MAKALAH MATEMATIKA DISKRIT II
COUNTING METHODS INCLUSION-EXCLUSION PRINCIPLE, DERANGEMENT, PARITY OF INTEGER, DAN FUNGSI PEMBANGKIT
Anggota Kelompok 2 1. Deanda Asri A
(M0115012)
2. Irsalina Layalia S
(M0115020)
3. Satria Adhi Wijaya
(M0115038)
4. Uffi Nadzima
(M0115044)
5. Zulaichah Intan P
(M0115050)
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018 i
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Matematika diskrit adalah satu cabang ilmu matematika yang mempelajari teori tentang himpunan, induksi matematika, graf, kombinatorial, dan lain-lain. Kombinatorial merupakan cara untuk menghitung jumlah penyusunan objekobjek tanpa harus mengenumerasi semua kemungkinan susunannya. Sebagai salah satu contoh ketika melakukan perhitungan berapa banyak siswa yang mengikuti ekstrakurikuler basket, pecinta alam, atau futsal. Dimana 22 siswa mengikuti ekstrakurikuler basket, 12 siswa mengikuti ekstrakurikuler pecinta alam, 42 siswa mengikuti ekstrakurikuler futsal, dan 8 siswa mengikuti ekstrakurikuler untuk ke tiga pilihan ekstrakurikuler tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dapat digunakan prinsip inclusion-exclusion. Prinsip inclusion-exclusion merupakan perluasan ide dalam diagram venn beserta operasi irisan dan gabungan. Selanjutnya, prinsip inclusion-exclusion ini akan digunakan untuk menghitung permutasi n objek dimana objek tersebut tidak berada pada posisi semula. Contohnya, misalkan Ani memiliki 10 bola dan 10 kotak. Setiap bola diberi label 1, 2, 3, . . . , 10. Begitu pula dengan kotaknya diberi label 1, 2, 3, . . . , 10. Ani menaruh masing-masing bola ke masing-masing kotak secara acak, sehingga sekarang setiap kotak berisi masing-masing satu bola. Cara menghitung peluang tidak ada satupun label bola dan kotaknya yang cocok ini dapat dikerjakan menggunakan perhitungan probabilitas biasa sehingga diperlukan cara lain untuk mempermudah perhitungan. Cara tepat untuk menyelesaikannya adalah menggunakan derangement. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat ba1
nyak bilangan dimana salah satunya adalah bilangan integer (bulat). Dalam bilangan bulat terdapat istilah parity of integer dimana membagi bilangan bulat menjadi dua yaitu bilangan genap dan bilangan ganjil. Secara matematis dapat ditulis untuk bilangan genap dinotasikan n = 2k dan bilangan ganjil dinotasikan n = 2k + 1. Matematika diskrit mempunyai cabang ilmu yang dapat menyelesaikan permasalahan dibidang matematika seperti power series, penyelesaian relasi rekursif, dan pembuktian fungsi identitas. Ilmu tersebut adalah fungsi pembangkit. Menurut Rosen [2], fungsi pembangkit digunakan untuk menyajikan barisan secara ringkas dengan mengkodekan unsur dari suatu barisan sebagai koefisien dalam deret pangkat suatu variabel. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai prinsip - prinsip yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika yang tidak bisa diselesaikan dengan prinsip - prinsip perhitungan biasa. Adapun prinsip - prinsip tersebut, yaitu inclusion-exclusion, derangement, parity of integer, dan fungsi pembangkit.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat ditulisakan lima rumusan masalah, yaitu 1. bagaimana konsep dan rumus umum prinsip inclusion-exclusion, 2. bagaimana konsep dan rumus umum derangement, 3. bagaimana konsep dan sifat parity of integer, 4. bagaimana konsep dan sifat fungsi pembangkit, dan 5. bagaimana kasus dari prinsip inclusion-exclusion, derangement, parity of integer, dan fungsi pembangkit.
