LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK (PERDARAHAN INTRASEREBRAL)
DISUSUN OLEH : Fahrunnisa Opier Idad Abdul Nurul Rani Rani Rohmayanti PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES ‘AISYIYAH
2017
BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Di era globalisasi yang semakin berkembang dan modern serta seiring perubahan kemajuan zaman dan teknologi, pola kehidupan manusia juga mengalami perubahan. Begitu juga terjadi pada kasus - kasus penyakit yang dialami manusia. Ketika dahulu kasus-kasus yang banyak ditemui adalah oleh karena faktor lingkungan yang kurang higienis seperti penyakit disentri, diare, infeksi dan lainlain. Namun pada saat ini kasus yang banyak ditemui adalah kasus yang berhubungan dengan faktor degeneratif yaitu antara lain penyakit osteoatritis, penyakit jantung dan stroke yang dipengaruhi sebagian besar oleh karena gaya hidup, pola makan, jarang olah raga dan sebagainya. Beban global penyakit bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, dengan kondisi kronis seperti penyakit jantung dan stroke sekarang menjadi penyebab utama kematian global. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak di dunia. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara berkembang. Negara Negar a yang berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban baru
setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2010). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7%. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%, diikuti Jawa Timur sebesar 16%). Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes berdasarkan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (43,1%) dan (67%).7 Di provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar 10,4%. Pada tahun 2011 stroke kembali menempati posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus sebanyak 228 kasus. Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat (Yayasan Stroke Indonesia 2009). Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus 2001).
Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berhubungan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke. Faktor risiko stroke adalah diabetes mellitus, gangguan kesehatan mental, merokok, obesitas dan hipertensi. Penyebab stroke mencakup emboli (terbentuknya bekuan darah yang menyumbat arteri) atau thrombosis (terbentuknya bekuan darah pada arteriarteriotak yang sebelumnya sudah mengalami penyempitan oleh deposit lemak). Pecahnya arteri sering kali diakibatkan hipertensi (MIMS Indonesia, 2010). Dimana faktor resiko utama stroke adalah hipertensi kronik yang lebih dikenal oleh orang awam dengan tekanan darah tinggi dan sebagian besar kasus hipertensi dapat diobati, sehingga penurunan tekanan darah ke tingkat normal akan mencegah stroke (Sylvia & Lorraine, 2005). Hipertensi adalah masalah yang sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke. Hipertensi adalah ad alah faktor risiko stroke yang utama (Ikawati, 2011). Pasien hipertensi yang tekanan darah >140/90 mmHg sebanyak 60-80% mengalami risiko stroke. Hipertensi dikaitkan dengan stroke iskemik dan stroke hemoragik (Donovan dkk., 2012). Hipertensi pada stroke hemoragik bila tekanan darah tidak diturunkan dengan segera akan terjadi hematoma (Qureshi dan Palesch, 2011). Hematoma apabila tidak ditangani dengan segera akan menyebabkan gejala yang tidak nyaman antara lain: sakit kepala, kebingungan, pusing, mual dan muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan, apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma. Hematoma yang semakin besar menyebabkan gejala yang tidak nyaman juga akan meningkat (Aminoff dan Josephson, 2014).
Oleh karena angka kejadian yang semakin meningkat setiap tahunnya. Maka hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah indonesia terutama Departemen Kesehatan dan instansi lain yang terkait, begitupun peran dunia pendidikan B. TUJUAN 1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoralgik pana Ny. A di ruangan Asal 5b Rumahsakit Umum Daerah Al-Ihsan provinsi Jawa Barat. 2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan yang meliputi: a. Pengkajian b. Diagnosa keperawatan c. Intervensi d. Implementasi e. Evaluasi Pada pasien dengan stroke hemoralgik di Ruangan Asal 5b Rumahsakit Umum Daerah Al-Ihsan provinsi Jawa Barat.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus 2001). Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel ters ebut dalam waktu relatif singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Stroke Hemoragik (SH) adalah penurunan neurologis otak yang terjadi secara mendadak yang disebabkan gangguan aliran darah ke otak akibat pecahnya pembuluh darah otak.
