BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat Saat ini ini sang sangat atla lahh bany banyak ak kasu kasuss tind tindak ak keke kekera rasa sann seks seksua uall di masya masyarak rakat at.. Terutam rutamaa tind tindak ak keker kekerasa asann seksua seksuall terha terhada dapp anak.T anak.Tin inda dak k kekerasan seksual ini dipacu dari berbagai hal. Seperti beredarnya video porno yang terebar dimasyarakat luas, maupun film-film yang tidak layak bagi anak berusia dibawah 18 tahun, factor lingkungan, pergaulan, minum-minuman keras yang beralkohol dan lain sebagainya. Tindak ndak keke kekera rasa sann seks seksua uall sepe sepert rtii peme pemerk rkos osaa aann yang yang bera berakh khir ir pembunuhan sekarang ini banyak terjadi di lingkungan masyarakat. mas yarakat. Tindakan ini terjadi bukan hanya kesalahan dari pelaku tindak kekerasan seksual saja, tetapi korban juga bisa menjadi pemicu dari tindakan pelaku kejahatan ini. ijama ijamann sekarang sekarang ini bany banyak ak sekali sekali wanita wanita yan yangg tidak tidak menjag menjagaa diriny dirinyaa denga den gann baik baik.. !ere !ereka ka denga dengann muda mudahny hnyaa mema memanci ncing ng kejah kejahat atan an den denga gann menggunakan pakaian yang seksi dan tidak selayaknya dikenakan. "ekerasan seksual terjadi bukan hanya kepada orang dewasa saja, bahkan banyak terjadi kekerasan seksual terhadap anak."ekerasan seksual pada anak pelakunya biasanya adalah orang o rang dewasa yang lingkupnya dekat dengan deng an korban baik itu lingkungan keluarga maupun orang-orang di lingkungan anak itu tinggal. #elaku #elaku dalam dalam kasus kasus ini sendiri sendiri sering sering disebut disebut sebagai sebagai pedophilia. $rti kata pedophilia sebenarnya adalah cinta kepada anak-anak, akan tetapi, terjadi 1
perkembangan di kemudian, sehingga secara se cara umum digunakan sebagai istilah untuk untuk mener meneran angka gkann salah salah satu satu kela kelain inan an psik psikose oseksu ksual al dima dimana na indi indivi vidu du memiliki hastrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak.1 "arena anak-anak dibawah dibawah umur menjadi objek dari pelaku pedophilia maka tidak jarang anakanak tersebu tersebutt mengal mengalami ami kek kekeras erasan an fisik fisik yan yangg bah bahkan kan berujung berujung deng dengan an kematian. al alam menga engattasi asi tind tindak ak keke kekera rasa sann seks seksua uall ini, ni, pem pemeri erintah ntah menetap menetapkan kan #eratur #eraturan an #enggan #engganti ti %nd %ndangang-%nda %ndang ng &omor &omor 1 tahun tahun '(1) tentang perubahan kedua %ndang-%ndang &omor '* Tahun '((' tentang #erlindungan $nak. #erppu ini mengubah dua pasal dari %% sebelumnya yakni pasal 81 dan 8', serta menambah satu pasal 81$.' #asal-pasal ini mengatur tentang hukuman kebiri bagi pelaku tindak kekerasan seksual. engan adanya hukuman kebiri ini diharapkan bahwa pelaku tindak keke kekera rasa sa seks seksua uall ini kehi kehillanga angann hasr hasrat at unt untuk kem kembal bali melak elakuk ukan an perbuatannya. Tetapi, Tetapi, wacana tersebut menimbulkan pro dan kontradi lingkungan masyarakat. +anyak yang mendukung keputusan kebiri ini, tetapi banyak pula yang menolaknya. idalam makalah ini kami memaparkan mengenai alasasn kotradisi hukuman tambahan kebiri. B.
Rumusan Masalah
1 Sawitri
Suparti Sadarjoen, '((, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, +andung, efika $ditama, al. /1.