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah 2
1. mengetahui konsep dan rumus umum prinsip inclusion-exclusion, 2. mengetahui konsep dan rumus umum derangement, 3. mengetahui konsep dan sifat parity of integer, 4. mengetahui konsep dan sifat fungsi pembangkit, dan 5. dapat menerapkan kasus dari prinsip inclusion-exclusion, derangement, parity of integer, dan fungsi pembangkit.
3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Prinsip Inclusion-Exclusion
Diberikan beberapa definisi dan teorema yang berhubungan dengan prinsip inclusion-exclusion yang diambil dari Munir [1]. Definisi 2.1.1. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda dan tidak berurutan. Definisi 2.1.2. Jumlah elemen dalam A disebut kardinal dari A. Kardinalitas dari himpunan A dinotasikan |A|. Definisi 2.1.3. Irisan (intersection) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap elemennya merupakan elemen dari himpunan A dan himpunan B. Irisan dari himpunan A dan B dapat dinotasikan A ∩ B. Definisi 2.1.4. Gabungan (union) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap anggotanya merupakan anggota himpunan A atau B. Gabungan dari himpunan A dan B dapat dinotasikan A ∪ B. Himpunan A dan B dikatakan disjoint apabila tidak mempunyai irisan, sedangkan himpunan A dan B dikatakan nondisjoint apabila mempunyai irisan. Misal A dan B adalah sebarang himpunan nondisjoint pasti himpunan A dan himpunan B mempunyai elemen bersama. Jumlah elemen bersama antara A dan B adalah |A ∩ B|. Menghitung jumlah elemen gabungan himpunan A dan B yang nondisjoint dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan elemen-elemen pada kedua himpunan dikurangi dengan jumlah elemen pada irisannya sehingga berlaku |A ∪ B| = |A| + |B| − |A ∩ B|. 4
(2.1)
Gambar 2.1. Himpunan Nondisjoint A dan B Himpunan A dan B yang nondisjoint dapat ditunjukan pada Gambar 2.1, sedangkan untuk sebarang himpunan A dan himpunan B yang disjoint yaitu irisan dari dua himpunan atau lebihnya kosong berlaku |A ∪ B| = |A| + |B| .
Gambar 2.2. Himpunan Nondisjoint A, B, dan C Himpunan A, B, dan C yang nondisjoint dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dengan memperluas hasil persamaan (2.1) dapat diperoleh untuk sebarang tiga himpunan A, B, dan C berlaku persamaan (2.2) yang diilustrasikan pada Gambar 2.3. |A ∪ B ∪ C| = |A| + |B| + |C| − |A ∩ B| − |B ∩ C| − |A ∩ C| + |A ∩ B ∩ C| (2.2)
5
Gambar 2.3. Jumlah Elemen dengan (a) |A| + |B| + |C|, (b) |A| + |B| + |C| − |A ∩ B|−|B∩C|−|A∩C|, dan (c) |A|+|B|+|C|−|A∩B|−|B∩C|−|A∩C|+|A∩B∩C| Menurut Rosen [2], prinsip inclusion-exclusion dinyatakan dalam Teorema 2.1.1 yang menyatakan banyaknya elemen suatu gabungan himpunan terbatas. Teorema 2.1.1. Misalkan A1 , A2 , . . . An adalah himpunan berhingga maka bentuk umum prinsip inclusion-exclusion dapat dinyatakan dengan |A1 ∪ A2 ∪ . . . ∪ An | =
∑ 1≤i≤n
|Ai | −
∑
∑
|Ai ∩ Aj | +
1≤j≤n
|Ai ∩ Aj ∩ Ak |
1
+ . . . + (−1)n−1 |A1 ∩ A2 ∩ . . . ∩ An |. Bukti. Akan dibuktikan bahwa setiap elemen dihitung tepat sekali pada sisi kanan persamaan. Anggap a adalah elemen dari tepat r himpunan A1 , A2 , . . . , An ∑ dimana 1 ≤ r ≤ n. Elemen a dihitung sebanyak C(r, 1) kali dari |Ai |, dihitung ∑ sebanyak C(r, 2) kali dari |Ai ∩ Aj |. Secara umum, dihitung sebanyak C(r, m) kali dari penjumlahan m himpunan Ai . Dengan demikian, elemen a dihitung dengan C(r, 1) − C(r, 2) + C(r, 3) − . . . + (−1)r+1 C(r, r) kali pada sisi kanan persamaan. Dengan menggunakan
n ∑
(−1)k (nk ) = 0 maka
k=0
C(r, 0) − C(r, 1) + C(r, 2) − . . . + (−1)r C(r, r) = 0 oleh karena itu, 1 = C(r, 0) = C(r, 1) − C(r, 2) + C(r, 3) − . . . + (−1)r+1 C(r, r). 6
Sedemikian hingga untuk setiap elemen gabungan himpunan A1 , A2 , . . . , An dihitung tepat sekali pada sisi kanan persamaan. Jadi, prinsip inclusion-exclusion terbukti.
