LTM 2 Biologi Molekular Deteksi Protein (Analisis Kualitatif)
Nama : Rayhan Hafidz I. NPM : 1306409362 Kelompok Guanin
I.
Abstrak
Protein adalah senyawa organik kompleks, memiliki berat molekul yang tinggi, dan merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan bisa juga mengandung sulfur serta fosfor. Protein pertama kali ditemukan tahun 1838 oleh seorang ilmuwan kimia asal Väversunda, Östergötland, Swedia, yang bernama Jöns Jakob Berzelius. Protein memiliki peranan yang sangat penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus, karena ia merupakan penyusun utama perkembangan makhluk hidup. Protein termasuk ke dalam biomolekul raksasa selain molekul-molekul lain seperti polinukleotida, polisakarida, lipid. Protein mempunyai struktur, sifat, dan kadar yang berbeda-beda di setiap zat yang mengandung protein tersebut. Untuk melakukan deteksi dan analisis, terdapat dua jenis metode, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis protein dari segi jumlah atau kadar pada sampel yang dianalisis tersebut, sementara metode kualitatif ialah metode yang digunakan untuk menganalisis protein dari segi fisik seperti strukturnya. LTM ini akan membahas metode analisis kualitatif protein.
Kata kunci: Protein, asam amino, uji kualitatif, analisis struktur protein, uji asam amino, uji protein, Western Blooting , Sekuensing
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
1
II.
Analisis Kualitatif Protein
Metode kualitatif protein ialah metode yang digunakan untuk menganalisis protein dari segi fisik seperti strukturnya, dan dilakukan pengujian karakteristik yang dihasilkan dari sampel protein. Analisis kualitatif protein meliputi analisis berdasarkan komposisi protein, berdasarkan reaksi warna dan struktur protein. Analisis kualitatif protein tidak cukup dilakukan dengan beberapa reaksi warna saja, tetapi juga harus diikuti dengan uji tertentu yang terkait dengan hal-hal lain yang terdapat pada protein.
A. Analisis struktur Protein 1. CD Spectroscopy
Metode ini mengukur perbedaan penyerapan left-handed polarized light right-handed polarized light. Fungsi dari metode ini adalah menentukan karakteristik struktur sekunder dan struktur tersier serta menunjukkan perbandingan konformasi dan menentukan apakah interaksi protein-protein atau protein-ligan mengubah konformasi protein 2. X Ray-Crystallography Ray-Cryst allography
Metode untuk menentukan struktur atom dan molekul dari kristal, di mana atom kristal menyebarkan berkas sinar-X Mengukur sudut dan intensitas dari kristal terdifraksi, crystallographer bisa menghasilkan gambar tiga dimensi dari kepadatan elektron dalam kristal. Dari kerapatan elektron, posisi rata-rata atom dalam kristal dapat ditentukan, serta ikatan kimia mereka, gangguan dan berbagai informasi lain. Metode ini akan diujikan untuk menganalisis sampel protein yang jauh lebih kompleks, misalnya protein membran yang sangat penting pada fungsi sel hingga protein-protein fungsional yang terlibat pada proses fotosintesis. Penemuan metode ini juga diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap penemuan di berbagai ranah sains lainnya, misalnya di bidang medis, farmaseutika, hingga energi alternatif.
Gambar 1. Mekanisme Metode X Ray-Crystallography. (http://www.sbmp-i http://www.sbmp-itn.eu/sbmps/i tn.eu/sbmps/img/internal/re mg/internal/research_method/i search_method/image001.jpg mage001.jpg))
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
2
3. NMR Spectroscopy
Ketika ditempatkan dalam medan magnet, inti NMR aktif menyerap radiasi elektromagnetik elektromagnet ik pada frekuensi karakteristik isotop. Frekuensi energi, resonansi penyerapan, dan intensitas sinyal yang sebanding dengan kekuatan medan magnet. NMR mendeteksi pergeseran kimia inti atom karena pergerakan akibat adanya lingkungan berarus listrik didekatnya menentukan jarak antara pasangan tertentu atom berdasarkan shift 4. FPLC Dengan metode FPLC pemisahan protein dimungkinkan karena komponen yang berbeda dari campuran yang memiliki afinitas yang berbeda. Fase gerak dapat berisi larutan berair, atau "buffer“ yang melewati padat berpori (fase diam) seperti resin yang biasanya cross linked agarosa, dikemas ke dalam gelas silinder atau kolom plastik. 5. Molecul Modelling Database
Metode ini cocok untuk perhitungan, seperti pemodelan homologi dan perbandingan struktur. Metode ini diguanakan untuk mengetahui urutan dan struktur protein tersebut serta memahami fungsi biologis dengan menganalisis mekanisme kerja protein
B. Uji Asam Amino
1.