B. Anatomifisiologi 1. Otak
Otak adalah masa besar yang terletak didalam cranium (tengkorak). Otak terdiri atas neuran serta sel-sel neurogilanium. Otakadalah tempat refles brintegrasi brintegrasi untuk mempertahankan lingkungan internal. Otak juga merupakan sumber beberapa hormone dan tempat integrasi semua informasi sensorik. Otakmenerima sekitar 15% curah jantung. Sel otak memerlukan glukosa untuk metabolisme energy menghasilkan ATP. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (corwin, 2009). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobusfrontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yangmerupakan area
sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerimainformasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yangmemisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalusgerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh (Sylvia A. Price, 2012). Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongatamerupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur danmuntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri danserebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan (Sylvia A. Price, 2012). Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerimadan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akanmenimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada
beberapa
dorongan
emosi
dasar
seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunansaraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi (Sylvia A. Price, 2012). 2. Saraf kranial
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang terdiri dari: a. Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8 b. lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12 c. empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing sebagai berikut: 1) N.I. Olfactorius Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior. 2) N.II Optikus Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer. 3) N.III Oculomotorius Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata 4) N.IV Trochlearis Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata 5) N.V Trigeminus Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
6) N.VI Abducens Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen. 7) N.VII Facialias Facialia s Saraf Sa raf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. ef eren. Saraf Sa raf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah. 8) N.VIIIStatoacusticus Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan 9) N.IXGlossopharyngeus Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otototot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut s ensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah. 10) N.X 10) N.X Vagus. Saraf ini terdiri dari tiga komponen: komponen: a) komponen
motoris
yang
mempersarafi
otot-otot
pharing
yang
menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah ba wah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh
11) N.XI 11) N.XI Accesorius Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 12-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus. 12) N.XII 12) N.XII Hypoglosus Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi. Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan . berdasrkan asalnya ,saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher,12pasang saraf punggung,5 pasang saraf pinggang ,5 pasang saraf pinggul, dan 1pasang 1pasang saraf ekor. Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus .
3. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolismeaerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium,keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Sylvia A. Price, 2012).
a. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kirakira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebrianterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama (Sylvia A. Price, 2012). b. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaristerus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitlis dan temporalis, aparatuskoklearis dan organ-organ vestibular (Sylvia A. Price, 2012). c. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial (Sylvia A. Price, 2012).
C. Etiologi
Steroke dibagi menjadi dua jenis (Nanda & NIC-NOC, 2015). a. Stroke iskemik (non hemoralgik) yaitu tersumbatnya embuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keselurhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis 1. Stroke trombotik, roses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan. 2. Stroke embolik, tertutunya pembuluh arteri oleh embekuan darah. 3. Hipoperfusion sistemik, berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. b. Stroke hemoralgik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hamper 70% kasus stroke hemoralgik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoralgik ada 2 jenis, yaitu: 1. Hemoralgik intra serebral yaitu perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. 2. Hemoralgik subaraknoid yaitu perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), Stroke Hemoralgik terjadi akibat : 1. Perdarahan intraserebrum hipertensif. 2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture malformasi arteriovena (MAV), trauma. 3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak 5. Infark hemoragik 6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
D. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan Besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005). Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
E. Pohon masalah Hipertensi/ terjadi perdarahan aneurisma
TIK
Rupture arteri serebri
Ekstravasasi darah di otak
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer otak N eri
Perdarahan serebri Hipertensi/ terjadi perdarahan
Tekanan /perfusi serebral
Iskemia anoksia
Aktifitas elektrolit terhenti
Metabolisme anaerob
Pompa Na+ dan Ka+ gagal
Metabolit asam
Na+ dan H2O masuk ke sel
Acidosis lokal
Edema intrasel
Pompa Na+ gagal
Edema Ekstrasel
Nekrosis jaringan dan edema
Perfusi jaringan serebral
16
Kematian progresif sel otak (defisit fungsi otak)
Lesi Korteks
Lesi di Kapsul
Lesi batang otak Kerusakan Nerves I-XII
Gangguan bicara/penglihatan,
Lesi di Med. Spinalis Lesi upper & lower motor neuron
Nekrosis jaringan dan edema Gangguan eliminasi urin Kesulitan mengunyah & menelan, refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori Gangguan komunikasi verbal
Resiko gangguan nutrisi
Gangguan
Resiko ketidakefektifan jalan nafas Tirah baring lama Resiko gangguan integritas kulit
17
F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien stroke hemoralgik seperti: 1.
Pengaruh terhadap status mental:
a.
Tidak sadar : 30% - 40%
b.
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2.
Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a.
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b.
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c.
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3.
Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a.
hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b.
inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yan g terkena.
4.
Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala b.
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5.
Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a.
Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b.
Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c.
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil).
18
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: 1.
Stroke hemisfer kanan
a.
Hemiparese sebelah kiri tubuh
b.
Penilaian buruk
c.
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2.
Stroke hemisfer kiri
a.
Mengalami hemiparese kanan
b.
Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c.
Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d.
Disfagia global
e.
Afasia
f.
Mudah frustasi
G. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : 1.
laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2.
CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3.
MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 19
4.
Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5.
Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan tek anan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
6.
Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
7.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8.
Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
H. Penatalaksanaan 1. Tata laksana umum di ruang gawat d arurat (Christanto et al, 2014).
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan apabila satu rasi oksigen <95%. Intubasi endotracheal pada pasien yang mengalami hipoksia, syok, dan beresiko mengalami aspirasi. b. Stabilisasi hemodinamik dengan cara: 1) Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan hipotonik. 2) Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12 cmH2O. 3) Optimalisasi tekanan darah target tekanan darah sistol berkisar 140 mmHg. 20
c. Pengendalian peningkatan tekanan intracranial (TIK). Hal-hal yang dapat dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan peningkatan tekanan intracranial antara lain: 1) Elevasi kepala 20-30 derajat. 2) Posisikan pasien jangan sampai menekan vena jugularis. 3) Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, dan hipertermia. 4) Jaga normovolemia 5) Osmoterapi dengan indikasi a) Manitol 0,25-0,5 g/KgBB diberikan selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L b) Berikan furosemide dengandosis inisial 1 mg/ KgBB intravena. 6) Paralisis neuromuskuler dan sedasi 7) Drainase vertikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelum. d. Penanganan trasformasi hemoralgik e. Pengendalian kejang, bila kejang berikan diazepam 5-20 mg bolus lambat intravena diikuti oleh fenitoin dengan dosis 16-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit pasien perlu dirawat di ICU bila terdapat kejang. f.