%% 10, #asal '8+, %ndang-%ndang &omor *0 tahun 1000, tentang tentang ak $sasi $sasi !anusia pasal ** ayat 1 2
2
+erdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam makalah ini yaitu2 1. +agaimana hukuman kebiri ditinjau dari tujuan pemidanaan di 3ndoneisa4 '. +agaimana hukuman kebiri ditinjau %% no.*0 tahun '((0 tentang ak a5asi !anusia4 *. +agaimana pandangan hukuman kebiri berdasarkan syariah islam4
3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kebiri
"ebiri 6al ikhsha`, castration7 artinya adalah pemotongan dua buah d5akar 6al khushyatain, testis7, yang dapat dibarengi dengan pemotongan penis 6dzakar 7. adi kebiri dapat berupa pemotongan testis saja, dan inilah pengertian dasar dari kebiri. &amun adakalanya kebiri berupa pemotongan testis dan penis sekaligus. "ebiri bertujuan menghilangkan syahwat dan sekaligus menjadikan mandul. 6awwas 9al:ah ie, Mu’jam Lughah l !u"aha, hlm. 1(; l Mu’jamul #asith, 1<')0; l Mausu’ah l !i"hiyyah, 10<110; =$dil !athrudi, l hkam l !i"hiyyah l Muta’alli"ah $i l %yaha&aat , hlm. 887.
!etode kebiri secara garis besar ada dua macam, yaitu 1. !etode fisik dilakukan dengan cara memotong organ yang memproduksi testosteron, yaitu testis. Setelah testis dipotong dan dibuang melalui operasi, sisanya diikat dan kemudian dijahit. engan pemotongan testis tersebut, berarti sudah dihilangkan testosteron sebagai hormon pembangkit gairah seks. $kibatnya laki-laki akan kehilangan gairah seks dan sekaligus menjadi mandul permanen. 6 'a&a Pos, ''<1(<'(17.
4
'. metode kebiri hormonal, dilakukan bukan dengan memotong testis atau penis, tapi dengan cara injeksi 6suntikan7 hormon kepada orang yang dikebiri. $da dua metode injeksi. Pertama, diinjeksikan obat yang menekan produksi hormon testosteron. 3njeksi dilakukan berulang-ulang sehingga hormon testosteron seolah-olah hilang. Kedua, diinjeksikan hormon estrogen kepada orang yang dikebiri, sehingga ia memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. ormon testosteron akan menurun dan gairah seksual juga akan ikut menurun. +ila suntik hormon testosteron ini dihentikan, keadaan orang yang dikebiri akan pulih seperti semula. 6 'a&a Pos, ''<1(<'(17 "ebiri 6disebut juga pengebirian atau kastrasi7 adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium pada betina. #engebirian dapat dilakukan baik pada hewan ataupun manusia.>'? %ndang-%ndang 6#erppu7 nomor 1 tahun '(1) merupakan perubahan kedua dari %ndang-%ndang nomor '* tahun '((' mengenai perlindungan anak. #erppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal '( tahun penjara dan minimal 1( tahun penjara. #erpu juga mengatur tiga sanksi
5
tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
B. Hukuman Kebiri ditinau dari Sistem Pemidanaan di Ind!nesia
#emidanaan
secara
sederhana
dapat
diartikan
sebagai
penghukuman. #emidanaan juga diartikan sebagai tahap dalam penjatuhan sanksi pidana. !enurut Satochid "artanegara terdapat * 6tiga7 teori tujuan pemidanaan, yaitu a$solute atau (ergeldings theorieen 6(ergeldings
"artanegara, '((1, )ukum Pidana Bagian %atu, +alai Aektur !ahasiswa, akarta, al. ).
6
hanya semata-mata untuk membuat pelaku jera atas tindakan yang dilakukan namun tujuan kedepannya yaitu untuk memperbaiki pribadi pelaku itu sendiri. +erdasarkan hal tersebut maka teori tujuan pemidanaan yang dianut 3ndonesia adalah teori gabungan, walaupun secara eksplisit belum ada hukum positif yang menyatakan demikian. +agian dari teori a$solute yang diterapkan di 3ndonesia adalah adanya asas Aegalitas yang tercantum pada #asal 1 ayat 617 "%# serta jenis-jenis pidana yang diatur pada #asal 1( "%#. Sedangkan bagian dari teori relati(e yang diterapkan di 3ndonesia terdapat pada #asal ' %ndang-%ndang &omor 1' Tahun 100 tentang #emasyarakatan menyebutkan bahwa tujuan sistem pemasyarakatan adalah untuk membentuk Barga +inaan #emasyarakatan menyadari kesalahannya dan memperbaiki dirinya agar menjadi manusia yang lebih baik lagi. ika dikaitkan dengan wacana penerapan hukuman kebiri, hal ini bertentangan dengan tujuan pemidanaan 3ndonesia. ukuman kebiri tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual pada anak karena kekerasan seksual pada anak atau pedophilia itu merupakan manifestasi atau operasionalisasi hasrat menguasai, mengontrol dan mendominasi anak. ukum kebiri dipandang tidak menyasar kepada akar permasalahan kekerasan seksual terhadap anak namun hanya semata-mata untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak yang diragukan secara ilmiah. engan demikian hukuman kebiri hanya 7
semata-mata sebagai suatu tindakan pembalasan dari pemerintah tanpa upaya memperbaiki pribadi pelaku kekerasan seksual. al inilah yang tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan 3ndonesia.
