ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DEPRESI
KEPERAWATAN DEWASA 4 FOCUS GROUP 1
A.A Ayu Rani Puspadewi
(1106003794) (1106003794)
Fatimah Al Awfa
(1106053243) (1106053243)
Gita Sapta Yuliana
(1106003983) (1106003983)
Juwita Mannawi
(1106053445) (1106053445)
Lia Nuramalia
(1106005843) (1106005843)
Lydia Destanti
(1106012565) (1106012565)
Rosanita Intan Pratiwi
(1106089092) (1106089092)
Shopiati Merdika Nugraha
(1106012741) (1106012741)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013
i KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, limpahan berkah, dan karunia-Nya, Focus Group 1 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien Kl ien yang Mengalami Depresi dengan baik dan tepat pada waktu yang ditentukan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ice Yulia Wardani, SKp., M.Kep., Sp.Jiwa yang telah membimbing dan memotivasi kelompok ini dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok juga berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa FIK UI yang telah memberikan kritik dan saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pembelajaran Keperawatan Dewasa IV. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya. Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.
Depok, April 2013 Penyusun
(FocusGroup 1)
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................
2
1.4 Metode Penulisan ....................................................................................
2
1.5 Sistematika Penulisan ..............................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi.......................................................................................................
3
2.2 Harga Diri Rendah......................................................................................
6
2.3 Defisit Perawatan Diri................................................................................
7
2.4 Risiko Bunuh Diri......................................................................................
9
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................
11
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................
21
4.2 Saran.........................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
iii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya pasti akan menemukan berbagai permasalahan. Masalahmasalah ini dapat menjadi stressor yang mempengaruhi kesehatan mereka. Apabila stressor ini tidak diatasi dan diselesaikan dengan baik, kondisi stress akan berlanjut dan seseorang dapat jatuh ke fase depresi. Depresi didefinisikan sebagai kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson dkk, 2006). Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius dan sering terjadi di tengah masyarakat. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi. Depresi biasanya berawal dari stres yang tidak diatasi. Penyakit ini seringkali diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiritanpa pengobatan. Padahal, depresi dapat menimbulkan dampak yang serius bahkan dapat berakhir dengan bunuh diri. Diperkirakan 60% dari seluruh kejadian bunuh diri dikaitkan dengan depresi. Secara global, 50% dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya adalah 15%. Selain itu, depresi yang berat juga dapat menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), as ma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020 (Sianturi, 2006 dalam Luky, 2011). Berdasarkan uraian diatas, peran perawat sangat penting dan dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien depresi. 1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diangkat pada makalah ini adalah: 1. Apakah pengertian depresi? 2. Apa penyebab dan tanda gejala dari gangguan depresi? 3. Apa saja kah diagnosis keperawatan yang dapat timbul pada pasien dengan gangguan depresi?
2
4. Apa pengertian dari harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri? 5. Apa penyebab dan tanda gejala harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri? 7. Bagaimana terapi psikofarmaka dalam penatalaksanaan medis pada pasien depresi? 8. Apa saja peran perawat dalam melakukan pemberian obat?
1.3 Tujuan Penulisan 1) Mampu menguraikan definisi depresi, harga diri rendah, defisit perawatan diri,
dan resiko bunuh diri. 2) Mampu menjelaskan penyebab, serta tanda dan gejala pada pasien depresi, harga
diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri. 3) Mampu menguraikan apa saja diagnosis keperawatan yang dapat timbul pada
pasien dengan gangguan depresi 4) Mampu menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien
dengan harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri 5) Mampu menguraikan terapi psikofarmaka yang tepat serta mengetahui perannya
sebagai perawat dalam pemberian terapi pada pasien dengan gangguan depresi
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian pustaka yaitu metode dengan menggunakan literatur seperti buku sebagai sumber ide. Selain buku penulis juga menggunakan referensi yang berasal dari internet yang menyediakan website terpercaya sebagai sumber dan jurnal sebagai sumber pengetahuan terbaru, sehingga dapat melengkapi dan membangun kerangka teori baru yang dapat dikembangkan
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisannya, makalah ini dibagi ke dalam tiga bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penulisan, serta sistematika penulisan. Kemudian Bab II isi yang berisi kerangka teori dasar terkait tujuan. Selanjutnya, Bab III adalah bab yang membahas mengenai bagaimana asuhan keperawatan yang perlu dilakukan pada kasus yang tersedia. Terakhir Bab IV, yaitu bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi A. Pengertian Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson dkk, 2006). Menurut Atkinson (1991) depresi sebagai suatu gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu konsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa depresi merupakan gangguan suasana hati6 yang ditandai oleh kemurungan dan kesedihan yang mendalam serta berkelanjutan sampai hilangnya kegairahan hidup dan rasa putus asa. B. Penyebab Depresi
Etiologi depresi sebenarnya masih belum jelas. Diduga depresi terjadi akibat kombinasi beberapa penyebab, seperti genetik, biokimia, dan pengaruh fisiologis. Di bawah sejumlah faktor-faktor dan teori yang dikemukakan para ahli mengenai penyebab depresi. 1) Faktor Genetik
2) Faktor Biokimia
Penelitian genetik melibatkan transmisi
Dihipotesiskan
depresi pada kerabat tingkat pertama, yang
berhubungan
memiliki risiko dua kali lipat pada populasi
noripinefrin, serotonin, dan dopamin pada fungsional
umum. Kembar monozigot yang dibesarkan
reseptor penting dalam otak. Katekolamin norepinefrin
secara
insiden
diidentifikasi sebagai komponen kunci pada mobilisasi
komorbiditas 54% lebih besar dan kembar
tubuh untuk menghadapi situasi stress. Sementara itu,
dizigot memiliki insiden 24% lebih besar.