Pengendalian suhu tubuh. Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
21
2. Tatalaksana umum di ruang rawat (Christanto et al, 2014).
a. Jaga evolemi dengan pemberian cairan isotonis. Kebutuhan cairan total 30 ml/KgBB/hari. b. Jaga keseimbangan cairan elektrolit (Na, K, Ca, Mg) usaha nilai normal tercapai. c. Koreksi asidosis dan alkalosis yang mungkin terjadi d. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dala 48 jam. Apabla terdapat gangguan menelan dan penurunan kesadaran, makanan diberikan melalui selang NGT. Kebutuhan kalori 25-30 kkal/KgBB/hari. e. Mobilisasi dan cegah komplikasi sub akut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, decubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur). Pada pasien yang beresiko mengalami thrombosis vena dalam berikan heparin subkutan 2x5000 IU/hari. f.
Antibiotic atas indikasi dan sesuaikan dengan pola kuman.
g. Analgetik, anti emetic, dan antagonis H2 diberikan apabila terdapat indikasi h. Pemasangan kateter urine sebaiknya dilakukan intermiten. i.
Hati-hati dalam suction, menggerakan dan memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
3. Penatalaksanaan menurut Sylvia dan Lorraine (2006).
a.
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b.
Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan. 22
c.
Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d.
Bed rest
e.
Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f.
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h.
Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
i.
Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK.
j.
Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k.
Penatalaksanaan spesifiknya yaitu
dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
23
I. Proses keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000). d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan pen ggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995). e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000). f.
Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. 24
g.
Pola-pola fungsi kesehatan:
1)
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi kon trasepsi oral.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3)
Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4)
Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
5)
Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6)
Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7)
Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8)
Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ p erabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
9)
Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. 25
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah
karena
gangguan
proses
berpikir
dan
kesulitan
berkomunikasi. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum:
mengelami penurunan kesadaran, kesadaran, Suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi. 2)
Pemeriksaan integument:
a)
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b)
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c)
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3)
Pemeriksaan kepala dan leher:
a)
Kepala: bentuk normocephalik
b)
Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c)
Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
26
4)
Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5)
Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6)
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7)
Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)
Pemeriksaan neurologi:
a)
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b)
Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c)
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d)
Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999).
27
2. Analisa Data No 1.
DATA
Subyektif (S) : 1. Klien mengatakan nyeri
PROBLEM
Gangguan rasa
ETIOLOGI
Peningkatan TIK
nyaman; nyeri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubung berhubungan an dengan dengan peningkatan peningkatan
kepala dengan
TIK
pengkajian pengkajian P,Q,R,S,T. Obyektif (O) : 1. Klien tampak mengerutkan muka dan memegang kepala. 2. Tangan tampak menggenggam erat. 2.
Subyektif (S) : 1.
Gangguan perfusi
Perdarahan
Gangguan perfusi jaringan otak yang
jaringan otak otak
intracerebral
berhubungan berhubungan dengan perdarahan perdarahan
28
intracerebral Obyektif (O) : 1. Penurunan kesadaran 2. Kelemahan/kelumpuhan. 3. Hasil tes diagnostik diagnostik 3.
Subyektif (S) : 1. Klien mengatakab tidak mampu bergerak/menggera bergerak/menggerakan kan ekstermitas.
Gangguan mobilitas fisik
Hemiparese/hemiplagia
Gangguan mobilitas fisik berhubungan berhubungan dengan dengan hemiparese/hemiplagia
intracerebral Obyektif (O) : 1. Penurunan kesadaran 2. Kelemahan/kelumpuhan. 3. Hasil tes diagnostik diagnostik 3.
Subyektif (S) : 1. Klien mengatakab tidak
Gangguan mobilitas
Hemiparese/hemiplagia
fisik
Gangguan mobilitas fisik berhubungan berhubungan dengan dengan
mampu
hemiparese/hemiplagia
bergerak/menggera bergerak/menggerakan kan ekstermitas.
Obyektif (O) : 1. Hanya terbaring di tempat tidur.
29
2. Aktivitas dibantu
4.
Subyektif (S) : 1. Klien mengatakan kabur
Gangguan persepsi
Penurunan sensori,
Gangguan persepsi sensori
sensori.
penurunan penurunan penglihatan penglihatan
berhubungan berhubungan dengan penurunan penurunan
melihat tulisan/kata-kata tulisan/kata-kata
sensori, penurunan penglihatan
Obyektif (O) :. 1. Visus mata menurun. 2. Kurang konsentrasi 5.
Subyektif (S):
Gangguan
penurunan penurunan sirkulasi
angguan komunikasi verbal
2. Aktivitas dibantu
4.
