Makalah OPTIKA GEOMETRI Guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fisika Sekolah 2 Dosen Pengampu : Prof. Drs. Nathan Hindarto, Ph.D. Prof.Dr. Supriyadi, M.Si.
Disusun oleh : Diena Shulhu Asysyifa / 4201412055 Dwi Nur Indah Sari / 4201412069
PRODI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2014/2015
OPTIKA GEOMETRI
Pemantulan Cahaya
Cermin
Optik Geometri Cahaya (Optik)
Optik Fisis
Lensa Pembiasan Cahaya
Kaca Planparalel
Alat-Alat Optik
Prisma
A. Pemantulan Cahaya Seseorang dapat melihat benda karena benda tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya ke mata kita. Karena ada cahaya dari benda ke mata kita, entah cahaya itu memang berasal dari benda tersebut, entah karena kare na benda itu memantulkan cahaya ca haya yang datang kepadanya kepada nya lalu mengenai mata kita. Jadi, gejala melihat erat kaitannya dengan keberadaan cahaya atau sinar. Cabang fisika yang mempelajari cahaya yang meliputi bagaimana terjadinya cahaya, bagaiamana perambatannya, bagaimana pe ngukurannya dan bagaimana sifat-sifat sifat-s ifat cahaya dikenal dengan nama Optika. Dari sini kemudian dikenal kata optik yang berkaitan dengan kacamata sebagai alat bantu penglihatan. Optika dibedakan atas optik geometri dan optik fisik . fisik . Pada optik geometri dipelajari sifat-sifat cahaya dengan menggunakan alat-alat yang ukurannya relatif lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya. Sedangkan pada optik fisik cahaya dipelajari dengan menggunakan alat-alat yang ukurannya relatif sama atau lebih kecil dibanding panjang gelombang cahaya sendiri. Seorang ahli matematika berkebangsaan belanda yang bernama Willebrod Snellius (1591 – 1626) dalam penelitiannya ia berhasil menemukan hukum pemantulan cahaya yang berbunyi : 1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar. 2. Sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul. Gambar
1.
Diagram
pemantulan
cahaya,
dengan keterangan (1) garis normal, (2) sinar datang, dan (3) sinar pantul. Sudut b adalah sudut datang, sudut c adalah sudut pantul.
Secara garis besar pemantulan cahaya terbagi menjadi dua yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur (pemantulan difus). Pemantulan teratur terjadi jika berkas sinar sejajar jatuh pada permukaan halus sehingga berkas sinar tersebut akan dipantulkan sejajar dan searah, sedangkan pemantulan baur terjadi jika sinar sejajar jatuh pada permukaan yang kasar sehingga sinar tersebut akan dipantulkan ke segala arah. Pada permukaan benda yang rata seperti cermin datar, cahaya dipantulkan membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-sinar sejajar yang datang pada permukaan cermin dipantulkan sebagai sinar-sinar sejajar pula. Akibatnya cermin dapat membentuk bayangan benda. Pemantulan semacam ini disebut pemantulan teratur atau pemantulan biasa . Berbeda dengan benda yang memiliki permukaan rata, pada saat cahaya mengenai suatu permukaan yang tidak rata, maka sinar-sinar sejajar yang datang pada permukaan tersebut dipantulkan tidak sebagai sinar-sinar sejajar. Pemantulan seperti ini disebut pemantulan baur. Akibat pemantulan baur ini manusia dapat melihat benda dari berbagai arah. Misalnya pada kain atau kertas yang disinari lampu sorot di dalam ruang gelap, dapat terlihat apa yang ada pada kain atau kertas tersebut dari berbagai arah. Pemantulan baur yang dilakukan oleh partikel-partikel debu di udara yang berperan dalam mengurangi kesilauan sinar matahari.
