LAPORAN PENDAHULUAN STRAIN
A. KONSEP MEDIS 1. Pengertian
Strain adalah cedera yang melibatkan peregangan atau robeknya sebuah otot dan tendon (struktur otot). Strain akut terjadi di ujung saat otot menjad sebuah tendon. Menurut Taylor (1997:115) cedera akut ditimbulkan oleh karena adanya penekanan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Strain biasa terjadi pada saat berlari ataupun saat melompat dan biasanya terjadi pada otot hamstring. Strain kronis adalah cedera yang terjadi secara berkala karena penggunaan secara berlebihan atau tekanan berulang-ulang dan menghasilkan tendonitis atau peradangan pada tendon. Gejala yang terjadi pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, kehilangan kekuatan dan keterbatasan lingkup gerak sendi (Januardi, 2011). Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan, peregangan p eregangan berlebihan serta adanya robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan kedalam jaringan (Smeltzer Suzame). Sprain adalah cedera yang disebabkan oleh tertariknya atau robeknya ligamen (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul persendian. Kerusakan parah pada sendi ini akan menyebabkan sendi tidak stabil. Gejala yang ditimbulkan berupa rasa sakit, bengkak, memar, ketidakstabilan dan kehilangan kemampuan untuk bergerak. Namun tandatanda dan gejala dapat bervariasi dalam intensitas, tergantung pada beratnya sprain tersebut (Januardi, 2011:15) 2. Etiologi
a. Penyebab cedera strain Penyebab cedera ini adalah akibat konstraksi yang hebat, gerakan yang tidak terkoordinasi dan mendadak.
b. Penyebab cedera sprain Penyebab cedera ini adalah karena stress yang berlebihan yang mendadak atau penggunaaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi. 3. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tenis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang. 4. Manifestasi Klinis
a. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba pada bagian otot yang mengaku. b. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan c. Nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu.pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraksi. d. Nyeri menyebar keluar dengan kejang atau kaku otot. e. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tandatanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
5. Pencegahan
Tindakan mencegah ( preventif ) lebih baik dari pada mengobati (kuratif ), karena tindakan preventif biayanya lebih murah serta menghindarkan terjadinya invalid (cacat seumur hidup). Untuk mencegah cedera olahraga, dibedakan menjadi 2 sebab antara lain: a. Ditinjau dari sudut sarana/prasarana (infrastruktur ) b. Ditinjau dari sudut si atlet sendiri, yaitu: 1) Dari atlet yang belum mengalami cedera keseleo a) berlatih secara teratur, sistematis dn terprogram b) atlet haus berlatih (bertanding) dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. c) Mematuhi peraturan permainan dan pertandingan (fair play) d) Tidak mempunyai kelainan anatomis maupun antropometri e) Memakai alat pelindung yang adekuat f) Melakukan pemanasan dan pendinginan (hardianto, 1995;77- 80) 2) Atlet yang pernah mengalami cedera keseleo Usaha pencegahan bila setelah program rehabilitasi kesel eo yaitu: a) plester atau pembungkus plastic sebaiknya digunkan untuk mendukung pergelangan kaki selama 4 sampai 6 minggu setelah memulai latihan kembali. b) Latihan-latihan kekuatan otot-otot peritoneal sebaiknya tetap dilakuan selama 2 sampai 3 bulan. c) Sebaiknya pemakaian plester pada pergelangan kaki tetap dipakai pada janga waktu yang tidak terbatas (Paul, 2002; 118). c. Untuk menghindari cedera keseleo alangkah baiknya melakukan pencegahan Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia (2012) 2: 54-58 58 d. dengan melakukan streatching , pemanasan, latihan penguatan ligamentligament sendi, otot dan tendon yang melintasi sendi, latihan pergelangan kaki, serta melakukan pembebatan pergelangan kaki, pada saat latihan maupun pertandingan.
