Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat
Sekarang ini pembangunan di kota Solo sangat pesat antara lain banyak hotel, mall dan gedung bertingkat yang didirikan di Solo dan sekarang ini ada 2 Apartemen yang sedang dalam proses pembangunan. Solo juga berencana akan menambah hotel berbintang sebanyak 9 hotel kebanyakan hotel baru tersebut didirikan diwilayah Solo utara. Untuk mendirikan suatu bangunan perlu adanya kajian AMDAL. Kajian AMDAL tersebut perlu dilakukan guna mengurangi dampak negatif yang yang ditimbulkan dari operasional
kegiatan terutama masalah
kebisingan. Dalam kontrusksi gedung harus sesuai dengan peraturan yang sudah tercantum yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan.
Pada proses konstruksi atau pembangunan gedung di kawasan-kawasan permukiman penduduk, sekolah, rumah sakit dampak yang ditimbulkan sangat besar yaitu salah satunya kebisingan (noise). Dimana pada tahap pra konstruksi dalam membangun gedung, banyak dilakukan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan suara kebisingan, suara-suara yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan pra konstruksi dapat menyebabkan pendengaran terganggu sehingga dalam jangka waktu yang lama, sistem pendengaran akan semakin menurun dan juga menyebabkan rasa nyaman bagi warga sekitar yang terkena dampak konstruksi gedung terganggu. Selain itu juga akan menimbulkan gangguan kebisingan sepanjang konstruksi dan juga gangguan terhadap wilayah bisnis sepanjang tahap konstruksi. Kebanyakan gedung-gedung yang dibangun di kota Solo tidak menerapkan prinsip akustik sehingga bangunan tersebut tidak mengindahkan ambang batas kebisingan dan juga penataan akustik dari bangunan juga tidak memenuhi syarat. Belum lagi berbagai kegiatan konstruksi di kawasan-kawasan permukiman, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain ternyata banyak yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku. Idealnya, ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB (desibel). Namun, kebisingan ditimbulkan dari konstruksi bangunan telah mencapai 80-90 dB,” menurut David Imanuel Sihombing, memaparkan angka gangguan pendengaran telah mencapai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia, hal ini sangat ironi sekali didengar dan perlu diperhatikan. Sumber kebisingan yang ditimbulkan selama proses konstruksi yaitu aktifitas lalu lintas kendaraan pengangkut alat-alat material, mesin-mesin dan peralatan yang digunakan pada proses pelaksanaan konstruksi atau pembangunan gedung selama kegiatan pembangunan berlangsung. Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam membangun gedung diantaranya bulldozer, backhoe loader,Truck, dan tower lift barang.
Berikut tabel data tentang tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh alat-alat berat sebagai berikut: Tingkat Kebisingan pada Jarak No.
(dBA)
Nama Alat 10 m
20 m
30 m
40 m
50 m
1.
Generator Yanmar 5
68
62
58
50
45
2.
KVA
78
74
71
68
64
3.
Truck Isuzu
80
70
69
65
60
4.