a. Pemantulan pada Cermin Datar
Cermin datar adalah cermin yang bentuk permukaannya datar. Di rumah kita pasti memiliki cermin datar yang digunakan setiap hari untuk bercermin. Saat kita mencoba untuk bercermin didepan cermin akan terbentuk bayangan. Besarnya bayangan yang ada di cermin tidak berubah sama sekali masih sama dengan besar yang sesungguhnya, demikian juga jarak ke cermin juga sama dengan jarak bayangan ke cermin. Namun ketika kita mencoba menghadapkan sebuah koran dicermin maka akan timbul kesan bahwa tulisan tersebut terbalik seolah-olah posisi sebelah kanan menjadi kiri. Dari percobaan ini dapat kita simpulkan bahwa cermin datar akan membentuk bayangan dengan sifat-sifat maya, sama tegak dengan benda aslinya dan sama besar dengan benda aslinya. 1) Melukis Pembentukan Bayangan Pada Cermin Datar
Untuk melukis bayangan pada cermin datar menggunakan hukum pemantulan cahaya. Misalkan saja Anda hendak menentukan bayangan benda O sebagaimana terlihat pada gambar 2. Sinar datang dari O ke cermin membentuk sudut datang (i) , di titik tersebut ada garis normal
tegak yang lurus permukaan cermin. Dengan bantuan busur derajat, ukurlah besar sudut datang (i) yakni sudut yang dibentuk oleh sinar datang dengan garis normal. Ukurlah sudut pantul (r) yaitu sudut antara garis normal dan sinar pantul yang besarnya sama dengan sudut datang. Posisi bayangan dapat ditentukan dengan memperpanjang sinar pantul D melalui C hingga ke O' yang berpotongan dengan garis OO' melalui B. Gambar
2.a.
pembentukan
Melukis bayangan
sebuah benda titik pada cermin datar.
Gambar 2.b. Melukis pembentukan bayangan sebuah benda garis pada cermin datar.
2) Menggabung Dua Cermin Datar
Dua buah cermin datar yang digabung dengan cara tertentu dapat memperbanyak jumlah bayangan sebuah benda. Jumlah bayangan yang terjadi bergantung pada besar sudut yang dibentuk oleh kedua cermin itu. Jika kamu memiliki dua buah cermin segi empat lakukanlah percobaan berikut. Letakkan kedua cermin tersebut saling berhadapan dengan salah satu sisi segi 0
empat tersebut berhimpit hingga membentuk sudut 90 , kemudian letakkanlah sebuah benda P (pensil misalnya) diantara kedua cermin tersebut! Perhatikanlah berapa jumlah bayangan yang terbentuk? Gambar 3. Dua cermin datar A dan B
yang
dipertemukan kedua ujungnya membentuk sudut 90 satu sama lain dapat memantulkan
cahaya
dari benda P hingga membentuk tiga buah bayangan A’, B’, dan A”= B” 0
Ubahlah sudut cermin hingga membentuk sudut 60 , berapakah jumlah bayangan yang terbentuk sekarang? Hitunglah seluruh bayangan pensil yang tampak di permukaan kedua cermin A maupun B. Ternyata sebanyak lima bayangan.
Gambar 4. Dengan mempertemukan dua permukaan membentuk
sermin A dan B sudut
apit
di titik C
sebesar
60
menghasilkan jumlah bayangan sebanyak lima buah. 0
Ternyata jika sudut kedua cermin diubah-ubah (0<α<90 ) jumlah bayangan benda juga akan berubah-ubah sesuai dengan persamaan empiris
− =
dengan
:
n
: Jumlah bayangan
α
: sudut antara kedua cermin
360
1
b. Pemantulan pada Cermin Sferik (Lengkung)
Cermin sferik adalah cermin lengkung seperti permukaan lengkung sebuah bola dengan jari-jari kelengkungan R. Cemin ini dibedakan atas cermin cekung (ko nkaf) dan cermin cembung (konveks). Setiap cermin sferik baik itu cermin cekung ataupun cermin cembung memiliki fokus f yang besarnya setengah jari-jari kelengkungan cermin tersebut. f
R
2
dengan f
: jarak fokus
R
: jari-jari kelengkungan cermin
Bagian-bagian cermin lengkung antara lain adalah sumbu utama (C-O), titik pusat kelengkungan cermin ( C ), titik pusat bidang cermin ( O ), jari-jari kelengkungan cermin ( R ), titik fokus / titik api ( F ) , jarak fokus ( f) dan bidang fokus .