2.2
Derangement
Diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan prinsip derangement yang diambil dari Rosen [2]. Definisi 2.2.1. Derangement adalah permutasi dari suatu objek dimana objek tersebut tidak berada pada posisi seharusnya atau telah berubah dari posisi semula. Menurut Rosen [2], permutasi 21453 adalah derangement dari 12345 karena tidak ada angka yang berada di posisi semula. Akan tetapi, 21543 bukan merupakan derangement dari 12345 karena terdapat angka yang berada pada posisi semula yaitu angka 4. Dalam kasus ini akan digunakan prinsip inclusion-exclusion untuk menghitung banyaknya derangement tersebut. Misalkan Dn adalah notasi dari jumlah banyaknya derangement dari n objek. Contohnya, D3 = 2 karena derangement dari 123 adalah 231 dan 312. Akan ditentukan Dn , untuk semua bilangan positif n menggunakan prinsip inclusion-exclusion Teorema 2.2.1. Banyaknya derangement dari suatu himpunan dengan n elemen adalah
[
1 1 1 1 Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1)n 1! 2! 3! 1!
]
Bukti. Misalkan permutasi Pi merupakan sifat dimana permutasi dari n objek mempunyai bilangan bulat i yang ditempatkan pada posisi ke i. Banyaknya derangement adalah banyaknya permutasi dimana tidak terdapat sifat Pi untuk setiap i = 1, 2, 3, . . . , n dapat dituliskan ′
′
′
Dn = N (P1 , P2 , . . . , Pn ).
7
Dengan menggunakan prinsip inclusion-exclusion diperoleh ∑ ∑ ∑ Dn = N − N (Pi ) + N (Pi Pj ) − N (Pi Pj Pk ) + . . . + i
i
i
n
(−1) N (P1 P2 . . . Pn ).
(2.3)
Diketahui N = n!, karena N adalah banyak permutasi dari n elemen. Kemudian, diasumsikan bahwa N (Pi ) = (n−1)! karena N (Pi ) merupakan banyaknya permutasi dengan elemen i berada pada posisinya sehingga posisi ke-i dari permutasi telah ditentukan, tetapi untuk elemen lainnya posisi dapat disusun secara sebarang. Dengan cara yang sama diperoleh N (Pi Pj ) = (n − 2)! karena N (Pi Pj ) merupakan banyaknya permutasi dengan elemen i dan j yang berada pada posisinya tetapi untuk n − 2 elemen lain posisinya dapat disusun secara sebarang. Secara umum dapat dituliskan N (P1 P2 . . . Pm ) = (n − m)! diketahui N (P1 P2 ...Pm ) merupakan banyaknya permutasi dengan elemen i1 , i2 , . . . , im yang berada pada posisinya tetapi untuk n − m elemen lain posisinya dapat disusun secara sebarang. Karena C(n, m) cara untuk memlih m elemen dari n elemen berlaku
∑
N (Pi ) = C(n, 1)(n − 1)!
(2.4)
N (Pi Pj ) = C(n, 2)(n − 2)!
(2.5)
N (Pi Pj Pk ) = C(n, 3)(n − 3)!.
