11
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas yang berbeda. Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan di kota-kota besar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996, definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat atau waktu tertentu yang dapat mengganggu kenya manan lingkungan dan dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia.
Menurut WHS (1993) kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran dan bahkan dapatmenurunkan daya dengar seseorang.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara.
Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang di sebut baku tingkat kebisingan.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
Apakah yang dimaksud baku tingkat kebisingan?
Apa saja aturan yang memuat tentang baku tingkat kebisingan?
Bagaimana sanksi yang diberikan bagi pelanggar peraturan baku tingkat kebisingan?
Tujuan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud baku tingkat kebisingan.
Untuk mengetahui aturan yang memuat tentang baku tingkat kebisingan.
Untuk mengetahui sanksi bagi pelanggar peraturan baku tingkat kebisingan.
BAB II
PEMBAHASAN
Baku tingkat kebisingan
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku tingkat kebisingan baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan perkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan kegiatan lingkungan sekolah.
Aturan mengenai baku tingkat kebisingan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja.
Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut
Tabel 2.1 Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu pemajanan per hari
Intensitas kebisingan dB (A)
8
Jam
85
4
88
2
91
1
94
30
Menit
97
15
100
7.5
103
3.75
106
1.88
109
0.94
112
28.12
Detik
115
14.06
118
7.03
121
3.52
124
1.76
127
0.88
130
0.44
133
0.22
136
0.11
139
Tidak boleh terpajaan lebih dari 140 dB (A) walaupun sesaat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku tingkat kebisingan.
Salah satu dampak dari usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan adalah akibat tingkat kebisingan yang dihasilkan, maka sehubungan dengan hal tersebut perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. Kep-48/MENLH/11/ 1996 menetapkan baku tingkat kebisingan untuk kawasan tertentu sesuai Tabel 2.2. Baku tingkat kebisingan ini diukur berdasarkan rata-rata pengukuran tingkat kebisingan ekivalen (Leq)
Tabel 2.2. Nilai baku tingkat kebisingan (Kep. MENLH 1996)
Peruntukan Kawasan/lingkungan Kesehatan
Tingkat kebisingan dB (A)
Peruntukan Kawasan.
Perumaahan dan Pemukiman
Perdagangan dan Jasa
Perkantoran dan Perdagangan
Ruang Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
Rekreasi
Khusus :
Bandar Udara
Stasiun Kereta Api
Pelabuhan Laut
Cagar Budaya
Lingkunagn Kegiatan
Rumah Sakit atau sejenisnya
Sekolah atau sejenisnya
Tempat ibadah atau sejenisnya
55
70
65
50
70
60
70
60
70
55
55
55
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 718/Men/Kes/Per/XI/ 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 718 /MENKES /PER /XI /1987 menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menurut empat zona, yaitu:
Tabel. 2.3. Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No.
Zona
Tingkat Kebisingan (dB)
Maks yang dianjurkan
Maks yang diperbolehkan
1
A
35
45
2
B
45
55
3
C
50
60
4
D
60
70
Zona A Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial dan sejenisnya.
Zona B Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.
Zona C Zona yang diperunyukkan bagi perkantoran, perdagangan, pasar dan sejenisnya.
Zona D Zona yang diperuntukkan bagi industry, pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Kendaraan bermotor tipe baru beroda empat atau lebih kategori M, N dan O secara dinamis.
Kendaraan bermotor tipe baru beroda empat atau lebih kategori M, N dan O secara dinamis untuk penumpang bentuk landasan (Chasis).
Kendaraan bermotor tipe baru kategori L secara dinamis
M1 = Kendaraan penumpang dengan kapasitas < 8 orang
M2 = Kendaraan penumpang dengan kapasitas > 8 orang. Bobot kendaraan < 5 ton
M3 = Kendaraan penumpang dengan kapasitas > 8 orang. Bobot kendaraan >5 ton
N1 = Kendaraan barang. Bobot kendaraan < 3,5 ton
N2 = Kendaraan barang. Bobot kendaraan lebih dari 3,5 ton hingga 12 ton.
N3 = Kendaraan barang. Bobot kendaraan lebih dari 12 ton
kategori L1 yaitu kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya
kategori L2 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya
kategori L3 yaitu kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya
kategori L4 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta)
kategori L5 yaitu kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.
Badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara wajib menjaga ambang batas kebisingan dan pencemaran lingkungan di bandar udara dan sekitarnya sesuai dengan ambang batas dan baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
Tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya ditentukan dengan indeks kebisingan WECPNL atau nilai ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu. Tingkat kebisingan terdiri dari :
Kawasan kebisingan tingkat I dengan nilai WECPNL lebih besar atau sarna dengan 70 dan lebih keeil 75 ( 70 = WECPNl < 75 ), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimantaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit;
Kawasan kebisingan tingkat II dengan nilai WECPNL lebih besar atau sama dengan 75 dan lebih keeil 80 ( 75 = WECPNl < 80), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimantaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan keeuafi untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal; dan
Kawasan kebisingan tingkat III dengan nilai WECPNL lebih besar atau sama dengan 80 (80 = WECPNl), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun tasilitas bandar udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian Iingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung.
Sanksi bagi pelanggar peraturan baku tingkat kebisingan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur ancaman tindak pidana bagi pelanggar baku mutu lingkungan. Sanksi tersebut terdapat pada pasal 100 ayat 1 dan 2 yaitu setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Tindak pidana tersebut hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Sanksi administratif yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah:
teguran tertulis;
paksaan pemerintah;
pembekuan izin lingkungan; atau
pencabutan izin lingkungan.
Pemberian sanksi untuk kendaraan bermotor diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 67 yaitu "barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)."
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolekan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Adapun peraturan mengenai baku tingkat kebisingan yaitu:
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai ambang batas faktkor fisika di tempat kerja.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku tingkat kebisingan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 718/Men/Kes/Per/XI/ 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.
Sanksi bagi pelanggar baku mutu kebisingan yaitu:
Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa memiliki pengetahuan tentang peraturan mengenai baku tingkat kebisingan.
Kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Indera, Arbhy. 2011. Makalah Pencegahan Pencemaran "Kebisingan". http://www.scribd.com/doc/92574470/Kebisingan. Diakses pada tanggal 14 Februari 2014.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai ambang batas faktkor fisika di tempat kerja.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku tingkat kebisingan.
Oginawati, Kathrina. 2008. Kebisingan (Noise). http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/05/8-kebisingan-noise.pdf. Diakses pada tanggal 14 Februari 2014.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 718/Men/Kes/Per/XI/ 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan