MAKALAH MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN PERHITUNGAN DAYA DUKUNG PERAIRAN WADUK JATILUHUR
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Sumberdaya Sumberdaya Perairan Disusun oleh : Kelas A Nadimas Raviansyah
230110140002 230110140002
M. Fauzan Al Mubarok
230110140010
Yohanes Bagas P
230110140025 230110140025
Ahmad Fadilah
230110140055 230110140055
M. Faisal A.
230110140064 230110140064
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat Menyelesaikan Makalah Sumberdaya Perairan yang berjudul “Daya Dukung Perairan Waduk Jatiluhur”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumberdaya Perairan pada program studi Perikanan Fakultas Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dalam makalah ini dibahas mengenai morfometri, hidrologi, kualitas air dan aspek-aspek terkait yang menjadi daya dukung perairan waduk jatiluhur. Data dan materi ang dikumpulkan berasal dari jurnal, buku maupun artikel yang berasal dari sumber-sumber yang bersangkutan. Pada penyusunannya, kami menyadari akan segala kekurangan yang ada sehubungan dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penyusun maka penyusun mengucapkan maaf yang sebesar – besarnya apabila baik dalam penulisan maupun penyajian laporan akhir praktikum ini terdapat banyak kesalahan, dengan tangan terbuka penyusun akan menerima segala saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Jatinangor, 5 Mei 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Kondisi Umum Waduk Jatiluhur (Waduk Ir. H. Juanda) ......................... 1
1.2
Perbandingan 3 Waduk (Jatiluhur, Saguling, Cirata) ............................... 2
1.3
Tujuan....................................................................................................... 3
TINJAUAN KHUSUS JATILUHUR ..................................................................... 5 PERHITUNGAN DAYA DUKUNG WADUK JATILUHUR ............................ 12 3.1
Hasil Perhitungan ................................................................................... 12
3.2
Perhitungan............................................................................................. 13
KESIMPULAN ..................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
J udul
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Waduk Jatiluhur ................. Error! Bookmark not defined.
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
J udul
Halaman
Gambar 1. Peta situasi waduk Jatiluhur ................. Error! Bookmark not defined.
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
J udul
Halaman
Lampiran 1. Tabel DTBPA waduk Jatiluhur ......... Error! Bookmark not defined.
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Kondisi Umum Waduk Jatiluhur (Waduk Ir. H. Juanda)
Waduk merupakan badan air tergenang (lentik) yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk awal dasar sungai (Perdana, 2006). Berdasarkan pada tipe sungai yang dibendung dan fungsinya, dikenal tiga tipe waduk, yaitu waduk irigasi, waduk lapangan dan waduk serbaguna. Waduk Ir. H. Juanda (Waduk Jatiluhur) merupakan waduk terbesar di Jawa Barat dan tertua di Indonesia yang memiliki fungsi serbaguna. Waduk Ir. H. Juanda mempunyai luas 8.300 ha dengan kapasitas waduk mencapai ± 3 milyar m3 yang memiliki fungsi sebagai penyediaan baku air minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir. Waduk Ir. H. Juanda terletak ± 11 km ke arah barat daya dari kota Purwakarta
tepatnya pada posisi 60 30’ sampai 60 49’ LS dan 1070 14’ sampai 1070 22’ BT. Batas-batas Kecamatan Jatiluhur adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pesawahan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Purwakarta
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Plered
Waduk Ir. H. Juanda dibentuk dengan membendung Sungai Citarum dan anak sungai yang berada di Kecamatan Jatiluhur. Waduk ini mendapat pas okan air dari dua waduk yang berada di bagian hulu sepanjang DAS Citarum, yaitu Waduk Saguling dan Cirata. Sumber air waduk berasal dari daerah pengaliran Waduk Saguling dan Cirata yang juga terdapat keramba jaring apung dalam jumlah yang banyak dan mengakibatkan beban pencemaran terakumulasi di Waduk Ir. H. Juanda (Sudjana T. , 2004). Berdasarkan ciri morfometrik, Waduk Ir. H. Juanda termasuk perairan terbuka yang cukup dalam, jumlah teluk banyak, garis pantai yang panjang, daerah tangkap hujan yang luas, dan produktivitas perairan
