KIMIA ANALISA II
IODOMETRI
DISUSUN OLEH SISKA NURFITRIANTI
12.2015.006P
LIO PERDIAN
12.2015.016
DINA SAMEI DWIYANI
12.2015.036
DOSEN PEMBIMBING : Ir. Ummi Kalsum, MT. KELAS : II A
PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2016
i
KATA PENGANTAR Puji syukur tercurah kepada Allah SWT atas taufik, hidayah, berkat dan rahmat-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita Rasulullah saw, keluarganya, sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Iodometri. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk mata kuliah Kimia Analisa II di Universitas Muhammadiyah Palembang. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tepat waktunya tanpa dukungan, bimbingan, arahan, dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapakan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyusunan laporan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pihak yang menggunakannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined. A. Titrimetrik (Volumetrik) .................................................................................. 1 B. Gravimetrik ...................................................................................................... 5 C. Metode Instrumental ........................................................................................ 6 BAB II IODOMETRI ............................................................................................. 7 A. Teori Yodometri ............................................................................................... 7 B. Prinsip Iodometri ............................................................................................. 8 C. Macam-macam Titrasi Iodometri..................................................................... 9 D. Larutan Baku .................................................................................................. 13 E. Standardisasi .................................................................................................. 18 F. Penentuan Titik Akhir .................................................................................... 24 G. Reagen yang Digunakan Pada Titrasi Iodometri ........................................... 26 H. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Iododmetri ............................................. 29 I.
Contoh Titrasi Iodometri ................................................................................ 32
BAB III SIMPULAN ............................................................................................ 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
ii
BAB I KIMIA ANALISIS Kimia analitik berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-metode analisa yang dipakai untuk mengetahui komposisi pada suatu bahan. Dalam hal ini, akan digunakan prinsip-prinsip dari berbagai bidang ilmu, baik fisika, kimia, biologi, teknik, ilmu komputer, dan lain-lain. Kimia analitik dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan metode analisa yang digunakan untuk mengetahui senyawa apa yang terkandung pada suatu bahan. Sedangkan analisa kuantitatif adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk menentukan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dari suatu bahan. Analisis kuantiatif bertujuan untuk menentukan banyaknya zat atau senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif dibedakan menjadi 3 yaitu: metode titrimetrik (volumetrik), metode gravimetrik dan metode instrumental. Analisis kuantitatif kovensional dibedakan menjadi 2 yaitu: a.
Metode titrimetrik (volumetrik) Melibatkan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui, yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan zat yang akan ditentukan kadarnya.
b.
Metode gravimetrik Melibatkan pengukuran bobot suatu zat dengan cara mengendapkannya.
c.
Metode instrumental Melibatkan instrumen-instrumen dalam pengukuran suatu sampel.
A. Titrimetrik (Volumetrik) Titrasi
adalah sebuah
metode
analisa
yang digunakan untuk
menentukan kadar suatu sampel berdasarkan pengukuran volume. Caranya adalah dengan menetesi (menambahi sedikit-sedikit) larutan yang akan dicari 1
konsentrasinya (analit) dengan sebuah larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya (titrant). Tetesan titrant dihentikan ketika titik
ekuivalen
telah
tercapai.
dimana titrant dan analit tepat
Titik
bereaksi
atau
ekuivalen
adalah titik
jumlah
volume
larutan titrant dengan mol tertentu telah sama dengan mol larutan analit. Titik ekuivalen ini susah diamati, karena kebanyakan larutan sampel yang dianalisis tidak berwarna. Yang bisa diamati adalah titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan indikator. Indikator ini akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit berlebih atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua. Akhir reaksi selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indikator. Indikator yang digunakan merupakan asam organik lemah yang memiliki warna berbeda ketika berada dalam bentuk ion dan molekulnya. Keadaan ini terjadi pada kondisi keasaman yang berbeda. Suatu indikator harus dipilih untuk menandai akhir titrasi tersebut dengan pertimbangan pH larutan pada saat tercapai titik ekivalen. Jenis-jenis titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terjadi. Beberapa jenis titrasi diantaranya adalah : 1. Titrasi asam basa Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan metode titrimetri. Jika HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa, reaksinya adalah sebagai berikut: HA + OH-
A- + H2O
B + H3O+
BH+ + H2O
Atau
Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida. 2
2. Titrasi oksidasi reduksi (redoks) Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam analisis titrimetri. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2 dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dariserium (IV) sulfat. Fe2+ + Ce4+
Fe3+ + Ce3+
3. Titrasi pengendapan Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunaka secara luas dalam metode titrimetri. Reaksinya sebagai berikut: Ag+ + X-
AgX (s)
Dimana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat (SCN-) 4. Titrasi kompleks Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleksstabil antara ion perak dan sianida: Ag+ + 2CN-
Ag(CN)2-
Dalam metode titrasi dikenal beberapa istilah, yaitu: a. Titran = suatu zat yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam sampel dan telah diketahui konsentrasinya. b. Titrat = zat yang belum diketahui kadarnya, yang ditambahkan sedikit demi sedikit oleh titran. c. Titik ekivalen = titik dimana terjadi kesetimbangan stokhiometri antara titran dan titrat. d. Titik akhir = titik dimana terjadinya perubahan warna pada indikator yang menandakan penitaran berakhir.