Subyektif (S) : 1. Klien mengatakan kabur
Gangguan persepsi
Penurunan sensori,
Gangguan persepsi sensori
sensori.
penurunan penurunan penglihatan penglihatan
berhubungan berhubungan dengan penurunan penurunan
melihat tulisan/kata-kata tulisan/kata-kata
sensori, penurunan penglihatan
Obyektif (O) :. 1. Visus mata menurun. 2. Kurang konsentrasi 5.
Subyektif (S): 1.
Gangguan
penurunan penurunan sirkulasi
angguan komunikasi verbal
komunikasi verbal
darah otak
berhubungan berhubungan dengan penurunan penurunan
Obyektif (O):
sirkulasi darah otak
1. Bicara pelo/afasia 2. Verbalisasi tidak sesuai
30
3. Bicara gagap
Subyektif (S): 1. Perubahan sensasi rasa 6.
Resiko gangguan
Kelemahan otot
Resiko gangguan nutrisi
nutrisi
mengunyah dan
berhubungan berhubungan dengan kelemahan otot
menelan
mengunyah dan menelan
hemiparese/hemiplegi hemiparese/hemi plegi
Kurangnya pemenuhan perawatan
Obyektif (O): 1. Kesulitan/ tidak mamapu menelan dan mengunyah
7.
Subyektif (S): 1. Klien mengatakan belum
Kurangnya pemenuhan pemenuhan
diri yang berhubungan dengan
3. Bicara gagap
Subyektif (S): 1. Perubahan sensasi rasa 6.
Resiko gangguan
Kelemahan otot
Resiko gangguan nutrisi
nutrisi
mengunyah dan
berhubungan berhubungan dengan kelemahan otot
menelan
mengunyah dan menelan
hemiparese/hemiplegi hemiparese/hemi plegi
Kurangnya pemenuhan perawatan
Obyektif (O): 1. Kesulitan/ tidak mamapu menelan dan mengunyah
7.
Subyektif (S): 1. Klien mengatakan belum melakukan personal
Kurangnya pemenuhan pemenuhan
diri yang berhubungan dengan
perawatan diri
hemiparese/hemiplegi
hiegine Obyektif (O): 1. Bau badan
31
2. Badan kotor, pakaian tidak rapih 3. Tidak mampu melakukan ADL 8.
Subyektif (S): 1. Klien mengatakan sulit menggerakan anggota tubuhnya Obyektif (O): 1. Klien hanya berada di tempat tidur.
Resiko gangguan integritas kulit
Tirah baring lama
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
2. Badan kotor, pakaian tidak rapih 3. Tidak mampu melakukan ADL 8.
Subyektif (S): 1. Klien mengatakan sulit
Resiko gangguan
Tirah baring lama
integritas kulit
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
menggerakan anggota tubuhnya Obyektif (O): 1. Klien hanya berada di tempat tidur. 2. Tidak mampu mobilisasi
32
9.
Suyektif (S): 1. Klien mengatakan sulit menelan
Resiko
Penurunan refleks
Resiko ketidakefektifan bersihan
ketidakefektifan
batuk dan menelan
jalan nafas yang yang berhubungan berhubungan
bersihan jalan jalan nafas
dengan penurunan refleks batuk dan
Obyektif (O):
menelan
1. Batuk inefektif 2. Tirah baring lama 10.
Subyektif (S): 1. Obyektif (O): 1.
Gangguan eliminasi
Lesi pada upper motor
Gangguan eliminasi uri
uri (inkontinensia
neuron
(inkontinensia uri) yang berhubungan
urin)
dengan lesi pada upper motor neuron
9.
Suyektif (S): 1. Klien mengatakan sulit menelan
Resiko
Penurunan refleks
Resiko ketidakefektifan bersihan
ketidakefektifan
batuk dan menelan
jalan nafas yang yang berhubungan berhubungan
bersihan jalan jalan nafas
dengan penurunan refleks batuk dan
Obyektif (O):
menelan
1. Batuk inefektif 2. Tirah baring lama 10.
Subyektif (S): 1. Obyektif (O):
Gangguan eliminasi
Lesi pada upper motor
Gangguan eliminasi uri
uri (inkontinensia
neuron
(inkontinensia uri) yang berhubungan
urin)
dengan lesi pada upper motor neuron
1.
33
3. Intervensi Keperawatan NO
DIAGNOSA
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN DAN TUJUAN 1.
Gangguan perfusi jaringan
1.
Berikan penjelasan kepada
otak yang berhubungan
keluarga klien tentang sebab-sebab
dengan perdarahan
peningkatan peningkatan TIK dan akibatnya. akibatnya.
intracerebral. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam perfusi
2. Anjurkan kepada klien untuk bed
1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan. penyembuhan.
2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
rest total 3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan
3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
3. Intervensi Keperawatan NO
DIAGNOSA
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN DAN TUJUAN 1.
Gangguan perfusi jaringan
1.
Berikan penjelasan kepada
otak yang berhubungan
keluarga klien tentang sebab-sebab
dengan perdarahan
peningkatan peningkatan TIK dan akibatnya. akibatnya.
intracerebral. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan
2. Anjurkan kepada klien untuk bed
1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan. penyembuhan.