(2.6)
1≤i≤n
∑
1≤i
∑
1≤i
Secara umum dapat dituliskan ∑ N (P1 P2 . . . Pm ) = C(n, m)(n − m)!. 1≤i1
Selanjutnya mensubtitusi persamaan (2.4), (2.5), dan (2.6) pada persamaan (2.3) sehingga diperoleh Dn = n! − C(n, 1)(n − 1)! + C(n, 2)(n − 2)! − . . . + (−1)n C(n, n)(n − n)! n! n! n! = n! − (n − 1)! + (n − 2)! − . . . + (−1)n 0!. (2.7) 1!(n − 1)! 2!(n − 2)! n!0! 8
Persamaan (2.7) dapat disederhanakan menjadi [ ] 1 1 1 n 1 Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1) 1! 2! 3! n! sehingga dapat ditentukan Dn untuk setiap bilangan bulat n.
2.3
Parity of Integer
Diberikan definisi dan beberapa teorema yang berhubungan dengan prinsip parity of integer yang diambil dari Susanna [3]. Teorema 2.3.1. Untuk sebarang bilangan bulat n dan sebarang bilangan bulat positif d, terdapat bilangan bulat q dan r sedemikian sehingga n = dq + r
dan
0 ≤ r < d.
Bukti. Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat nonnegatif berbentuk n − dk dengan k adalah bilangan bulat. Himpunan ini mempunyai satu elemen terkecil. Jika n nonnegatif maka n−0.d = n ≥ 0 sehingga n−0.d ∈ S. Jika n negatif maka n − nd = n(1 − d) ≥ 0 dengan n < 0 dan (1 − d) ≤ 0 karena d adalah bilangan bulat positif sehingga n − nd ∈ S. Menurut well-ordering principle, S memiliki elemen terkecil yaitu r sehingga untuk suatu bilangan bulat k = q, diperoleh persamaan n − dq = r
(2.8)
karena setiap bilangan bulat di dalam S dapat dituliskan dalam bentuk persamaan (2.8). Jika ditambahkan dq pada kedua ruas persamaan (2.8) maka diperoleh n = dq + r. Kemudian akan dibuktikan r < d. Misalkan r ≥ d diperoleh n − d(q + 1) = n − dq − d = r − d ≥ 0, sehingga n − d(q + 1) menjadi bilangan bulat nonnegatif dalam S yang lebih kecil daripada r. Tetapi, r adalah bilangan bulat terkecil dalam S. Kontradiksi ini 9
menunjukkan bahwa pengandaian r ≥ d salah. Jadi, terbukti bahwa terdapat bilangan bulat r dan q yang memenuhi n = dq + r dan 0 ≤ r < d.
Definisi 2.3.1. Untuk bilangan bulat n dan bilangan bulat positif d, berlaku ndivd = hasil bagi bilangan bulat yang diperoleh ketika n dibagi dengan d nmodd = sisa hasil bagi bilangan bulat nonnegatif yang diperoleh ketika n dibagi dengan d. Secara matematis, jika n dan d adalah bilangan bulat dan d > 0 maka n div d = q dan n mod d = r ⇔ n = dq + r. Dimana q dan r adalah bilangan bulat dan 0 ≤ r < d. Diambil sebarang bilangan bulat n dengan n dapat dibagi 2. Menggunakan Teorema 2.3.1 (d = 2) terdapat bilangan bulat q dan r sehingga n dapat ditulis menjadi n = 2q + r untuk 0 ≤ r < 2. Bilangan bulat yang memenuhi pertidaksamaan 0 ≤ r < 2 adalah r = 0 dan r = 1 sehingga untuk sebarang bilangan bulat n terdapat bilangan bulat q dengan n = 2q + 0 atau n = 2q + 1. Dalam permasalahan ini, n = 2q + 0 = 2q, n adalah genap dan n = 2q + 1, n adalah ganjil. Menurut Susanna [3], parity of integer memuat dua kemungkinan bilangan bulat, yaitu bilangan bulat itu genap ataupun ganjil. Misalnya, 5 merupakan bilangan bulat ganjil dan 28 merupakan bilangan bulat genap. Teorema 2.3.2. Untuk sebarang dua bilangan bulat yang saling berurutan mempunyai paritas yang saling berlawanan. Bukti. Diambil sebarang dua bilangan bulat yang berurutan, misal m dan m + 1. Akan dibuktikan apakah salah satu dari m dan m + 1 adalah genap dan yang lainnya adalah ganjil. 10