3
Tidak semua reaksi kimia dapat digunakan sebagai basis untuk titrasi. Berikut merupakan syarat-syarat reaksi yang dapat digunakan sebagai basis titrasi : 1.
Reaksi tersebut harus diproses sesuia persamaan reaksi kimia tertentu. Seharusnya tidak ada reaksi sampingan.
2.
Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Dengan kata lain, konstanta kesetimbangan haruslah amat besar dan menyebabkan perubahan yang besar dalam konsentrasi titran atau titrat pada titik ekivalensi.
3.
Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalensi tercapai. Harus tersedia beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat menghentikan penambahan dari titran.
4.
Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat diselesaikan dalam beberapa menit. Dalam metode titrimetrik, dilakukan standardisasi titran untuk
mengetahui konsentrasi titran yang digunakan. Proses standardisasi menggunakan larutan standar yang telah diketahui secara pasti konsentrasinya. Larutan ini disebut larutan standar primer. Reaksi antara titran dengan substansi yang terpilih sebagai standar primer harus memenuhisejumlah persyaratan untuk analisis titrimetrik. Di samping itu, standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1.
Harus tersedia dalam bentuk murni, atau memiliki tingkat kemurnian yang diketahui. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidak boleh melebihi0,01 sampai 0,02%, dan harus dilakukan tes untuk tes untuk menentukan kuantitas dari pengotor.
2.
Zat yang digunakan sebagai larutan standar primer haruslah stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak higroskopis sehingga tidak banyak meyerap air selama proses penimbangan.
4
3.
Yang diinginkan adalah standar primer tersebut mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi agar meminimalisasi konsekuensi kesalahan pada saat penimbangan.
B. Gravimetrik Gravimetrik adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menetapkan suatu kadar dari suatu sampel berdasarkan pengukuran bobor dengan cara mengendapkan zat yang akan ditentukan dari suatu sampel. Suatu metode analisis gravimetrik biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti: aA + rR → AaRr dimana a molekul analit A, Bereaksi dengan r molekul reagen R. Produknya AaRr, yang merupakan suatu endapan yang dapat ditimbang setelah pengeringan atau bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Metode analisis gravimetri memiliki 2 persyaratan, yaitu: 1.
Proses pemisahan haruslah sempurna sehingga kuantitas analit yang terendapkan secara analisis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang, dalam menetapkan penyusunan utama dari suatu makro).
2.
Zat yang ditimbang haruslah mempunyai susunan yang pasti dan harus murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak, hasil yang diperoleh tidak akurat.
Persyaratan kedua itu lebih sukar dipenuhi para analis. Kesalahan-kesalahan analisa yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimalisasi dan jarang menimbulkan kesalahan analisa yang signifikan. Masalahnya memperoleh endapan murni dan dapat disaring menjadi permasalahan utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan telah diperoleh cukup banyak 5
pengetahuan yang memungkinkan analis meminimalisasi masalah kontaminasi endapan.
C. Metode Instrumental Metode instrumental adalah metode analisis dengan melibatkan instrumen-instrumen dalam pengukuran kadar dari suatu bahan. Dengan metode ini, pengukuran sampel relatif lebih singkat dan lebih mudah dibanding dengan metode titrimetrik dan gravimetrik.
6
BAB II IODOMETRI A. Teori Yodometri Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan satu elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna. Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna. Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai: →
I3- + 2e 7
3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat. Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya: I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62akan lebih akurat daripada: I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.
B. Prinsip Iodometri Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi, sehingga iod sebagai oksidator. ion I- siap memberikan elektron dengan adanya zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat pereaksi. Reaksinya : I2 (padat) + 2e → 2IChlorine akan membebaskan ion bebas dari larutan KI pada pH 8 atau kurang. Iodium ini akan dititrasi dengan larutan standar sodium thiosulfate 8
dengan indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH netral reaksi ini tidak stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.
C. Macam-macam Titrasi Iodometri Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktorreduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit). 1.
Titrasi Langsung Iodimetri Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standar.
9
Reaksinya : Reduktor → oksidator + e I2 + 2e → 2I Misalnya pada titrasi Na2S2O3 oleh I2. 2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6 Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik(III), antimony(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan ferosianida. Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode titrasi langsung iodimetri: ANALIT
2.