neuron-neuron yang mengandung serotonin terlibat dalam
terpish
memiliki
bahwa dengan
penyakit kekurangan
depresi
mungkin
neurotransmitter
banyak pengaturan fungsi psikobiologi, seperti mood, ansietas, arousal, pikiran, agresi, kewaspadaan, kognisi,
3) Faktor Fisiologis Gejala depresi yang terjadi karena gangguan nonmood atau sebagai efek samping dari obat tertentu disebut depresi sekunder. Depresi sekunder mungkin berhubungan dengan
efek
samping
obat-obatan,
gangguan neurologis, gangguan elektrolit atau hormonal, kekurangan gizi, dan kondisi fisiologis atau psikologis lainnya.
nafsu makan dan ritme sirkadian (Doubovsky & Davies, 2003 dalam Mary, 2008).
Selain itu, tingkat dopamin
dalam sistem mesolimbic otak diperkirakan juga memiliki pengaruh kuat atas suasana hati dan perilaku manusia. Klien yang mengalami depresi, sistem normal penghambatan hormon gagal, mengakibatkan hipersekresi kortisol. klien yang mengalami depresi, sistem normal penghambatan hormon gagal, mengakibatkan hipersekresi kortisol.
4) Teori Psikodinamik (Freud, 1917) Menurut
Freud
kemarahan
depresi
yang
tidak
pengabaian pada
4
bermula
dari
terkendali
masa bayi
akibat
karena
ibu
meninggal, terpisah secara emosional, atau penyebab lainnya. Kehilangan objek yang dicintai ini menimbulkan rasa tidak aman, kehampaan,
kesedihan,
kemarahan,
5) Teori Belajar (Seligman, 1973) Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang mengalami banyak kegagalan, baik kegagalan yang nyata atau dianggap akan menurunkan upaya individu tersebut untuk
berhasil.
Seligman
berpendapat
bahwa
ketidakberdayaan yang dipelajari merupakan faktor
ketidakberdayaan, bahkan keputusasaan.
presdisposisi
individu
mengalami
depresi
akibat
6) Teori Kognitif (Beck, 1979)
timbulnya perasaan kurangnya kontrol atas situasi
Teori kognitif percaya bahwa depresi adalah
kehidupan mereka. Mereka menjadi tertekan karena
produk pikiran negatif. Hal ini berbeda dengan
mereka merasa tidak berdaya, mereka telah belajar
teori lain yang menunjukkan bahwa pikiran
bahwa apa pun yang mereka lakukan adalah sia-sia. Hal
negatif
ini bisa sangat berbahaya karena rasa penguasaan atas
terjadi
ketika
seorang
individu
mengalami depresi. Beck mengidentifikasi tiga
lingkungan seseorang merupakan fondasi penting untuk
distorsi
perkembangan emosional masa depan.
kognitif
penyebab
depresi,
yakni
harapan negatif dari lingkungan, harapan negatif dari diri-sendiri, dan harapan negatif dari masa depan. Terapi kognitif berfokus pada membantu individu untuk mengubah suasana hati dengan mengubah cara ia berpikir. Individu diajarkan mengendalikan distorsi pikiran negatif C.untuk Gejala Depresi
Tabel dibawah ini menunjukkan tanda dan gejala individu dengan depresi (Shelia, 2008). Tindakan Agresif Agitasi Marah Antagonistik Perubahan nafsu makan Argumentatif Asosial Menyalahkan orang lain Konsentrasi buruk Perhatian mudah teralih Tidak tertarik pada hal-hal di sekitarnya Mengeluarkan komentar hinaan Bermusuhan Tidak fleksibel Tidak toleran Mudah tersinggung Ketergantungan yang berlebihan Higiene buruk
Pikiran dan Perasaan Ambivalen (perasaan tidak sadar yg saling bertentangan terhadap situasi yg sama) Apatis Anhedonistik Cemas Takur Tidak ramah Tidak bahagia Ketidaksetujuan Bingung Sedih dan tidak bersemangat Merasa dikalahkan Defensif Penyangkalan Putus asa Kurang semangat Distres Perasaan gagal
5
Spontanitas berkurang Ketertarikan terhadap seks berkurang Perubahan tidur Bicara tenang, monoton, lambat Penyalahgunaan zat Gagasan atau tindakan bunuh diri Sering menangis Tidak memiliki motivasi Tidak berprestasi Tidak mampu membuat keputusan Kelelahan Khawatir Merasa tidak berharga Penatalaksanaan Medis Depresi
Merasa bersalah Tidak ada harapan, tidak berdaya Tidak mampu Negativisme Terbebani Harga diri rendah Sedih, malu Lambat, bodoh Bunuh diri Yakin akan gagal Gangguan somatik (fisiologis)
Antidepresan berinteraksi dengan neurotransmitter, norepinefrin, dan serotonin yang mengatur mood,
Obat yang digunakan untuk pengobatan ialah obat antidepresan. Antidepresan merupakan obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan depresi, termasuk penyakit . psikis yang dibawa sejak lahir. Pada umumnya antidepresan dapat mengurangi perasaan gelisah, panik, dan stress, meringankan insomnia, menyebabkan relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot, menurunkan tekanan darah atau denyut jantung, dan meningkatkan mood atau meningkatkan kesupelan.
keinginan, perhatian, proses sensori, dan nafsu makan. Antidepresan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1.
trisiklik
(ATS)
trisiklik
(ATS):
amitriptyline,
amoxapine, imipramine, lofepramine, iprindole, protriptyline, dan trimipramine 2.
