LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARESE DEXTRA SNH 1.1 Definisi
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak. Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak. Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak. Cerebrovascular accident (CVA), merupakan penyakit persarafan yang paling sering di jumpai. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik. Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. 1.2 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144). 1.2.1 Trombosis Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya. 1.2.2 Embolisme serebral Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. 1.2.3 Iskemia serebri Iskemia adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang
disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain. 1.2.4 Hemoragi serebral Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak. Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah. Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 : 1. Faktor resiko yang dapat diobati/dicegah : 1) Perokok. 2) Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung ) 3) Tekanan darah tinggi. 4) Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia). 5) Transient Ischemic Attack ( TIAs) 2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah : 1) Usia di atas 65. 2) Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang meningkatkan resiko serangan stroke). 3) DM. 4) Keturunan ( Keluarga ada stroke). 5) Pernah terserang stroke. 6) Race ( Kulit hitam lebih tinggi ) 7) Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ). 1.3 Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke. 1.3.1 Stroke hemoragik Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pec.ahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin, 2008): 1). Pendarahan intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum. 2
2)
pendarahan subarakhnoid (PSA) Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. 1.3.2 Stroke nonhemorogik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder. Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : 1. TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan TIA berulang.
1.4 Patofisiologi Faktor-faktor resiko stroke
Katup jantung rusak, miokard infark, fibrilisasi,endokarditis
Aterosklerosis, hiperkoagulasi, artesis
Trombosis serebral
Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara
Pembuluh darah oklusi
Aneurisma, malformasi, arterioveneous
Pendarahan intraserebral
Perembesan darah ke dalam parenkim otak
Emboli serebral
Iskemik jaringan otak
Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti jaringan sekitar
Stroke (cerebrovacular accident )
Infark otak, edema dan herniasi otak
Defisist neurologis
Infark serebral
2. penurunan perfunsi jaringan serebral
Kehilangan kontrol volunter
Hemiplegia dan hemiparesisi
1. Resiko peningkatan TIK
Herniasi falks serebri dan ke oramen magnum
4. kerusakan mobilitas fisik
koma
Intake
nutrisi
4tidak adekuat
Kelemahan fisik umum
Kerusakan terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortika
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Kompresi batang otak
Depresi saraf kardiovaskuler dan pernafasan
Lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, frustasi, kurang kerjasama.
11. kopong individu tidak efektif 12. perubahan proses berpikir
Disfungsi bahasa dan komunikasi
Disartria, disfagia/afasia, apraksia
10. kerusakan komunikasi verbal
Disfungsi kandung dan alvi
kemih
Kegagalan kardiovaskular dan pernapasan 5. perubahan pemenuhan nutrisi
Penurunan tingkat kesadaran
9. resiko trauma
7. ketidakmampu an perawatan diri
8. gangguan eliminasi uri dan alvi
kematian
Disfungsi presepsi visual spasial dan kehilangan sensorik
12. perubahan presepsi sensorik
Penekanan jaringan setempat
6. resiko tinggi kerusakan intregritas kulit
1.5 Manifestasi Klinis 1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala : 1) Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap
stimulus. 2) Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis. 3) Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral. 4) Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh. 5) Keluhan kepala pusing. 6) Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ). 2.Kelumpuhan dan kelemahan. 3.Penurunan penglihatan. 4.Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ). 5.Pelo / disartria. 6.Kerusakan Nervus Kranialis. 7.Inkontinensia alvi dan uri. 1.6 Pemeriksaan Penunjang 1.6.1 Labolatorium 1) Hitung darah lengkap.
2) Kimia klinik. 3) Masa protombin. 4) Urinalisis. 1.6.2 Diagnostik 1) SCAN KEPALA, menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Angiografi serebral, membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. 3) EEG, untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark segingga menurunnya inpuls listrik dalam jaringan otak. 4) Pungsi lumbal, tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. 5) MRI, dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. 6) X-Ray tengkorak 2)
1.7 Penatalaksanaan Medik
1.8.1 Konservatif. 1. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus. 2. Mencegah peningkatan TIK. 1) Antihipertensi. 2) Deuritika. 3) Vasodilator perifer. 4) Antikoagulan. 5) Diazepam bila kejang. 6) Anti tukak misal cimetidine. 7) Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung. 8) Manitol : mengurangi edema otak. 1.8.2 Operatif. Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien. 1.8.3 Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu : 1) Terapi wicara. 2) Terapi fisik. 3) Stoking anti embolisme. 1.9.2 Diagnosa Yang Muncul. 1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak . 2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan. 6
4. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan
menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi. kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis. 6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. 1.9.3 Intervensi Keperawatan. Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah : 1.Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial . Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial : 1) Peningkatan tekanan darah. 2) Nadi melebar. 3) Pernafasan cheyne stokes 4) Muntah projectile. 5) Sakit kepala hebat. Pencegahan TIK meningkat di laksanakan. Intervensi. 5. Inkontinensia alfi berhubungan dengan
NO 1.
INTERVENSI Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK 1) tekanan darah 2) nadi
RASIONAL Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3) GCS 4) Respirasi 5) Keluhan sakit kepala hebat 6) Muntah projectile 7) Pupil unilateral
2.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat Meninggikan kepala dapat kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah membantu drainage vena untuk posisi dengan cepat. mengurangi kongesti vena.
3.
Hindari hal-hal berikut : Masase karotid
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.