REAKSI
Antimon (III)
HSbOC4H6O6 + H2O ↔ HSbO2C4H4O6 + 2H+ + 2I-
Arseni (III)
HAsO2 + I2 + 2H2O ↔ H3AsO4 + 2H+ + 2I-
Ferosianida
2Fe(CN)64- + I2 ↔ 2Fe(CN)63- + 2I-
Hidrogen sianida
HCN + I2 ↔ ICN + H+ + I-
Hidrazin
N2H4 + 2I2 ↔ N2 + 4H+ + 4I-
Belerang (sulfida)
H2S + I2 ↔ 2H+ + 2I- + S
Belerang (sulfida)
H2SO3 + I2 + H2O ↔ H2SO4 + 2H+ +2I-
Tiosulfat
2S2O32- + I2 ↔ S4O62- + 2I-
Timah (II)
Sn2+ + I2 ↔ Sn4+ + 2I-
Titrasi Tidak Langsung Iodometri Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti 10
CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat. Reaksinya :
oksidator + KI
→ I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 Agen pengoksidasi yang membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenic(III) membutuhkan sebuah larutan yang sedikit alkalin. Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut reaksi : I2 + OH-
HI + IO-
3IO-
IO3- + 2I-
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan
sulfat
(SO42-)
sehingga
menyulitkan
perhitungan
stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat. 11
Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode titrasi tidak langsung iodometri:
ANALIT
REAKSI
Arsenik (V)
H3AsO4 + 2H+ + 2I- ↔ HAsO2 + I2 + 2H2O
Bromin
Br2 + 2I- ↔ 2Br- + 3I2 + 3H2O
Bromat
BrO3- + 6H+ + 6I- ↔ Br- + 3I2 + 3H2O
Klorin
Cl2 + 2I- ↔ 2Cl- + I2
Klorat
ClO3- + 6H+ + 6I- ↔ Cl- + 3I2 + 3H2O
Tembaga (II)
2Cu2+ + 4I- ↔ 2CuI(s) + I2
Dikromat
Cr2O72- + 6I- + 14H+ ↔ Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Hidrogen Peroksida
H2O2 + 2H+ + 2I- ↔ I2 + 2H2O
Iodat
IO3- + 5I- + 6H+ ↔ 3I2 + 3H2O
Nitrit
2HNO2 + 2I- + 2H+ ↔ 2NO + I2 + 2H2O
Oksigen
O2 + 4Mn(OH)2 + 2H2O ↔ 4Mn(OH)3 2Mn(OH)3 + 2I- + 6H+ ↔ 2Mn2+ + I2 + 6H2O
Ozon
O3 + 2I- + 2H+ ↔ O2 + I2 + H2O
Periodat
IO4- + 7I- + 8H+ ↔ 4I2 + 4H2O
Permanganat
2MnO4- + 10I- + 16H+ ↔ 2Mn2+ + 5I2 + 8H2O
Meskipun titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung iodometri termasuk ke dalam titrasi oksidasi-reduksi,namun metode titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung iodometri terdapat beberapa perbedaan. Berikut tabel perbedaan titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung iodometri. Iodometri
Iodimetri 12
Termasuk kedalam Reduktometri
Termasuk kedalam Oksidimetri
Larutan
sebagai
Larutan I2 sebagai Penitar (Titran)
Penambahan Indikator Kanji disaat
Penambahan Indikator kanji saat
mendekati titik akhir.
awal penitaran
Termasuk kedalam Titrasi tidak
Termasuk kedalam Titrasi langsung
Na2S2O3 (Tio)
penitar (Titran)
langsung Oksidator sebagai titrat
Reduktor sebagai titrat
Titrasi dalam suasana asam
Titrasi
dalam
suasana
sedikit
basa/netral Penambahan
KI
sebagai
zat
Penambahan NaHCO3 sebagai zat
penambah
penambah
Titran sebagai reduktor
Titran sebagai oksidator
D. Larutan Baku a. Pembuatan larutan baku Iodium Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan 12,69 g iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml air, kemudian diencerkan dengan air hingga 1000 ml. Larutan iodium yang lebih encer (0,02 : 0,001 N) dibuat dengan mengencerkan larutan iodium 0,1 N. 0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain keterlarutan yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang cukup berarti, karena itu konsentrasinya berkurang sedikit disebabkan oleh penguapan ketika ditangani. Kedua kesulitan ini dapat diatasi dengan melarutkan iod itu dalam larutan air kalium iodida. Makin pekat larutan itu,makin besar keterlarutan iod.