a. Hukuman Kebiri "idak Sesuai dengan Sistem Pemidanaan di Ind!nesia
Sanksi pidana secara eksplisit diatur pada #asal 1( "%#. +entuk pidana sendiri ada ' 6dua7 yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. #idana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, hukuman kebiri tidak tercantum di dalam #asal 1( "%#, yang berarti bahwa hukuman kebiri tidak termasuk dalam sistem pemidanaan 3ndonesia.. ukuman kebiri akan menimbulkan efek malu tidak hanya bagi pelaku kekerasan seksual anak namun juga keluarga pelaku. +elum lagi, pelaku tidak bisa meneruskan keturunan akibat dari hukum kebiri tersebut. "edua hal tersebut bisa membuat pelaku mengalami tekanan yang luar biasa dan menyebabkan ia dapat mengulangi tindakannya. ukuman kebiri disini sangat jelas bukan memperbaiki pribadi pelaku tetapi membuat pribadi pelaku lebih buruk lagi. 8
!enurut Tina $smarawati, terdapat beberapa penyakit jiwa tertentu dalam situasi tertentu dapat menimbulkan si penderita melakukan kejahatan, antara lain sakit jiwa, psycho*pathologi tentang tingkah laku, e+hi$itionist , pedophilia dan fetishisme. "etentuan #asal "%#
menyebutkan apabila pelaku suatu tindak pidana jiwanya cacat maka ia tidak dapat dipidana dan hakim dapat memerintahkan agar dimasukkan ke rumah sakit jiwa. &amun tidak semua pelaku kekerasan seksual pada anak merupakan seorang pedophilia. +anyak penelitian menyatakan hanya setengah dari pelaku kekerasan seksual pada anak adalah penderita dan disebabkan pedophilia, sisanya disebabkan penyakit lain, korban kekerasan beruntun atau korban kekerasan dalam keluarga. adi pemerintah harus menyortir para pelaku kekerasan seksual pada anak apakah ia memiliki penyakit pedophilia atau tidak. #elaku yang memiliki penyakit pedophilia selain dijatuhi pidana yang sesuai juga diberikan rehabilitasi atau pengobatan atas penyakitnya.
4
Tina $smarawati, '(1*, )ukum Psikiarti, Cogyakarta, eepublish, al. 1(8.
5 $lan
Darembo, '(1*, Many Research -aking a .i//erent 0ie& o/ Pedophilia, Aos $ngeles Times, diakses melalui articles.latimes.com<'(1*
9
+erdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik ' 6dua7 kesimpulan. #ertama, tujuan pemidanaan 3ndonesia adalah teori gabungan dan hukuman kebiri hanya berdasarkan pada pembalasan belaka dan mengesampingkan perbaikan pribadi pelaku. ukuman kebiri tidak menyelesaikan akar dari kejahatan kekerasan seksual pada anak. "edua, hukuman kebiri tidak sesuai dengan sistem pemidanaan di 3ndonesia dan hukuman kebiri tidak tercantum dalam #asal 1( "%#.