Gambar 6 Bagian-bagian pada cermin (a) cermin cekung, (b) cermin cembung
Garis pada cermin sferik yang menghubungkan antara pusat kelengkungan C , titik fokus f dan titik tengah cermin O disebut sumbu utama. Menurut dalil Esbach jarak antara dua titik tertentu pada cermin cekung dapat diberi nomor-nomor ruang. Jarak sepanjang OF diberi nomor ruang I, sepanjang FC diberi nomor ruang II, lebih jauh dari C diberi nomor ruang III dan dari O masuk ke dalam cermin diberi nomor ruang IV. Ruang I sampai III ada di depan cermin cekung (daerah nyata) dan ruang IV ada di belakang cermin cekung (daerah maya). Gambar 7. Penomoran ruang pada cermin cekung. Daerah di depan cermin disebut daerah nyata, dan daerah di belakang cermin disebut daerah maya.
Pada cermin cekung semua cahaya yang datang sejajar sumbu utama akan difokuskan sesuai dengan sifatnya yaitu mengumpulkan cahaya. Titik berkumpulnya sinar-sinar pantul disebut titik fokus atau titik api yang terletak di sumbu utama. Cara melukis sinar-sinar pantulnya tetap menggunakan hukum pemantulan cahaya. Gambar
8.
Pemantulan
berkas cahaya sejajar sumbu utama pada cermin cekung
Bagaimana jika sinar-sinar yang datang ke cermin cekung tidak sejajar sumbu utama? Ternyata berkas-berkas sinar pantul akan berpotongan di satu titik yang tidak terletak pada sumbu utama. Oleh cermin sinar-sinar tersebut akan dipantulkan tidak melalui fokus melainkan melewati suatu titik tertentu pada bidang fokus utama seperti tampak pada gambar 8. Gambar 9. Pemantulan cahaya
yang
datangnya
berkas tidak
sejajar sumbu utama pada cermin cekun
1) Pembentukan bayangan oleh cermin cekung
Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin cekung dapat menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan akan dapat dilukis dengan mudah karena sinar-sinar tersebut mudah diingat ketentuannya tanpa harus mengukur sudut datang dan sudut bias. Sinar-sinaar istimewa inipun tetap berdasarkan hukum
pemantulan cahaya. Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin sferik kita dapat menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan akan dapat kita lukis dengan mudah. Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung adalah sebagai berikut: 1. Sinar yang datang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus (F). Gambar 10. Sinar yang sejajar sumbu utama akan dipantulkan cermin cekung melalui titik fokus
2. Sinar yang datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama. Gambar 11. Sinar yang melalui fokus akan dipantulkan cermin cekung sejajar sumbu utama
3. Sinar-sinar yang datang melalui pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan kembali melalui titik pusat kelengkungan tersebut. Gambar 12. Sinar yang melewati titik pusat kelengkungan cermin akan dipantulkan cermin cekung melewati titik tersebut. Contoh m elu ki s bayangan pada cermi n ceku ng
Benda berada di jauh tak terhingga Sinar-sinar yang berasal dari benda yang jauh tak terhingga datang ke cermin berupa sinar-sinar sejajar dan oleh cermin sinar-sinar ini akan dikumpulkan di fokus utama sehingga bayangan benda yang terbentuk berupa titik di titik fokus cermin.
Benda berada di titik pusat kelengkungan cermin (titikC) Benda AB berada di titik pusat kelengkungan cermin cekung akan menghasilkan bayangan yang tepat berada di titik pusat kelengkungan cermin pula.
Benda berada di ruang II Benda AB berada di ruang II cermin
cekung
akan menghasilkan bayangan di ruang III.
Benda berada di ruang III Benda AB terletak di ruang III cermin cekung akan menghasilkan bayangan di ruang II.
Benda berada di titik fokus
Benda AB tepat di titik fokus maka sinar-sinar yang datang dari benda dipantulkan oleh cermin cekung sejajar sumbu utama sehingga tidak terbentuk bayangan, atau
sering juga dikatakan bahwa
bayangan benda berada di jauh tak terhingga.