2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
rest total 3. Observasi dan catat tanda-tanda
3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
selama 3X24 jam perfusi
vital dan kelain tekanan
klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
jaringan otak otak tercapai
intrakranial intrakranial tiap dua jam
yang tepat.
maksimal ditandai dengan: 1. Klien tidak gelisah
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
4. Mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan drainage vena dan memperbaiki
34
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. 3. GCS 456 4. Pupil isokor, reflek cahaya (+) 5. Tanda-tanda vital
normal
bantal tipis) 5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai
sirkulasi serebral 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan perdarahan ulang. 6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. 7. Memperbaiki sel yang masih viable dan
mengobati perdarahan yang ada di otak.
program dokter. dokter. 2.
Diagnosa Keperawatan Keperawatan :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien.
1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. 3. GCS 456 4. Pupil isokor, reflek cahaya (+) 5. Tanda-tanda vital
normal
bantal tipis) 5. Anjurkan klien untuk menghindari
sirkulasi serebral 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
batuk dan mengejan berlebihan
tekanan intra kranial dan potensial terjadi
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
perdarahan perdarahan ulang. 6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi cairan
meningkatkan kenaikan TIK. 7. Memperbaiki sel yang masih viable dan
intravena dan obat-obatan sesuai
mengobati perdarahan yang ada di otak.
program dokter. dokter. 2.
Diagnosa Keperawatan Keperawatan : Gangguan rasa nyaman
1. Kaji tingkat nyeri yang
1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang
dialami pasien. 2. Berikan posisi yang yang nyaman,
Nyeri berhubungan berhubungan dengan dengan
usahakan situasi ruangan yang
nyeri berhubungan dengan
tenang.
dialami pasien. 2. Untuk mendukung mengurangi rasa nyeri.
35
peningkata peningkatan n TIK . Tujuan: Rasa nyaman pasien pasien terpenuhi. terpenuhi. Kriteria hasil :
3. Alihkan perhatian pasien dari
3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
rasa nyeri.
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang
4. Kolaborasi berikan obat-obat analgetik dan penurun TIK.
dialami. 4. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan
Nyeri berkurang berkurang atau atau hilang. hilang. 3.
TIK membuat nyeri berkurang.
Diagnosa Keperawatan :
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam
Gangguan mobilitas fisik
2. Ajarkan klien untuk melakukan
berhubungan berhubungan dengan dengan
latihan gerak aktif pada
hemiparese/hemiplagia.
ekstrimitas yang tidak sakit.
Tujuan: setelah melakukan
3. Lakukan gerak pasif pada
tindakan keperawatan Klien
ekstrimitas yang sakit
1.
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat akibat sirkulasi darah darah yang jelek jelek pada daerah yang tertekan.
2.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan dan pernapasan. pernapasan.
peningkata peningkatan n TIK . Tujuan: Rasa nyaman pasien pasien terpenuhi. terpenuhi. Kriteria hasil :
3. Alihkan perhatian pasien dari
3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
rasa nyeri.
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang
4. Kolaborasi berikan obat-obat analgetik dan penurun TIK.
dialami. 4. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan
Nyeri berkurang berkurang atau atau hilang. hilang. 3.
TIK membuat nyeri berkurang.
Diagnosa Keperawatan :
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam
Gangguan mobilitas fisik
2. Ajarkan klien untuk melakukan
berhubungan berhubungan dengan dengan
latihan gerak aktif pada
hemiparese/hemiplagia.
ekstrimitas yang tidak sakit.
Tujuan: setelah melakukan
3. Lakukan gerak pasif pada
tindakan keperawatan Klien
ekstrimitas yang sakit
mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
1.
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat akibat sirkulasi darah darah yang jelek jelek pada daerah yang tertekan.
2.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan dan pernapasan. pernapasan.
3.
untuk latihan fisik klien.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
kemampuannya dengan
digerakkan.
36
kriteria hasil:
4.
Membantu mobilisai klien.
1.
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
1. Tidak terjadi kontraktur sendi. 2. Bertabahnya kekuatan otot. 3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. 4.
Diagnosa Keperawatan:
1. Tentukan kondisi patologis klien
Gangguan persepsi sensori baerhubungan baerhubungan dengan dengan
mengalami gangguan, sebagai penetapan 2. Kaji gangguan penglihatan
rencana tindakan
kriteria hasil:
4.
Membantu mobilisai klien.
1.
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
1. Tidak terjadi kontraktur sendi. 2. Bertabahnya kekuatan otot. 3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. 4.
Diagnosa Keperawatan:
1. Tentukan kondisi patologis klien
Gangguan persepsi sensori baerhubungan baerhubungan dengan dengan penurunan penurunan sensori
mengalami gangguan, sebagai penetapan 2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
rencana tindakan 2.
penurunan penurunan penglihatan. penglihatan.
Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
Tujuan: setelah melakukan
3.