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
3. Monoamine oxidase inhibitor (MMOI) 4.
Kelompok lain: venlafaksin, bupropion, trazodon, dan nefazodon.
ATS Antidepresan
Antidepresan
dapat
menyebabkan
sedasi
dan
efek
samping
mengatur
antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur,
penggunaan neurotransmitter norepinefrin dan
konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan
serotonin pada otak. Obat ini bekerja pada
sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan
sistem saraf pusat, interaksinya yaitu dengan
kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa
mengeluarkan neurotransmitter norepinefrin,
terjadi serta dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis
serotonin, dan dopamine. Neurotransmitter
obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai
tersebut keluar dari sinaps bersama SSRI lalu
buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan,
masuk ke neuron prasinaptik. Setelah itu
takikardia, bradikardia, dan koma. ATS dapat menjadi letal
neuron tersebut dikumpulkan untuk digunakan
dalam dosis yang berlebihan, obat ini mempunyai kelambatan
metabolime lebih lanjut oleh MAO, serotonin
waktu 3 sampai 4 minggu sebelum terjadi respon teraupetik,
dihambat oleh SSRI, siklik dan venlafaksin
tidak diketahui adanya efek yang merugian jangka panjang,
menghambat norepinefrin dan serotonin.
efek samping yang menetap sering kali dapat diminimalkan dengan sedikit menurunkan dosis, ATS tidak menyebabkan adiksi fisik atau ketergantungan psikologis, ATS tidak menyeabkan euforia sehingga tidak memiliki potensial penyalahgunaan.
Efek samping SSRI relatif lebih
sedikit
senyawa
dibandingkan
siklik.
transmisi
Peningktan
serotonin
menimbulkan
dapat
beberapa
Antidepresan nefazodon
dan
menyebabkan Nefazodon
lain
seperti
trazodon
dapat
Dalam pemberian obat, perawat berperan
sebagai
pemberi
sakit
kepala.
informasi terkait dengan obat
sendiri
dapat
yang diberikan. Perawat harus
efek
menyebabkan mulut kering dan
mampu
samping umum seperti ansietas,
mual. Bupropion dan venlafaksin
samping
agitasi, akatisia, mual, insomnia,
menyebakan nafsu makan hilang,
antidepresan dan mewaspadai
dan
atau
mual dan insomnia, sedangkan
efek toksik serta pengobatannya.
kesulitan mencapai ereksi atau
penggunaan yang tidak tepat pada
Pada
orgasme.
MAOI
trazodon
menyebabkan
dianjurkan dosis tunggal pada
seperti
impotensi dan priapisme, yaitu
malam hari ( single dose one
sedasi pada siang hari, insomnia,
ereksi
hour
kenaikan
menerus.
disfungsi
seksual
Sedangkan
memiliki
efek
samping
berat
badan,
mulut
dapat
yang
nyeri
dan
terus
mengetahui umum
dosis
before
golongan
efek dari
pemeliharaan
sleep)
ATS.
untuk
Sedangkan
kering, hipotensi ortostasik, dan
untuk golongan SSRI diberikan
disfungsi seksual. MAOI ini tidak
dosis tunggal pada pagi hari
dapat
setelah sarapan.
digunakan
bersamaan
dengan antidepresan lain seperti SSRI, buspiron, dekstromertofan dan derivate opiate.
2.2 Harga Diri Rendah Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
Harga diri rendah berdasarkan jangka waktu dibagi
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
menjadi dua yakni harga diri rendah situasional dan
evaluasi
yang
negatif
terhadap
diri
sendiri
dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, dkk 2011). Manifestasi dari harga diri rendah ditunjukkan melalui sejauh mana pengalaman seseorang merasakan harga diri rendah.
harga diri rendah kronik. Harga diri rendah situasional
merupakan
perkembangan
persepsi
negatif tentang harga diri sebagai suatu respons terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah kronik merupakan resiko mengalami penilaian diri dan perasaan negatif dalam jangka panjang tentang diri sendiri atau kemampuan diri (NANDA, 2012).
Tanda dan Gejala harga diri rendah Kognitif
Rusaknya citra Diri (Pandangan akurat dari diri sendiri tidak memadai, dicintai, tidak layak, dan / atau tidak kompeten) -
Ketidakmampuan untuk melihat Siapa dan Kapan untuk Percaya irrasional dan pendapat diri terdistorsi (membuat pernyataan negatif tidak benar / belum terbukti pada dirinya sendiri) - Kurang Percaya Diri Membaca dan memroyeksi pikiran (Berpikir dan percaya bahwa orang lain melihat dirinya dengan cara-cara negatif yang sama bahwa ia memandang dirinya sendiri) - Obsesif Kompulsif dan Perilaku Addictive Terlalu Kritis Diri dan Lainnya
6
7 -
Reaksioner (bereaksi berlebihan terhadap situasi)
-
Kekakuan Self-focused
- Mendongeng - Ekspektasi atau harapan yang tidak masuk akal
Emotional
• Depresi • Putus Asa • Ketakutan dan Kegelisahan (membuat kesalahan, ditolak, terlihat bodoh atau tidak memadai) • Hipersensitivitas • Emosi bercampur • Shutdown Emosional • serangan harga diri (Serupa tapi berbeda dari serangan panik) (Penampilan) Malu
Behavioral • Menjadi yang membutuhkan • Hubungan Kacau • Sikap membela • Gangguan Makan •
Kurangnya Ketegasan, Pasif, agresif, atau Pasif-
Agresif • Perfeksionisme • batasan buruk (boundaries) • Komunikasi Buruk • Hubungan Buruk & Keterampilan Sosial • sabotase diri • Disfungsi Seksual • Mengenakan topeng (tidak natural)
Model Harga Diri Rendah B. Melanie Fenell, Clinical Psychologist at the Oxford Cognitive Therapy Centre.