Benda berada di ruang I
Bila benda berada di ruang I,
bayangan
yang terbentuk merupakan perpotongan dari perpanjangan
sinar-sinar
pantul,
sehingga
ba an an berada di belakan cermin. 2) Pembentukan Bayangan Oleh Cermin Cembung
Sama halnya dengan cermin cekung, pada cermin cembung juga mempunyai tiga macam sinar istimewa. Karena jarak fokus dan pusat kelengkungan cermin cembung berada di belakang cermin maka ketiga sinar istimewa pada cermin cembung tersebut adalah : 1. Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus (F). Gambar 13. Sinar yang datang sejajar sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah dari titik fokus
2. Sinar yang datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama. Gambar 14. Sinar yang datang seolaholah menuju fokus akan di pantulkan sejajar sumbu utama
3. Sinar-sinar yang menuju titik pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan seolah-olah berasal dari titik pusat kelengkungan.
Gambar 15. Sinar yang datang menuju pusat kelengkungan
akan
dipantulkan
kembali
melalui sinar itu juga.
Contoh m elu ki s bayangan pada cermi n cembung
Seperti halnya pada cermin cekung, melukis bayangan pada cermin cembung juga diperlukan minimal dua sinar istimewa. Karena depan cermin adalah ruang IV maka berapapun jarak benda nyata dari cermin tetap berada di ruang IV . Dengan demikian bayangan yang terbentuk berada di ruang I cermin cembung dan bersifat maya, diperkecil. Gambar 16. Proses pembentukan bayangan pada cermin cembung. Bayangan dari benda nyata selalu di ruang I cermin, bersifat maya, diperkecil dan sama tegak dengan bendanya.
Itulah sebabnya bayangan yang terlihat di dalam kaca spion dari benda-benda nyata di depan kaca spion tampak mengecil dan spion mampu mengamati ruang yang lebih luas. Ketentuan Sifat-sifat Bayangan oleh Cermin Lengkung
Selain dengan cara melukis secara cepat kamu dapat menentukan sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin-cermin sferik dengan menggunakan ketentuan-ketentuan berikut :
Jumlah nomor ruang benda dan nomor ruang bayangan selalu sama dengan lima
Benda yang terletak di ruang II dan III selalu menghasilkan bayangan yang terbalikterhadap bendanya. Sedangkan benda-benda yang berada di ruang I dan IV akan selalu menghasilkan bayangan yang sama tegak dengan bendanya.
Jika nomor ruang bayangan lebih besar daripada nomor ruang benda, bayangan selalu lebih besar daripada bendanya (diperbesar).
Jika nomor ruang bayangan lebih kecil daripada nomor ruang benda, bayangan selalu lebih kecil daripada bendanya (diperkecil).
3) Hubungan antara Jarak Benda, Jarak Fokus dan Jarak Bayangan
Hubungan antara jarak benda (s), jarak fokus (f) dan jarak bayangan (s’) pada cermin cekung dapat ditentukan dengan bantuan geometrik. Gambar 17. Hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’), dan jarak fokus (f) dalam ukuran geometri.