1. Kasus 1 (m genap) Dalam kasus ini m dapat dibentuk menjadi m = 2k untuk suatu bilangan bulat k sehingga m + 1 = 2k + 1. Akibatnya, m + 1 adalah ganjil (menurut definisi bilangan ganjil). Oleh karena itu, jika m genap maka bilangan bulat selanjutnya, m + 1 adalah ganjil. 2. Kasus 2 (m ganjil) Dalam kasus ini, m dapat dibentuk menjadi m = 2k + 1 untuk suatu k bilangan bulat sehingga m+1 = (2k+1)+1 = 2k+2 = 2(k+1) dengan k+1 adalah bilangan bulat (penjumalahan dua bilangan bulat adalah bilangan bulat) sehingga m + 1 sama dengan dua kali bilangan bulat. Jadi, m + 1 merupakan bilangan genap. Oleh karena itu, pada kasus ini berlaku salah satu dari m dan m + 1 adalah genap serta yang lain adalah ganjil. Dari 1 dan 2 terbukti bahwa untuk sebarang dua bilangan bulat yang saling berurutan mempunyai paritas yang saling berlawanan. Teorema 2.3.3. Kuadrat dari sebarang bilangan bulat ganjil dapat dibentuk menjadi 8m + 1 untuk suatu bilangan bulat m. Bukti. Ambil sebarang bilangan bulat ganjil n. Dengan menggunakan Teorema 2.3.1, n dapat ditulis dengan salah satu bentuk berikut, 4q atau 4q +1 atau 4q +2 atau 4q + 3 untuk suatu bilangan bulat q. Karena n adalah bilangan bulat ganjil, n harus merupakan salah satu dari 4q + 1 atau 4q + 3. 1. Kasus 1 (n = 4q + 1 untuk suatu q bilangan bulat) Akan dicari bilangan bulat m sedemikian sehingga n2 = 8m + 1. Karena n = 4q + 1 diperoleh n2 = (4q + 1)2 = (4q + 1)(4q + 1) = 16q 2 + 8q + 1 = 8(2q 2 + q) + 1 n2 = 8m + 1 11
dengan m = 2q 2 + q, m bilangan bulat. Jadi, untuk n = 4q + 1, kuadrat dari n dapat dibentuk menjadi n2 = 8(2q 2 + q) + 1 = 8m + 1 dengan m adalah bilangan bulat. 2. Kasus 2 (n = 4q + 3 untuk suatu q bilangan bulat) Akan dicari bilangan bulat m sedemikian sehingga n2 = 8m + 1. n2 = (4q + 3)2 = (4q + 3)(4q + 3) = 16q 2 + 24q + 9 = 8(2q 2 + 3q + 1) + 1 n2 = 8m + 1 dengan m = 2q 2 + 3q + 1, m bilangan bulat. Jadi, untuk n = 4q + 3, kuadrat dari n dapat dibentuk menjadi n2 = 8(2q 2 + 3q + 1) + 1. Dari 1 dan 2 terbukti bahwa kuadrat dari sebarang bilangan bulat ganjil dapat dibentuk menjadi 8m + 1 untuk suatu bilangan bulat m.
2.4
Fungsi Pembangkit
Fungsi pembangkit dikembangkan untuk menyelesaikan masalah-masalah pemilihan dan penyusunan objek dengan pengulangan serta tidak memperhatikan urutan. Berdasarkan Rosen [2], fungsi pembangkit digunakan untuk menyajikan barisan secara ringkas dengan pengkodean unsur dari barisan sebagai koefisien dalam deret pangkat suatu variabel x. Fungsi pembangkit dapat digunakan untuk menyelesaikan beberapa permasalahan matematika. Diantaranya power series, penyelesaian relasi rekursif, dan pembuktian fungsi identitas. Selain itu, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah fungsi dengan cara mentransformasikannya.
12
Definisi 2.4.1. Fungsi pembangkit dari barisan bilangan real a0 , a1 , a2 , . . . , ak , . . . bisa dituliskan dalam bentuk 2
k
G(x) = a0 + a1 x + a2 x + . . . + ak x + . . . =
∞ ∑
ak xk .
k=0
Pada Definisi 2.4.1 tersebut, fungsi pembangkit untuk ak biasa disebut ordinary generating function. Deret tersebut merupakan pangkat dari variabel x, dengan x adalah suatu indikator sehingga koefisien dari xk adalah harga fungsi pada k. Sedangkan, sebuah fungsi dalam deret bilangan real ak dapat disederhanakan dengan fungsi pembangkitnya.
2.4.1
Fungsi Pembangkit pada Power Series
Fungsi pembangkit dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah perhitungan dalam suatu barisan tak hingga. Dalam penggunaannya barisan diubah menjadi power series. Power series ini merupakan fungsi pembangkit dari barisan tersebut. Teorema 2.4.1. Diberikan f (x) =
∞ ∑
k
ak x
dan g(x) =
∞ ∑
bk xk
k=0
k=0
maka berlaku f (x) + g(x) =
∞ ∑
(ak + bk )xk
(2.9)
k=0
dan f (x)g(x) =
( k ∞ ∑ ∑
∑∞ k=0
aj bk−j
ak xk dan g(x) =
f (x) = a0 +a1 x+a2 x2 +. . .+ak xk +. . .
xk .
(2.10)
j=0
k=0
Bukti. Diketahui f (x) =
)
∑∞
k k=0 bk x
sehingga
dan g(x) = b0 +b1 x+b2 x2 +. . .+bk xk +. . .
13
maka, untuk persamaan (2.9) f (x) + g(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . . + b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . . = a0 + b0 + a1 x + b1 x + a2 x2 + b2 x2 + . . . + ak xk + bk xk + . . . = (a0 + b0 ) + (a1 + b1 )x + (a2 + b2 )x2 + . . . + (ak + bk )xk + . . . ∞ ∑ f (x) + g(x) = (ak + bk )xk . k=0
Untuk persamaan (2.10) f (x)g(x) = (a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . .)(b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) = a0 (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + a1 x(b0 + b1 x + b2 x2 + . . . +bk xk + . . .) + a2 x2 (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + . . . + ak xk (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + . . . = (a0 b0 + a0 b1 x + a0 b2 x2 + . . . + a0 bk xk + . . .) + (a1 xb0 + a1 xb1 x + a1 xb2 x2 + . . . + a1 xbk xk + . . .) + (a2 x2 b0 + a2 x2 b1 x + a2 x2 b2 x2 + . . . + a2 x2 bk xk + . . .) + . . . + (ak xk b0 + ak xk b1 x + ak xk b2 x2 + . . . + ak xk bk xk + . . .) + . . . = a0 b0 + a0 b1 x + a1 b0 x + . . . + a0 b2 x2 + a1 b1 x2 + a2 b0 x2 + . . . + a0 bk xk + ak b0 xk + . . . ( k ) ∞ ∑ ∑ f (x)g(x) = aj bk−j xk . k=0
j=0
14
BAB III PEMBAHASAN Pada pembahasan berikut diberikan beberapa contoh soal serta penyelesaiannya dengan menggunakan inclusion-ixclusion, derangement, parity of integer, dan fungsi pembangkit. Contoh soal diambil dari Rosen [2]. 