Dr.
Fenell
bagaimana
mengembangakn harga
dipertahankan depresi
dan
dan
diri
model
rendah
terjadi,
berinteraksi
dengan
kecemasan.
Sebuah
versi
sederhana dari model terlihat seperti ini:
2.3 Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri merupakan suatu hal dalam diri manusia yang berfungsi dan terbentuk serta merupakan hal yang penting bagi individu dalam menjalani dan mempertahankan kehidupan, kesehatan, serta kesejahteraan. Perawatan diri berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan secara mandiri. Aktivitas sehari-hari merupakan aktivitas perawatan diri klien yang harus dijalani setiap harinya dan berhubungan dengan kebutuhan personal. Aktivitas sehari-hari meliputi personal hygiene/mandi, menggunakan pakaian, makan, dan toileting .
8 Jenis-jenis defisit perawatan diri:
Defisit perawatan diri: mandi/hygiene ( Bathing/hygiene self-care deficit )
Defisit perawatan diri: berpakaian dan berhias ( Dressing/Grooming self-care deficit )
Defisit perawatan diri: makan ( Feeding self-care deficit )
Defisit perawatan diri: BAK dan BAB (Toileting self-care deficit )
Defisit perawatan dapat terjadi complete atau parsial dan mengindikasikan sistem kompensasi. Tingkatan keadaan klien terkait defisit perawatan diri yang dialami klien yaitu:
Total dependent yaitu ketika seseorang tidak mampu sama sekali untuk melakukan self-care atau aktivitas perawatan diri. Keadaan ini memerlukan Wholly Compensatory nursing system atau perawatan secara keseluruhan pada klien yang dilakukan untuk membantu pemenuhan perawatan diri klien.
Partial dependent yaitu ketika seseorang dapat melakukan sebagian atau beberapa aktivitas perawatan diri, tidak semua dapat dilakukan. Pada kondisi ini diperlukan Partly Compensatory nursing system atau perawatan parsial pada klien untuk membantu aktivitas perawatan diri klien yang belum terpenuhi.
Independent yaitu keadaan klien sebenarnya mampu melakukan aktivitas perawatan ini. Keadaan ini memerlukan Supportive Educative nursing system atau memberi dukungan dan menjelaskan kepada klien tentang pentingnya perawatan diri serta menjelaskan bagaimana cara perawatan diri yang benar.
Tanda dan gejala seseorang yang mengalami defisit perawatan diri: Fisik - Penampilan berantakan - Bau badan - Pakaian kotor - Kuku panjang dan kotor - Gigi kotor dan bau mulut - Rambut berantakan dan kotor - Kulit kotor dan kering
Psikologis -Malas dan tidak inisiatif -Menarik diri dari lingkungan - Isolasi diri dapat terjadi - Merasa tidak berdaya - Harga diri rendah - Merasa terhina
Sosial - Kurangnya interaksi sosial - Aktivitas yang kurang - Perubahan perilaku, tidak mampu berperilaku seperti pada umumnya bahkan terkadang tidak mampu berprilaku seseuai norma yang ada, diakibatkan karena gangguan dan perawatan diri yang kurang baik. - Cara makan tidak teratur - BAK atau BAB di sembarang tempat - Tidak dapat mandi, menggosok gigi, dan membersihkan tubuh dengan sendiri atau secara mandiri.
9 2.4 Resiko Bunuh Diri
I.
Definisi Bunuh diri adalah didefinisikan sebagai kematian sebagai hasil dari sebuah tindakan
dimana si pelaku yakin bahwa tindakannya tersebut dapat menyebabkan kematian. Seseorang yang depresi mungkin dapat melakukan tindakan bunuh diri namun tidak semua orang yang bunuh diri mengalami depresi (Schultz, 2009). Risiko bunuh diri adalah berisiko terhadap cedera yang ditimbulkan sendiri dan mengancam jiwa (Wilkinson&Ahern, 2011).
II.
Psikodinamika
A. Etiologi/Penyebab Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya risiko bunuh diri (Pieter dkk, 2011), diantaranya: 1. Faktor Genetik Menurut teori biologis, faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri pada keturunannya. Hal ini berkaitan dengan faktor penurunan serotonin yang dapat menimbulkan depresi dan bila keadaan ini terus berlanjut akan memicu terjadinya risiko bunuh diri. 2. Faktor Sosiologis Bunuh diri dapat terjadi akibat adanya faktor-faktor yang dapat memicu yang terdapat di lingkungannya. Ada tiga jenis bunuh diri yang terjadi dalam kehidupan masyarakat: a. Egoistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan oleh masalah-masalah pribadi. b. Altruistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan karena adanya keinginan untuk memperjuangkan kehidupan orang lain, misalnya mendonorkan organ tubuh untuk kehidupan anaknya. c. Anomic suicide, yakni tindakan bunuh diri yang disebabkan masyarakat dalam kebingungan, misalnya dalam kondisi perang. 3. Faktor Psikologis Psikologis yang terganggu juga dapat menjadi stressor pemicu terhadap percobaan bunuh diri. Terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu psikologik seseorang diantaranya seperti riwayat teraniaya, disfungsi keluarga, kesulitan membina hubungan sosial, trauma kehilangan yang serius, distress spiritual, merasa tidak punya lagi masa depan, dan sakit kronis.