Perhatikan perbandingan-perbandingan geometri dan trigonometri dari gambar 17 tersebut di atas. Jarak AB ke O adalah jarak benda (s), jarak A’B’ ke cermin adalah jarak bayangan (s’) dan jarak F ke O adalah jaraak fokus (f). Pada gambar tersebut tampak bahwa segitiga GFO dan A'B'F sebangun sehingga berlaku,
′ ′ = ′
h'
sehingga
h
s'-f
f
Pada gambar tampak juga bahwa segitiga ABO dan A'B'O sebangun sehingga diperoleh, A' B' AB
OA'
OA
h'
sehingga
diperoleh persamaan
s' s
s'-f
f
h
s'
s
. Substitusikan kedua persamaan sehingga
, gunakan perkalian silang sehingga,
s’.f = s.s’ – s.f Bagilah semua ruas dengan ss'f, akhirnya diperoleh : 1 s
1
1
atau
f
f
1
1
s
s'
1
s'
Bila jarak fokus sama dengan separuh jarak pusat kelengkungan cermin f = ½ R, sehingga persamaan cermin lengkung juga dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut 2 R
1
s
1
s'
Dalam menggunakan persamaan tersebut perlu diperhatikan kesepakatan tanda yang telah disepakati bersama yaitu :
a. Jarak benda s bernilai positif (+) jika benda nyata terletak di depan cermin. Jarak benda s bernilai negatif (-) jika benda maya terletak di belakang cermin. b. Jarak bayangan s’ bernilai positif (+) jika bayangan nyata di depan cermin. Jarak bayangan s’ bernilai negatif (-) jika bayangan maya di belakang cermin. c. R dan f bertanda positif (+) untuk cermin cekung dan bertanda (-) untuk cermin cembung. Berbeda dengan cermin datar besar bayangan yang dibentuk oleh cermin lengkung berbeda-beda sesuai dengan letak benda tersebut terhadap cermin. Untuk mengetahui perbesaran linier pada pembentukan bayangan pada cermin lengkung maka bayangan
h’ dengan
dapat dibandingkan tinggi
tinggi benda h atau jarak bayangan terhadap cermin s’ dengan jarak benda
terhadap cermin s. M
h'
h
s '
s
dengan M
: perbesaran linier
s’
: jarak bayangan terhadap cermin
h’
: tinggi bayangan
s
: jarak benda terhadap cermin
h
: tinggi benda Jika dalam penghitungan ternyata diperoleh M >1 artinya bayangan yang dibentuk lebih
besar daripada bendanya, jika M = 1 maka bayangan sama besar dengan bendanya sedangkan jika 0
B. Pembiasan Cahaya Ketika cahaya mengenai bidang batas antara dua medium yang berbeda kerapatan (misalnya, udara dengan air) maka cahaya akan dibelokkan seperti pada Gambar 18. Peristiwa pembelokan cahaya inilah yang disebut pembiasan cahaya. Pada peristiwa pembiasan ini Gambar 18. Cahaya dibiaskan di air
berlaku
dua
hukum
pembiasan
yang
dirumuskan
oleh
matematikawan Belanda, Willebrord Snellius (1580-1626). Oleh karena itu, kedua hukum pembiasan ini populer dengan sebutan hukum I Snellius dan hukum II Snellius.
: Sinar datang, sinar bias, dan garis normal
Hukum I Snellius
terletak pada satu bidang datar. : Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke
Hukum II Snellius
medium lebih rapat (misalnya dari udara ke kaca), maka sinar dibelokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat (misalnya dari kaca ke udara), maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal.
a. Indeks Bias
Ketika seberkas cahaya datang bergerak dari suatu medium dengan sudut datang i, cahaya dibiaskan dengan sudut bias r ketika melalui medium yang lain. Dari percobaan ternyata diketahui bahwa sin i berbanding lurus dengan sin r, atau secara matematis
sin =
sin
atau
sin sin
=
Tetapan ini merupakan sifat khas suatu medium yang disebut indeks bias (dilambangkan n). Jadi, indeks bias mutlak n untuk cahaya yang merambat dari vakum (atau udara) menuju ke suatu medium tertentu dinyatakan dengan persamaan
=
sin sin
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Snellius.