13
Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh pembentukan ion triiodida: I2 + I
I3-
Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih rendah ketimbang suatu larutan iod dalam air murni, akibatnya kehilangan oleh penguapan menjadi sangat jauh berkurang. Meskipun demikian, tekanan uapnya masih cukup berarti sehingga harus selalu diambil tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga agar bejana-bejana yang mengandung iod tetap tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang sesungguhnya. Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan suatu reduktor,iod yang bebas bereaksi dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser kesetimbangan ke kiri, dan akhirnya semua triiodida terurai, jadi larutan berperilaku seakanakan adalah suatu larutan iod bebas. Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro analisis atau yang disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat (misalnya pro analisis). Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau dengan suatu larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan terhadap kalium iodat. Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang bersumbat-kaca. Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang gelap dan dingin.Kontak dengan gabus atau tutup karet harus dihindari. Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat digunakan larutan baku KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam menghasilkan iodium bila ditambahkan asam menurut reaksi : IO3- + 5I- + 6 H+ → 3I2 + 3H2O
14
Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan yaitu : 1.
Hilangnya iodium karena mudah menguap
2.
Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut reaksi : 4I + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan
iodida karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya tidak terlalu lama. Titrasi harus dilakukan dalam labu tertutup dan dingin. Oksidasi iodida oleh udara dalm larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah jika pH larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan valensi tertentu (terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat. Oleh karena itu titrasi tidak boleh dilakukan pada cahaya matahari langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi oleh reaksi antara iodida dengan oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu larutan yang mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan terlalu lama, maka larutan itu harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan iodida. Udara dikeluarkan dengan menambahkan karbondioksida.
15
b. Pembuatan larutan baku Natrium Tiosulfat Menurut FI edisi III, larutan baku Na₂S₂O₃ 0,1 N dibuat dengan cara 26 gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium carbonat P dilarutkan dalam air bebas CO₂ P segar hingga 1000 ml. Larutan Na₂S₂O₃ yang lebih encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N dibakukan sebelum digunakan. Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit ketidakpastian akan kandungan air yang setepatnya, karena sifat efloresen (melapuk-lekang) dari garam itu dan karena alasan - alasan lain . Karena itu zat ini tidak sesuai sebagai standar primer. Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan berubah titernya. Beberapa hal yang menyebabkan sangat kompleks dan saling bertentangan akan tetapi beberapa faktor yang dapat menyababkan terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai berikut : 1.
Keasaman Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil, tidak dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses peruraiannya sangat rumit, tetapi fakta yang dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka terbentuk ion hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai menurut reaksi : HS₂O₃⁻
→
HSO₃⁻ + S
Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan terbentuk pentationat menurut reaksi : 6H⁺
+ 6S₂O₃
→
2S₅O₆2⁻ + 3H₂O
16
Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan hidrogen polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan dengan HCl yang kurang pekat terutama jika ada katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat. Larutan tiosulfat paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops menganjurkan pemberian natrium carbonat, pada pembuatan larutan baku tiosulfat, akan tetapi hal ini akan mengakibatkan terjadinya reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium yang netral. Di samping itu pada larutan yang sangat alkalis maka kemungkinan terjadi reaksi sebagai berikut : →
3Na₂S₂O₃ + 6NaOH
2Na₂S + 4Na₂SO₃ + 3H₂O
Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan oleh asam karbonat menurut reaksi : H₂O + CO₂
→ H₂CO₃ →
Na₂S₂O₃ + H₂CO₃ 2.
NaHCO₃ + NaHSO₃ + S
Oksidasi oleh udara Tiosulfat secara perlahan-lahan akan dioksidasi oleh udara. Reaksinya terjadi dalam dua tingkat :
3.
Na₂S₂O₃ + H₂SO₄
→
Na₂SO₃
Na₂S₂O₃ + ½O₂
→
Na₂SO₄
Na₂S₂O₃
→
Na₂SO₄
+ ½O₂
+ S
(lambat)
(dapat diukur) + S
Mikroorganisme Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian
larutan
mikroorganisme
baku
tiosulfat
dalam
larutan
adalah
disebabkan
tersebut.
Ternyata
adanya ada
mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara 17
mengambil sulfur dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi menjadi sulfat. Ada beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses metabolisme dari bakteri itu mungkin melalui reaksi sebagai berikut : Na2S2O4 + H2O + O
→
Na2S2O3 + 2NaOH,
Na2S2O4
→
NaSO3
Na2SO4 + O
→
NaSO3
S
→
H2SO4
+ 3O + H2O
+
dan
S dan
Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali dan hanya kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan terurai perlahan - lahan.
E. Standardisasi a.
Standardisasi Larutan Natrium Tiosulfat Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II). Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II) akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.
18
1.