Xantoprotein Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
Gambar 2. Hasil positif xantoprotein (https://lh4.ggph https://lh4.ggpht.com/DYFrH2q t.com/DYFrH2qkcPm_o8M5PJCuw2J kcPm_o8M5PJCuw2JMqMKQN2MQMqMKQN2MQqSHTIMfV3fmXGiJtZGmBwyGsO2x3bV qSHTIMfV3fmXG iJtZGmBwyGsO2x3bVDH1PmRQI=s125 DH1PmRQI=s125))
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
3
2. Hopkin’s Cole Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi HopkinsCole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Gugus indol pada triptofan merupakan gugus yang merespon uji ini. Gugus aldehid pada asam glioksilik membantu merubah gugus indol menjadi senyawa berwarna violet. Uji Hopkins-Cole ini selanjutnya dijadikan uji terhadap triptofan.
H2 H C C
H2 C
O COOH
+ H
C
COOH
NH2
N H triptofan
H C COOH C
N H asam glioksalik
C H2
NH
kompleks berwarna violet
Gambar 3. Reaksi Hopkin’s Cole. (https://lh6.googleusercontent.com/usfKw_emnBI/TXBho_56B8I/AAAAAAAAAI8/Nz0n205ClBk/s1600/Pictu usfKw_emnBI/TXBho_56B8I/AAAAAAAAAI8/ Nz0n205ClBk/s1600/Picture3.png re3.png))
3.
Natriumnitroprusida Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif. 4.
Sakaguchi Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah. 5. Uji Reaksi Warna Lieberman Jika HCl pekat ditambahkan pada protein (padatan), kemudian dididihkan, dan ditambah beberapa tetes larutan sukrosa, maka warna violet akan terlihat jika protein mengandung triptofan. Reaksi ini mirip dengan uji Hopkins-Cole, gugus aldehid di sini berasal dari kerja HCl terhadap gula.
Acree Rosenheim Uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi formaldehid dalam susu. Protein yang mengandung triptofan pada susu memberikan hasil positif (ditunjukkan dengan cincin berwarna ungu) adanya formaldehid (mempunyai gugus aldehid) apabila uji ini jika ditambah asam (HCl) dan dipanaskan.
P-DAB Ehrilich Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
4
Ehrlich menyarankan untuk menggunakan p-DAB (p-dimetil-aminobenzaldehid) sebagai aldehid untuk uji triptofan. Diazo Ehrilich Pada penambahan larutan protein yang mengandung histidin atau tirosin dan larutan dibuat basa dengan NH 4OH terjadi warna merah hingga orange. Histidin akan memberikan warna merah hingga orange; tirosin memberikan warna orange terang
C. Uji Protein
1. Nihidrin Selain oleh protein, hasil positif juga diberikan oleh peptone, asam amino, dan amin primer lainnya, termasuk amoniak. Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk suatu produk yang disebut ungu Ruheman. Reaksi ini bersifat kuantitatif dan dapat dijadikan sebagai pelacak asam amino pada uji bercak (spot test). Asam amino akan menyumbangkan atom hidrogennya pada warna violet. Warna violet yang sama dihasilkan dari seluruh assam α -amino dengan gugus NH 2 primer dan ketajaman (intensitas) setiap warna yang tergantung pada konsentrasi asam amino (Hart, 1983: 221). O
O C
C O ninhidrin
C
OH H C
+ R
C
O_
OH
COOH
NH2 -asam -asam amino amino
- H2O
O
C C
C
N
C
+
R
C
OH
C
O O senyawa komplek berwarna
Gambar 4. Reaksi Nihidrin. (https://monruw. https://monruw.files.wordpress.com files.wordpress.com/2010/05/ninhy /2010/05/ninhydrin.jpg drin.jpg))
2.