Masase karotid memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tibatiba. Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu cairan cerebrospinal dan drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik vena dengan kontriksi vena jugularis dan peningkatan Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan TIK. hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem panggul dan lutut.
4.
Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak Mencegah konstipasi dan feces jika di perlukan. mengedan yang menimbulkan manuver valsalva.
5.
Pertahankan lingkungan pencahayaan redup.
6.
Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
tenang, sunyi dan Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan membantu menurunkan TIK.
1) Anti hipertensi.
1) Menurunkan
tekanan
darah. 2) Anti koagulan. 3) Terapi intra vena pengganti cairan dan
2) Mencegah
terjadinya
trombus. 3) Mencegah defisit cairan.
elektrolit. 4) Pelunak feces. 5) Anti tukak. 6) Roborantia. 7) Analgetika. 8) Vasodilator perifer.
4) Mencegah obstipasi. 5) Mencegah stres ulcer. 6) Meningkatkan daya tahan
tubuh. 7) Mengurangi nyeri. 8) Memperbaiki
darah otak.
2.Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya Kriteria hasil 1) Tidak terjadi kontraktur sendi 2) Bertambahnya kekuatan otot 8
sirkulasi
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI
RASIONAL
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam
1) Menurunkan
resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2. Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit 3. Lakukan
gerak pasif ekstrimitas yang sakit
pada
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan 3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya digerakkan
bila
tidak
dilatih
4. Berikan
papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan 6. Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
Tujuan Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi Kriteria hasil 1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien 2) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan. INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat 1. Membantu
kekurangan dalam perawatan diri.
melakukan
2. Beri motivasi kepada klien untuk
tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
dalam mengantisipasi /merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2. Meningkatkan
semangat menerus
3. Hindari melakukan sesuatu untuk 3. Klien
klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
harga diri dan untuk berusaha terus-
mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk
untuk
diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan 4. Meningkatkan perasaan makna diri 4. Berikan umpan balik yang positif
dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
untuk setiap usaha yang 5. Memberikan bantuan yang mantap dilakukannya atau keberhasilannya untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi 5. Kolaborasi dengan ahli kebutuhan alat penyokong khusus fisioterapi/okupasi 4. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan
menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi. Tujuan Tidak terjadi gangguan nutrisi Kriteria hasil 1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan 2) Hb dan albumin dalam batas normal INTERVENSI
RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam 1. Untuk menetapkan jenis makanan
mengunyah, batuk
menelan
dan
reflek
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi
yang akan diberikan pada klien 2. Untuk
klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
pada waktu, selama dan sesudah 3. Membantu dalam melatih kembali makan sensori dan meningkatkan kontrol 3. Stimulasi bibir untuk menutup dan muskuler membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas 4. Memberikan stimulasi sensori bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan (termasuk rasa kecap) yang dapat 4. Letakkan makanan pada daerah mencetuskan usaha untuk menelan mulut yang tidak terganggu dan meningkatkan masukan 5. Klien 5. Berikan makan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang 6. Mulailah untuk memberikan makan
dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah
untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
peroral setengah cair, makan lunak 7. Menguatkan otot fasial dan dan otot ketika klien dapat menelan air menelan dan menurunkan resiko 7. Anjurkan klien menggunakan sedotan terjadinya tersedak 10
meminum cairan
8. Dapat
meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
8. Anjurkan
klien berpartisipasidalam latihan/kegiatan.
untuk diperlukan untuk program 9. Mungkin memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut 9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang 5.
Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis. Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi. Kriteria Hasil : klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon ( scibala ). INTERVENSI
RASIONAL
1. Berikan penjelasan pada klien
dan keluarga pasien tentang penyebab konstipasi. 2. Auskultasi bising usus
yang
4. Bila
klien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2L/hari) jika tidak ada kontraindikasi.
5. Lakukan
mobilisasi dengan keadaan klien.
dan keluarga mengerti penyebab konstipasi.
akan dari
2. Bising usus menandakan sifat
3. Anjurkan untuk klien untuk
makan makanan mengandung serat.
1. Klien
sesuai
6. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak faces ( laksatif, supositoria, enema )
aktivitas peristaltik. 3. Diet
seimbang tinggi kandungan serat meransang peristalti dan eliminasi reguler.
4. Masukan
cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5. Aktivitas
fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan meransang nafsu makan dan peristaltik.
6. Pelunak
feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
6.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengkomunikasikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi, klien dapat merespon secara verbal maupun isyarat. INTERVENSI 1. Kaji tipe disfungsi misalnya
klien tidak mengerti kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa yang digunakan. 2. Bedakan afasia dengan disatria. 3. Lakukan
metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesemoatan klien untuk mengklarifikasi.
4. Katakan
untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu.
5. Ucapkan lansung kepada klien
berbicara pelan dan tengan, gunakan pertanyaan yang jawabannya “ tidak” dan “ya” dan perhatikan respon klien. 6. Kolaborasi : konsultasi dengan
ahli terapi bicara.
RASIONAL 1. Membantu
menentukan kerusakanp pada area otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata . 2. Dapat
menentukan pilihat intervensi yang sesuai dengan tipe gangguan. 3. Klien
dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapt mengklarifikasi percakapan. 4. Untuk
mengikuti
afasia
reseptif. 5. Mengurangi kebingungan atau
kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata. 6. Mengkaji
kemampuan individual dan sensorik motorik dan funsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
DAFTAR PUSTAKA 12
Muttaqin, Arif.2011.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Salemba Medika; jakarta. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC, 2002. Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996