Kemudian, persamaan Snellius tersebut dapat dipakai untuk meramalkan apa yang terjadi jika cahaya datang dari kaca menuju air. Anggap ada lapisan udara antara permukaan kaca dan air seperti pada Gambar 19. Pertama, sinar datang dari kaca (sudut datang = θk ) dibiaskan Gambar 19. Cahaya datang dari kaca menuju air melalui lapisan udara
ketika masuk ke udara (sudut bias = θu). Sesuai persamaan Snellius,
=
sin sin
θ θ
atau
sin
θ θ … ∗ =
sin
.( )
Kedua, sinar datang dari udara (sudut datang = iu) dibiaskan ketika masuk ke air (sudut bias = ia). Sesuai persamaan Snellius,
=
sin sin
θ θ
atau
sin
θ θ … ∗∗ =
sin
.(
)
Sin iu pada persamaan (*) dan persamaan (**) adalah sama, sehingga diperoleh
θ θ θ θ sin
=
sin
Secara umum, untuk dua medium (medium 1 dan medium 2) persamaan Snellius berbentuk : 1
sin
1
sin
1
sin
2
=
=
2
2
sin
=
2
21
1
dengan, n1
= indeks bias mutlak medium 1,
θ2
= sudut datang dalam medium 2,
n2
= indeks bias mutlak medium 2,
n21
= indeks bias medium 2 relatif
θ1
= sudut datang dalam medium 1,
terhadap medium 1.
Ternyata, cepat rambat cahaya dalam kedua medium yang berbeda kerapatan pun berbeda. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut,
= 1
2
2
1
atau
1 1
=
2 2
Ketika cahaya melewati dari suatu medium ke medium lainnya, ternyata frekuensi cahaya tidak berubah, sehingga f 1 = f 2 = f. Karena hubungan v = λf berlaku untuk kedua medium maka,
1
sehingga
=
1
2
1 1
=
=
2
2 2
b. Pemantulan Sempurna
Pada saat cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat dengan sudut datang tertentu, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Artinya sudut bias akan selalu lebih besar dibandingkan sudut datang. Bila sudut datang terus diperbesar, maka suatu saat sinar bias akan sejajar dengan Gambar 20. Sudut Kritis
bidang yang berarti besar sudut biasnya (r) 90°. Tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan, seluruhnya akan dipantulkan.
Sudut datang pada saat sudut biasnya mencapai 90° ini disebut sudut kritis atau sudut batas. Pemantulan yang terjadi disebut pemantulan total atau pemantulan sempurna. Besarnya sudut kritis dapat dirumuskan sebagai berikut:
n1 sin θ1 = n2 sin θ2 n1 sin ik = n2 sin 90o n1 sin ik = n2
sin
=
2
,
2
1
>
1
c. Kedalaman Semu
Akibat adanya peristiwa pembiasan dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah dasar kolam tampak lebih dangkal dari sebenarnya. Sebagai contoh adalah ketika kita memasukkan koin logam ke dasar kolam seperti pada Gambar. Ketika sinar-sinar dari koin logam mengenai bidang batas airudara, sinar-sinar ini dibiaskan menjauhi garis no rmal sehingga kita seolah-olah melihat koin di P bukan di tempat sesungguhnya (A). Oleh karena itu, dasar kolam tampak oleh
Gambar 21. Diagram sinar koin di dasar air
mata terlihat lebih dangkal dari kedalaman sebenarnya.
Perbandingan antara kedalaman semu dengan kedalaman sebenarnya dapat ditentukan seperti berikut :
Perhatikan ∆AB1B siku-siku. Untuk sudut i kecil,
sin = tan =
= tan
1
(h = kedalaman sebenarnya)
1
=
1 1
=
′
1
(h’ = kedalaman semu)
Gunakan persamaan Snellius untuk bidang batas air-udara.