#. Hukuman Kebiri ditinau dari UU n!.$% tahun &''% tentang Hak Asa(i Manusia
"omisi &asional ak $sasi !anusia 6"omnas $!7, mencermati perkembangan berkaitan dengan rencana #emerintah untuk memberikan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan hukuman pengebirian. !engikuti pemberitaan di media massa, rencana tersebut akan diwujudkan melalui penerbitan peraturan pemerintan pengganti undang-undang 6#erppu7 yaitu dengan memberikan penghukuman kebiri secara kimiawi 6chemical castration7. "omnas $! memahami bahwa masalah kejahatan seksual terhadap anak sudah mencapai titik luar biasa dan memahami pula perlu diambilnya langkah yang luar biasa untuk mengatasi masalah tersebut. &amun, "omnas $! mengingatkan bahwa perkembangan peradaban menuntun agar penghukuman tetap dilakukan dengan manusiawi dan 10
diupayakan menjadi sebuah mekanisme rehabilitasi agar seseorang dapat kembali menjadi manusia yang utuh dan siap kembali dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. engan demikian, pemberian hukuman baik cara maupun tujuan tetaplah harus berpedoman pada hak asasi manusia. "omnas $! telah meminta masukan dari berbagai pihak, dan dengan tetap memperhatikan keadilan bagi korban, "omnas $! memberikan pandangan sebagai berikut2 a. #emberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang dengan demikian tidak sesuai dengan "onstitusi dan komitmen 3ndonesia dalam bidang hak asasi manusia. "etentuan #asal '8E ayat 6'7 "onstitusi 3ndonesia menyatakan bahwa F>s?etiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusiaG.) engan demikian, hak tersebut merupakan hak yang bersifat konstitutusional dan pemajuan, perlindungan
serta
pemenuhannya
menjadi
komitmen
kontitustional pula. 3ndonesia juga telah mengesahkan "onvensi !enentang #enyiksaan dan #erlakuan atau ukuman Aain yang "eji, Tidak !anusiawi, dan !erendahkan !artabat !anusia melalui %% &o. Tahun 1008.
6 %ndang-%ndang
asar &egara epublik 3ndonesia 10
11
b.
#emberian hukuman tambahan dengan pengebirian 6baik kimiawi maupun dengan operasi medis7, dapat pula dikualifikasi sebagai pelanggaran hak yaitu pelanggaran hak atas persetujuan tindakan medis 6the right to informed consent7 dan hak atas perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang 6the protection of the
physical and mental integrity of the person7. ). !asukan dari para dokter, ahli hukum dan kriminolog menyatakan bahwa sebab kekerasan seksual bukan hanya bersifat medis namun juga psikologis dan sosial. Tindakan kekerasan seksual juga bukan hanya penetrasi alat kelamin semata. alam hal ini, selain hukuman berdasarkan %ndang-undang yang ada, yang harus diberikan adalah upaya pemulihan melalui rehabilitasi secara menyeluruh baik medis, psikologis dan sosial dengan tetap berpedoman pada hak asasi manusia. engan demikian, penanganan masalah kekerasan seksual dengan pemberian hukuman tambahan pengebirian 6castration7 mereduksi masalah dan tidak akan menjawab masalah kekerasan seksual yang dihadapi. Aangkah pemberian hukuman melalui pengebirian tidak proporsional untuk menangani masalah dan menjauh dari tujuan yang ingin dicapai. d. #erppu tentang pemberian
hukuman
kebiri
sebaiknya
dipertimbangkan kembali dan tidak diterbitkan. "omnas $! memandang bahwa penanganan kejahatan seksual terhadap anak 12
H dalam hal ini juga perempuan-- meminta sebuah tindakan menyeluruh dan konsisten serta tidak hanya berpusat pada penghukuman namun juga rehabilitasi dan tindakan pencegahan seperti pengembangan sistem perlindungan sosial terhadap anak 6misalnya komunitas ramah anak dan juga perempuan, keterbukaan informasi tentang para pelaku7 ataupun melalui pendidikan dan peningkatan pemahaman mengenai reproduksi. al ini, dapat dilakukan dengan melaksanakan 3npres &o. tahun '(1 tentang Eerakan &asional $nti "ejahatan Seksual Terhadap $nak, instrumen yang ada lainnya ataupun memperkuatnya. "iranya hal ini dapat menjadi perhatian utamanya para pengambil kebijakan demi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di 3ndonesia.
e.
Hukuman Kebiri "idak Sesuai dengan S*ariah Islam
!enjatuhkan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia hukumnya haram, berdasarkan * 6tiga7 alasan sebagai berikut; 1. Pertama, syariah 3slam dengan tegas telah mengharamkan kebiri pada manusia, tanpa ada perbedaan pendapat 6khila/iyah7 di kalangan fuIaha.