Dengan Kalium Iodat Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (tidak berwarna). Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: →
KIO₃ + 5KI + 6HCl
→
I₂ + 2Na₂S₂O₃
3I₂
+ 6KCl + 3H₂O
2NaI + Na₂S₄O₆
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6. Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit
kelebihan ion
hidrogen untuk
keberlangsungan reaksi. Namun, dengan menggunakan kalium iodat sebagai larutan standar primer untuk menstadardisasi larutan natrium tiosulfat memiliki kerugian. Kerugian utama dari garam ini sebaai standar primer adalah bahwa berat ekivalennya yang relatif kecil, yakni 35,67. Untuk
menghindari
kesalahan
yang
signifikan
pada
saat
penimbangan, dilakukan pembuatan larutan stok ke dalam labu volumetrik untuk kemudian diencerkan secara terukur. Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat: Mgrek natrium tiosulfat
=
19
mgrek kalium iodat
ml Na₂S₂O₃
=
mg KIO₃ x Valensi BM KIO₃ x ml Na₂S₂O₃
2.
Dengan Kalium Dikromat Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopis, dan padat serta larutan-larutannya amat stabil. Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan ion dibebaskan. Cr₂O₇²-
+ 6I- + 14H⁺
→
2Cr³⁺ + 3I₂ + &H₂O
Reaksi dapat terkena jumlah sesatan : (1) Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah teroksidasi oleh udara, terutama dengan adanya garam - garam kromium III, dan (2) Reaksi tidak berlangsung cepat. Karena itu, paling baik aliran arus karbondioksida melalui labu reaksi sebelum dan selama titrasi (suatu metode yang lebih memudahkan tetapi kurang efisien
adalah
dengan
menambahkan
sedikit
natrium
hidrogenkarbonat padat kepada larutan yang asam itu, serta menjaga
agar
labu
tertutup
sebanyak
mungkin),
serta
membiarkan selama 5 menit untuk kelengkapan reaksi. Taruh 100 cm³ air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam sebuah labu erlenmeyer 500 cm³, sebaiknya 3 g kalium iodida yang bebas iodida, dan 2 g natrium hidrogenkarbonat yang murni, dan kocok sampai garam-garam itu melarut. Tambahkan 6 cm³ asam klorida pekat perlahan-lahan sambil mengolak labu perlahan-lahan untuk mencampurkan cairan-cairan : alirka 25,0 cm³ kalium dikromat 0,1 N standar (1), campurkan larutan-larutan baik-baik, dan cuci dinding tabung dengan sedikit air yang telah dididihkan, dari botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi dengan sebuah kaca arloji kecil), dan diamkan di tempat gelap selama 5 menit untuk melenkapkan 20
reaksi. Bilas sumbat atau kaca arloji; dan encerkan larutan dengan 300 cm³ air dingin yang telah dididihkan sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat yang terkandung dalam sebuah buret, sementara terus-menerus cairan diolak supaya larutanlarutan bercampur. Bila bagian terbesar iod telah bereaksi seperti ditunjukkan oleh larutan yang memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2 cm³ larutan kanji dan bilas ke arah bawah dinding labu; warna harus berubah menjadi biru. Teruskan penambahan larutan tiosulfat setetetes demi setetes, dan olak cairan terus-menerus, sampai 1 tetes mengubah warna dari biru kehijauan menjadi hijau muda. Titik akhir tajam, dan mudah diamati pada cahaya yang baik dengan latar
belakang
putih.
Lakukan
suatu
penetapan
blanko,
dengan mengganti larutan kalium dikromat dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas iodat, blanko ini mestinya kecil terabaikan. Catatan: Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat kira-kira 0,20 g kalium dikromat pro analis, larutkan dalam 50 cm³ air dingin, yang sebelumnya telah dididihkan, dan lakukan titrasi seperti diperinci di atas. Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan tembag sulfat sebagai katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi; akibatnya, asam yang lebih lemah (asam asetat) boleh digunakan, dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida akan berkurang. Taruh 25,0 cm³ kalium dikromat 0,1 N dalam sebuah labu erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam asetat glasial, 5 cm³ tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci dinding labu dengan air suling. Tambahkan 30 cm³ larutan kalium iodida 10 persen, dan titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira-kira 0,1 N, dengan memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir. Titrasi boleh dilengkapkan dalam 34 menit setelah penambahan larutan kalium iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai perhitungan atas iod yang dibebaskan oleh katalis tembaga sulfat. 21
Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi dapat digunakan
sebagai
ganti
larutan
kalium
dikromat,
dengan
menambahkan 2 cm³ asam klorida pekat kepada tiap porsi @ 25 cm³ larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur pilihan lain, dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat dipakai. 3.
Dengan larutan iod standar Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan untuk
menstandarkan
larutan
tiosulfat.
