MAKALAH FARMAKOLOGI
OBAT ANTITUSIF, EKSPANTORAN, DIURETK, ANTIDIURETIK, HORMON-HORMON KELAMIN DAN KONTRASEPSI ORAL
OLEH :
CHICI CAHYANTI (0120840049)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyalesaikan tugas mata kuliah "Farmakologi" ini tepat pada waktunya.
Didalam penyusunan makalah ini, banyak sekali sumber-sumber informasi yang telah penyusun gunakan, seperti internet, buku serta sumber-sumber lain yang mendukung. Selain itu, banyak sekali pihak-pihak yang telah terlibat didalam penyusunan makalah ini, untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya kepada pihak-pihak yang telah terlibat, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas kebaikannya dengan hal yang setimpal.
Penyusun menyadari bahwa tidak ada suatu hal yang sempurna. Sama halnya dengan hasil penyusunan makalah ini, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penyusun harapkan guna peningkatan kualitas dalam penyusunan tugas selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, khususnya mahasiswa dan mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
.
Jayapura, 24 Maret 2016
Penyusun
Antitusif dan Ekspektoran
Teori Singkat Saluran Pernafasan
Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama:
1. Saluran pernapasan atas, terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, faring, laring.
2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchioles, alveoli dan membran alveoulerv – kapiler.
Ventilasi dan respirasi adalah dua istilah yang berbeda dan tidak boleh ditukar pemakaiannya. Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfer melalui saluran pernapasan atas dan bawah menuju alveoli. Respirasi adalah proses dimana terjadi pertukaran gas pada membrane alveolar kapiler.
Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran pernafasan, mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring (bronkus bronkeolus) dan paru-paru. Saluran pernafasan terdiri dari 2 bagian utama :
1. Saluran pernafasan atas, jenis infeksinya : batuk pilek, faringitis, sinusitis, dan toksilitis.
2. Saluran pernafasan bawah, jenis infeksinya : asma, bronchitis kronik, emfizema, bronkioklialis.
Sistem pernapasan merupakan organ yang rentan dan bermasalah bila terserang infeksi, kuman, debu, polusi udara, paparan asap rokok, dan virus. Dampak dari serangan berbagai agen pembawa penyakit tersebut dapat menimbulkan ciri khas patologi pada sistem pernapasan yaitu khususnya batuk.
Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran Pernafasan
Obat Batuk :
Antitusif
Obat yang menghambat reflek batuk. Batuk sebenarnya merupakan mekanisme perlindungan dan membersihkan saluran pernapasan dari zat-zat yang tidak diingikan oleh tubuh. Dalam kondisi tertentu, misalnya pada inflamasi atau kanker terjaadi reflek batuk yang berlebihan yang dapat mengganggu. Batuk yang demikian perlu diredakan dan antitusif dapat bermanfaat. Antitusif yang digunakan dalam klinik jumlahnya tidak banyak, yaitu kodein, dextrometorfan, noaskapin, dan uap mentol. Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
Antitusif yang Bekerja di Perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pa da reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran napas.
Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :
1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.
2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.
4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
Antitusif yang Bekerja Sentral
Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
Golongan narkotik
Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/ ketergantungan, dan mempunyai potensi untuk disalah gunakan.Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik, sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif. Di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut.
Kodein
Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik terkontrol dalam batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis. Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan sedative. Efek Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri dan ansietas. Dan untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein harus diberikan dalam dosis tinggi dalam beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama). Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2 jam, dan berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplit setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam air susu Ibu. Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20 mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis terbagi. Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk, jarang ditemukan efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek samping dapat berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih tinggi (60-80mg) dapat menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500mg) dapat menimbulkan nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi alergi seperti: dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat terlihat pada dosis 60 mg dan depresi yang nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa jam. Karena itu dosis tinggi berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya pada penderita retensi CO2. Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi pada anak-anak, dan terutama harus diperhatikan pada neonatus dengan perkembangan hepar dan ginjal yang belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga dapat terjadi efek kumulatif yang memperdalam koma atau mempercepat kematian. Antagonis Opioid seperti nalokson dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis.