Agar klien tidak kebingungan dan lebih
37
tindakan keperawatan
3. Latih klien untuk melihat suatu
selama 2X24 jam terjadi
obyek dengan telaten dan
peningkatan peningkatan persepsi
seksama.
sensorik secara optimal
seperti menangis, bahagia,
1. Adanya perubahan
bermusuhan, bermusuhan, halusinasi halusinasi setiap
2. Tidak terjadi
4.
Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5.
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga
4. Observasi respon perilaku klien,
dengan kriteria hasil:
kemampuan yang nyata.
konsentrasi.
saat. 5. Berbicaralah dengan klien secara
disorientasi waktu,
tenang dan gunakan kalimat-
tempat, orang.
kalimat pendek.
setiap masalah dapat dimengerti.
tindakan keperawatan selama 2X24 jam terjadi
obyek dengan telaten dan
peningkatan peningkatan persepsi
seksama.
sensorik secara optimal
seperti menangis, bahagia,
1. Adanya perubahan
bermusuhan, bermusuhan, halusinasi halusinasi setiap
2. Tidak terjadi
4.
Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5.
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga
saat.
setiap masalah dapat dimengerti.
5. Berbicaralah dengan klien secara
disorientasi waktu,
tenang dan gunakan kalimat-
tempat, orang.
kalimat pendek.
Diagnosa
konsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien,
dengan kriteria hasil:
kemampuan yang nyata.
5.
3. Latih klien untuk melihat suatu
1. Berikan metode alternatif
Keperawaratan:
komunikasi, misal dengan
Gangguan komunikasi
bahasa isarat. isarat.
1.
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
2.
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan
38
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. berkomunikasi.
pelan dan gunakan gunakan pertanyaan pertanyaan
melakukan tindakan
yang jawabannya “ya” atau
keperawatan selam
“tidak”. “tidak”. 4. Anjurkan kepada keluarga untuk
komunikasi klien dapat
tetap berkomunikasi dengan
berfungsi secara secara
klien.
optimal dengan kriteria hasil:
3.
3. Bicaralah dengan klien secara
Tujuan: Setelah
3X24 jam, Proses
pada orang orang lain.
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi. berkomunikasi.
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
4.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5.
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
6.
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.
verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. berkomunikasi.
pelan dan gunakan gunakan pertanyaan pertanyaan
melakukan tindakan
yang jawabannya “ya” atau
keperawatan selam
“tidak”. “tidak”. 4. Anjurkan kepada keluarga untuk
komunikasi klien dapat
tetap berkomunikasi dengan
berfungsi secara secara
klien.
optimal dengan kriteria hasil: 1. Terciptanya suatu komunikasi dimana
3.
3. Bicaralah dengan klien secara
Tujuan: Setelah
3X24 jam, Proses
pada orang orang lain. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
4.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5.
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
6.
5. Hargai kemampuan klien dalam
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.
berkomunikasi. berkomunikasi. 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
39
kebutuhan klien dapat dipenuhi. 2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi berkomunikasi secara verbal maupun isarat. 6.
Diagnosa Keperawatan:
1. kemampuan dan tingkat
1.
Membantu dalam
Kurangnya perawatan
kekurangan dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
diri berhubungan
melakukan perawatan diri.
kebutuhan secara individual.
dengan
2. Beri motivasi kepada klien
kebutuhan klien dapat dipenuhi. 2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi berkomunikasi secara verbal maupun isarat. 6.
Diagnosa Keperawatan:
1. kemampuan dan tingkat
1.
Membantu dalam
Kurangnya perawatan
kekurangan dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
diri berhubungan
melakukan perawatan diri.
kebutuhan secara individual.
dengan
2. Beri motivasi kepada klien
hemiparese/hemiplegi.
untuk
tetap
melakukan
Tujuan: setelah
aktivitas dan beri bantuan
melakukan tindakan
dengan sikap sungguh.
2.
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus. terus-menerus.
40
keperawatan selama
3. Hindari melakukan sesuatu
1X24 jam Kebutuhan
untuk
perawatan diri diri klien
dilakukan
terpenuhi dengan
tetapi berikan bantuan sesuai
kriteria hasil:
kebutuhan.
1.
Klien dapat
klien
yang
klien
3.
dapat
memepertahankan harga diri dan
sendiri,
4. Berikan umpan balik yang
Melatih kemandirian klien untuk
meningkatkan pemulihan.
4.
Meningkatkan perasaan makna diri dan
melakukan aktivitas
positif untuk setiap setiap usaha
kemandirian serta mendorong klien untuk
perawatan diri diri
yang dilakukan atau
berusaha secara kontinyu. kontinyu.
sesuai dengan
keberhasihan.
kemampuan klien.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
5.
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
keperawatan selama
3. Hindari melakukan sesuatu
1X24 jam Kebutuhan
untuk
perawatan diri diri klien
dilakukan
terpenuhi dengan
tetapi berikan bantuan sesuai
kriteria hasil:
kebutuhan.
1.
Klien dapat
klien
yang
klien
3.
dapat
memepertahankan harga diri dan
sendiri,
4. Berikan umpan balik yang
Melatih kemandirian klien untuk
meningkatkan pemulihan.
4.