13
alam kitab l Mausu’ah l !i"hiyyah dikutip pernyataan tentang tidak adanya khilafiyah ulama mengenai haramnya kebiri sebagai berikut 2
JKL MNO MP QR RO UVWX MYZ [\ 2 V]^ _O`
F3mam 3bnu ajar $l $sIalani berkata,:6adits yang melarang kebiri7 adalah larangan pengharaman tanpa perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu kebiri pada manusia.: 6 l Mausu’ah l !i"hiyyah, 10<1'17.
alam kitab l hkam l !i"hiyyah l Muta’alli"ah $i l %yah&at , Syekh =$dil !athrudi berkata 2
[]U JVW JKL MNO q`
14
F#ara ulama telah sepakat bahwa kebiri pada manusia itu diharamkan dan tidak boleh.G 6=$dil !athrudi, l hkam l !i"hiyyah l Muta’alli"ah $i l %yah&at , hlm. 887.
alil haramnya kebiri pada manusia adalah hadits-hadits sahih yang dengan jelas menunjukkan larangan asulullah S$B terhadap kebiri. ari Sa:ad bin $bi BaIIash $, dia berkata 2 _O x ` z ` [{ K{ Nx| q } [q ~•|€|q` [ Gasulullah S$B telah menolak %tsman bin !a5h:un $ untuk melakukan ta$attul 6meninggalkan kenikmatan duniawi demi ibadah semata7. "alau sekiranya asulullah S$B mengi5inkan %tsman bin !a5h:un untuk melakukan ta$attul , niscaya kami sudah melakukan pengebirian.G 6 +ukhari no (/*; !uslim no **0(7. ari 3bnu !as:ud $, dia berkata ; N ‚xq x ` z M€Nq` ƒ„Z N… †q} _ ZYNP ‡M|ˆZ 2N‰P ~ŠZ
15
Gahulu kami pernah berperang bersama &abi S$B sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Aalu kami berkata 6kepada &abi S$B7,:+olehkah kami melakukan pengebirian4: !aka &abi S$B melarang yang demikian itu.G 6 +ukhari no )1; !uslim no 1(; $hmad no *)(; 3bnu ibban no 117. 6TaIiyuddin $n &abhani, n 1izhaml 2jtima’i /i l 2slam, hlm. 1); l Mausu’ah l !i"hiyyah, 10<1107
'. syariah 3slam telah menetapkan hukuman untuk pelaku pedofilia sesuai rincian fakta perbuatannya, sehingga tidak boleh 6haram7 melaksanakan jenis hukuman di luar ketentuan Syariah 3slam itu. alil haramnya melaksanakan hukumhukum non syariah adalah firman $llah SBT 2 Œ ` ‘ Œ U ‹ `V ‹ ŒŒq [ ‹Y `} “’ ”N “– ‹ [Ž … Œ q Œ { Œ _ Œ q “ “– ‹ — ` ™ ‹ ‹ “ šŒV Nx€ “ • ˜ ‹‰ P Œq [ Œ R— Œ { x ˆ“q ‹` ‹\“V “ ‹U _ “ ‹ _ 3.an tidaklah patut $agi laki*laki yang mukmin dan tidak 4pula5 $agi perempuan yang mukmin, apa$ila llah dan Rasul* 1ya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada $agi mereka pilihan 4yang lain5 tentang urusan mereka6 .an $arangsiapa mendurhakai llah dan Rasul*1ya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata67 69S $l $h5ab >**?2 *)7.
16
$yat tersebut dengan jelas melarang muslim untuk membuat suatu ketentuan baru apabila sudah ada ketentuan hukum yang tertentu dari Syariah 3slam. !aka dari itu haram hukumnya menerapkan hukum kebiri untuk pelaku pedofilia, karena Syariah 3slam sudah menetapkan rincian hukuman tertentu bagi pelaku pedofilia. $dapun rincian hukuman untuk pelaku pedofilia sbb; 617 jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan 5ina, hukumannya adalah hukuman untuk pe5ina 6had az zina7, yaitu dirajam jika sudahmuhshan 6menikah7 atau dicambuk seratus kali jika bukan muhshan; 6'7 jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah li&ath 6homoseksual7, maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan yang lain; 6*7 jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual 6at taharusy al jinsi7 yang tidak sampai pada perbuatan 5ina atau homoseksual, hukumannya ta:5ir. 6$bdurrahman $l !aliki, 1izhamul 89"u$at , hlm. 0*7. !emang benar, hukuman untuk pelaku pedofilia yang hanya melakukan pelecehan seksual 6at taharusy al jinsi7, adalah hukuman ta’zir , yang dapat ditentukan sendiri jenis dan kadarnya oleh hakim 6"adhi7. !isalnya dicambuk kali
17