θ θ ′ sin
(
1
Perhatikan ∆BP1P siku-siku. Untuk sudut r kecil,
sin
=
1
=
)=1(
sin 1
sin =
dan
)
Karena AB1 = PP1 maka,
′ =
1
sin
Persamaan di atas berlaku untuk pengamat di udara dan benda yang diamati berada di dalam air. Jika dibalik, yaitu pengamat dalam air mengamati benda vertikal di udara setinggi h dari permukaan air, tinggi benda dari permukaan air yang diamati pengamat (h’) adalah
′ =
1
Apabila koin berada di dasar wadah berisi dua atau lebih cairan berbeda yang tak bercampur maka rumus mencari kedalaman semu menjadi
′ ⋯ =
1
=
2
+
1
=1
3
+
2
+
3
d. Pembiasan pada Kaca Plan Paralel
Kaca plan paralel adalah sekeping kaca yang kedua sisi A
panjangnya dibuat sejajar. Ketika sinar dari udara masuk ke kaca plan paralel maka sinar akan dibiakan mendekati garis normal,
D
α C
B
Gambar 22. Pembiasan pada kaca plan paralel
kemudian saat sinar keluar dari kaca menuju udara lagi maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal. Pada pembiasan oleh kaca plan paralel ini sinar akan terjadi pergeseran sinar, yaitu antara sinar yang datang dengan sinar yang keluar pada kaca
seperti tampak pada gambar di samping. Besarnya pergeseran dapat dirumuskan dengan :
Hukum Snellius pada batas I :
=
sin
=
sin
Dari persamaan di atas kita bisa menghitung cos r
Perhatikan segitiga ADB siku-siku dan α = i – r
sin
=
Sedangkan dari segitiga BCA siku-siku
cos sin
=
=
=
(
,
,
cos
)
=
=
cos sin
cos
− =
d = tebal balok kaca
sin (
)
cos
r = sudut bias
i = sudut datang
t = pergeseran cahaya
f. Pembiasan pada Prisma
Gambar di samping menggambarkan seberkas cahaya monokromatis yang melewati sebuah prisma. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa berkas sinar tersebut dalam prisma mengalami dua kali pembiasan sehingga antara berkas sinar masuk ke prisma dan berkas sinar keluar dari prisma tidak lagi sejajar. Sudut yang dibentuk antara arah sinar
Gambar 23. Pembiasan pada Prisma
datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut sudut deviasi diberi lambang D. Besarnya sudut deviasi tergantung pada sudut datangnya sinar di mana besarnya sudut deviasi dapat dicari sebagai berikut. D
o
∠
= 180 – BCA o
o
= 180 – {(180 + (r 1 + i2) – (i1 + r 2)} = (i1 + r 2) – (i2 + r 1) = i1 + r 2 – β Keterangan : D = sudut deviasi
r 2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma
i1 = sudut datang pada prisma
β
=
sudut
pembias
prisma
Salah satu sinar datang tertentu pasti akan menghasilkan sudut deviasi minimum. Berdasarkan hasil pembuktian, deviasi minimum dapat terjadi pada saat sudut datang pertama sama dengan sudut bias kedua (i1 = r 2 ). Besarnya sudut deviasi minimum pada prisma dapat dicari menggunakan rumus berikut:
Untuk sudut lebih dari 15
o
+ ) 2 = sin( ) 2
sin(
Untuk sudut kurang dari 15
2 1
o
δ
m
=(
n2 n1
− β 1)
Keterangan : δm = sudut deviasi minimum, n2 = indeks bias prisma, n1 = indeks bias lingkungan Kemudian,jika sinar polikromatis, misalnya sinar putih, yang digunakan maka di dalam prisma tersebut sinar putih diuraikan menjadi komponen warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (me ji ku hi bi ni u) seperti pada gambar di samping. Peristiwa penguraian sinar polikromatis ini dinamakan sebagai peristiwa dispersi.
Gambar 24. Dispersi pada prisma
g. Pembiasan pada Permukaan Lengkung
Gambar 25. Pembiasan permukaan lengkung
Benda B dibentuk bayangan oleh permukaan lengkung B' sudut yang dibentuk berdasarkan pembiasan cahaya adalah:
Semua variabel pada persamaan di atas berlaku perjanjian tanda sebagai berikut : 1. S positif di depan permukaan lengkung/sepihak dengan sinar datang. 2. S' positif di belakang permukaan/berlainan dengan sinar datang.