Buldozer
70
68
61
61
58
Loader
Sumber : Zeans, 1976. Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam membangun gedung di satu sisi sangat penting bagi pembangunan namun juga ternyata membawa dampak negatif bagi kesehatan manusia khususnya tenaga kerja (Depnaker, 1995: 19). Peningkatan kebisingan yang ditimbulkan secara tidak langsung akan mempengaruhi kenyamanan warga, maka mobilisasi peralatan dan bahan pada tahap konstruksi mempunyai dampak negatif cukup penting. Penggunaan peralatan dan mesin yang tinggi di tempat kerja dalam hal sarana dan prasarana yang menghasilkan suara atau bunyi yang tidak diinginkan (bising) sehingga akan menimbulkan gangguan kesehatan khususnya pada pekerja dan tidak kenyamanan warga sekitar. Bising yang sangat keras (di atas 85 dB) dapat menyebabkan gangguan pendengaran seseorang dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kehilangan pendengaran sementara, yang lambat laun dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen. Belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur bagaimana perlindungan pekerja pabrik dan pekerja konstruksi bangunan. Menurut David Imanuel “Padahal justru yang paling banyak kena ketulian adalah pekerja usia produktif, 30-46 tahun. Sebanyak 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising,” Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan pendengaran antara lain adalah 1. Intensitas kebisingan 2. Tekanan dan frekuensi kebisingan
3. Lamanya orang tersebut berada di tempat 4. Usia pekerja 5. Tekanan dan frekuensi bising 6. Jarak dari sumber bising Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran khususnya para pekerja dan kenyaman warga disekitar kawasan yang terkena dampak pembangunan gedung terlebih dahulu mengetahui intensitas bising selama konstruksi gedung. Melakukan pengukuran kebisingan atau intensitas bising dengan pengukuran langsung dengan menggunakan sound level meter. Selain mengukur intensitas bising perlu juga mengukur ambang pendengaran bagi para pekerja konstruksi gedung, untuk mengukur ambang pendengaran menggunakan audiometer, nilai ambang batas yang diterima para pekerja yaitu 80 db dan waktu kerja maks 8 jam/hari Beberapa yan perlu dianalisa dalam pengukuran intensitas bising yaitu pada kebisingan sumber yang bergerak dan kebisingan sumber tidak bergerak a. Analisis kebisingan sumber bergerak Untuk analisis kebisingan sumber bergerak dihitung dengan menggunakan rumus dari Rau dan Wooten (1990) sebagai berikut :
�� ��� �� � �� Keterangan : Loi = Tingkat kebisingan kendaraan tipe i Ni = Jumlah kendaraan yang lewat per jam Si = Kecepatan rata-rata kendaraan d = Jarak sumber bising terhadap titik pengukuran S = “Shielding faktor” untuk daerah terbuka dengan tanaman agak jarang = S dBA. b. Analisis kebisingan sumber tidak bergerak Metode analisis untuk kebisingan sumber tidak bergerak, digunakan rumus :
� � ����� ��
dimana :
� = tingkat kebisingan pada jarak R2 (dBA) � = tingkat kebisingan pada jarak R1 (dBA) � = jarak pendengar dari sumber bising (meter) � = jarak bising dari sumbernya (meter) Analisis kebisingan berpedoman kepada baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor Kep-48/MenLH/10/1996 tentang Baku Tingkat kebisingan. Baku mutu lingkungan sesuai KepMenLH Nomor 48/MenLH/10/1996 tentang baku mutu tingkat kebisingan yaitu sebesar 55 dBA. Masyarakat yang ingin bebas bising dari suatu konstruksi atau pembangunan gedung maka gedung-gedung yang akan didirikan di Solo sudah harus mulai memperhatikan faktor akustik yang baik dan format gedung yang nyaman bagi pendengaran dan nyaman. Seseorang pasti menginginkan sebuah masyarakat yang dipenuhi suara yang nyaman di telinga sehingga perlu adanya pengelolaan lingkungan yang nyaman dan jauh dari kebisingan khususnya dalam pelaksanaan konstruksi gedung. Pengelolaan lingkungan peningkatan kebisingan
dilakukan
berdasarkan
pendekatan,
pendekatan
pengelolaan
lingkungan
peningkatan kebisingan dilakukan dengan : 1. Pembuatan ruangan kedap suara; 2. Penggunaa mesin kedap suara; 3. Pemakaian ear plug . 4. Penerapan pelaksanaan pendekatan keselamatan, kesehatan kerja (K3); 5. Pembuatan kawasan hijau dengan pemanfatan sebagian areal lahan (dalam lokasi) untuk dijadikan kawasan penghijauan dengan melakukan penanaman pohon pelindung REFERENSI
Fandeli, C. 2000, AMDAL Prinsip Dasar dan Pemapanannya dalam Pembangunan, Liberty, Yogyakarta. Marzali, A. 2002, Pengelolaan Lingkungan Sosial, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.