cambukan, dipenjara selama tahun, dsb. #ertanyaannya, bolehkah hakim menjadikan kebiri sebagai hukuman ta:5ir4 awabannya, tidak boleh 6haram7. Sebab meski hukuman ta:5ir dapat dipilih jenis dan kadarnya oleh hakim, tetapi disyaratkan hukuman ta:5ir itu telah disahkan dan tidak dilarang oleh nashnash syariah, baik $l 9ur›an maupun $s Sunnah. ika dilarang oleh nash syariah, haram dilaksanakan. !isalnya, hukuman membakar dengan api. 3ni haram hukumnya, karena terdapat hadits sahih yang melarangnya 6 +ukhari7 6$bdurrahman $l !aliki, 1izhamul 89"u$at , hlm. 817. !aka demikian pula, menjatuhkan ta:5ir berupa kebiri hukumnya haram, karena telah terdapat hadits-hadits sahih yang melarang kebiri. *. Ketiga, dalam hal metode kebiri yang digunakan adalah metode injeksi kedua, yakni yang diinjeksikan adalah hormon estrogen, hukumnya juga haram dari sisi lain, karena mengakibatkan laki-laki yang dikebiri memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. #adahal 3slam telah mengharamkan lakilaki menyerupai perempuan atau sebaliknya perempuan menyerupai laki-laki. alil keharamannya adalah hadis riwayat 3bnu $bbas $ bahwa 2
18
~ŠNqO Vq` _ _xY€œ|q` x ` z ` [{ _q VqO ŠNq` _ Y€œ|q` G Rasulullah %# telah melaknat laki*laki yang menyerupai &anita dan melaknat &anita yang menyerupai laki*laki6G 6
+ukhari, no )7. adis ini mengharamkan perbuatan laki-laki menyerupai wanita atau perbuatan wanita menyerupai laki-laki. !aka, metode kebiri dengan cara injeksi hormon estrogen kepada laki-laki pelaku pedofilia haram hukummya, karena menjadi perantaraan 6&asilah7 bagi laki-laki itu untuk menyerupai lawan jenisnya 6perempuan7. "aidah fiIih dalam masalah ini menyebutkan2 ”VW J`VWq` q’ ”x[q` 7l*#asilah ila al*haram muharromah67 6Segala perantaraan
menuju yang haram hukumnya haram juga7. +erdasarkan * 6tiga7 alasan di atas, menjatuhkan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia hukumnya adalah haram.
19
BAB III PENU"UP A.
Sim+ulan
20
ari #embahasan diatas dapat disimpulkan bahwa2 1. tujuan pemidanaan 3ndonesia adalah teori gabungan dan hukuman kebiri
hanya
berdasarkan
pada
pembalasan
belaka
dan
mengesampingkan perbaikan pribadi pelaku. ukuman kebiri tidak menyelesaikan akar dari kejahatan kekerasan seksual pada anak. "edua, hukuman kebiri tidak sesuai dengan sistem pemidanaan di 3ndonesia dan hukuman kebiri tidak tercantum dalam #asal 1( "%#. '. #emberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang dengan demikian tidak sesuai dengan "onstitusi dan komitmen 3ndonesia dalam bidang hak asasi manusia. "etentuan #asal '8E ayat 6'7 "onstitusi 3ndonesia menyatakan bahwa F>s?etiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusiaG. engan demikian, hak tersebut merupakan hak yang bersifat konstitutusional dan pemajuan, perlindungan serta pemenuhannya menjadi komitmen kontitustional pula. 3ndonesia juga telah mengesahkan "onvensi !enentang #enyiksaan dan #erlakuan atau ukuman Aain yang "eji, Tidak !anusiawi, dan !erendahkan !artabat !anusia melalui %% &o. Tahun 1008.
21
*. +erdasarkan syariah islam menjatuhkan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia hukumnya adalah haram.
22
DA,"AR PUS"AKA
$smarawati, Tina, '(1*, )ukum Psikiarti, eepublish, Cogyakarta. "artanegara, Satochid, '((1, )ukum Pidana Bagian %atu, +alai Aektur !ahasiswa, akarta. Sadarjoen, Sawitri Suparti, '((, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, efika $ditama, +andung. Soekanto, Soerjono '(1', Pengantar Penelitian )ukum, #enerbit %niversitas 3ndonesia akarta. PERA"URAN PERUNDAN-UNDAN-AN
"itab %ndang-%ndang ukum #idana %ndang-%ndang &omor 1' Tahun 100 Tentang #emasyarakatan %ndang-%ndang &omor '* Tahun '((' Tentang #erlindungan $nak %ndang-%ndang &omor *0 Tahun '((0 Tentang ak $sasi !anusia
23