Meningkatkan perasaan makna diri dan
melakukan aktivitas
positif untuk setiap setiap usaha
kemandirian serta mendorong klien untuk
perawatan diri diri
yang dilakukan atau
berusaha secara kontinyu. kontinyu.
sesuai dengan
keberhasihan.
kemampuan klien.
5. Kolaborasi dengan ahli
5.
fisioterapi/okupasi.
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan.
41
7.
Diagnosa Keperawatan:
1. Tentukan kemampuan klien
Resiko gangguan
dalam mengunyah, menelan dan
nutrisi kurang dari
reflek batuk.
kebutuhan tubuh
tinggi pada waktu, seama dan
kelemahan otot
sesudah makan.
2.
Klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3.
Menjaga intake nutrisi tetap adekuat.
4.
Membantu dalam melatih kembali sensori dan
3. Pasang NGT dan berikan
menelan.
makanan lewat NGT jika klien
Tujuan: setelah
tidak mampu mengunyah dan
melakukan tindakan
menelan.
keperawatan selama
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
2. Letakkan posisi kepala lebih
berhubungan berhubungan dengan
mengunyah dan
1.
4. Berikan makan dengan berlahan
meningkatkan kontrol muskuler. 5.
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan
7.
Diagnosa Keperawatan:
1. Tentukan kemampuan klien
Resiko gangguan
dalam mengunyah, menelan dan
nutrisi kurang dari
reflek batuk.
kebutuhan tubuh
tinggi pada waktu, seama dan
kelemahan otot
sesudah makan.
makanan lewat NGT jika klien
Tujuan: setelah
tidak mampu mengunyah dan
melakukan tindakan
menelan.
3X24 jam tidak terjadi gangguan nutrisi, dengan kriteria hasil:
2.
Klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3.
Menjaga intake nutrisi tetap adekuat.
4.
Membantu dalam melatih kembali sensori dan
3. Pasang NGT dan berikan
menelan.
keperawatan selama
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
2. Letakkan posisi kepala lebih
berhubungan berhubungan dengan
mengunyah dan
1.
4. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan lingkungan yang yang tenang.
meningkatkan kontrol muskuler. 5.
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak.
5. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
42
1.
Berat badan dapat dipertahankan/diting katkan.
2.
Hb dan albumin dalam batas normal.
8.
Diagnosa Keperawatan:
1. Berikan penjelasan kepada klien
1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam
Resiko t erjadinya erjadinya
dan keluarga tentang sebab dan
mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan
ketidakefektifan
akibat ketidakefektifan jalan
jalan nafas. nafas.
bersihan jalan jalan nafas
nafas.
berhubungan berhubungan dengan menurunnya refleks
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali
2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan.
1.
Berat badan dapat dipertahankan/diting katkan.
2.
Hb dan albumin dalam batas normal.
8.
Diagnosa Keperawatan:
1. Berikan penjelasan kepada klien
1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam
Resiko t erjadinya erjadinya
dan keluarga tentang sebab dan
mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan
ketidakefektifan
akibat ketidakefektifan jalan
jalan nafas. nafas.
bersihan jalan jalan nafas
nafas.
berhubungan berhubungan dengan
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali
menurunnya refleks batuk dan menelan, menelan, imobilisasi.
2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan.
3. Berikan intake yang adekuat
3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret.
(2000 cc per hari)
43
Tujuan: Setelah
4. Observasi pola dan frekuensi
melakukan tindakan
nafas
keperawatan selama 5. Auskultasi suara nafas
tetap efektif ditandai
6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai
1.
dengan keadaan umum klien.
Klien tidak sesak nafas.
2.
Tidak ronchi,
terdapat wheezing
ataupun suara nafas
ketidakefektifan ketidakefektifan jalan nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara
3X24 jam Jalan nafas
dengan:
4. Untuk mengetahui ada tidaknya
nafas. 6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
Tujuan: Setelah
4. Observasi pola dan frekuensi
melakukan tindakan
nafas
keperawatan selama 5. Auskultasi suara nafas
tetap efektif ditandai
6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai
1.
ketidakefektifan ketidakefektifan jalan nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara
3X24 jam Jalan nafas
dengan:
4. Untuk mengetahui ada tidaknya
nafas. 6. Agar dapat melepaskan sekret dan
dengan keadaan umum klien.
mengembangkan paru-paru
Klien tidak sesak nafas.
2.
Tidak ronchi,
terdapat wheezing
ataupun suara nafas tambahan. 3.
Tidak retraksi otot bantu pernafasan. pernafasan.
44
4.
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit.
9.
Diagnosa Keperawatan: Resiko
gangguan
integritas berhubungan berhubungan
kulit dengan
tirah baring lama.
1. Anjurkan untuk melakukan
1.
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran
latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 3. Gunakan bantal air atau
Tujuan: setelah
pengganjal pengganjal yang lunak lunak di bawah
melakukan tindakan
daerah-daerah yang menonjol
keperawaran selama
4. Lakukan massage pada daerah
darah 3.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4.
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit.
9.
Diagnosa Keperawatan: Resiko
gangguan
integritas berhubungan berhubungan
kulit dengan
tirah baring lama.
