LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENTASI
Disusun oleh : Nama
: Rifka Injrian Jaswati
Kelas
: Non Regular
NIM
: P07134112074
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2012/2013
A. Hari/Tanggal Praktikum
Hari, tanggal : Senin, 19 November 2012 Tempat
: Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Yogyakarta
B. Judul
Pembakuan Larutan Iodometri
C. Tujuan
1. Dapat melakukan titrasi dengan benar dan tepat 2. Dapat melakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K 2Cr 2O7 0,1 N sebagai larutaan baku 3. Dapat melakukan standarisasi larutan I2 dengan Na2S2O3 0,1 N sebagai larutan baku
D. Dasar teori
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. (Siregar,2010) Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium d an iodide I2 + 2e
-
2I dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara : 1. Cara langsung Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-) -
Reduktor + I 2 → 2I Na2S 2O3 + I 2 → NaI + Na2S 4O6
2. Cara tidak langsung Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat – zat ini akan mengoksidasi iodida yang
ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-) Oksidator + KI →
I 2 + 2e
I 2 + Na2S 2O3 → NaI + Na2S 4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. Reaksi : H2O2 + KI + HCl → I2 + KCl + 2H2O Pembakuan Larutan Na 2S2O3
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi: Oksidator + KI → I2 I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. (Khopkar,1990) Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah
memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut : -
-
+
IO3 + 5I + 6H → 3I2 + 3H2O Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. (Rivai,1995)
E. Alat dan Bahan
1. Alat :
2. Bahan
:
a. Botol timbang
a. Kristal Na2S2O3
b. Batang pengaduk
b. Kristal K2Cr2O7
c. Neraca analitik
c. Kristal KI
d. Gelas kimia
d. Na2CO3
e. Corong
e. Aquades
f. Labu ukur 100mL
f.
g. Spatula
g. NaCl
h. Buret 50mL
h. Amylum 1 %
i. Statif dan klem
i.
Kertas saring
j. Gelas ukur 50mL; 200mL
j.
Tisu
k. Erlenmeyer l. Pipet volume 25mL m. Pipet tetes
HCl 4N
n. Botol semprot o. Hot plate p. Kertas timbang
F. Cara Kerja
1. Pencucian Alat Gelas a. Basahi dinding gelas dengan menggunakan botol semprot yang berisi aquades, usahakan agar ujung botol semprot tidak menempel pada alat gelas kemudian memutar-mutar alat gelasnya agar dinding alat gelas bersih teraliri aquades b. Membuang aquades pelan-pelan sambil memutarnya. c. Melakukan kegiatan diatas sebanyak 3 kali, pada bilasan terakhir menggunakan pelarut larutan yang akan dipakai untuk percobaan yang akan dilakukan. d. Khusus untuk pencucian buret,setelah dibilas dengan aquades 3 kali, harus dibilas lagi dengan titran sebanyak 1 kali. 2. Pembuatan a. Menimbang botol timbang,kemudian catat. Kemudian menimbang yang diletakkan kedalam botol timbang sebanyak 0,49 gram dalam neraca analitis. b. Meletakkan corong diatas labu ukur dengan diganjal dengan tissue agar larutan tidak meluber kemana-mana c. Memasukkan aquades dengan botol somprot sedikit demi sedikit ke dalam botol timbang d. Mengaduk dengan batang pengaduk dengan posisi tangan kanan mengaduk dan tangan kiri memegang botol timbang e. Setelah kristal larut, memasukkan pelan-pelan kedalam labu ukur secara pelan-pelan dengan dialirkan melalui batang pengaduk f.
Mengulangi pelarutan dengan aquades sampai benar-benar larut dan memasukkannya ke dalam labu ukur melalui corong
g. Membilas corong dengan aquades dengan cara menyemprot corong secara mengelilingi kemudian mengambil corong dan kemudian menyemprot berkeliling labu ukur secara diputar-putar h. Menyemprotkan aquades ke dalam labu ukur sampai ±1cm cm dibawah batas ukur
i.
Lap dinding labu ukur dengan kertas hisap
j.
Memasukkan aquades dengan pipet tetes sampai batas ukur
k. Tutup labu ukur kemudian dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan labu ukur
3. Membuat larutan dan
a. Menimbang botol timbang,kemudian catat. Kemudian menimbang yang diletakkan kedalam botol timbang sebanyak 4,96 gram dan sebanyak 0,2 gram dalam botol timbang berbeda dalam neraca teknis. b. Setelah selesai menimbang dilarutkan terlebih dahulu c. Menuangkan aquades dalam botol timbang secara sedikit demi sedikit(botol timbang ) d. Mengaduk dengan batang pengaduk dengan posisi tangan kanan mengaduk dan tangan kiri memegang botol timbang. e. Setelah kristal larut, memasukkan pelan-pelan kedalam gelas ukur berukuran 250 ml secara pelan-pelan dengan dialirkan melalui batang pengaduk f.
