14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam mulai dari luka yang sederhana sampai dengan ancamannyawa dan menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
WHO (World Health Organitation) menyebutkan sebanyak 5 juta orang setiap tahun digigit ular berbisa sehingga mengakibatkan sampai 2,5 juta orang keracunan, sedikitnya 100.000 orang meninggal, dan sebanyak tiga kali lipat amputasi serta cacat permanen lain (Bataviase, 2010).
Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah dimana pekerjaan utamanya adalah petani. Orang-orang yang digigit ular karena memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 orang digigit ular berbisa. Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di negara tersebut melaporkan angka perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada rentang usia 18-28 tahun. 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada lengan (Andimarlinasyam,2009).
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa Tenggara terdapat angka kematian 20 orang per tahun yang disebabkan gigitan ular berbisa (Gunawan, 2009).
Di bagian Emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1996-1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa. Sementara di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2004 dilaporkan sejumlah 36 kasus gigitan ular berbisa. Estimasi global menunjukkan sekitar 30.000-40.000 kematian akibat gigitan ular (Sudoyo, 2010).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun waktu 2009-2011 tercatat 88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada luka dan 71 kasus tidak dilakukan insisi dan sebagian besar disebabkan gigitan ular bandotan yang merupakan salah satu jenis Viperidae. Ular berbisa yang menggigit melakukan envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular tersebut mengandung
berbagai enzim seperti hialuronidase, fosfolipase A, dan berbagai proteinase
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar dalam tubuh melalui saluran kapiler dan limfatik superfisial (Sartono, 2002).
Efek lokal luka gigitan ular berbisa adalah pembengkakan yang cepat dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan ular berbisa harus segeramendapatkan pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan ular adalah menghindarkan penyebaran bisa dan yang kedua adalah mencegah
terjadinya infeksi pada bagian yang digigit. Dulu pernah dikenal cara perawatan ala John Wayne yaitu "iris, isap, dan muntahkan" (slice, suck and spit) atau tindakan insisi, penghisapan dengan mulut dan dimuntahkan sebagai upaya untuk mengeluarkan bisa dan mencegah penyebaran bisa ke seluruh tubuh (Networkbali, 2010).
Rumusan Masalah
Apa pengertian dari racun ular?
Bagaimana anatomi fisiologi pada kasus gigitan ular?
Apa etiologi keracunan bisa ular?
Apa saja manifestasi klinik gigitan ular?
Bagaimana patofisiologi kasus gigitan ular?
Apa komplikasi gigitan ular?
Apa saja pemeriksaan penunjang / diagnostik ?
Bagaimana penatalaksanaan medik pada gigitan ular?
Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gigitan ular?
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembahasan lengkap tentang masalah gigitan ular
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i mampu:
Melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah gigitan ular
Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah gigitan ular
Merencanakan tindakan sesuai dengan masalah gigitan ular
Melaksanakan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah gigitan ular
Mengevaluasi hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan masalah gigitan ular
Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan melakukan study pustaka yang artinya penulis mengunjungi perpustakaan yang ada di STIKes Perdhaki Charitas Palembang dan mencari referensi di internet untuk melengkapi data dalam pembuatan makalah ini.
Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Terdiri dari: Konsep dasar medik, yaitu: pengertian, etiologi, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik dan konsep dasar keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan, patoflow diagram kasus.
BAB III: PENUTUP
Terdiri dari: Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
2. Anatomi dan Fisiologi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 -1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong, 2008).
3. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.
4. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
5. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.
6. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
7. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah
ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak
Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksiĀ endotoksin
Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas
- Pantau frekuensi pernapasan
- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
- Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
- Observasi warna kulit dan adanya sianosis
- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
- Batasi pengunjung klien
- Pantau seri GDA
- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi
Intervensi :
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
- Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
- Beri kompres mandi hangat
- Beri antipiretik
- Berikan selimut pendingin
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
- Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
- Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
-Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
- Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
- Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
- Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
- Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
- Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
- Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)
Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilaksanakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan reaksi yang telah ditetapkan dalam perencanaan keperawatan.
Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan yang diharapkan pada keadaan gawat darurat gigitan ular.
Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi nafas vesikuler
Tidak mengalami dispnea atau sianosis
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
6. Patoflow Diagram Kasus
Nyeri, rasa terbakar, dan gatalKERACUNAN GIGITAN ULARToksik menyebar melalui pembuluh darahBereaksi dan menimbulkan bradikinin, serotonin, dan histaminKomponen peptida bisa ular berikatan dengan reseptorKerusakan membran plasmaMerusak sel-sel endotel dinding pembuluh darahMasuk ke dalam tubuh melalui gigitanBisa Ular(Polipeptida, enzim, protein)
Nyeri, rasa terbakar, dan gatal
KERACUNAN GIGITAN ULAR
Toksik menyebar melalui pembuluh darah
Bereaksi dan menimbulkan bradikinin, serotonin, dan histamin
Komponen peptida bisa ular berikatan dengan reseptor
Kerusakan membran plasma
Merusak sel-sel endotel dinding pembuluh darah
Masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)
PENATALAKSANAAN1. Bawa ke RS secepatnya2. Evaluasi klinis lengkap3. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam4. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung5. Insisi/non insisi sesuai kondisi klienPEMERIKSAANDIAGNOSTIK1. Pemeriksaan Laboratorium Darah LengkapKERACUNAN GIGITAN ULAR
PENATALAKSANAAN
1. Bawa ke RS secepatnya
2. Evaluasi klinis lengkap
3. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam
4. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung
5. Insisi/non insisi sesuai kondisi klien
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
KERACUNAN GIGITAN ULAR
MK: Resti InfeksiMK: Kerusakan pertukaran gasKoagulopati hebatSyok hipovolemikGangguan PernapasanGagal napasGangguan pada sistem kardiovaskulerToksik masuk ke pembuluh darahHipotensiSukar BernapasOedema ParuMengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasanGangguan sistem neurologis
MK: Resti Infeksi
MK: Kerusakan pertukaran gas
Koagulopati hebat
Syok hipovolemik
Gangguan Pernapasan
Gagal napas
Gangguan pada sistem kardiovaskuler
Toksik masuk ke pembuluh darah
Hipotensi
Sukar Bernapas
Oedema Paru
Mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan
Gangguan sistem neurologis
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan ular. Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur, sementara komplikasi yang dapat timbul, yaitu: syok hipovolemik, edema paru, gagal napas, bahkan kematian. Untuk mengatasi hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap, derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung, serta bila perlu eksplorsi bedah dini sesuai dengan jenis gigitan apakah jenis ular berbisa atau tidak.
Kecepatan pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien, maka dari itu sebagai tenaga kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.
Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan Gigitan Ular.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan Gigitan Ular.
DAFTAR PUSTAKA
Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul 14.00 WIB
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul 14.15 WIB