1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemampuan mendengar adalah karunia Tuhan yang tiada tara nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit menjalani kehidupan (Soeripto, 2008). Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki ampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, akan tetapi setiap perkembangan teknologi tentu akan memberikan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif (Wahyu, 2003).
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telfon, bunyi mesin cetak, dan sebagainya. Namun, sering bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan (Notoatmodjo, 2011).
Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yang sering dijumpai ditempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang berlebihan dapat merusak kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli) dan juga dapat mempengaruhi anggota tubuh yang lain termasuk jantung (Soeripto, 2008).
Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang dapat mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB, maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga, guna mencegah gangguan-gangguan pendengaran (Notoadmodjo, 2011).
Dari akibat pemajanan terhadap bising, kebanyakan atau umumnya tidak dapat disembuhkan (tidak dapat diobati). Oleh karena itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-satunya cara yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran (ketulian) (Soeripto, 2008).
Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan (Sound Level Meter).
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
Untuk mengetahui pengoperasian alat pengukur kebisingan.
Prinsip kerja
Pada umumnya sound level meter (SLM) diarahkan ke sumber suara, setinggi telinga pekerja (150 cm dari tanah), agar dapat menangkap kebisingan yang tercipta. Prinsip kerja dari SLM yaitu apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini dan selanjutnya akan menggerakkan meter petunjuk.
Manfaat Percobaan
Mahasiswa mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
Mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Kerja
Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanankan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut.
Menurut Lewa dan Subowo (2005) lingkungan kerja didesain sedemikian rupa agar dapat tercipta hubungan kerja yang mengikat pekerja dengan lingkungannya. Lingkungan kerja yang baik yaitu apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja serta waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan system kerja yang efisien.
Menurut Sedarmayanti (2009) definisi lingkungan kerja yaitu keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Jenis-jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik
Menurut Sedarmayanti (2009) yang dimaksud dengan lingkungan kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:
Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya)
Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperature, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Lingkungan kerja non fisik
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesame rekan kerja, ataupun dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan, maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
Tinjauan Umum Tentang Kebisingan
Pengertian Kebisingan
Terdapat berbagai macam persepsi terkait dengan kebisingan itu sendiri. Diantara definisi tersebut yaitu bising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu (Buchari, 2007).
Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi di lingkungan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualiyas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energy yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005).
Jenis-jenis Kebisingan
Berdasarkan atas sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas 5 (Buchari, 2007):
Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas. Bising ini relative tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relative tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.
Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, dan meriam.
Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Sedangkan berdasarkan atas pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas 3 (Soeripto, 2008):
Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak keras. Misalnya orang yang mendengkur.
Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam kebisingan dari sumber lain.
Bising yang merusak (damaging/injurious noise), ialah bunyi yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
Sumber Kebisingan
Dilihat dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya.
Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua:
Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.
Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
Bising interior. Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring, dan lain-lain.
Bising eksterior. Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi.
Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai berikut (Buchari, 2007):
Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolism, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.
Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.
Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.
Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian, ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
Pengendalian kebisingan
Mengingat dampak negatif dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat, sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisingan pada sumbernya, penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi, ataupun proteksi pada masyarakat yang terpapar (Mulia, 2005).
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakukan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar (Mulia, 2005).
Selain itu, terdapat pula cara-cara pengendalian kebisingan sebagai berikut (Soeripto, 2008):
Pengendalian secara tehnis, yaitu menggunakan atau memasang pembatas atau tameng yang dikombinasikan dengan akustik (peredam suara) yang dipasang di langit-langit.
Pengendalian secara administratif yaitu dengan mengurangi waktu pemajanan tenaga kerja dengan cara mengatur jam kerja, sehingga masih dalam batas aman.
Pengendalian yang bersifat medis, yaitu pemeriksaan kesehatan secara teratur, khususnya pemeriksaan audiometric.
Penggunaan alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakan ear plug dan ear muff.
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan merupakan upaya dalam pembentukan sikap selamat dan sikap yang konstruktif dan menghilangkan prasangka yang merugikan.
Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Dengan pengertian seperti itu jelas bahwa NAB merupakan pengendalian (Soeripto, 2008).