Mengulangi pelarutan dengan aquades sampai benar-benar larut.
g. Setelah larut semua kemudian diencerkan dengan aquades sampai 200 ml. h. Kemudian larutan 200 ml tadi digunakan untuk mengencerkan i.
Tuang pengenceran campuran dan ke dalam erlenmeyer . Larutan ini nantinya digunakan sebagai titran.
4. Membuat Amylum 1% (resep untuk 20 orang) a. Menimbang amylum sebanyak 0,75 gram dan NaCl sebanyak 1 gram. b. Menuangkan dalam gelas beker/kimia kemudian dilarutakn dengan aquades sebanyak 25 ml. c. Diaduk dengan batang pengaduk sampai menjadi pasta. d. Setelah menjadi pasta,menuangkan aquades 25ml lagi, kemudian larutan pasta diaduk. e. Menuangkan larutan ke dalam gelas beker lain. f. Menuangkan aquades 25 ml lagi untuk membilas.
g. Kemudian memanaskan diatas hot plate sampai warnanya bening dan jangan sampai mendidih. h. Setelah bening, turunkan gelas beker dari hot plate dan biarkan dingin. 5. Mengencerkan HCl a. Ambil dengan menggunakan pipet volume sebanyak 66,3 ml untuk 5 resep didalam lemari asam b. Menyiapkan aquades sebanyak 133,7 ml untuk 5 resep ke dalam gelas kimia c. Menuangkan secara pelan-pelan larutan dengan cara dialirkan secara hati-hati didinding gelas kimia d. Setelah dicampurkan kemudian menuangkan larutan secara hati-hati ke dalam erlenmeyer
6. Titrasi dan campuran larutan dan a. Menggunakan pipet volume, larutan sebanyak 25ml dituangkan dalam labu erlenmeyer. b. Menambahkan aquades 15 ml ke dalam labu erlenmeyer. c. Menambahkan larutan sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur. d. Membilas buret dengan Aquades sebanyak 3 kali. e. Membilas buret dengan larutan dan sebanyak 1 kali. f.
Memasukkan campuran larutan dan ke dalam buret.
g. Dinding buret di atas campuran larutan dikeringkan. h. Memasang buret ke tiang penyangga. i.
Menempatkan kertas putih sebagai alas titrasi.
j.
Membaca volume awal.
k. Mengambil larutan amilum dengan pipet tetes dalam gelas ukur sebanyak 1 ml. l.
Menimbang KI sebanyak 2 gram dengan kertas timbang menggunakan neraca analitik.
m. Menuangkan ke dalam erlenmeyer dan cepat-cepat melakukan titrasi, karena setelah dituangi KI analit akan menguap kalau tidak ditutup. n. Titrasi dengan aliran yang lancar dari buret, sampai warna yang tadinya coklat berubah menjadi coklat muda atau seperti teh.
o. Setelah warna berubah menjadi coklat muda atau the, tuangi analit dengan amilum 1 ml,wananya berubah menjadi ungu. p. Kemudian tirasi lagi, kali ini membuat buret menetes secara pelan dan teratur, tetapi cara mengocoknya lebih dipercepat. q. Menitrasi sampai warna berubah menjadi biru muda. r.
Melanjutkan dengan erlenmeyer berikutnya.
G. Hasil Pengamatan
1. Data penimbangan K 2Cr 2O7 Massa botol timbang Massa K2Cr2O7 Massa botol timbang + K2Cr2O7
21,0951 gram 0,4900 gram 21,5856 gram
2. Data penimbangan Na2S2O3 Massa botol timbang Massa Na2S2O3 Massa botol timbang + Na 2S2O3
21,20 gram 4,96 gram 26,24 gram
3. Data penimbangan Na2CO3 Massa botol timbang Massa Na2CO3 Massa botol timbang + Na2CO3
15,96 gram 0,20 gram 16,16 gram
4. Data volume titrasi Volume
Volume
Volume
awal
akhir
titrasi
6,97 mL
32,63 mL
25,66 mL
2,38 mL
27,92 mL
25,54 mL
4,65 mL
30,43 mL
25,81 mL
HITUNGAN 1. Perhitungan massa Na 2S2O3
Diketahui:
Na2S2O3 0.1 N , 200 ml BM =BE= 248 Ditanya:
massa?