1
2
umumnya didominasi oleh fitoplankton (Simarmata, 2007). Menurut Sukimin (1999), ekosistem Waduk Ir. H. Juanda secara gradient longitudinal dapat dibagi kedalam zona mengalir (riverine), zona transisi dan zona menggenang (lacustrine) (perairan tengah, Dam) yang sebagian besar merupakan tempat pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung. 1.2
Perbandingan 3 Waduk (Jatiluhur, Saguling, Cirata)
Terdapat tiga waduk yang disusun secara seri atau biasa disebut Cascade Dam di Jawa Barat, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Namun, pada penggunaannya, Waduk Saguling dan Cirata merupakan single purpose di mana hanya digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Kedua waduk ini berada di bawah pengelolaan PT PLN (Indonesia Power dan PJB). Sedangkan Waduk Jatiluhur adalah multipurpose, yang dominan digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi air di sekitar hilir dan juga untuk membangkitkan listrik. Dengan menggunakan susunan seri (Cascade Dam) maka proses untuk pengendalian kualitas air sungai Citarum terbagi menjadi tiga kali penyaringan. Penyaringan pertama dilakukan di Waduk Saguling, penyaringan kedua di Waduk Cirata, dan penyaringan ketiga di Waduk Jatiluhur. Namun pada kenyataannya kondisi ketiga waduk tersebut sangat memprihatinkan sehingga proses filtrasi air di tiap waduk kurang memberikan efek yang besar. Hal tersebut diakibatkan adanya kegiatan – kegiatan yang merusak kualitas air dan lingkungan di ketiga waduk tersebut. Di Waduk Saguling sendiri kondisi airnya sekarang hanya bisa digunakan untuk lahan industri, sedangkan untuk air minum, bahan baku air minum, dan perikanan sudah dalam kategori buruk. Secara garis besar, terganggunya potensi air Waduk Saguling terjadi dikarenakan tata guna lahan yang tidak konsisten, pengelolaan lahan yang salah, dan pola hidup masyarakat yang merusak lingkungan, ditambah dengan tingginya angka pemukiman di Cekungan Bandung merambat kepada persoalan berkembangnya permukiman tanpa perencanaan yang baik dan selanjutnya akan mengarah pada permasalahan alih fungsi lahan konservasi menjadi pertanian, permukiman, dan industri.
3
Berada di tengah-tengah sistem Cascade Dam Sungai Citarum menjadikan Waduk Cirata berfungsi sebagai filter kedua dari daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Jika semua "kotoran" dari hulu Citarum telah tersaring terlebih dahulu di Waduk Saguling, seharusnya kondisi Waduk Cirata jauh lebih baik daripada Saguling, namun pada kenyataannya tidak, kerusakan yang hampir sama pun terjadi di Cirata. Karena, aktivitas di catchment area (daerah tangkapan) Waduk Cirata tak kalah mengkhawatirkan. Kondisi area itu tidak jauh dari hutan gundul dan alih fungsi lahan menjadi permukiman dan pertanian. Ditambah banyaknya KJA yang melebihi batas normal mennyebabkan banyaknya pakan ikan yang menjadi sampah diperparah dengan dibuangnya perkakas tak terpakai dari jaring apung, seperti styrofoam, drum, dan bambu ke dal am waduk. Sama seperti dua waduk lainnya, sebagai filter terakhir Sungai Citarum, Waduk Jatiluhur juga mengalami hal yang tidak berbeda jauh dengan kedua Waduk sebelumnya. Salah satunya adalah sedimentasi yang terjadi akibat banyaknya aktivitas KJA yang melebihi batas dan pembuangan limbah yang tidak wajar membuat pendangkalan di Waduk Jatiluhur ini. Pendangkalan tersbut mengakibatkan meningkatnya volume air di Waduk yang
sudah mencapai
ketinggian 108,41 meter dan sudah melebihi batas normal (107m), hal tersebut menyebabkan Waduk Jatiluhur dalam fase kritis. Walaupun Waduk Jatiluhur dirancang untuk menampung air hingga ketinggian 110 meter, jika lebih dari itu waduk bisa jebol dan bisa menyebabkan bencana banjir bandang lebih parah lima kali lipat jika dibandingkan dengan bencana luapan Sungai Citarum. Selain menimbulkan bencana dahsyat, jebolnya Waduk Jatiluhur bakal merusak ribuan hektare sawah di wilayah pantai utara (pantura) Jabar serta menganggu pasokan listrik Jawa-Bali.