Sebagaimana pedoman pada umumnya, maka tidak mungkin hanya dengan berpegang pada nilai-nilai pedoman tersebut terdapat jaminan tidak adanya risiko sepenuhnya. Hal ini berarti bahwa pada tingkat intensitas suara sebesar (NAB= 85 dB) sebagian besar tenaga kerja masih berada dalam ambang batas aman unutk bekerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. NAB sebesar 85 dB yang diberlakukan saat ini paling tidak akan melindungi lebih dari 90% tenaga kerja. Sedang selebihnya (10%) perlu mendapat perlindungan dengan cara lain, yaitu dengan pemeriksaan audiometric sebelum bekerja dan secara periodik (Soeripto, 2008).
Table 1. Nilai amban batas untuk kebisingan
Lamanya waktu terpajan setiap hari yang diperkenankan
Tingkat intensitas bising dalam dB (A)
Jam
24
16
8
4
2
1
80
82
85
88
91
94
Menit
30
15
7,50
3,75
1,88
0,94
97
100
103
106
109
112
Detik
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Sumber: permenakertrans
BAB III
METODE PERCOBAAN
Alat
Sound Level Meter (SLM)
Stopwatch
Peserta Praktikum
Husnul Khatimah (14120110125)
Muammar Iksan (14120110129)
Fitriani Tasmin (14120110131)
Adliah Ali (14120110132)
Tri Wahyuni Rahman (14120110136)
Ma'rifat Istiqa Mukty (14120110138)
Sri Rahayu Pratiwi (14120110139)
Putri Intan Permatasari (14120110144)
Andi Irma Syahrani (14120110147)
Prosedur Kerja
diaktifkan alat dengan menekan tombol power, lalu menunggu hingga angka pada monitor menjadi stabil.
ditekan tombol slow untuk jenis kebisingan terputus-putus.
Pada tombol A/C, pilih tombol A sebagai tanda bahwa yang akan diukur merupakan intensitas kebisingan yang sampai ke individu.
Posisikan alat sejajar dengan telinga.
Pembacaan dilakukan setiap 3 detik selama ± 15 menit dengan menggunakan stopwatch.
Catat setiap hasil pembacaan pada tabel yang tersedia.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut:
63,3
64,4
66,5
67,6
73,7
74,7
69,1
64,3
70,0
66,4
70,0
68,4
63,1
70,0
62,4
70,6
68,9
69,6
71,4
65,4
68,9
69,1
68,1
73,9
74,2
75,4
71,6
70,3
69,3
68,8
68,9
70,6
68,9
69,2
71,4
72,0
70,5
69,4
70,2
77,0
71,4
69,1
69,7
70,7
69,6
71,5
70,5
71,9
71,9
68,5
72,5
70,8
74,7
69,9
68,0
66,4
70,5
73,5
72,9
75,3
72,9
72,6
71,5
72,0
72,3
63,5
70,2
71,5
66,3
68,4
66,1
67,4
73,1
65,7
68,3
65,3
67,8
68,3
68,7
68,5
66,8
64,4
61,8
67,1
71,7
68,1
70,6
72,1
71,0
73,5
70,1
69,9
69,0
71,1
75,3
76,5
65,4
72,2
67,4
73,1
71,6
71,7
69,3
72,9
70,8
70,3
70,6
70,9
71,2
73,8
72,3
70,4
71,8
68,3
68,5
72,5
69,7
72,8
67,8
70,8
72,9
70,2
71,7
69,1
71,6
64,6
72,2
68,0
69,4
71,7
72,8
70,5
66,8
65,3
77,0
74,4
76,1
72,1
71,0
70,8
76,7
72,8
69,6
65,2
61,1
71,1
72,4
75,6
71,8
75,9
73,2
80,2
72,4
71,8
73,1
71,6
63,8
69,1
74,9
69,7
68,8
71,3
70,2
71,0
71,8
75,3
75,6
75,5
75,6
68,3
71,4
64,4
64,5
68,0
75,6
75,3
66,3
66,0
66,4
69,9
76,8
73,3
62,1
73,1
68,3
68,6
62,8
68,5
67,1
62,6
69,3
70,7
63,9
63,3
66,2
63,8
68,3
70,5
72,7
62,1
67,5
71,3
68,7
69,1
70,7
64,7
68,1
72,3
70,3
69,6
71,6
66,4
70,1
62,0
70,5
66,1
70,4
69,0
64,5
68,1
74,5
63,9
68,7
64,9
63,3
Sumber: data primer praktikum AKL 2013
Analisis Data
Rentangan = nilai max – nilai min
= 80,2 – 61,1
= 19,1
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 x log n
= 1 + 3,3 x log 225
= 5
Panjang Kelas = 5
L1 = 60 + 64,9
2
= 62,45
L2 = 65 + 69,9
2
= 67,45
L3 = 70 + 74,9
2
= 72,45
L4 = 75 + 79,9
2
= 77,45
L5 = 80 + 84,9
2
= 82,45
Panjang Kelas
Nilai Tengah
Sampel
Persen
Persen Kumulatif
60 – 64,9
62,45
26
11,56%
0,44%
65 – 69,9
67,45