Golongan non-narkotik
Antitusif non – narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan potensinya untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan, noskapin dan lain – lain antitusif yang bekerja perifer.[1]
Dekstrometorfan
Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflex batuk secara sentral dan potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Dekstrometorfan tidak memiliki efek analgesik, efek sedasi, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dekstrometorfan efektif untuk mengontrol batuk eksperimen maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dekstrometorfan di laporkan juga memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi ringan. Kadang – kadang dilaporkan adanya stimulasi ringan pernafasan pada penggunaanya dalam batas – batas dosis antitusif biasa. [2]
Efek samping dan toksisitas : efek penekanan aktifitas silia bronkhus hanya terjadi pada dosis tinggi. Toksisitas rendah sekali. Dosis berlebihan menimbulkan pusing, diplopia, sakit kepala, mual, dan muntah. Dalam dosis sangat besar di temukan depresi pernafasan yang dapat menimbulkan kematian.
Dosis Umum
Dosis Rata-Rata
Dekstrometorfan
15-30 mg
Noskapin
10-30 mg
Karbatapentan
15-30 mg
Karamifen
10-20 mg
Levoproproksifen
50-100 mg
Prometazin
50-100 mg
Benzonatat
25 mg
Dimetoksanat
25 mg
Klorfedianol
20-40 mg
Pipazetat
25-50 mg
Difenhidramin (Benadryl)
5-60 mg
Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10 – 20 mg / 5 ml. Dosis dewasa 10 – 20 mg setiap 4 – 6 jam, maksimum 120 mg / hari, Meninggikan dosis tidak akan menambah kuat efek, tapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10 – 12 jam, dan ini dapat bermanfaat untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak – anak 1 mg/ kg BB/ hari dalam dosis terbagi 3 – 4 kali sehari.
Aturan pakai :
Sirup : Dewasa 4 × 1-2 takar sehari
Anak-anak 4 × 1/4- ½ takar sehari
Tablet : Dewasa 4 × 1-2 tablet sehari
Anak-anak 4 × ½ tablet sehari
Atau menurut petunjuk dokter
Noskapin
Noskapin adalah alkaloid alam yang bersama dengan papverin tergolong derivat benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid opium, tidak mempunyai efek analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis terapi tidak memiliki efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan ketergantungan; potensi antitusif nya lebih kurang sama dengan kodein ( dalam berat yang sama ). Cara kerja sama dengan kodein.
Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama konstipasi ringan ), terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi pernafasan baru terjadi bila di berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis juga menimbulkan depresi otot jantung dan otot polos lain. Noskapin tersedia dalam bentuk tablet atau sirup. Dosis dewasa 3-4 kali sehari 15 – 30 mg, dosis tunggal 60 mg pernah digunakan untuk batuk paroksismal. [1]
Difenhidramin [3]
Difenhidramin merupakan turunan senyawa etanoiamina yang bekerja kuat dan efektif sebagai antihistamin, yang memiliki sifat sedatif dan antiemetic. Pada dosis teraupetik, difenhidramin tidak member efek yang berarti pada tekanan darah, hati dan saluran cerna. Sebagai antihistamin, difenhidramin bernilai pada pengobatan simptomatis dari berbagai gangguan alergi seperti urtikaria rhinitis serta reaksi alergi dari berbagai obat. Difenhidramin dapat digunakan untuk mengurangi tremor pada parkinsonisme dan reaksi ekstrapiramidal, sebagai premedikasi dan untuk insomnia, serta menenangkan gangguan emosional pada anak-anak.
Aturan Pakai :
Antihistamin
Dewasa : 10-5- mg I.M dalam atau I.V (max 400 mh/hari)
Anak : 5 mh/kgBB/hari dibagi 4 dosis (max 300 mg/hari)
Antiemetic
Dewasa : Dosis awal 10 mg I.M dalam atau I.V bila efek sedative tidak berat, dosis dapat dinaikkan sampai 20-50 mg setiap 2-3 jam. Max 400 mg/hari
Anak : 1-1,5 mg/kgBB setiap 6 jam (max 300 mg/hari)
Efek samping : pada individu tertentu dapat menyebabkan mulut kering, mual, kantuk, pening, lesu, berdebar dan gemetar.