Sulfur Reaksi ini digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino yang mengandung atom S.Jika larutan protein dididihkan dengan campuran larutan KOH atau NaOH dan Pb-asetat, endapan berwarna hitam akan terbentuk jika terdapat asam amino yang mengandung sulfur (misalnya sistein dan metionin). Larutan basa kuat memutus ikatan sulfur pada asam amino, membentuk K2S, yang dengan Pb-asetat membentuk PbS, senyawa berwarna hitam. 3. Biuret Uji biuret dilakukan untuk menunjukkan adanya senyawa yang mengandung gugus amida asan yang berada bersama gugus amida lain. Pada metode ini larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO 4 encer. Jika reaksi positif, akan muncul warna violet. 4. Millon Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Hanya protein yang mengandung tirosin yang mengalami hidrolisis yang memberikan reaksi positif. Gugus hidroksifenil (-C6H4OH) pada tirosin merupakan gugus yang merespon uji ini. Karenanya uji Millon ditujukan untuk tirosin yang terdapat pada protein. Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
5
5. Uji terhadap Nitrogen Organik Pada umumnya uji yang digunakan adalah uji Lassaigne. Unsur-unsur tambahan biasanya dideteksi dengan uji Lassaigne’s. Dalam tes ini, senyawa organic menyatu dengan
logam natrium untuk mengkonversi elemen-elemen menjadi larut dalam air garam natrium. Dan kemudian ekstrak ini digunakan untuk melakukan tes unsure tambahan dalam senyawa organik.
Western B l o t t i n g D. Metode Western B
Western Blotting (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, WB dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, elektroforesis, kedua elektrotransfer, dan ketiga deteksi.
Gambar 5. Metode W e s t e r n B l o o t i n g . (https://lh6.ggpht.com/BproyedbZ81JgTOmphzYae8t6bt4vhixpl BproyedbZ81JgTOm phzYae8t6bt4vhixplnPqJRwqvJSwfIO nPqJRwqvJSwfIOdhE4rYYCg9IFxh2 dhE4rYYCg9IFxh2JzuHDg=s145 JzuHDg=s145))
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS.
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
6
Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul.
Gambar 6. Tahap Elektroforesis. (https://lh6.ggph https://lh6.ggpht.com/hqk0PB53V t.com/hqk0PB53V6NLrUgSkJDvP6UtvzJm 6NLrUgSkJDvP6UtvzJm4sTCwhvlVF3I27t9vb 4sTCwhvlVF3I27t9vbrwcwu0qIjMb0b7hRSlj7fV rwcwu0qIjMb0b7hRSlj7fVWEc WEc =s141)) =s141
Tahap kedua dalam Western Blotting yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1. Blotting semikering Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu. 2. Blotting basah Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Susunan lapisanlapisan pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 4. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
7
Gambar 7. Pemindahan Protein dari Gel Poliakrilamid ke Gel Transfer. (https://belajarbi https://belajarbiokimia.files. okimia.files.wordpress.com/2014/ wordpress.com/2014/02/gambar-1.jpg?w= 02/gambar-1.jpg?w=630&h=380 630&h=380))
Gel transfer yang umum digunakan pada Western Blotting ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan pengikatan nitroselulosa nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik (Bollag et al., 1996).
Gambar 8. Lapisan Gel.
(http://www.abcam. http://www.abcam.com/ps/CMS/ com/ps/CMS/Images/western% Images/western%20blot%20transfer.jpg 20blot%20transfer.jpg)
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang sangat penting. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang yang terlalu tinggi dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah. Kekuatan ion yang rendah buffer buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi poliakrilamid yang rendah. Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
8
Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi berfunsi mengikat protein target, sedangkan sedangkan antibodi antibodi sekunder berfungsi berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I. Masingmasing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg, dan 50-100 pg.
E. Uji Urutan Asam Amino dengan Metode Sekuensing
Sekuensing protein adalah penentuan urutan asam amino pada suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino. Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang di-sekuensing tidak dapat lebih panjang dari 50 –60 residu (dapat disiasati dengan memotong-motong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum dilakukan reaksi).