Ukuran satu
porsi
@25cm3 larutan iod standar dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer 250cm3 , tambahkan kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi dengan larutan tiosilfat, dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika cairan berwarna kuning pucat. Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung iod, reaksi keseluruhan yang terjadi dengan cepat dan secara stoikiometris pada kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH <5) adalah: 2 S2O32- + I2 → S4O62- +2I- atau 2 S2O32- + I3- → S4O62- + 3ITelah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak berwarna, terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat: S2O32- + I2 ↔ S2O3I- + IZat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi bagian utama dari reaksi keseluruhan : S2O3I- + S2O32- → S4O62- + IZat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida : 2 S2O3I- + I- → S4O62- + I3Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada titrasi larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.
b.
Standardisasi Larutan Iodium 1.
Dengan Arsen Trioksida 22
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut. Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil orange dan diikuti dengan penambaha HCl encer sampai warna kuning berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap. Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium arsenit menurut reaksi : As2O3 + 6 NaOH → 2 Na2AsO3 + 3 H20 Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan natrium arsenit 2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metil orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang mana asam iodida ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida secepat asam iodida terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan arsen trioksid sebagai berikut : As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3 + 3H2O Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 + H2O Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium : 23
mgrek iodium = mgrek arsen trioksid ml I2 x N I2
= mmol As2O3 x valensi
N I2
= mg As2O3 x valensi BM As2O3 x ml I2
2.
Dengan larutan Natrium Tiosulfat standar Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja distandarkan, sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25 cm3 larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi 100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan tepat tak berwarna. Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana tiosulfat dioksidasi oleh iodium menjadi tetrationat menurut reaksi : 2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat dilakukan dalam suasana alkalis dan pH yang diperbolehkan tergantung dari konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang kuantitatif dari tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka pH harus kurang dari 7,6 untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium konsentrasinya 0,01 N maka pH nya harus kurang dari 6,5 dan kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan untuk iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam sekali.
F. Penentuan Titik Akhir Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning sampai coklat tergantung kadarnya. Iodium dapat berlaku sebagai indikator 24
sendiri tapi penglihatan kurang dapat menagkap perubahan warnanya, maka digunakan indikator amilum. Dalam lingkungan asam kuat amilum tidak dapat digunakan sebagai indikator karena amilum akan terhidrolisa. Kepekaan warna indikator akan menurun apabila : 1.
Suhu dinaikan
2.
Larutan mengandung alkaohol, pada konsentrasi alkohol >50% menjadi tidak berwarna
Keuntungan menggunakan indikator amilum : 1.
Harganya murah
2.
Mudah didapat
3.
Perubahan warna pada titik akhirtitrasi jelas
Kerugian/keburukan menggunakan indikator amlilum : 1.
Sukar larut dalam air dingin
2.
Tidak stabil mudah terhidolisa menjadi dekstrin
3.
Dalam suasana asam kuat akan terhidrolisa
4.
Larutan amilum dengan iodium menjadi kompleks yang sukar larut maka pemberian amilum mendekati titik akhir.
5.
Jika larutanya sangat encer akan terjadi pergeseran titik akhir titrasi. Mengatasi keburukan-keburukan tersebut, dengan jalan menggunakan
tepung Natrium glikolat (sebagai pengganti amilum) yang sifatnya lebih baik dari pada amilum :
1.
Tidak higroskopis
2.
Mudah larut dalam air
3.
Lebih stabil 25
4.
Dengan iodium tidak membentuk kompleks yang sukar larut, sehingga penambahanya tidak perlu mendekat titik akhir.
5.
Pada larutan yang encer, tidak terjadi pergeseran titik akhir. Na-glikolat dengan larutan iodium pekat berwarna hijau dan bila kadar
iodium turun berubah menjadi biru. Zat-zat organik seperti CCl4, CHCl3, dan CS2 (tidak dapat bercampur dengan air) pada saat mendekati titik akhir titrasi kadar larutan + CCl4/CS2/CHCl3yang akan turun ke dasar labu titrasi dengan warna merah violet karena I2 terlarut didalamnya. Kemudian titrasi dilanjutkan sambil dikocok keras sampai warna merah hilang.
G. Reagen yang Digunakan Pada Titrasi Iodometri a.
Larutan I2 Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida yakni larut dalam air. Garam perak iodida, merkurium (I) iodida, merkurium (II) iodida, tembaga (I) iodida, dan timbal iodida merupakan garam iodida yang paling sedikit larut.
b.
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) Sifat fisik Na2S2O3 ( Natrium tiosulfat) o
Berbentuk hablur putih tidak berbau
o
Bersifat lembut
o
Mengapung di atas air seperti minyak
o
Dapat terbakar secara spontanitas(lazimnya tidak terbakar di bawah 1150ᴼC
o
Tidak pernah di temukan sendiri di alam
Sifat kimia Na2S2O3 : 26
Pengaruh pemanasan NaSO4 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan Natrium sulfat tidak berubah. Na2S2O3 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan Natrium tiosulfat meleleh. Pengaruh asam encer Na2S2O3 + HCl akan menyebabkan Lama-kelamaan natrium tiosulfat larut terbentuk suspensi berwarna putih dan tercium bau belerang. c.
