaran Per Diem Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan disepakati di muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan, tanpa mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit. Satuan biaya per hari sudah mencakup kasus apapun dan biaya keseluruhan, misalnya biaya ruangan, jasa konsultasi/visite dokter, obat-obatan, tindakan medis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Sebuah rumah sakit yang efisien dapat mengendalikan biaya perawatan dengan memberikan obat yang paling cost-effective, pemeriksaan laboratorium hanya untuk jenis pemeriksaan yang benar-benar diperlukan, memiliki dokter yang dibayar gaji bulanan dan bonus, serta berbagai penghematan lainya, akan mendapatkan keuntungan.
f.
Pembayaran Global Budget Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu badan asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana untuk mmembiayai seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun. Alokasi
dan
ke
rumah
sakit
tersebut
diperhitungkan
dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun sebelumnya, kegiatan lain yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja rumah sakit tersebut. Manajemen rumah sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana anggaran global tersebut untuk gaji dokter, belanja operasional, pemeliharaan rumah sakit dan lain-lain.
10
Menurut Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004, penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1.
Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin.
2.
Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela, yang dilaksanakan secara bertahap.
3.
Pada
dasarnya
penggalian,
pembiayaan kesehatan
di
pengalokasian daerah
dan
merupakan
pembelanjaan
tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.
Ditetapkannya PP No 23 tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dilatarbelakangi oleh tingkat kebutuhan dana yang makin tinggi, sementara sumber dana yang tersedia tetap terbatas, beban pembiayaan pemerintahan yang bergantung pada pinjaman semakin dituntut pengurangannya demi keadilan antargenerasi. Paket reformasi di bidang keuangan negara sedang dalam pergeseran dari penganggaran tradisional ke penganggaran berbasis kinerja, sehingga penggunaan dana pemerintah pindah dari membiayai masukan (input) atau proses ke pembayaran terhadap hasil (outputs). Maksud dari orientasi pada output adalah mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government), paradigma yang memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik. Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Ini
11
disebut Badan Layanan Umum (BLU). Upaya pengagenan (agencification) aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (business like) sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Fleksibilitas
diberikan
dalam
rangka
pelaksanaan
anggaran
termasuk
pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/ jasa. Dalam
Badan
Layanan
Umum
diberikan
kesempatan
untuk
mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Keuangan dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. Rumah sakit wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis
pembina.
Dalam
pertanggung
jawabannya,
RS
harus
mampu
menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan. Tarif adalah harga jual yang memperhitungkan Unit Cost , Jasa Pelayanan (Medis, Paramedis dan Non Medis), Rencana Pengembangan dan Margin. Untuk menentukan pola tarif masing-masing produk di Rumah Sakit, sangat tergantung dengan jenis usaha masing-masing instalasi. Ada 3 macam jenis usaha, yaitu : 1. Usaha jasa Produk layanan yang ada di Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan (Poliklinik), IRD, ICU, OK, Penunjang Medis dan lain-lain 2. Usaha perdagangan Produk penjualan yang ada di Apotek 3. Usaha pengolahan/industri Produk olahan yang ada Instalasi Gizi, jika instalasi tersebut sudah menjadi Revenue / Profit Centre.
12
Unsur tarif Rumah Sakit Pemerintah / non profit , terdapat dua bagian yaitu tarif yang dibebankan pemerintah dan yang dibebankan masyarakat. Biaya pemerintah seperti misalnya biaya gaji karyawan dan biaya investasi. Biaya yang dibebankan masyarakat untuk biaya operasionalnya. Sehingga RSUD yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah(BLUD). Tarif Pasien yang dirawat dibedakan menjadi 2 jenis: 1. Mandiri (umum) Pasien mandiri/umum membayar fee for service secara out of pocket . 2. Ada penjamin (asuransi). Pasien berdasar penjaminnya: a.
Asuransi Pegawai Negeri (PT ASKES). Peserta ditanggung oleh PT ASKES dan membayar kepada RSUD sesuai dengan tarif kesepakatan antara PT ASKES dengan Rumah sakit
b.
Asuransi swasta. Tarifnya merupakan fee for service. 1. Asuransi penanggung bekerja sama dengan RS 2. Penanggung menentukan kelas dimana peserta berhak dirawat 3. Tarif sesuai dengan kesepakatan antara penanggung dengan RS, sesuai dengan tarif yang berlaku 4. Apabila peserta menghendaki naik kelas, selisih biaya ditanggung oleh peserta
c.
Jamkesmas dan Jamkesda, diperuntukkan bagi warga miskin. Tarifnya berdasarkan sistem paket (INA-CBG). 1.
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) Peserta ditanggung oleh Departemen Kesehatandan membayar ke dengan sistem paket
2. Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) Jamkesda adalah program bantuan social untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak masuk dalam program JAMKESMAS. Dana diambil dari APBD II 60% dan Propinsi 40%, Peserta adalah masyarakat miskin yang dinyatakan oleh Kepala Desa/Lurah dan ditandatangani camat.
13
C. Analisis Biaya Rumah Sakit
Analisis biaya rumah sakit adalah suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan baik secara total maupun per unit atau perpasien dengan cara menghitung seluruh biaya pada seluruh unit pusat biaya serta mendistribusikannya ke unit-unit produksi yang kemudian dibayar oleh pasien (Depkes, 1977).Menurut Gani (1996), analisis biaya dilakukan dalam perencanaan kesehatan untuk menjawab pertanyaan berapa rupiah satuan program atau proyek atau unit pelayanan kesehatan agar dapat dihitung total anggaran yang diperlukan untuk program atau pelayanan kesehatan.Dalam perhitungan tarif dirumah sakit seluruh biaya dirumah sakit dihitung mulai dari : 1. Fixed Cost Fixed cost atau biaya tetap ini terdiri dari : Biaya Investasi gedung rumah sakit, Biaya peralatan Medis, Biaya peralatan Medis, Biaya Kendaraan (Ambulance, Mobil Dinas, Motor, dan lain-lain. 2. Semi Variabel cost Gaji Pegawai, Biaya Pemeliharaa, Insentif, SPPD, Biaya Pakaian Dinas dan lain-lain. 3. Variabel Cost Biaya BHP Medis / Obat, Biaya BHP Non Medis, Biaya Air, Biaya Listrik, Biaya Makan Minum Pegawai dan pasien, Biaya Telepon.
D. Manfaat Analisis Biaya
Manfaat utama dari analisis biaya ada empat yaitu (Gani,A.2000): a. Pricing Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan kebijaksanaan tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan (Unit cost), dapat diketahui apakah tarif sekarang merugi, break even, atau menguntungkan. Dan juga dapat diketahui berapa besar subsidi yang dapat diberikan pada
14
unit pelayanan tersebut misalnya subsidi pada pelayanan kelas III rumah sakit. b. Budgeting /Planning Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan biaya satuan (Unit cost) dari tiap-tiap output rumah sakit, sangat penting untuk alokasi anggaran dan untuk perencanaan anggaran. c. Budgetary control Hasil
analisis
mengendalikan
biaya
dapat
kegiatan
dimanfaatkan operasional
untuk
rumah
memonitor sakit.
dan
Misalnya
mengidentifikasi pusat-pusat biaya (cost center) yang strategis dalam upaya efisiensi rumah sakit d. Evaluasi dan Pertanggung Jawaban Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performance keuangan RS secara keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggungan jawaban kepada pihak pihak berkepentingan.