Gambar 9. Reaksi Degradasi Edman (http://upload.wi http://upload.wikimedia.org/ kimedia.org/wikipedia/id/thu wikipedia/id/thu mb/e/ed/Edman.jpg/300px-Edman.jpg)) mb/e/ed/Edman.jpg/300px-Edman.jpg
Metode sekuensing protein yang lain memanfaatkan spektrometri massa yang mampu mengukur massa peptida dengan tepat. Protein yang hendak di-sekuensing dipotong-potong secara enzimatik maupun kimia menjadi peptida-peptida yang kemudian dianalisis menggunakan spektrometri massa. Dalam proses spektrometri massa, peptidapeptida tersebut dipecah secara ionisasi, misalnya dengan bantuan laser pada metode matrix-assisted laser desorption ionization-time-of-flight spectrometry
(MALDI-TOF), kemudian ion-ion residu yang dihasilkan ditentukan massanya. Pada metode peptide mass (penyidikjarian massa peptida), mass fingerprinting (penyidikjarian data massa fragmen-fragmen peptida tersebut dianalisis secara bioinformatika dengan rujukan basis data besar asam nukleat untuk menentukan sekuens protein asalnya (secara statistika Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
9
berdasarkan data asam nukleat pada basis data tersebut). Selain itu, sekuens protein juga dapat ditentukan langsung dengan spektrometri massa pada metode tandem mass spectrometry . Jika gen penyandi suatu protein dapat diidentifikasi, saat ini jauh lebih mudah melakukan sekuensing DNA dari gen tersebut dan menentukan sekuens proteinnya dari sekuens DNA itu dibandingkan dengan harus melakukan sekuensing terhadap protein itu sendiri. Sebaliknya, penentuan sebagian sekuens asam amino suatu protein (biasanya dari salah satu ujung rantai proteinnya) dapat memungkinkan identifikasi klon pembawa gen tersebut. Informasi-informasi biologis metode ini akan disimpan dalam basis data. Ada dua jenis basis data sekuens biologi, yaitu: 1. Basis Data Primer: Menyimpan sekuens primer asam nukleat nukleat maupun protein 2. Basis Data Sekunder: Menyimpan motif sekuens protein 3. Basis Data Stuktur: Menyimpan data struktur protein maupun asam nukleat. Sekuens-sekuens tersebut dapat disusun secara sejajar, dengan jumlahnya bisa dua atau lebih. Proses penyusunan/pengaturan dua atau lebih sekuens-sekuens tersebut membuat sekuens menjadi tampak lebih nyata dan mudah terlihat. Hasilnya disebut sebagai sequence atau alignment . alignment atau Fungsi Sequence alignment ialah ialah : 1. Memberikan hipotesis atas proses evolusi yang terjadi dalam sekuens-sekuens tersebut 2. Mencari sekuens yang mirip atau sama dalam basis data sekuens. Baris sekuens dalam suatu alignment diberi diberi sisipan tanda " –" sedemikian rupa sehingga kolom-kolomnya memuat karakter yang identik atau sama di antara sekuens-sekuens tersebut. Sedangkan tanda "|" menunjukkan kecocokan atau match di antara kedua sekuens. Ketidakcocokan ( mismatch ) dalam alignment diasosiasikan dengan proses mutasi, sedangkan kesenjangan (gap, tanda " –") diasosiasikan dengan proses insersi atau delesi. Dibawah ini adalah contoh hasil gambar alignment , yang dalam contoh ini menggunakan DNA, dari dua sekuens pendek DNA yang berbeda, "ccatcaac" dan "caatgggcaac ” :
Gambar 11. Alignment DNA dari dua sekuens yang berbeda. (https://lh5.ggph https://lh5.ggpht.com/JLl5QBfT0n7HkJa t.com/JLl5QBfT0n7HkJaF92Y_sl4lqgXhtf F92Y_sl4lqgXhtfVe7lY0Im-44I0Jfs_xVe7lY0Im-44I0Jfs_xWeK6t3tDlQZw3Wkpw3wVQ=s170)) WeK6t3tDlQZw3Wkpw3wVQ=s170
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
10
F. Uji Kelarutan
Uji kelarutan ini memiliki tujuan untuk menentukan tingkat kelarutan asam amino. Asam amino yang dapat digunakan pada percobaan adalah glisin, tirosin, sistein, dan asam glutamat. Karena kelarutan suatu zat akan bergantung terhadap kelarutan pH, maka uji kelarutan dapat dilakukan dengan menentukan sifat asam/basa yang dikandung larutan tersebut. Langkah-langkah uji kelarutan adalah : •