Jawab : N=
0.1=
Massa = 4,96 gram 2. massa K 2Cr2O7
Diketahui: K 2Cr 2O7 0.1 N , 100 ml BM = 294 Ditanya : massa? Jawab : N=
0.1=
Massa = 0,49 gram 3. volume HCl
Diketahui : HCl 4 N, 200 ml BJ = 1,19
BM = 36,5
Kadar = 37%
Ditanya : Volume? Jawab :
M= M=
M = 12,063 M a. N = n x M = 1 x 12,063 = 12,063 N
b.
N1V1 = N2V2
12,063 x V1 = 4 x 200 V1 = 66,318 ml
Volume aquades = 133,682 ml (Untuk 5 orang) 4. Perhitungan titrasi
a. Perhitungan normalitas K 2Cr 2O7 Diketahui: K 2Cr 2O7 100 ml BM = 294
massa = 0,4932 gr
Ditanya : normalitas? Jawab : N=
N=
N= 0,1007 N a. Mek titrasi = Mek analitik
Titrasi 1 Mek Na2S2O3
= Mek K 2Cr 2O7
V1 N1
= V2 N2
25,66 x N Na2S2O3
= 25 x 0,1007
N Na2S2O3
= 0,0981 N
Titrasi 2 Mek Na2S2O3
= Mek K 2Cr 2O7
V1 N1
= V2 N2
25,54 x N Na2S2O3
= 25 x 0,1007
N Na2S2O3
= 0,0985 N
Titrasi 3 Mek Na2S2O3
= Mek K 2Cr 2O7
V1 N1
= V2 N2
25,81 x N Na2S2O3
= 25 x 0,1007
N Na2S2O3
= 0,0975 N
b. Normalitas rata-rata
̅ =
= 0,0980 N
c. Normalitas rata-rata selisih
N = =
|||||| ||||||
=0,0003 N
d. Persentase rata-rata selisih
= =
̅
x 1000 %
%
= 3,06 btr
H. Pembahasan
Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan 2+,
3+
secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn As atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat. Sumber kesalahan titrasi antara lain :
1. Kesalahan oksigen yaitu oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodida menjadi I2 dengan reaksi sebagai berikut: -
+
O2 + 4 I + 4 H 2 I2 + 2H2O 2. Pada pH tinggi muncul bahaya lainnya yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut: -
+
I2 + H2O HOI + I +H 2-
2-
-
+
HOI + S2O3 + H2O 2 SO4 + 4 I + 6 H
3. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan
untuk
menghindari
penumpukan
tiosulfat
pada
area
tertentu,
penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S). 32-
S2 O
+
+ 2H -> H2SO3 + S
4. Pemberian amilum terlalu awal. Penambahan amilum harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi, maksudnya agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan sukar lepas kembali. Dimana hal ini ditandai dengan warna larutan
menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir. 5. Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan lambat. Karena itu seringkali harus ditunggu sebelum titrasi, sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena kemungkinan iod menguap. I2 merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi -
mudah larut dalam KI, membentuk ion I3 yang merupakan suatu kompleks lemah. 6. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan
untuk
menghindari
penumpukan
tiosulfat
pada
area
tertentu,
penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S). 32-
S2 O
+
+ 2H -> H2SO3 + S
7. Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2.
I. Kesimpulan
1. Titrasi adalah mereaksikan antara titran dengan titrat. Titran adalah bahan yang diketahui knsentrasinya dengan tepat yang dimasukkan kedalam buret. Titrat adalah zat yang dicari konsentrasinya. Pada praktikum kali ini, Na2S2O3 dan Na2CO3 sebagai titran dan K 2Cr 2O7 sebagai titrat.
2. Dari perhitungan N K 2Cr 2O7 rata-rata yang diperoleh adalah 0,0980. Rata-rata selisih 0,0003 dan % rata-rata selisih adalah 3,06 btr. 3. Indikator yang dipakai adalah Amilum, alasannya : a.
Dapat menunjukkan perubahan yang jelas.
b. Taryek pH indikator amilum sesuai untuk titrasi adalah antara 9 dan 10. Perubahan warna titrasi adalah coklat menjadi coklat pudar (kuning teh) setelah ditambah amylum menjadi ungu bening
J. Referensi
http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/ http://lilinkecil.blogger.com/titrasi-iodometri.html http://aya’s.blogger.com/ prosedur-kerja-praktikum-iodometri.html
Yogyakarta, 19 November 2012 Mengetahui, Pembimbing
Praktikan
Sujono, SKM, M.Sc
Rifka Injrian Jaswati
NIM : P07134112074