10 B. Proses terjadinya masalah Risiko bunuh diri dapat terjadi karena stress yang sangat tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu hingga memutuskan untuk mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat mengatasi stress, perasaan terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri merupakan hukuman bagi diri sendiri, dan bunuh diri dianggap sebagai cara yang efektif untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006). Akibat dari risiko bunuh diri adalah terjadinya kecacatan fisik sampai akhirnya kematian atau meninggal dunia. III.
Rentang Respon Risiko Bunuh Diri
Respon adaptif
Respon maladaptive
Peningkatan
Pengambilan
Perilaku
Pencederaan
diri
risiko
destruktif-diri
diri
Bunuh diri
tidak langsung
IV.
Tanda dan Gejala Beberapa tanda dan gejala yang mungkin timbul pada klien dengan risiko bunuh diri diantaranya: 1. Mempunyai ide untuk bunuh diri 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati 3. Mengungkapkan rasa bersalah atau keputusasaan 4. Impulsif 5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh) 6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri 7. Verbal terselubung; berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan) 8. Status emosional; harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan mengasingkan diri 9. Kesehatan mental; secara klinis klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol.
11 BAB III PEMBAHASAN
Kasus:
Seorang wanita, 21 tahun, mahasiswa, dirawat di rumah sakit jiwa karena sering menyendiri dan tidak mau melakukan aktivitas sejak 3 bulan yang lalu. Suatu hari klien tampak murung, lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk berbicara dengan siapapun. Penampilan fisik tidak rapi, pandangan kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat. Ketika perawat menanyakan penyebab klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mati saja. Pasien juga mengatakan saya malu, tidak perawan lagi, pastinya tidak ada laki-laki yang mau jadi suaminya. Diagnosa medis: Depresi. A.
Analisa Data 1.
Data subyektif: Klien mengatakan bosan hidup, merasa ingin mati, merasa malu karena tidak perawan lagi, merasa tidak ada yang mau jadi suaminya.
2.
Data obyektif: Klien tampak murung, menolak berbicara dengan siapapun, pandangan kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat, penampilan fisik tidak rapi.
C. Pohon Masalah
Daftar Masalah: 1. Koping individu tidak efektif 2. Sedih kronis 3. Harga diri rendah 4. Keputusasaan 5. Intoleransi aktivitas 6. Isolasi Sosial 7. Defisit Perawatan Diri
Isolasi sosial Menarik diri Defisit perawatan diri Putus asa Intoleransi aktivitas
Harga diri rendah: kronik
(Akibat)
Masalah utama
Depresi (Pola koping individu tidak efektif)
Penyebab
Kehilangan: Hilang keperawanan Faktor Presipitasi
12 A. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan gangguan alam perasaan (depresi), yaitu: 1. Harga diri rendah 2. Koping individu tidak efektif 3. Keputusasaan 4. Defisit perawatan diri
Harga Diri Rendah
A. Pengkajian
a. Anamnesa
13. Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai harapan
yang
suram,
mungkin
klien
ingin
mengakhiri kehidupan.
-
Riwayat kesehatan masa lalu
14. Faktor predisposisi
-
Riwayat kesehatan masa kini
Terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
b. Pemeriksaan Fisik c. Pemeriksaaan Penunjang
orangtua yang tidak realistirgs, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
d. Tanda dan gejala yang dapat di kaji pada klien dengan harga diri
rendah:
15. Faktor presipitasi Terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh; berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat tinddakan terhadap penyakit
menurunna produktivitas. Harga diri rendah ini
misalnya: malu dan seih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi
dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
sinar pada kanker.
Situasional disebabkan oleh trauma yang muncul
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya: ini tidak akan terjadi jika
secara tiba-tiba misalnya harus dioprasi, mengalami
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
kecelakaan,
sendiri.
menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara.
3. Merendahkan martabat misalnya: saya tidak bias, saya tidak mampu,
Kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu
dirawat dan menjadi semakin meningkat saat
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
dirawat.
4. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya:tentang
Ada
memilih alternatif tindakan.
menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki
5. Tidak menerima pujian.
kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolasi
6. Penurunan produktivitas.
sosial).Caplan (dalam keliat 1999) mengatakan
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu, dan
8. Berpakaian tidak rapih.
adanya
9. Selera makan berkurang.
dikucilkan, ditolak, serta tidak dihargai akan
10. Tidak berani menatap lawan bicara.
mempengaruhi individu. Keadaan seperti ini dapat
11. Lebih banyak menunduk.
menyebabkan
12. Bicara lambat dengan nada melemah.
penyimpangan perilaku seperti harga diri rendah kronis.
menjadi
intervensi
korban
lebih
perubahan
lanjut
social
stress
poerkosaan,
dan
maka
seperti
atau
dapat
perasaan
menimbulkan
13 B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah Harga diri rendah adalah ide, pikiran, perasaan yang negatif tentang diri sendiri. Data subjektif yang mungkin ditemukan
Data objektif yang mungkin di temukan
Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna Kontak mata kurang Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang Mengungkapkan tidak ada lagi yang peuli lain Mengungkapkan dirinya malas melakukan Menarik diri dari hubungan social perawatan diri (mandi, berhia, makan, atau Tampak mudah tersinggung toileting) Berpakaian tidak rapih Mengkritik diri sendiri Tidak mau makan dan tidak tidur Mengeluh hidup tidak bermakna Perasaan malu Tidak memiliki kelebihan apapun Tidak nyaman jika jadi usat perhatian Merasa jelek Tidak berani menatap lawan bicara Mengkritik diri sendiri Kurang selera makan Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian Lebih banyak menunduk Perasaan malu Kurang memperhatikan perawatan diri Krang selera makan . Tampak malas-malasan . Perasaan tidak mampu Produktivitas menurun Merusak diri sendiri Mengatakan malas, putus asa dan ingin mati
2. Koping Individu yang tidak efektif Koping yang tidak efektif menyebabkan klien mengalamiu harga diri rendah. 3. Isolasi sosial Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain. Data subjektif yang mungkin ditemukan
Data objektif yang mungkin di temukan
Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hiduplagi Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain Mengatakan malas berinteraksi Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya Merasa orang lain tidak selevel Merasa tidak berguna Mengatakan tidak punya teman dikamar
Menyendiri Mengurung diri Tidak mau berdialog dengan orang lain Ekspresi wajah kosong Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara Suara pelan dan tidak jelas Curiga dengan orang lain Mematung Mondar-mandir tanpa arah Tidakberinisiatif berhubungan dengan orang lain.