15
BAB III
Pembahsan tidak boleh sama
PEMBAHASAN
Biaya kesehatan di Indonesia cenderung meningkat yang disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah pola penyakit degeneratif, orientasi pada pembiayaan kuratif, pembayaran out of pocket (fee for service) secara individual, service yang ditentukan oleh provider, teknologi canggih, perkembangan (sub) spesialisasi ilmu kedok-teran, dan tidak lepas juga dari tingkat inflasi. Dengan kondisi dan situasi yang ada seperti ini maka akses dan mutu pelayanan kesehatan terancam, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu. Hal ini menyebabkan derajat kesehatan masyarakat semakin rendah. Kondisi tersebut diperparah dengan tarif rumah sakit yang tidak standar, sehingga masing-masing rumah sakit cenderung menetapkan tarif sendiri. Dalam pelaksanaannya, prosedur pelayanan kesehatan diatur dalam prosedur tertentu, pada beberapa instansi pelayanan kesehatan, dimana pelayanan kesehatan dapat diberikan bila telah melakukan pembayaran. Mekanisme ini diberlakukan untuk membiayai pelayanan yang akan diberikan. Namun tentu saja hal ini bukanlah hal mutlak yang harus dilaksanakan sesuai urutannya. Hal ini berlaku
pada
saat
emergency,
dimana
yang
perlu
diperhatikan
adalah
penyelamatan jiwa pasien, tidak mendahulukan pembayaran. Hal ini sesuai
16
dengan peraturan perundang-undangan dimana dinyatakan bahwa dalam keadaan yang mengancam jiwa maka hal yang diutamakan adalah mencegah terjadinya kecacatan dan hal-hal yang mengancam jiwa. Dan juga diatur bahwa fungsi rumah sakit adalah medahulukan pelaksanaan fungsi sosial, antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi kemanusiaan. Dalam kasus pada pendahuluan makalah ini terjadi penolakan pada pasien dikarenakan pasien memakai kartu Jamkesda dan ketika pasien tersebut di daftarkan sebagai pasien umum baru diterima dan mendapat pelayanan semestinya. Hal ini bertentangan dengan tujuan dan fungsi pelayanan kesehatan. Dimana tujuan pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan atas dasar kemanusiaan, meskipun dalam prakteknya pembiayaan diperlukan. Penolakan pasien dengan alasan ruangan penuh setelah mengetahui pasien menggunakan kartu jamkesda bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 ayat (1) point b menyatakan bahwa memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit
dan juga bertentangan dengan
point f dimana Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan dimana dalam keadaan darurat maka yang harus didahulukan adalah menyelamatkan nyawa pasien dan atau mencegah kecacatan lebih lanjut dari pasien. Sebenarnya pihak yang berwenang dapat memberikan sanksi pada RS tersebut mulai dari teguran lisan, teguran secara tertulis sampai dengan denda dan pencabutan izin. Sebenarnya kejadian tersebut tidak akan terjadi bila sistem pembayaran di rumah sakit menggunakan sistem prosfektif dimana besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan disamping itu pembiayaan RS tidak hanya dari masyarakat penerima layanan tetapi juga dari
17
subsidi pemerintah daerah. Di Kalimantan Timur
umumnya dan kabupaten
Bulungan khususnya pasien yang menggunakan Jamkesda atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di bayar oleh Pemerintah Kabupaten 60% dan Provinsi 40%
dengan
sistem
pengklasifikasian
dari
pembayaran episode
prosfektif
perawatan
Casemix
pasien
Ina-CBG's
yaitu
yang dirancang
untuk
menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dengan tidak membedakan klasifikasi rumah sakit. Sistem Casemix Ina-CBG's inilah yang akan di pakai oleh BPJS Kesehatan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di mulai pada tanggal 1 Januari 2014 yang akan datang. Dari segi etika perlakuan pihak rumah sakit
dengan melakukan
penolakan atas dasar alasan tertentu juga melanggar Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI) tahun 2000 Bab I pasal 3 yang berbunyi : “Rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya.
18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan seharusnya menerima semua pasien yang datang, memberi layanan yang dibutuhkan, dan baru kemudian mengurus administrasi pembiayaannya, apakah menggunakan Jaminan kesehatan atau pembayaran dengan cara tunai. bukan melakukan penolakan pasien dengan berbagai alasan karena pasien tersebut tidak mampu.
B. Saran
Pembiayaan rumah sakit dengan sistem casemix INA CBG’s yang lebih homogen merupakan pilihan yang cukup tepat dilakukan dengan catatan masyarakat yang tidak mampu sudah tercover oleh sistem Asuransi sebagaimana di amanatkan oleh UU Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN).
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Azrul ,A (2010), Pengantar Administrasi Kesehatan ed 3, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang. Badan Layanan Umum daerah di akses dari d.wikipedia.org pada tanggal 30 Oktober 2013 Bayi
meninggal
setelah
di
tolak
4
Rumah
sakit
di
akses
dari
http://www.tempo.co/read/news/2013 pada tanggal 4 November 2013. INA-CBG’s, Pola Tarif Pasien Jamkesmas di Rumah Sakit di akses dari http://rsud.rejanglebongkab.go.id/ pada tanggal 3 November 2013. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) hasil revisi dan disahkan pada Kongres PERSI ke-VIII tahun 2000 di Jakarta. Makalah Pembiayaan Rumah Sakit di akses dari http://www.scribd.com/doc pada tanggal 28 Oktober 2013. Manjemen Rumah Sakit Modern di akses dari http://books.google.co.id pada tanggal 4 November 2013
21