6. Penatalaksanaan
Salah satu prinsip utama dalam pengobatan cedera adalah dengan RICE. Karena jika terjadi penanganan yang salah pada pertolongan pertama, akan memperparah cedera yang dialami. Menurut (Rahardjo, 1992:35) perlu memahami apakah itu RICE. a. Rest (Istirahat) Istirahat adalah penting karena jika latihan tidak dilanjutkan atau melakukan aktifitas lain, dapat memperluas cedera. Hentikanlah pergerakan pada bagian tubuh yang cedera pada saat timbulnya rasa nyeri/ sakit untuk pertama kalinya. b. Ice (es) Pendinginan atau mengurangi pendarahan dari pembuluh darah pada tempat cedera. Karena pendinginan menyebabkan pembuluh darah ditempat cedera berkontraksi/ menyempit. c. Compression (Penekanan) Penekanan membatasi pembengkakan. Untuk penekanan, balutkan pembalut elastic dengan kuat diatas es, disekitar daerah cedera. Jangan membalut terlalu kuat, karena dapat menghentikan aliran darah. Tandatanda aliran darah berhenti ialah mati rasa, kejang dan sakit. Bila timbul rasa tersebut diatas, segera buka balutan. d. Elevation (Peninggian) Letakkan tubuh yang cedera lebih tinggi dari jantung, ini memanfaatkan gaya berat, untuk membantu cairan yang berlebihan. Program RICE ini dapat dikerjakan sampai selama dua puluh empat jam (dikerjakan 24 ja m pertama setelah cedera). Bila tidak ada penyembuhan kirim ke dokter atau rumah sakit. Menurut (Paul M. Taylor 1997:31) hindari atau Do not HARM yaitu: a. Heat atau hot, pemberian (balsam atau kompres air panas) justru akan meningkatkan pendarahan. b. Alcohol, akan meningkatkan pembengkakan.
c. Running, atau exercise atau mencoba latihan terlalu dini akan memperburuk cedera. d. Massage, pemijatan tidak boleh diberikan pada masa akut karena merusak jaringan. 7. Penyimpangan KDM
Penggunan berlebihan , Tekanan yang berulang, Peregangan yang berlebihan ↓ Cedera otot → Perubahan jaringan ↓ sekitar Spasme otot ↓ Gerakan minimal
←
Nyeri Akut
Hambatan mobilitas fisik
→
Hospitalisasi ↓
↓ Pengetahuan ↓ Anxietas
↓ Risiko infeksi
Laserasi kulit
B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Triage Gambaran triage pada kasus strain biasanya ditemukan sebagai berikut: 1) Merah, P2 (Merah : Prioritas Pertama : Gangguan ABC, Prioritas 2 atau Urgent : Pasien dengan penyakit yang akut, Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30 menit, Area Critical care). 2) Kuning, P2 (Kuning : Prioritas Sedang : Tanpa gangguan ABC tapi bisa memburuk perlahan, Prioritas 2 atau Urgent : Pasien dengan penyakit yang akut, Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30 menit, Area Critical care). b. Pengkajian Primer 1) Airway Ada atau tidanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. 2) Breathing a) Look : Kesimetrisan bising nafas kanan dan kiri dan mungkin juga dijumpai sianosis, penggunaan otot bantu pernapasan, Respirasi :
Dewasa
: 12-20 kali/menit
Anak
: 15-30 kali/menit
Bayi baru lahir
: 30-50 kali/menit
Pada orang dewasa, abnormal bila pernapasan >30 kali/menit atau <10 kali/menit.
b) Listen : suara nafas tambahan seperti ronchi dan wheezing c) Feel : adanya hembusan nafas d) Palpasi :
rate, ritme dan bentuk pernapasan, juga diperiksa
peranjakan paru apakah simetris atau tidak dan dilihat adanya tanda apnea.
e) Perkusi :
pada daerah paru selalu sonor, pada daerah jantung
menjadi pekak dan di atas lambung menjadi tympani, juga perkusi harus simetris kanan dan kiri. f) Aukskultasi : bising
napas
vesikuler
tanpa
ronkhi,
tempat
pemeriksaan dibawah klavikula dan pada garis aksilaris anterior, bising napas harus simetris kanan dan kiri. 3) Circulation TD dapat normal atau meningkat, takikardi, brakikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut, mungkin juga adanya gejala syok dan henti jantung, denyut nadi, CRT. 4) Disability Pemeriksaan neurologist secara cepat dapat dilakukan dengan metode AVPU ( Allert, Voice respons, Pain respons dan Uniresponsive). Pemeriksaan dengan CGS secara periodic dapat dilakukan untuk hasil yang lebih detail pada survey secunder. Bila hipoksia dan hipovolemia pada penderita dengan gangguan kesadaran dapat disingkirkan, pikirkan adanya kerusakan CNS sampai terbukti lain. 5) Environment/exposure Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau vacuum matras untuk menghentikan perdarahan dapat juga dilakukan pada fase ini. Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak dilakukan pada survey primer. Yang dapat dilakukan pada survey primer adalah ; pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri, foto cervical, foto thoraks dan foto polos abdomen. Tindakan lainnya yang dapat dilakukan pada survey primer adalah pemasangan monitor EKG, kateter dan NGT. Pemeriksaan dikerjakan tanpa menunda / menghentikan proses survey primer.