14 4. Halusinasi Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana individu merasakan adanya stimulus melalui panca indra tanpa adanya rangsang nyata. Data subjektif yang mungkin ditemukan
Data objektif yang mungkin di temukan
Mengatakan mendengar suara bisikan/ melihat bayangan. Menyatakan kesal Menyatakan senang dengan suara-suara
Bicara sendiri Tertawa sendiri Marah tanpa sebab Menyendiri Melamun
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan Resiko tinggi perilaku kekerasan ditandai dengan adanya kemungkinan mencederai orang lain dan merusak lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif Data subjektif yang mungkin ditemukan
Data objektif yang mungkin di temukan
Mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan Informasi dari keluarga tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasien. Mendengar suara-suara Merasa orang lain mengancam Menganggap orang lain jahat
Ada tanda/ jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh Tampak tegang saat bercerita Pembicaraan kasar jika menceritakan marahnya.
C. Rencana Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan pada pasien
a.
Intervensi Keperawatan
Tujuan/ Kriteria hasil :
1.
Membina Hubungan saling percaya
-Klien dapat membina hubungan saling percaya
-
Bina hubungan saling percaya: slam terapeutik, perkenalkan
dengan perawat.
diri, jhelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
-Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topic
aspek positif yang dimiliki
pembicaraan).
-Klien dapat menilai kemampuan yang dapat
-
digunakan.
Beri
kesempatan
pada
klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
-Klien dapat menetapkan/ memilih kegiatan
-
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
-
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
-Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
kegiatan yang sudah dilatih.
dirinya sendiri.
3. Menilai kemampuan yang dapat digunakan -
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
-
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan, diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
-
2.
-
utamakan member pujian yang realistis.
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dianjurkan setelah pulang ke rumah
Hindarkan member penilaian negatif setiap bertemu klien,
-
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
15 3.
-
Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih
6.
sesuai dengan kemampuan pasien.
keberhasilan klien
Rencanakan
bersama
klien
aktivitas
yang
dapat
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
-
yang
menyusun
wajar
jadwal
terhadap
pelaksanaan
Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatih.
klien -
Membantu
pujian
kemampuan yang dilatih
dilakukan setiap hari sesuai kemampuannya -
7.
Memberikan
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
-
Beri pujian atas kegiatan yang telah dilakukan kilien setiap hari.
lakukan 4.
Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
-
Beri
kesempatan
mencoba
kegiatan
-
yang
dan perubahan setiap kegiatan.
telah
direncanakan.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
-
Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah di latih.
-
Beri pujian atas keberhasilan klien
-
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
-
Berikan
kesempatan
mengungkapkan
perasannya setelah melakukan kegiatan.
D. Evaluasi Keperawatan Pasien dengan Harga Diri Rendah
1. Menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2. Menilai kemampuan yang masih dapat digunakan 3. Memilihi kegiatan yang akan dilatih sesuai kemampuan yang dimiliki 4. Melatih kemampuan yang telah dipilih 5. Melakukan kegiatan sesuai jadwal
Defisit Perawatan Diri
A. Pengkajian Fisik
Psikologis
Sosial
-Badan bau dan kotor
-Malas, tidak ada inisiatif
-Interaksi kurang
-Rambut dan kulit kotor
-Menarik diri, isolasi diri
-Kegiatan kurang
-Kuku panjang dan kotor
-Merasa
-Tidak mampu berperilaku
-Gigi kotor dan mulut bau
rendah diri, merasa hina
tidak
berdaya,
sesuai norma
-Penampilan tidak rapi
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 1) Defisit Perawatan Diri: mandi dan hygiene, berpakaian dan berhias, eliminasi Kriteria Evaluasi, Klien mampu untuk:
Batasan karakteristik: a.
Ketidakmampuan mengakses kamar
a.
mandi dan membersihkan tubuh. b.
Ketidakmampuan penampilan
pada
kepuasan tentang kebersihan tubuh dan
mempertahankan tingkat
yang
hygiene. b.
memuaskan. c.
Ketidakmampuan hygiene eliminasi yang tepat.
Mampu mengungkapkan secara verbal
Mampu berpakaian yang rapi dan menata rambut.
c.
Menerima bantuan dari pemberi asuhan.
e)
Intervensi:
rambut seperti mencuci, menyisir atau mencukur
a)
Tingkatkan harga diri dan penentuan diri
b)
Hilangkan dan bersihkan bau, kurangi kekeringan
rambut f)
serta sel yang mati dengan cara perawatan diri c)
Rangsang sirkulasi darah, kendorkan otot, buat
Cegah terjadi infeksi dan pertahankan kebersihan daerah vulva dengan cara lakukan perawatan vulva.
g)
rasa nyaman denagn cara mandikan klien d)
Cegah infeksi daerah kepala dengan cara perawatan
Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2
Kurangi nyeri dapat dilakukan dengan cara rawat
kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
gigi dan mulut teratur
dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
2) Gangguan mobilitas: defisit perawatan fisik / diri (doenges, 1989) Kriteria evaluasi:
Intervensi:
memahami situasi sendiri dan rejimen pengobatan
1.