Memasukkan sedikit sampel asam amino, kemudian dipanaskan
•
Memasukkan kertas lakmus ke dalam larutan tersebut untuk menentukan sifat asam/basa asam amino
•
Melakukan hal serupa dengan larutan HCl dan NaOH sebagai pembanding
Gambar 11. Uji Kelarutan (https://lh5.ggph https://lh5.ggpht.com/ucKPqiX t.com/ucKPqiXGhCFH7NbTg5czRk3n GhCFH7NbTg5czRk3n2GBN1PJUl0tAqFf8u5qp_ki 2GBN1PJUl0tAqFf8u5qp_ki3F4oyIIwY9dzCn4sj 3F4oyIIwY9dzCn4sjlWsx_Jo lWsx_Jo =s118)) =s118
G. Metode Deteksi Lainnya
Selain metode-metode yang telah dibahas tadi, ada juga beberapa metode untuk deteksi protein dan analisis kualitatif protein dengan fungsi yang berbeda-beda. Metode-metode tersebut adalah :
1. Isothermal Titration Calorimetry Calorimetr y
Fungsi :
Mengukur sifat termodinamik interaksi antar makromolekul dalam larutan. Menentukan konstanta kesetimbangan, perbandingan perbandingan mol reaksi dan entalphi ikatan. Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
11
2. Dynamic Light Scattering
Fungsi : Mendeteksi sifat hidrodinamik makromolekul. makromolekul . Oligomerasi. Agregasi.
3. Surface Plasmon Resonance Fungsi :
Memperlihatkan Memperlihatk an proses interaksi sebagai fungsi waktu antara ligand diam pada permukaan sensor chip dan analit dalam larutan. Memberikan informasi specificity tentang tentang ikatan, kinetik dan afinitas.
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
12
III.
Summary
Dalam deteksi protein dikelompokkan menjadi dua analisis, yaitu analisis kuantitaif dan analisis kualitatif. Analisis kuatitatif bertujuan untuk menghasilkan perolehan data seperti massa molekul relatif, konsentrasi protein dalam suatu sampel dan sejenisnya. Sedangkan analisis kualitatif bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya protein dalam suatu sampel. Dalam analisis kualitatif pengujian dilakukan dengan menguji komposisi protein, reaksi warna dan strukur protein. Komposisi protein di analisis dengan melakukan melakukan uji secara umum, uji terhadap nitrogen organik dan uji terhadap sulfur. Sedangkan reaksi warna terdapat banyak reaksi yang dapat digunakan diantaranya adalah ehrilch, millon, sulfur, nihidrin, xantoprotein, lieberman, acree rosenheim, sakaguchi dan Hopkin’s Cole. Metode untuk menentukan struktur
protein yang umum digunakan adalah spekroskopi CD, spektroskopi NMR, kristalografi dan molecul modelling database Prinsip metode lainnya seperti western blot yaitu metode untuk mengidentifikasi antibodi spesifik pada suatu protein dengan berat molekul tertentu yang telah diseparasi. Terdapat pula metode sekuensing untuk menguji urutan asam amino, dan uji kelarutan untuk menentukan tingkat kelarutan asam amino.
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
13
IV.
Daftar Pustaka
Stansfield, William, William , Cano, Raúl, Colomé, Jaime. 2003. Schaum’s Easy Outlines: Molecular and Cell Biology . New York: McGraw-Hill. McGilvery, Goldstein. 1996. Biokimia: Suatu Pendekatan Fungsional . Surabaya: Airlangga University Press. Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekular . Jakarta: Erlangga. Bollag, D.M., Rozycki, M. D., Edelstein, S. J.. 1996. 1996. Protein Method . New York: Wiley-Liss, Inc. Fatchiyah, Arumingtyas, Laras Estri, Widyarti, Sri, dan Rahayu, Sri. 2011. Biologi Molekular: Prinsip Dasar Analisis . Jakarta: Erlangga. Page, D.S.. 1997. Prinsip-prinsip Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga. Bahan Makanan Makanan dan dan Pertanian Pertanian . Yogyakarta: Penerbit Liberty. Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia | LTM 2 Biologi Molekular
14