1.3
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah mengenai daya dukung waduk Jatiluhur adalah : 1.
Memberikan informasi mengenai kondisi Waduk Jatiluhur
4
2.
Dapat menghitung daya dukung waduk Jatiluhur jika ada Karamba Jaring Apung (KJA) dan tidak ada KJA di Waduk Jatiluhur
3.
Dapat menghitung biomassa ikan KJA yang dapat didukung waduk Jatiluhur
BAB II TINJAUAN KHUSUS JATILUHUR
2. Tinjauan Khusus Waduk Jatiluhur 2.1 Kondisi Umum
Waduk merupakan badan perairan yang dibentuk dengan membangun dam melintasi sungai sehingga air bendungan berada di belakang dam (Ryding dan Rast 1989 in Simarmata 2007). Waduk Ir. H. Juanda (Waduk Jatiluhur) merupakan waduk terbesar di Jawa Barat dan tertua di Indonesia yang memiliki fungsi serbaguna. Waduk Ir. H. Juanda mempunyai luas 8.300 ha dengan kapasitas waduk mencapai ± 3 milyar m3 yang memiliki fungsi sebagai penyediaan baku air minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir. Waduk Ir. H. Juanda terletak ± 11 km ke arah barat daya dari kota Purwakarta tepatnya pada posisi 6 0
30’ sampai 60
49’ LS dan 107 0 14’ sampai 1070 22’ BT (Anonimus 1989 in Widiyastuti 2004). Waduk Ir. H. Juanda dibentuk dengan membendung Sungai Citarum dan anak sungai yang berada di Kecamatan Jatiluhur. Waduk ini mendapat pasokan air dari dua waduk yang berada di bagian hulu sepanjang DAS Citarum, yaitu Waduk Saguling dan Cirata. Sumber air waduk berasal dari daerah pengaliran Waduk Saguling dan Cirata yang juga terdapat keramba jaring apung dalam jumlah yang banyak dan mengakibatkan beban pencemaran terakumulasi di Waduk Ir. H. Juanda (Sudjana 2004). Berdasarkan ciri morfometrik, Waduk Ir. H. Juanda termasuk perairan terbuka yang cukup dalam, jumlah teluk banyak, garis pantai yang panjang, daerah tangkap hujan yang luas, dan produktivitas perairan umumnya didominasi oleh fitoplankton (Simarmata 2007). Menurut Sukimin (1999), ekosistem Waduk Ir. H. Juanda secara gradient longitudinal dapat dibagi kedalam zona mengalir (riverine), zona transisi dan zona menggenang (lacustrine) (perairan tengah, Dam) yang sebagian besar merupakan tempat pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung.
5
6
2.2 Morfometrik Waduk Jatiluhur
Berdasarkan ciri morfometrik, Waduk Ir. H. Juanda termasuk perairan terbuka yang cukup dalam, jumlah teluk banyak, garis pantai yang panjang, daerah tangkap hujan yang luas, dan produktivitas perairan umumnya didominasi oleh fitoplankton (Simarmata 2007). Menurut Sukimin (1999), ekosistem Waduk Ir. H. Juanda secara gradient longitudinal dapat dibagi kedalam zona mengalir (riverine), zona transisi dan zona menggenang (lacustrine) (perairan tengah, Dam) yang sebagian besar merupakan tempat pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda dapat digambarkan dengan beberapa parameter seperti yang tertera pada Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda sumber : Sandra (2001)
7
2.3 Hidrologi Waduk
Daerah waduk Jatiluhur termasuk kedalam tipe iklim D berdasarkan klasifikasi Schmidt Ferguson (tingkat kebasahan sedang). Curah hujan tahunan Daerah Tangkapan Waduk Jatiluhur sangat bervariasi dengan curah hujan ratarata sebesar 213.54 mm, dan curah hujan tertinggi sebesar 107,76 mm. Temperatur maksimum rata-rata 32,450C dan minimum ratarata 20.72 0C. Ratarata radiasi matahari bulanan sebesar 16,65 MJ/m2 /hari dan kelembaban udara sebesar 90,33 %. Berdasarkan data iklim tersebut, nilai evapotranspirasi aktual rata-rata harian selama periode simulasi Juni sampai Desember 2009 adalah sebesar 1.10 mm dengan kisaran antara 0-4.16 mm. Namun nilai evapotranspirasi potensial adalah sebesar 493.69 mm. Karakteristik Hidrologi Daerah Tangkapan Waduk Jatiluhur sumber: Darmawan Budi dan Malahayati Sri (2009)
Waduk Ir. H. Juanda memiliki stratifikasi temperatur yang merupakan salah satu penyebab terjadinya proses umbalan di waduk tersebut. Waduk-waduk yang dibangun di dataran tinggi atau pegunungan sering mengalami umbalan karena morfologinya seperti corong dan cenderung disebabkan oleh suhu. Menurut Jangkaru (2003), proses umbalan umumnya terjadi pada badan air dengan permukaan yang sempit dan dalam, serta curam seperti corong atau botol. Dengan bentuk seperti corong dan botol maka proses pengadukan alamiah yang
8
umumnya dilakukan oleh angin tidak terjadi secara rutin. Akibatnya terbentuklah pelapisan dalam kolom badan air termasuk juga pelapisan kualitas air sehingga semakin dalam lapisan air maka akan semakin rendah mutunya. Jika umbalan terjadi pada badan air yang memiliki stratifikasi atau pelapisan maka dapat berakibat fatal bagi organisme di dalamnya karena kualitas air yang rendah umumnya terdapat di dasar dan akan ikut terangkat ke permukaan tempat ikan hidup. Umbalan tidak berpengaruh terlalu buruk pada air yang jernih, sedangkan pada perairan yang dasarnya kotor tercemar limbah (termasuk limbah pakan ikan) dapat mengancam kehidupan ikan karena massa air yang naik ke permukaan akan membawa senyawa-senyawa beracun yang membahayakan kehidupan ikan.
2.4 Kualitas Air
Ci Tarum merupakan induk dari berbagai sub DAS yang bermuara ke Ci Tarum, sekaligus menjadi muara dari berbagai macam limbah yang mengalir bersamaan dengan aliran air dari sub DAS tersebut. Berdasarkan catatan Badan Pengelola Waduk Cirata, Sungai Citarum sepanjang 268 kilometer yang menjadi sumber utama Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur itu setidaknya
menampung
limbah dari 1.000 industri. Pencemaran juga diduga berasal dari limbah pabrik industri tekstil dan lainnya yang terdapat di kawasan Kabupaten Bandung. Kebanyakan, industri itu berada di hulu sungai, terutama di daerah cekungan Bandung. Limbah-limbah yang masuk ke sungai citarum akan mengendap dan terakumulasi di danau saguling sebagai outlet pertama dari aliran DAS Citarum yang berikutnya akan dialirkan ke waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur selain digunakan untuk sumber air bersih bagi masyarakat dan PLTA, Waduk Jatiluhur juga dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya keramba jaring apung (KJA) yang sekarang ini sudah melampaui batas maksimum yang sudah ditentukan. Data perkembangan usaha budidaya ikan kermba jaring apung dapat dilihat pada tabel berikut. Perkembangan Usaha Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung
9
Sumber: Data Perkembangan Usaha Budidaya KJA Perum Jasa Tirta II, 2013 Populasi dalam zone Ada Tidak ada No Tahun Populasi Ditertibkan kontrak kontrak (SPPA) (SPPA) 2009 19.279 134 16.545 1.641 2010 19.630 424 12.592 3.953 2011 21.579 827 14.488 3.091 2012 20.752 272 13.665 3.087
Luar Zona
1.093 3.085 4.000 4.000
Dengan jumlah keramba jaring apung yang melampaui batas ideal dapat diperkirakan terdapat penambahan limbah di waduk
jatiluhur.
Penambahan
limbah ini berasal dari pencemaran pakan ikan yang diberikan setiap hari, ini dapat menambah kandungan limbah air waduk, ataupun dari jumlah ikan yang mati dan tidak sempat untuk dibersihkan atau disaring sehingga mengotori waduk Jatiluhur. Selain itu, Endi Setiadi, peneliti sumber daya dan lingkungan pada Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan ikut mengemukakan bahwa beberapa indikator pencemaran di perairan waduk menunjukan angka yang terus meningkat. Keberadaan tiga waduk yang saling terkait membuat cemaran mengalir secara berantai (diperoleh dari http:// nasional.kompas.com/read/2009/06/17/1205588). Waduk Jatiluhur yang sekarang dipenuhi keramba jaring apung ikut menambah jumlah polutan dalam kualitas air waduk Jatiluhur, kualitas air yang diharapkan akan menjadi lebih baik mulai diragukan kualitasnya akibat dari penempatan keramba jaring apung yang tidak dapat dikendalikan. Belum lagi masyarakat keramba jaring apung yang tinggal di dalam perahu, untuk memenuhi kebutuhan keseharian MCK (mandi, cuci, dan kakus) langsung menggunakan air waduk tersebut. Menurut hasil penelitian Natalia (2011) sebanyak 100% masyarakat keramba jaring apung membuang limbah rumah tangga langsung ke waduk. Ini juga justru menambah sumbangan limbah ke dalam air waduk selain dari pencemaran pakan ikan. Kepentingan
kebutuhan
air
harus
diutamakan
karena
dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat sekitar, masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga dan memelihara sumber air agar kualitasnya terjaga
10
dengan baik, namun pada kenyataanya kian hari kualitas air yang berasal dari waduk Jatiluhur semakin menurun.
2.5 KJA di Waduk
Paket teknologi KJA merupakan salah satu paket teknologi budidaya ikan yang cocok untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya perairan khususnya perairan danau dan waduk di Indonesia; yang luasnya 2,1 juta hektar (Ilyas et al. 1992 in Iskandar dan Suryadi 2000) termasuk Waduk Ir. H. Juanda, Cirata, dan Saguling. Menurut Krismono (1993) in Iskandar dan Suryadi (2000), bila 1% saja dari luas perairan tersebut digunakan untuk budidaya ikan dalam KJA, maka akan dapat menghasilkan 800 ton ikan/hari. Namun, perkembangan KJA yang tidak terkendali akan banyak mengakibatkan kematian ikan yang dipelihara di KJA seperti yang terjadi pada tahun 1996 jumlah ikan yang mati mencapai 1.560 ton dan kerugian mencapai 7 milyar rupiah (Krismono et al. 1996). Teknologi KJA merupakan sistem budidaya perairan yang relatif baru dibandingkan dengan teknologi budidaya lainnya. Pertama kali diuji coba pada tahun 1974 di Waduk Ir. H. Juanda dibawah pengelolan Perum Jasa Tirta II dan mulai dibudidayakan pada tahun 1988. Berkembangnya budidaya ikan KJA di Waduk Ir. H. Juanda terbukti telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi ikan, konsumsi ikan, peluang usaha, kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Namun sejalan dengan hal tersebut timbul permasalahan yang mengganggu pelestarian sumberdaya air waduk maupun usaha perikanan itu sendiri. Jumlah unit KJA di Waduk Ir. H. Juanda mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun saja terjadi peningkatan unit KJA yang cukup besar yaitu pada tahun 1994 jumlah KJA sebanyak 850 unit dengan produksi ikan 1.998 ton/tahun (Krismono 2000) dan jumlah KJA pada tahun 2004 adalah 3.216 unit dengan produksi 12.580 ton/tahun (Sudjana 2004). Jumlah unit KJA hingga saat ini bahkan mencapai 4.714 unit (Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta, 2009). Jumlah unit KJA ini sudah dikategorikan dalam jumlah yang cukup tinggi. Dalam penetapan batas
11
maksimum jumlah unit KJA di Waduk Ir. H. Juanda terdapat perbedaan dari masing-masing instansi terkait seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.
Perbedaan jumlah dan luas areal budidaya KJA di Waduk Ir. H. Juanda (Sudjana 2004)
Kriteria Luas waduk Elevasi air minimum Jarak antar unit Luas desain/unit KJA Jumlah KJA maksimum Luas perairan KJA Luas perairan KJA
PJT 2004
II
Batasa SK Bupati n kriteria 06/2000 6.000 8.300 87,65 87,65 50 50
Satuan
POKJA
ha m dpl m
1996 8.300 90,00 25
8.300 -
m2
453
-
624
624
unit ha
5.480 209,5 2,52
3216 83 1
2100 131 1,58
962 60 1
%
BAB III PERHITUNGAN DAYA DUKUNG WADUK JATILUHUR
3.1
Hasil Perhitungan Parameter
Satuan
Waduk Jatiluhur
Morfometri
Luas (A) Volume (v) Kedalaman rata-rata (Z)
Ha
7.780
Juta m3
2.556
M
32,85
m3/sec
Debit keluar (Q0)
Juta m3/tahun
Jumlah debit keluar =Q0/V
123,62 3.845,03
Laju aliran
Tahun-1
1.504
Waktu tinggal air
Tahun
1,427
Pi
mg/m3
100
(Pa)std
mg/m3
200
Pf
mg/m3
200
Pdas
mg/m3
50
dP
mg/m3
50
Kualitas Air
R
0,521
X
0,5
Rfish
0,761
Lfish
Gp/m2/tahun
10,321
Lafish
Kgr P/tahun
802.976,30
Pengendalian Jumlah KJA
Jumlah alokasi KJA
Unit petak
(2015) 4.040
Jumlah KJA sekarang
Unit petak
(2015) 23.000
Pengurangan jumlah KJA
Unit
18.960
Pengurangan jumlah KJA
%
82, 43
Pengendalian beban DAS
12
13
Parameter
Satuan
Beban KJA sekarang
kg P/tahun
Bebas DAS
kg P/tahun
DTBPA alokasi DAS
kg P/tahun
Beban DAS
kg P/tahun
Pengurangan beban DAS
kg P/tahun
Pengurangan beban DAS
%
3.2 1.
Perhitungan Morfologi dan Hidrologi Danau atau Waduk
Ź = 100 X V/A
(1)
Keterangan :
Ź = Kedalaman rata -rata danau/waduk (m) V = Volume air (2.556 juta m 3) A = Luar permukaan (7.780 Ha) Jawab : = 100
V A = 100
2.556 7.780
= 32,85 m
P = Qо/V
(2)
Keterangan : P = Laju penggantian air (1/tahun) Qо = Debit air keluar (3.845,03 juta m 3/tahun) V = Volume air (2.556 juta m 3) Jawab : = =
3.845,03 2.556
Waduk Jatiluhur
14
= 1,5043 / Tahun -1
[Pa]d = [Pa]STD - [Pa] i - [Pa]DAS .................................... (4) = 200 – 100 – 50 = 50 Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa pada air danau dan/atau waduk
L = ∆ [Pa]d Ž ρ / (1 - R) ..................................................... (5) = 50 x 32,85 x 1,5043/1 – 0,521 = 5.160,33
La = L x A /100 = ∆ [Pa]d A Ž ρ /100 (1- R) ...................... (6) = 5.160,33 x 7.780 /100 = 401.473,674 Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui daya tampung beban pencemaran air Waduk Jatiluhur adalah 5.160,33 m3, sedangkan beban cemaran yang sudah terjadi di waduk Jatiluhur sebesarn 401.473,674 m3. Hal tersebut berarti beban cemaran yang masuk ke perairan Waduk Jatiluhur sudah sangat melebihi
dari
batas
kemampuan
waduk
menerima
beban
cemaran.
BAB IV KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan maka dapat di simpulkan bahwa daya dukung waduk jati luhur sudah berada dalam ambang batas, karena sudah melebihi standar yang di tentukan. Beban cemaran yang masuk sangat tinggi sehingga menyebabkan pencemaran yang berat pada waduk jariluhur. Hal yang harus dimlakukan untuk mencegah dan mengurangi polutan yaitu perlu adanya pengarahan dan bimbingan kepada masysrakat untuk menjaga kesehatan air dan lingkungan. Melakukan seminar dan kampanye dan serta sosialisasi tentang cara penanggulangan tentang pencemaran air oleh pemerintah untuk membatasi pencemaran yang dilakukan oleh industri dan perkantoran swasta.
15
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan B. dan Malahayati S. 2009. Studi Hidrologi Berdasarkan Climate Changes Menggunakan Model Swat Di Daerah Tangkapan Air Waduk Jatiluhur. Jakarta Pusat. Institut Pertanian Bogor Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Direktorat Jendral Perikanan. Bogor. Krismono. 1996. 1600 Ton Ikan Mati di Waduk Jatiluhur. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Volume 1 Nomor 1. Krismono. 2000. Perikanan di perairan waduk instalasi penelitian perikanan air tawar, Jatiluhur. Hlm 161-169. In: Peningkatan kualitas dan pemanfaatan danau dan waduk berkelanjutan dalam menunjang pendapatan asli daerah. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk, 7 November 2000, Bandung. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran, Bandung. Perdana, A. (2006). Pola Hubungan Antara Tata Guna Lahan dengan Erosi di Daearah Tangkapan dan Nitrat dalam Waduk Cisanti Berdasarkan Perhitungan Limpasan Hujan. Bandung: Teknik Lingkungan ITB. Sandra E. H. 2000. Evaluasi Kualitas Air Waduk Jatiluhur Selama Periode 1996 – 2000. Bogor. Institut Pertanian Bogor Simarmata, A. 2007. Kajian keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen dengan beban masukan bahan organik di Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta [disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 142 hlm. Simarmata, A. (2007). Kajian Keterkaitan Antara Kemantapan Cadangan Oksigen Dengan Beban Masukan Bahan Organik di Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
16
Sudjana T. 2004. Kebijakan Perum Jasa Tirta II dalam pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Ir. H. Juanda untuk perikanan budidaya. Hlm 1-8. In: [PRPB-BRKPDKP] Pusat Riset Perikanan Budidaya – Badan Riset Kelautan dan
Perikanan – Departemen
Kelautan
dan
Perikanan.
Pengembangan
budidaya perikanan di perairan waduk: suatu upaya pemecahan masalah budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Jakarta. Sukimin S. 1999. Pengelolaan dan pemanfaatan perairan Waduk Ir. H. Juanda untuk perikanan yang berwawasan lingkungan. Hlm 12-22. In: Suwignyo P, Soedharma
17