Berbicara langsung kepada klien: menghormati individualitas dan ruang pribadi yang sesuai.
individu 2.
Memberikan kesempatan terstruktur untuk klien
Menunjukkan kembalinya aktivitas
meningkatkan kepedulian / perhatian untuk perawatan dan
untuk membuat pilihan perawatan, misalnya, apa
kebersihan, dan perilaku untuk mulai mengarahkan
yang harus pakai hari ini, apa kegiatan untuk
hidupnya sendiri.
berpartisipasi
Melakukan perawatan diri / kegiatan lainnya secara
3.
Jadilah menyadari jumlah klien waktu benar-benar menghabiskan di tempat tidur / kursi, terutama
mandiri.
mereka yang muncul dalam negara gizi buruk. 4.
Periksa kulit di atas tulang untuk melihat
6.
Tetapkan tujuan aktivitas progresif dengan klien.
kemerahan (termasuk tumit) setelah klien telah
7.
Memantau asupan dan keluaran. Perhatikan warna /
tidur / duduk di kursi sementara.
konsentrasi
8.
urine.
Amati
komplikasi
misalnya,
5.
perawatan
kulit
dengan
selaput lendir kering dan bibir, turgor kulit buruk,
memperhatikan kebersihan, pijat, dan lotion setiap
sembelit
dua sampai tiga jam. Ubah posisi setiap dua jam, termasuk tidur, ke kursi atau berjalan-jalan
Perhatikan frekuensi pola eliminasi. (Lihat ND: defekasi, diubah: sembelit)
9.
Memberikan
Menyediakan
peralatan
Evaluasi Pasien Defisit Perawatan Diri yang
diperlukan,
1.
mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
perlengkapan diri klien, seperti pakaian 10. Pilih salah satu aktivitas perawatan diri dan rencana dengan
klien
bagaimana
Klien mampu membersihkan tubuh secara
menerapkan
2.
secara
Klien mampu mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan rapi secara mandiri.
sederhana, konkret.
Resiko Bunuh Diri A. Pengkajian Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri: Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang :
a.
sulit. b.
Rencana bunuh diri termasuk, apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
-Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga). -Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan
Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
c.
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).
kehilangan yang baru dialami. -Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk
d.
Sistem pendukung yang ada.
depresi.
e.
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
-Riwayat pengobatan.
(baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
-Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
riwayat penyalahgunaan zat.
-Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood .
f.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood , tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
16
17
Banyak instrumen yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS . No
SAD PERSONS Sex
1
(Jenis kelamin)
Age
2
(umur)
3
Depression Previous attempts
4
(Percobaan sebelumnya)
5
6
7
8
9
Keterangan
ETOH (alkohol) Rational thinking Loss (Kehilangan berpikir rasional) Sosial support lacking (Kurang dukungan sosial) Organized plan (Perencanaan yang terorganisasi) No spouse (Tidak memiliki pasangan)
10
Sickness
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih. 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi. 65 – 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya 65% orang yang melakukan bunuh diri
adalah orang
menyalahgunakan alkohol Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri dibanding general population Kurangnya dukungan dari lingkungan sosial seperti teman, keluarga, atau pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagamaan Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi Duda, janda, atau lajang adalah lebih rentan melakukan bunuh diri dibandingkan dengan yang telah menikah Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah : 1. Tentukan tujuan secara jelas Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri. 2. Perhatikan signal atau tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topik dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan. 3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional. Jangan terlalu tergesa-gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan k lien. 4. Jangan membuat asumsi Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu yang mempengaruhi emosional klien. 5. Jangan menghakimi, karena jika perawat memberikan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
18 Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian : 1.
Riwayat masa lalu :
2.
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Gangguan
Symptom yang menyertainya a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diri
Ancaman bunuh diri
skizofrenia
Percobaan bunuh diri
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian
mood,
penyalahgunaan
NAPZA
dan
b. Derajat
yang
tinggi
terhadap
keputusasaan,
boderline, paranoid, antisosial
ketidakberdayaan dan anhedonia (faktor krusial
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses
terkait dengan resiko bunuh diri)
berduka
c.
Bila
individu
menyatakan
memiliki
rencana
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan
bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri.
pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang
Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi
mengalami resiko bunuh diri :
diantaranya :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan
Mempertahankan
ketenangan,
suara
yang
aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya
tidak
yang sesuai dengan rencananya.
mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata-kata yang dimengerti klien
Menentukan seberapa banyak waktu yang digunakan pasien untuk merencanakan suicide
Mendiskusikan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
Menentukan bagaiamana metode yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
pengobatannya
Mendapatkan data tentang demografi dan sosial ekonomi klien
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
B. Diagnosa Keperawatan Resiko Bunuh diri Pengertian : Resiko menyakiti diri sendiri dan cedera
Indikator
yang mengancam jiwa NOC
Menyatakan harapannya untuk hidup
Mengontrol implus, Menahan rasa keinginan untuk
Menyatakan
bunuh diri Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
perasaan
marah,
kesepian
dan
keputusasaan secara asertif.
Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
NIC: Aktif mendengarkan, Peningkatan koping, Pencegahan Bunuh diri, Latihan mengontrol implus, Managemen
perilaku : Melukai diri, Hope Instillation, Persetujuan, Pengawasan: Keamanan.
19 C. Rencana tindakan Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai. Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Keliat (2005) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu : a.
Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b.
Meningkatkan harga diri, Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c.
Menguatkan koping yang konstruktif/sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d.
Menggali perasaan, Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e.
Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol
D. Implementasi perilaku klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. a.
Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko, managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi adalah: -
Orang yang suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
-
Mengidentifikasi dan mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien misalnya: pisau, gunting, tas plastik, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
-
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri, misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
-
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu dis upervisi dengan catatan: Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan. Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
20
-
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
-
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
-
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
-
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan (yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastik)
-
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
-
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
-
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya. Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi
-
oral dan tertulis pada semua staf.
b.
Bantu
klien
untuk
menurunkan
resiko
c.
Membantu meningkatkan harga diri klien
perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
-
Tidak menghakimi dan empati
sendiri dengan cara:
-
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien :
-
Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang
,
-
tinggi, sedang, rendah. -
lain
Kaji level long-term risk yang meliputi: lifestyle
Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien
-
(gaya hidup), dukungan sosial yang tersedia, rencana d.
tindakan
yang
Bantu klien untuk
bisa
mengancam
mengidentifikasi
dengan control impuls yang rendah Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku
-
bila diindikasikan.
dan
mendapatkan dukungan sosial -
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien
e.
bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat -
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial
yang positif -
Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
-
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan
yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses. -
f.
terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’ -
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
-
Explorasi perilaku alternatif
Memberikan pembelajaran tentang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills)
-
Mengajarkan keluarga technique limit setting
-
Mengajarkan
keluarga
tentang
Evaluasi Pada Pasien Resiko Bunuh Diri
a.
ekspresi
perasaan yang konstruktif -
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘apa yang
-
diindikasikan) -
bunuh diri
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial I niti ate H ealth Teaching dan rujukan (jika
Membantu klien mengembangkan mekanisme koping
telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu. b.
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan
Klien menggunakan koping adaptif, terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
c.
perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien
Perilaku
klien
menunjukan
kepedualiannya
terhadap
kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial d.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan
21 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson dkk, 2006). Dapat diatasi melalui terapi obat antidepresan yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir. 2. Harga diri rendah ialah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dibagi menjadi dua yakni harga diri rendah situasional (saat ini) dan harga diri rendah kronik (berkepanjangan). 3. Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan intividu tidak mampu menjalani dan mempertahankan kehidupan, kesehatan, serta kesejahteraan. Perawatan diri berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan secara mandiri. 4. Bunuh diri adalah hasil dari sebuah tindakan dimana si pelaku yakin bahwa tindakannya tersebut dapat menyebabkan kematian. Risiko bunuh diri adalah berisiko terhadap
cedera
yang ditimbulkan
sendiri
dan mengancam
jiwa
(Wilkinson&Ahern, 2011). 5. Pemenuhan tuntutan pada rentang konsep diri sangat berhubungan erat dengan terjadinya HDR, defisit perawatan diri, resiko bunuh diri, dan depresi. 4.2 Saran
Adapun saran-saran praktis daam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai calon perawat profesional, penting bagi mahasiswa keperawatan untuk membekali diri mengenai pengetahuan akan defisit perawatan diri, HDR, Resiko bunuh diri, dan depresi berdasarkan etiologi masalah-masalah tersebut. 2. Mahasiswa dapat menuangkan ide
kreatif dalam memecahkan masalah akibat
trauma seksual yang dapat nenyebabkan masalah defisit perawatan diri, HDR, resiko bunuh diri, dan depresi.
iii DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda J. & Moyet. (2006). Handbook of Nursing Diagnosis. 11th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Carpenito, LJ (2008). Nursing Diagnosis : Aplication to Clinical Practice. Mosby St Louis. Doenges, M.E Towsend, M.C dan Moor-house, M.F. (1998). Psyciatric Care Plans Guidelines for Individualizing Care. Ed.3. Phuiladepia: F.A Davis Company. Fajriyah, Nur. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Harga Diri Rendah (strategi Pelaksanaan HDR, Menarik Diri, Halusinasi dan Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan). Jakarta: CV Trans Info Media. Hardman, T Heather. (2012). Terjemahan (alih bahasa : Made dan Nike). Diagnosis keperawatan:definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. http://www.getesteem.com/Files/Sorensen_Self-Esteem_Test.pdf http://www.bbc.co.uk/health/emotional_health/mental_health/emotion_esteem.shtml http://www.getesteem.com/lse-symptoms/behavioral.html Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC. Keliat Anna B...(et al.) Editor Monica ester danDevi yulianti.(2011). Keperawatan Kesehatan Jwa komunitas :CMHN (basic course). Jakarta : EGC. Keliat, Budi Ana (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik diri . Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. KP Neeraja. (2008). Essentials of Mental Health and Psychiatric Nursing. Volume 1. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Pieter, Herri Z., dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana. Schultz, Judith M. & Videbeck, Sheila L. (2009). Lippincot’s Manual of Psychiatric Nursing Care Plans. 8th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health-Lippincott Williams & Wilkins. Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC. Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of Psychiatric Nursing. 6th edition.cp 18. St. Louis Mosby Year Book. Suliswati...(et al.) Editor Monica Ester.(2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta :EGC Townsend, Mary C. (2008). Psychiatric Mental Health Nursing 4th Edition. Philadelphia : Davis Company. Towsend Mary C.(2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidence Based Practice. 6th ed. USA : Davis Company.
Universitas Islam Negeri Malang. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/08410170rahaturrizqi.ps. Diakses pada 2 April 2013. Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9: Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (edisi 9) (Esty Wahyuningsih, Penerjemah). Jakarta: EGC.