c. Pengkajian Sekunder Prinsip pada pemeriksaan sekunder adalah memeriksa ulang tubuh dengan lebih teliti mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki ( head to toe), baik pada tubuh bagian depan maupun belakang. Dimulai dengan anamnesa singkat yang meliputi SAMPLE : 1) Sing & syptomp : Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon. 2) Allergy
:
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat alergi obat-obatan. 3) Medication
:
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan (anti hipertensi, antibiotik). 4) Past medical history
:
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat gangguan kardiovaskuler, pernafasan, dsb. 5) Last meal
:
Makan terakhir yang dilakukan oleh klien. 6) Even lead to injury
:
Gambaran tentang bagaimana awal terjadinya strain hingga klien sampai ke rumah sakit dan diperiksa oleh tenaga kesehatan. d. Focus Assement 1) P (Penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang. a) Apa penyebab nyeri b) Faktor yang meringankan nyeri c) Faktor yang memperlambat nyeri d) Obat_obatan yang diminum 2) Q
(Quality)
:
menggambarkan
nyeri
yang
dirasakan,
klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan . Bagaimana rasa
nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk, di gigit, di iris-iris, di pukul-pukul dan lain-lain. 3) R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar. a) Lokasi nyeri b) Penyebaran nyeri c) Penyebaran
ini
apakah
sama
intensitasnya
dengan
lokasi
sebenarnya. 4) S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk menunjukan tingkat nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri yang di beri oleh perawat. a) Berapa berkurang skala nyeri b) Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik, gangguan kesadaran. c) Apakah nyeri semakin bertambah atau 5) T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri tersebut. a) Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam. b) Berapa kali serangannya dalam sehari. c) Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan. 2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b. Hambatan Mobilitas Fisik c. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan No 1
2
Diagnosa NOC NIC Keperawatan Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi NIC : keperawatan 3x24 jam Manajemen nyeri (NIC) : berhubungan 1. Gunakan laporan dari dengan agens- diharapkan klien: pasien sendiri sebagai agens penyebab Memperlihatkan pilihan pertamauntuk cedera (biologi, pengendalian nyeri mengumpulkan kimia, fisik dan NOC : 1. Melaporkan nyeri informasi pengkajian. psikologis) kepada penyedia 2. Minta pasien untuk layanan kesehatan menilai nyeri atau 2. Melaporkan nyeri dapat ketidak nyamanan pada dikembalikan skala 0 sampai 10. 3. Memperlihatkan tehnik 3. Lakukan pengkajian relaksasi secara nyeri secara individual yang efektif komprehensif untuk mencapai 4. Observasi isyarat kenyamanan nonverbal 4. Mempertahankan 5. Observasi tanda-tanda tingkat nyeri pada atau vital kurang (dengan skala 6. Ajarkan tehnik 0-10). nonfarmakologis (Tehnik relaksasi napas dalam dan distraksi). 7. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik. Hambatan Mobilitas Fisik
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien: Memperlihatkan mobilitas dengan indikator: 1. Keseimbangan 2. Peforma posisi tubuh 3. Berjalan 4. Bergerak dengan mudah 5. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan 6. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri
NIC : Pengaturan posisi (NIC) 1. Kaji tingkat kemandirian pasien 2. Kaji kebutuhan pasien terhadap bantuan pelayanan kesehatan 3. Atur posisi pasien dengan kesejajaran yang benar 4. Ubah posisi pasien minimal setiap dua jam. 5. Ajarkan cara bangun dari tempat tidur secara perlahan
3
Ansietas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan teratasi dengan kriteria hasil : 1. Pasien mampu mengungkapkan gejala cemas. 2. Pasien mampu mengungkapkan teknik untuk mengontrol cemas. 3. Ekspresi wajah menunjukkan berkurangnya kecemasan.
NIC: 1. Identifikasi tingkat kecemasan 2. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi. 3. Beri edukasi kepada pasien tentang penyakitnya. 4. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. 5. Libatkan keluarga agar mendampingi klien untuk mengurangi takut.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M. 2016. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC . Edisi 10. EGC. Jakarta Sumartiningsih, Sri. 2012. Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). Volume 2. Edisi 1. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Erwan, Nur Arinda. 2014. Analisis Cedera Olahraga Dan Pertolongan Pertama Pemain Sepak Bola. Volume 02 Nomor 03. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.