3. R positif di belakang permukaan lengkung/berlainan dengan sinar datang. 4. Untuk variabel bernilai negatif berlawanan denga kr iteria di atas.
g. Pembiasan pada Lensa
Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung. Ada dua jenis lensa, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Lensa cembung (konveks) memiliki bagian tengah lebih tebal daripada bagian tepinya. Sinar-sinar bias pada lensa cembung bersifat mengumpul atau konvergen. Sedangkan lensa cekung (konkaf) memiliki bagian tengah lebih tipis daripada bagian tepinya. Sinar-sinar bias pada lensa cekung bersifat menyebar atau divergen. Terdapat sinar-sinar istimewa dalam melukiskan pembentukan bayangan pada lensa. Ada tiga sinar-sinar istimewa pada pembiasan lensa cembung, yaitu : 1. Sinar datang menuju lensa sejajar sumbu utama lensa akan dibiaskan melalui titik fokus aktif F1 lensa 2. Sinar datang melalui titik fokus pasif F 2 lensa akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama lensa Gambar 26. Sinar istimewa lensa cembung
3. Sinar datang menuju lensa melalui titik pusat optik lensa akan diteruskan tanpa di biaskan.
Ada juga tiga sinar-sinar istimewa pada pembiasan lensa cekung yaitu : 1. Sinar datang menuju lensa sejajar sumbu utama akan lensa dibiaskan seakan-akan dari titik fokus aktif F1 lensa 2. Sinar datang menuju lensa seakan-akan melalui titik fokus pasif F2 lensa akan dibiaskan sejajar Gambar 27. Sinar istimewa lensa cekung
sumbu utama lensa 3. Sinar datang meuju lensa melalui titik pusat optik lensa akan diteruskan tanpa dibiaskan.
Berikut ini adalah contoh untuk melukiskan pembentukan bayangan pada lensa:
Lensa Cembung
Lensa Cekung
(Bayangan yang terbentuk pada lensa cekung selalu maya, tegak, diperkecil)
Rumus yang berlaku untuk lensa tipis :
1
1
1
′ ′ ′ =
=
s = jarak benda terhadap lensa, s’ = jarak bayangan benda terhadap lensa, h’ = tinggi bayangan, h = tinggi benda
+
=
di mana terdapat perjanjian tanda : 1) Jarak fokus lensa cembung bernilai positif, sedangkan jarak fokus lensa cekung negatif. 2) Jika s atau s’ bernilai positif, benda atau bayangan bersifat nyata. 3) Jika s atau s’ bernilai negatif, benda atau bayangan bersifat maya. Selain besaran jarak fokus, besaran yang menyatakan ukuran lensa yang lain yaitu kekuatan lensa. Kekuatan lensa (P) menggambarkan kemampuan lensa untuk membelokkan sinar yang didefinisikan sebagai kebalikan jarak fokus.
=
1
di mana, P = kekuatan lensa (dioptri) f = jarak fokus lensa (meter) Bagaimanakah sebuah lensa dengan jarak fokus f dapat dibuat oleh pembuat lensa? Ternyata jarak fokus lensa dalam suatu medium berhubungan dengan jari-jari lengkung bidang depan dan belakang lensa (R 1 dan R 2) serta indeks bias bahan lensa. Hubungan ini dinyatakan oleh rumus :
− 1
=
2
1
1 (
1
1
+
1
)
2
dengan n2 = indeks bias bahan lensa dan n1 = indeks bias medium sekitar lensa. (R positif untuk bidang cembung dan R negatif untuk bidang cekung).
DAFTAR PUSTAKA Kanginan, Marthen. 2013. Fisika untuk SMA/MA Kelas X . Jakarta : Erlangga. Khanafiyah, Siti dkk. 2012. Optika. Semarang : UNNES. Masayid.
2013.
Pembiasan
Cahaya
pada
Prisma
Kaca
(online),
http://www.onfisika.com/2013/01/pembiasan-cahaya-pada-prisma-kaca.html, diakses tanggal 10 Mei 2015 Neely,
Andy.
2012.
Refraction
in
Water
(online),
http://tsgphysics.mit.edu/front/?page=demo.php&letnum=N%203, diakses tanggal 10 Mei 2015. Wahyu, Rizky. Optik Geometri (online), https://www.academia.edu/8661802/52947025makalah-optik-geometri, diakses tanggal 10 Mei 2015. Zainul,
Eka.
Optik
Geometri
1
(online),
http://www.tofi.or.id/download_file/Kul_9_UMN_OPTIK%20GEOMETRI_1.ppt , diakses tanggal 10 Mei 2015.