1. Terdapat 2504 mahasiswa Ilmu Komputer di sebuah kampus. Sebanyak 1876 mahasiswa mengikuti kuliah Java, 999 mahasiswa mengikuti kuliah Linux, 345 mahasiswa mengikuti kuliah C, 876 mahasiswa mengikuti kuliah Java dan Linux, 231 mahasiswa mengikuti kuliah Linux dan C, dan 290 mahasiswa mengikuti kuliah Java dan C. Jika 189 mahasiswa mengambil kuliah pada ketiganya (Java, Linux, dan C) maka berapa banyak dari 2504 mahasiswa yang belum mengikuti kuliah programming language pada ketiganya? Penyelesaian: Misal dinotasikan S = himpunan seluruh mahasiswa ilmu komputer, X = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah Java, Y = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah Linux, Z = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah C, dan N = himpunan mahasiswa yang tidak mengambil ketiganya. Sehingga |S| = 2504; |X| = 1876; |Y | = 999; |Z| = 345; |X ∩ Y | = 876; |Y ∩ Z| = 231; |X ∩ Z| = 290; |X ∩ Y ∩ Z| = 189,
15
maka |S| = |X ∪ Y ∪ Z| + |N | |N | = |S| − |X ∪ Y ∪ Z| = |S| − (|X| + |Y | + |Z| − |X ∩ Y | − |Y ∩ Z| − |X ∩ Z| + |X ∩ Y ∩ Z|) = 2504 − (1876 + 999 + 345 − 876 − 231 − 290 + 189) = 2504 − 2012 = 492. Jadi, mahasiswa yang belum mengikuti kuliah programming language pada ketiganya sebanyak 492 mahasiswa. 2. Sebuah mesin yang bekerja untuk memasukkan surat ke dalam amplop tibatiba rusak sehingga mesin tersebut memasukkan surat secara acak ke dalam amplop. Apabila terdapat 7 surat maka berapa banyak cara agar: a. tidak ada surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar dan b. terdapat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar. Penyelesaian: Dengan menggunakan konsep inclusion-exclusion banyaknya cara semua surat dimasukkan ke dalam amplop yang benar dapat dicari menggunakan rumus derangement [ ] 1 1 1 n 1 . Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1) 1! 2! 3! n! a. Tidak ada surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar. Terdapat 7 surat berarti n = 7 sehingga diperoleh [ ] 1 1 1 1 1 1 1 D7 = 7! 1 − + − + − + − 1! 2! 3! 4! 5! 6! 7! ] [ 1 1 1 1 1 1 1 − + − = 5040 1 − + − + 1 2 6 24 120 720 5040 [ ] 103 = 5040 280 = 1854 cara. 16
Jadi, terdapat 1854 cara semua surat tidak dimasukkan ke dalam amplop yang benar. b. Terdapat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar. Terdapat 7 surat. Jika diinginkan terdapat tepat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar berarti n = 7 − 5 = 2. Banyak cara memasukkan 5 surat ke dalam amplop yang benar adalah C(7, 5) = 21. Misal banyak cara adalah X1 maka diperoleh X1 = C(7, 5)D2 ] [ 1 1 = 21(2!) 1 − + 1! 2! [ ] 1 1 = 21(2) 1 − + 1 2 = 21 cara. Jadi, terdapat 21 cara semua surat dimasukkan ke dalam amplop dimana terdapat tepat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar. 3. Buktikan bahwa jika n adalah bilangan bulat dan 3n + 2 ganjil, maka n ganjil! Penyelesaian: Bukti. Pertama akan dicoba dengan menggunakan pembuktian langsung. Untuk mengkonstruksikan pembuktian langsung, diasumsikan bahwa 3n+2 adalah bilangan bulat ganjil. Berarti 3n+2 = 2k+1 untuk beberapa bilangan bulat k, sehingga tidak dapat dilakukan dengan pembuktian langsung. Karena pembuktian langsung gagal selanjutnya akan dicoba dibuktikan dengan menggunakan kontraposisi. Langkah pertama pembuktian kontraposisi ini diasumsikan bahwa ”Jika 3n + 2 ganjil maka n bilangan ganjil” adalah salah, sehingga n adalah bilangan genap. Kemudian, menurut definisi bilangan genap, n = 2k untuk