Kaliun dikromat (K2Cr2O7) Kromat logam biasanya adalah merupakan zat padat berwarna yang menghasilkan larutan berwarna kuning jika dilarutkan dalam air.
d.
Kalium Iodat (KIO3) Garam-garam alkali iodat larut dalam air. Iodat logam-logam lainnya sangat sedikit larut dan umumnya kurang larut dari klorat dan bromat padanannya.
e.
Arsen Trioksida (As2O3) Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas dan memiliki kilap logam. Ketika dipanaskan, arsenik akan tersublimasi dan timbul bau seperti bawang putih yang khas. Ketika dipanaskan dalam aliran udara yang bebas, arsenik terbakar denga nyala api biru, menghasilkan asap putih arsenik (III) oksida, As2O6. Semua senyawa arsenik beracun. Unsur ini tidak larut dalam asam klorida, dan asam sulfat encer, tetapi sangat mudah larut dalam asam nitrat encer.
f.
Indikator Redoks Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak 27
terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium. 1) Amylum Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks
yang
tidak
larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin,
dalam
komposisi
yang
berbeda-beda.
Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Sifat Fisika a. Berbentuk bubuk putih b. Tidak berasa dan tidak berbau Sifat Kimia a. Karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. b. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena terbentuknya suatu senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. 28
Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang mudah bergerak.
I2 + Amylum à Iod-Amylum (biru) Iod-Amylum + S2O32- (Warna Hilang)
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi. 2) Chloroform Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik (fase nonpolar). Melarutnya Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter pada suhu 25ᴼC. Tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk
Ion
TriIodida
(I3-)
dan
dalam
Chloroform.
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi akan hilang.
H. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Iododmetri LARUTAN STANDAR PRIMER Iodium sukar larut dalam air, untuk mempertinggi larutannya maka iodium dilarutkan dalam larutan KI sehingga terbentuk trioksida. Dimana I2 diikat oleh KI sehingga menpunyai tekanan uap yang lebih rendah dari pada 29
air murni dan hasrat penguapannya berkurang. Makin besar kadar KI, makin besar kelarutan I2 didalamnya. Pada penggunaan larutan Iodium sebagai titran ada kesealahan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1.
Hilanganya Iodium karena mudah menguap pada suhu kamar
2.
Penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan oleh reaksi Iodium dengan air
3.
Reaksi ini dikatalisir oleh cahaya, tambah pula iodida yang ada dalam larutan dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara menjadi iodium
LARUTAN SEKUNDER Larutan standar tiosulfat Na2S2O3 . 5H2O mempunyai kemurnian yang tinggi tetapi kadar airnya tidak tetap. Karena itu dapat digunakan sebagai larutan primer larutan standar tiosulfat disebabkan oleh : Adanya CO2 dalam air yang digunakan untuk membuat larutan satandar dan juga karbon dioksida dari udara sehingga terjadi pengendapan dari sulfur. Kekeruhan terjadi akibat endapan dari belerang, tetapi reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi S2O3 dengan iodium, sehingga titrasi masih dapat dilakukan dalam suasana asam 1.
Larutan tiosulfat mudah diuraikan oleh bakteri, , misalnya thibacilus, thioparus
2.
Maka untuk menjaga kesetabilan larutan thiosulfat (supaya tahan lama), dilakukan tidakan-tindakan sebagai berikut :
3.
Larutan dibuat dengan aquadest yang venas carbón dioksida
4.
Ditambah pengawet 3 tetes CHCl3 atau 10 mg HgI2/liter larutan
5.
Lindungi larutan dari cahaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi
Iodometri adalah sebagai berikut: 1.
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari 30
oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. 2.
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya
dekomposisi
tiosulfat
untuk
menghasilkan
belerang.
Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S). H2SO3 + S + S2O32- + 2H+ Pastikan jumlah iod yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2. Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai oleh udara maupun cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri sebaiknya dilakukan beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I2 dan Natrium Tiosulfat, diantaranya:
1. Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara menggunakan erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
2. Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga menggunakan buret gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat dilakukan dengan cara menyimpan larutan standar I2 di tempat yang gelap.
3. Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama, sehingga diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat dengan segera digunakan, tidak disimpan dalam waktu lama. 31
I. Contoh Titrasi Iodometri 1.
Pembakuan Larutan Na2S2O3 a.
Tujuan Membakukan Na2S2O3
b.
Prinsip Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan pada reaksi redoks.
c.
Reaksi Oksidator + I2 → 2I Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
d.
Alat dan Bahan Alat Buret Beaker Glass Gelas Ukur Pipet Volume Filler Statif Erlenmeyer tutup asah Corong Bahan Na2S2O3 K2Cr2O7 0,1 N HCl 6 N KI 20 % Indikator amilum 1 % Aquades
e.
