MAKALAH ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26
Di susun oleh :
Andy N.J Hosang 170610130069
Tabita Izadhora 170610130071
Iman Bagus R 170610130077
Antonius Xerxes C 170610130101
Program Studi Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjajaran
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
KATA PENGANTAR 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 3
B. RUMUSAN MASALAH 3
C. TUJUAN 4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian PPh Pasal 21 5
Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21) 5
C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 6
D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21 7
E. Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 7
F. Objek Pajak PPh Pasal 21 9
G. Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21 9
H. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 10
I. Pengertian PPh Pasal 26 14
J. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 14
K. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 14
L. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan PPh Pasal 26 15
M. Pengecualian 16
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga para penulis dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas pengenaan pajak PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 kepada wajib pajak.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, para penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Para penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Jatinangor, November 2014
Para Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
PPh Pasal 26 merupakan pajak atas wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, pajak tersebut dikenakan apabila Wajib Pajak luar negeri tersebut mendapat nilai maupun pendapatan dari negara Indonesia, maka dari itu dikenakan pajak kepada wajib pajak pribadi luar negeri tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 21 dan pasal 26?
2. Siapa subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21 dan PPh pasal 26?
3. Siapa pemotong pajak penghasilan pasal 21 dan pasar 26?
4. Apa saja hak dan kewajiban wajib pajak PPh pasal 21?
5. Apa saja hak dan kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21?
6. Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)?
7. Penghasilan apa saja yang tidak dipotong PPh pasal 21?
8. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui segala hal mengenai PPh pasal 21
Untuk mengetahui segala hal mengenai PPh pasal 26 atas pengenaan pajak kepada wajib pajak luar negeri
Menambah wawasan para pembaca dan dapat menjadi referensi untuk penulis-penulis lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPh Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa.
B. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
Pegawai, karyawan atau karyawati tetap
Adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.
Pegawai, karyawan atau karyawati lepas
Adalah orang pribadi yang berkeja untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah jika ia bekerja.
Penerima honorarium
Adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa yang diberikan.
Penerima upah
Adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti upah harian, upah borongan, upah satuan dll
Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Perusahaan dan badan yang membayar honorarium atau pembayaraan lain atas jasa yang dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan atau kelompok tenaga ahli sebagai wajib pajak dlam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.
D. Hak dan kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21
1. Hak-hak WP PPh 21
Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun yang bersangkutan.
Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral Pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pemotongan.
Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur Jendral Pajak yang berhubungan dengan keberatannya.
2. Kewajiban Wajib Pajak PPH pasal 21
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun
E. Hak Dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21
1. Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21
Pemotong pajak berhak utnuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaina SPT tahunan PPh pasal 21
Pemotongan pajak berkhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahuna terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan kembali.
Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan menyampaikan pernyataan tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat atau tempat lai yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak sepanjang belum dimulai tindakan pemeriksaan.
Pemotong pjaka berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala Inspeksi pajak atau suatu ketetapan pajak
Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai keberatan.
2. Kewajiban pemotong pjaka PPh pasal 21
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan
F. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
G. Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh
H. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:
Tarif Pajak pasal 17 x (PKP)
PKP = Penghasilan bruto- (Biaya Jabatan + iuran pensiun + Iuran Jamsostek)- PTKP
1. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013 sebagai berikut
PTKP
Untuk wajib pajak
Rp 24.300.000,-
Tambahan WP kawin
Rp 2.025.000,-
Tambahan istri bekerja
Rp 24.300.000,-
Tambahan tanggunan
Rp 2.025.000,-
2. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
25%
di atas Rp 50.000.000,-
30%
3. Penghasilan dan biaya yang dikenakan
a. Penghasilan bruto (penghasilan, honor, upah, gaji, bunga, komosi, imbalan, uang pensiun, uang pesangon)
b. Biaya-biaya yang dikenakan:
biaya jabatan, khusus untuk pegawai tetap. Besarnya adalan 5% dari pengahsialn bruto maksimal yang diperkenakan adalah Rp 6.000.000,- setahun dan Rp. 500.000,- sebulan
Iuran pensiun/ THT:
Yang dibayar pegawai
Yayasan dana pensiun yang disetujui oleh Menkeu
Jumlah tidak dibatasi
Biaya pensiun. Khusus untuk penerima pensiun berkala bulanan besarnya 5% dari uang pensiun maksimal yang diperkenannkan adalah Rp. 2.400.000,- setahun dan Rp. 200.000,- sebulan
4. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21
Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp 8.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.
I. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
J. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26
Badan Pemerintah;
Subjek Pajak dalam negeri;
Penyelenggara Kegiatan;
BUT;
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
K. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
dividen;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan
pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
Keuntungan karena pembebasan utang.
20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
L. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
M. Pengecualian
BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk memotong PPh Pasal 21.
Dan PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Yang dimana Wajib Pajak tersebut masih belum terdaftar dalam NPWP karena subjek nya sesungguh nya adalah orang luar negeri yang dinyatakan masih belum menetap di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Diunda, Gustian dkk. Pajak Penghasilan Orang Pribadi. 2003. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. Perpajakan. 1987. Yogyakarta: Andi Offset
Direktorak Jenderal Pajak, Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Terbaru. 2013: http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru
Direktorak Jenderal Pajak, Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 26. 2012: http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26
PPT PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 : https://www.scribd.com/doc/236560817/PPh-Pasal-21
18