80
35,56%
12%
70 – 74,9
72,45
102
45,33%
47,56%
75 – 79,9
77,45
16
7,11%
92,89%
80 – 84,9
82,45
1
0,44%
100%
TOTAL
225
100%
Leq = 10 log 1/N ( n1 x 10 L1/10) + ( n1 x 10 L2/10) + ( n1 x 10 L3/10) + ( n1 x 10 L4/10) + ( n1 x 10 L5/10)
= 10 log 1/225 (26 x 10 x 62,45/10) + (80 x 10 x 67,45/10) + (102 x 10 x 72,45/10) + (16 x 10 x 77,45/10) + (1 x 10 x 82,45/10)
= 10 log 1/225 ((1622,4) + (5396) + (7389,9) + (1239,2) + (82,45))
= 10 log 1/225 (15729.95)
= 62,92 dB
Pembahasan
Setelah melakukan praktikum terhadap tingkat kebisingan di laboratorium FKM UMI dan data yang telah didapatkan kemudian dianalisis maka didapatkan hasil yaitu 62,92 dB. Dimana hal tersebut sudah sesuai dengan nilai ambang batas kebisingan di dalam ruangan yaitu berkisar antara 50-100 dB.
Adapun dari hasil penelitian Adelina Octavia, dkk menemukan bahwa rata-rata intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin adalah sebesar 104 dB (melebihi NAB). Dimana tingkat kebisingan yang tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan stress sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan kekuatan otot yang disebabkan karena kehabisan tenaga dan peningkatan sisa-sisa metabolisme, seperti asam laktat dan karbondioksida. Kelelahan juga dapat menurunkan motivasi, menaikkan ambang rangsang, serta menurunkan kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan.
Penelitian Hendro (2004) dengan judul "Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta dan Sekitarnya" menghasilkan temuan tingkat kebisingan di perumahan (dalam penelitian ini kebisingan perumahan diukur 80 m dari jalan) sudah sangat melampaui keputusan Menlh No. 48 Tahun 1996, bahwa kebisingan di perumahan sebesar 55 dB, yaitu tingkat kebisingan tertinggi di Jakarta Barat (69,64 dB) dan terendah terjadi di Tangerang (63,59 dB). Dari beberapa penelitian ini dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas banyak terjadi diberbagai sektor yang tentunya harus mendapatkan perhatian.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
Kebisingan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan pendengaran.
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan yaitu sound level meter (SLM)
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa tingkat kebisingan di dalam ruang laboratorium FKM UMI sudah sesuai standar yaitu 62,92 dB. Dimana standar kebisingan dalam ruang yaitu berkisar antara 50-100 dB.
Saran
Alat pengukur kebisingan yang ada di laboratorium dapat ditambah agar memperlancar proses praktikum.
Untuk kegiatan praktikum selanjutnya, sebaiknya juga dilakukan pengukuran kebisingan di luar ruangan seperti di pinggir jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.
Hendro, dkk. 2004. Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta dan Sekitarnya. Media Litbang Kesehatan. Volume XIV, Nomor 3, Tahun 2004. Jakarta: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Depkes.
Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoatmodjo, 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta
Octavia A, dkk. 2013. Pengaruh Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap Waktu Reaksi Karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Volume 9 No. 2, Tahun 2013. FK Universitas Lampung
Sedarmayanti, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar Maju
Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wahyu, 2003. Higiene perusahaan. FKM UNHAS
2