1. Anjurkan untuk melakukan
1.
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran
latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 3. Gunakan bantal air atau
Tujuan: setelah
pengganjal pengganjal yang lunak lunak di bawah
melakukan tindakan
daerah-daerah yang menonjol
keperawaran selama
4. Lakukan massage pada daerah
3X24 Klien mampu
yang menonjol yang baru
mempertahankan
mengalami tekanan pada waktu
darah 3.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapilerkapiler.
berubah posisi posisi
45
keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1.
sekitar terhadap kehangatan dan
berpartisipasi berpartisipasi
pelunakan pelunakan jaringan tiap merubah merubah
terhadap
posisi.
seminimal mungkin hindari
penyebab penyebab dan cara
trauma, panas terhadap kulit.
Tidak ada tandatanda kemerahan
5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6. Jaga kebersihan kulit dan
Klien mengetahui
pencegahan pencegahan luka. 3.
kepucatan dan palpasi area
Klien mau
pencegahan pencegahan luka. 2.
5. Observasi terhadap eritema dan
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1.
kepucatan dan palpasi area
Klien mau
sekitar terhadap kehangatan dan
berpartisipasi berpartisipasi
pelunakan pelunakan jaringan tiap merubah merubah
terhadap
posisi.
pencegahan pencegahan luka. 2.
5. Observasi terhadap eritema dan 5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6. Jaga kebersihan kulit dan
Klien mengetahui
seminimal mungkin hindari
penyebab penyebab dan cara
trauma, panas terhadap kulit.
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
pencegahan pencegahan luka. 3.
Tidak ada tandatanda kemerahan atau luka.
46
10.
Diagnosa Keperawatan:
1. Identifikasi pola berkemih dan
1.
Berkemih yang sering dapat mengurangi
Gangguan eliminasi
kembangkan jadwal berkemih
dorongan dari distensi kandung kemih yang
urin (incontinensia uri)
sering
berlebih
berhubungan berhubungan dengan
2. Ajarkan untuk membatasi
kehilangan tonus
masukan cairan selama malam
kandung kemih,
hari.
kehilangan kontrol
2.
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3.
3. Ajarkan teknik untuk
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
sfingter, hilangnya
mencetuskan refleks berkemih
isarat berkemih.
(rangsangan kutaneus dengan
cukup untuk menampung volume urine
Tujuan: setelah
penepukan penepukan suprapubik, suprapubik, manuver manuver
sehingga memerlukanuntuk lebih sering
melakukan tingdakan
regangan anal).
berkemih
4.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak
10.
Diagnosa Keperawatan:
1. Identifikasi pola berkemih dan
1.
Berkemih yang sering dapat mengurangi
Gangguan eliminasi
kembangkan jadwal berkemih
dorongan dari distensi kandung kemih yang
urin (incontinensia uri)
sering
berlebih
berhubungan berhubungan dengan
2. Ajarkan untuk membatasi
kehilangan tonus
masukan cairan selama malam
kandung kemih,
hari.
kehilangan kontrol
2.
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3.
3. Ajarkan teknik untuk
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
sfingter, hilangnya
mencetuskan refleks berkemih
isarat berkemih.
(rangsangan kutaneus dengan
cukup untuk menampung volume urine
Tujuan: setelah
penepukan penepukan suprapubik, suprapubik, manuver manuver
sehingga memerlukanuntuk lebih sering
melakukan tingdakan
regangan anal).
berkemih. berkemih.
keperawatan selama 3X24 jam Klien
4.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak
4. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih
mampu mengontrol
5.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah
47
eliminasi urinya
pada jadwal jadwal yang telah
dengan kriteria hasil:
direncanakan.
1. Klien
akan
melaporkan penurunan penurunan
pentingnya pentingnya hidrasi optimal optimal atau
hilangnya inkontinensia. 2. Tidak ada distensi bladder.
5. Berikan penjelasan tentang
(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi). kontraindikasi).
infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
eliminasi urinya
pada jadwal jadwal yang telah
dengan kriteria hasil:
direncanakan.
1. Klien
akan
melaporkan penurunan penurunan
infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
5. Berikan penjelasan tentang pentingnya pentingnya hidrasi optimal optimal
atau
hilangnya
(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi). kontraindikasi).
inkontinensia. 2. Tidak ada distensi bladder.
48
Referensi
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for positive outcomes. 7th Edition. S t. Louis : Elsevier. Inc
Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC
Referensi
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for positive outcomes. 7th Edition. S t. Louis : Elsevier. Inc
Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC
D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta
Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. Pendit..[et. al ]. ]. Edisi 6. Jakarta: ECG.
Rasyid,M. 2001. Unit Stroke; manajemen stroke komprehensif. Jakarta: Balai penerbit FKUI
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
49
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Smeltzer, S. C et.al et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott
Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Indonesia. Edisi November 2009.
Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Utami, I. M. 2004. Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke
Di
Rsud
Kabupaten
Kudus
Tahun
2002.
(http:
//skripsi
fkm.undip.ac.id/index.php)
50