Kontraindikasi : bayi premature atau neonatus, penderita yang hipersensitif
Perhatian/ peringatan : difenhidramin memiliki aktifitas atonomik "mirip atropin" yang layak dipertimbangkan. Hendaknya digunakan hati-hati pada penderita dengan riwayat asmatik. Sebaiknya dianjurkan pada penderita untuk tidak mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin.
Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.
Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam.
Gliseril guaiakolat (GG, atau Guaifenesin)
Digunakan sebagai ekspektoran pd batuk berdahak, mekanisme kerjanya dg cara meningkatkan volume dan menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronki, kemudian merangsang pengeluaran dahak menuju faring.
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah. Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari.[1]
Bromheksin [4]
Bromheksin memiliki manfaat obat mukoloitik dan ekspektoran. Mekanisme kerjanya yaitu dengan pengurangan viskositas dahak, stimulasi pada sekresi, gerakan siliar, pembentukan surfaktan, perbaikan penangkal imunologis setempat.
Indikasi : sekretolitik pada infeksi jalan pernapasan yang akut dan kronis serta pada penyakit paru dengan pembentukan mucus berlebih.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, wanita hamil, dan wanita menyusui. Efek samping yaitu reaksi alergi, gangguan gastrointestinal ringan. Dosis dewasa 8 mg/hari diberikan 3 kali sehari.
Ambroxol [4] [3]
Ambroxol yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali. Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini mempunyai toleransi yang baik.
Indikasi : gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi bronchial yang abnormal baik akut maupun kronis, khususnya pada kadaan-keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronchitis kronis, bronchitis asmatis, asma bronchial.
Dosis pemakaian : bila tidak dianjurkan lain oleh dokter, anjuran pemakaian untuk anak berdasarkan jumlah dosis perhari yaitu 1,2-1,6 mg ambroxol HCL per kgBB.
Tablet :
Dewasa dan anak-anak > 12 tahun tablet 3 kali sehari
Anak-anak 5-12 tahun ½ tablet 3 kali sehari
Pada pemakaian jangka panjang dosis pemberian sebaiknya dikurangi menjadi 2 kali sehari. Tablet sebaiknya ditelan sesudah makan bersama sedikit air.
Sirup :
Anak-anak s/d 2 tahun 2,5 ml (1 sendok takaran), 2 kali sehari
2 × 7,5 mg
Anak-anak 2-5 tahun 2,5 ml ( 2 sendok takaran), 3 kali sehari
3× 7,5 mg
Anak-anak > 5 tahun 5 ml ( 1 sendok takaran), 2-3 kali sehari
2-3 × 15 mg
Dewasa 10 ml ( 2 sendok takaran), 3 kali sehari
3× 30 mg 2-3 hari I, kemudian 3× sehari 15 mg.
Takaran pemakaian diatas cocok untuk pengobatan gangguan saluran pernafasan akut dan untuk pengobatan awal pada keadaan kronis sampai 14 hari. Pada pemakaian lebih lama takaran pemakaian bisa diturunkan menjadi separuhnya. Sirup sebaiknya diminum sesudah makan. interaksi obat penggunaan ambroxol dapat meningkatkan kerja atau efektivitas dari antibiotic karena dapat dikatakan jika mucus semakin cepat dan mudah untuk dikeluarkan, maka bakteri atau virus penyebab penyakit yang terjerat pada mucus juga akan dikeluarkan. Pemakaian pada kehamilan trimester I kehamilan tidak dianjurkan. Keamanan pada wanita menyusui belum diketahui.
Efek samping
Ambrixol umumnya mempunyai toleransi yang baik. Efek samping ringan pada saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang. Reaksi alergi jarang terjadi, beberapa pasien yang alergi tersebut juga mnunjukkan reaksi alergi terhadap preparat lain.
Kontraindikasi: Tidak diketahui adanya kontraindikasi.