Cara Kerja 1) Memipet K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 10,0 ml, kemudian masukan secara kuantitatif ke dalam labu erlenmeyer 250ml. 32
2) Menambahkan HCl 6 N sebanyak 5 ml dan KI 20 % sebanyak 5 ml secara kualitatif dengan menggunakan gelas ukur, kemudian homogenkan dengan K2Cr2O7 dalam erlenmeyer. 3) Kemudian
melakukan
titrasi
cepat-cepat
dengan
larutan
Na2S2O3 sampai kuning jerami. 4) Menambahkan amilum 1 % sebanyak 1-2 ml, dan titrasi di lanjutkan lagi sampai terjadi perubahan dari biru ke hijau muda. 5) Menghitung normalitas Na2S2O3 yang telah di bakukan.
2.
Penentuan Kadar Cu2+ a. Tujuan Untuk menentukan kadar kemurnian tembaga II sulfat. b. Prinsip Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan pada reaksi redoks. c. Reaksi 2Cu2+ + 4I- → 2CuI(s) + I2 I2 + amilum → I2-amilum I2-amilum + 2S2O32- → 2I + amilum + S4O6d. Alat dan Bahan Alat
Buret
Filler/karet pengisap
Gelas arloji
Gelas ukur
Iodin flash 250 mL
Klem dan statif
Timbangan analitik
Timbangan digital
Bahan 33
Asam asetat 2 N
Aquadest
Kalium iodide
Kanji
Natrium bikarbonat
Natrium tiosufat 0,1 N
e. Cara Kerja 1) Disiapkan alat dan bahan 2) Ditimbang seksama CuSO4 0,3277 gram (triplo) 3) Dimasukkan masing-masing kedalam iodine flash 250 mL 4) Dilarutkan dengan 25 mL aquadest 5) Ditambahkan 5 mL asam asetat 2 N dari leher erlenmmeyer dantutupnya dibasahi dengan air,ditutup. 6) Ditamabahkan 2 gram KI dan 1 gram NaHCO3 dikocok hingga larut 7) Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 sampai berwarna kuning mudah,kemudian ditambahkan 2 mL indicator kanji 2% dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru pada larutan hilang. 8) Dihitung kadar kemurnian CuSO4
3.
Penentuan Kadar Vitamin C a. Tujuan Untuk menentukan kadar Vitamin C dalam sampel. b. Prinsip Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan pada reaksi redoks.
c. Reaksi
34
d. Alat dan Bahan Alat yang digunakan:
Buret 50ml
Corong
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 50 ml dan 10 ml
Gelas kimia 500 ml dan 100 ml
Labu ukur 100 ml
Pipet tetes
Sendok tanduk
Timbangan analitik
Bahan yang digunakan:
Aquadest
Asam sulfat 10% 5 ml
Indikator kanji 1%
Larutan baku I2 0,1 N
Vitamin C 0,2 g
e. Cara Kerja 1) Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan 2) Asam askorbat ditimbang seksama sebanyak lebih kurang80 mg, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml 3) Air bebas CO2 ditambahkan sebanyak 15 ml air bebas CO2 4) Larutan H2SO4 10 % ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam erlenmeyer. 35
5) Indikator larutan kanji ditambahkan sebanyak 2 ml 6) Larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku I2 0,1389 N sampai terbentuknya warna biru yang tidak hilang selama 30 detik. 7) Larutan iodum yang terpakai dicatat 8) Prosedur ini diulangi satu kali lagi (duplo) 9) Kadar kemurnian vitamin C dihitung
36
BAB III SIMPULAN Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan satu elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat membentuk kompleks yang stabil dengan iodin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut: 1) Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. 37
2) Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan
konsentrasi
tiosulfat
dapat
menyebabkan
terjadinya
dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai oleh udara maupun cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri sebaiknya dilakukan beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I2 dan Natrium Tiosulfat, diantaranya:
4. Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara menggunakan erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
5. Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga menggunakan buret gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat dilakukan dengan cara menyimpan larutan standar I2 di tempat yang gelap.
6. Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama, sehingga diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat dengan segera digunakan, tidak disimpan dalam waktu lama.
38
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A., and Underwood, A. I. 1998. “Analisis Kimia Kuantitatif”. Erlangga. Jakarta Khopkar, S. M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. UI-Press. Jakarta. Harjadi, W. 1986. “Ilmu Kimia Analitik Dasar”. PT. Gramedia. Jakarta. https://nurirjawati.wordpress.com/bout-pharmacy/colap/iodo-iodimetri/ tanggal 18 Maret 2016 pukul 16.20 http://evelyta-appe.blogspot.co.id/2013/06/iodimetri-iodometri.html tanggal 18 Maret 2016 pukul 16.30
39