17
sebarang k bilangan bulat. Subtitusi 2k sebagai n, diperoleh 3n + 2 =3(2k) + 2 =6k + 2 =2(3k + 1) =2m untuk m = 3k + 1 dan m bilangan bulat. Hal ini berarti 3n + 2 adalah genap, karena merupakan kelipatan 2 dan bukan ganjil. Tetapi kontradiksi dengan yang diketahui. Sehingga asumsi salah. Dengan demikian terbukti jika n adalah bilangan bulat dan 3n + 2 ganjil, maka n ganjil. 4. Carilah fungsi pembangkit dari barisan 1, 4, 16, 64, 256! Penyelesaian : Menurut Definisi 2.4.1, jika terdapat barisan bilang real a0 , a1 , a2 , . . . , ak ,. . . , maka fungsi pembangkitnya dapat dituliskan dalam bentuk G(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . . . Karena barisan bilangan tersebut terbatas, sehingga dapat dituliskan G(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk . Maka fungsi pembangkit dari barisan bilangan 1, 4, 16, 64, 256 adalah G(x) = 1 + 4x + 16x2 + 64x3 + 256x4 . Sehingga diperoleh G(x) = 1 + 4x + 16x2 + 64x3 + 256x4 = (4x)0 + (4x)1 + (4x)2 + (4x)3 + (4x)4 4 ∑ = (4x)k k=0
Jadi, fungsi pembangkit dari barisan bilangan 1, 4, 16, 64, 256 adalah G(x) =
4 ∑ k=0
18
(4x)k .
BAB IV KESIMPULAN Dari pembahasan didapatkan kesimpulan sebagai berikut. 1. Rumus umum inclusion-exclusion principle adalah |A1 ∪ A2 ∪ . . . ∪ An | =
∑
∑
|Ai | −
1≤i≤n
1≤j≤n
+ . . . + (−1)
n−1
∑
|Ai ∩ Aj | +
|Ai ∩ Aj ∩ Ak |
1
|A1 ∩ A2 ∩ . . . ∩ An |.
2. Derangement adalah permutasi dari suatu objek dimana objek tersebut tidak berada pada posisi semula. Rumus umum derangement adalah [ ] 1 1 1 n 1 Dn = n! 1 − + − + ... + (−1) . 1! 2! 3! n! 3. Parity of integer memuat dua kemungkinan yaitu apakah bilangan bulat tersebut genap atau ganjil. Rumus umum parity of integer adalah n = dq + r
dan 0 ≤ r < d.
4. Fungsi pembangkit dari barisan bilangan a0 , a1 , a2 , . . . , ak , . . . dapat dituliskan dalam bentuk 2
k
G(x) = a0 + a1 x + a2 x + . . . + ak x + . . . =
∞ ∑
ak xk .
k=0
5. Inclusion-exclusion principle dapat diterapkan pada contoh soal nomor 1, derangement dapat diterapkan pada contoh soal nomor 2, parity of integer dapat diterapkan pada contoh soal nomor 3, dan fungsi pembangkit dapat diterapkan pada contoh soal nomor 4.
19
DAFTAR PUSTAKA
[1] Munir, R., Matematika Diskrit, 3rd ., Informatika, Bandung, 2007. [2] Rosen, K. H., Discrete Mathematics and Its Applications, 7th ed., McGrawHill, New York, 2012. [3] Susanna, S., Discrete Mathematics with Applications, 4th ed., Cengage Learning, United States of America, 2011.
20
4.1
Job Description
Nama Deanda Asri A
Job Description Fungsi pembangkit dan pembahasannya, penyusunan makalah, dan proofreading
Irsalina Layalia S
Derangement dan pembahasannya, penyusunan slide presentasi, dan proofreading
Satria Adhi W
Parity of integer dan pembahasannya, penyusunan makalah, dan proofreading
Uffi Nadzima
Inclusion-Exclusion principle dan pembahasannya, penyusunan makalah, dan proofreading
Zulaichah Intan P Pendahuluan, Parity of integer, kesimpulan, penyusunan slide presentasi, dan proofreading
21