LAPORAN PENDAHULUAN “Asuhan Keperawatan Pada Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Diagnosa Medis Medis R etensi tensio o
Ur i ne D i R uang uang I nsta nstalasi lasi G awat D ar ura ur at R uma umah Sakit Saki t Um Umum um D aer ah D r . R Soedj ono Selo Selong ng”
Oleh :
Asrorlullah 032001D14005
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN AKADEMIK 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN RETENSIO URIN A. KONSEP PENYAKIT 1. Pengertian
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.(Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW). 2. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Perkemihan Struktur anatomi dan fisiologi system urinaris bagian bawah
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos destrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat fase miksi atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingters ini membuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri. ( buku dasar-dasar urologi ) Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase pengeluaran urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-
buli mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya dengan mempertahankan tekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai volumenya cukup besar. ( buku dasar-dasar urologi ) 3. Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut: a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1.Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya,
misalnya pada
operasi
miles
dan
mesenterasi
pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel,tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat. b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar. c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,tumor pada leher vesika, atau fimosis. d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih. e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparatantidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida= Sudafed), preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi(hidralasin) f. Etiologo dari retensi urin juga dapat di kelompokan berdasarkan bentuk bentuknya : 4.
Klasifikasi Retensi Urine Retensi Urin dapat dikelompokan menjadi 2 : 1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit tertimbun. Kondisi yang
terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter. 2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini dapat disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari. Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadian retensi urin juga akan semakin meningkat. 5. Manifestasi Klinis
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik ditandai dengan gejala iritasi kandung kemih ( frkuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata. Adaun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah : 1. Di awali dengan urin mengalir lambat 2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. 3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih 4. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK 5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
1. Ketidak nyamanan daerah pubis 2. Distensi vesika urinia. 3. Ketidak sanggupan untuk berkemih. 4. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan asupannya. Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi kandung kemih yang berlebihan gangguan suplai darah pada dinding kandu kemih dan proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih. 6. Patofisiologi
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat : 1.obstruksi, 2.infeksi 3.farmakologi 4.neurologi 5. faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang menggunakan
bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli. Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan retensi urine. Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra. Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda. 7. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal, sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius. Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. 2. Pielonefritis Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas. Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung kemih (sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra, kemudian bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang, penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra sampai ke ureter
dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang dihasilkan disebut pielonefritis. 3. Hydronefrosis 4. Pendarahan 5. Ekstravasasi urine 8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan specimen urine. 2. Pengambilan: steril, random, midstream. 3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit. 4. Sistoskopy, IVP Table 2.2 Urinalitis No
Pemeriksaan Warna
Normal Abnormal Kekunig-kuningan Merah: menunjukan hematuri( kemungkina nobstruksi urunkalkulus, renalis tumor, kegagalanginjal )
Kejernihan
Jernih
Bobotjenis
1.003-100351
Protein Gula
0-8 mg/dl 0
Keruh : terdapatkotoran , sendimenbakteri ( infeksiurinaria) Biasanya menunjukan intake cairan semakinsedikit iritan cairan semakin tinggi bobot jenis Bila bobot jenis tetap rendah (1.0101.014) di duga terdapat penyakitginjal. Proteinuria dapat terjadi karena diet tinggi protein dan karena banyak gerakan ( terutama yang lama ) Terlihat pada penyakit renal
Eritrosit
0-4
Cedera jaringan ginjal
Leukosit
0-5
Infeksi saluran kemih
Cast/silinder
0
Infeksi saluran ginjal, penyakit renal
PH
4.6-6.8 ( rata-rata
Alkali bila dibiarkan atau pada
6.0 )
infeksi saluran kemih. Tingkat asam meningkat pada asidosis tubulus renalis
Keton
0
Ketonuria terjadi karena kelaparan dan ketoasidosis diabetic
9.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi urinnya. Pilihannya adalah Kateterisasi, sistostomi suprapubik, dan fungsi suprapubik. 1.) Kateterisasi Syarat-syarat a. dilakukan dengan prinsip aseptik b. digunakan kateter nelaton/sejenis yang tidak terlalu besar, jenis Foley c. diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter d. diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap. e. diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 X saja (biasanya tidak diperlukan antibiotika sama sekali). Kateter tetap dipertahankan sesingkat mungkin, hanya sepanjang masih dibutuhkan. Teknik kateterisasi a. Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F. b. Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit genitalia (tidak mengandung alkohol)
c. Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 24% yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra" diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat memasukkan jelly tersebut) d. Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita pria, kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat jumlah dan warna / aspek urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 5-10 ml. e. Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup. f. Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau didaerah inguinal dan diusahakan agar penis mengarah kelateral, hal ini untuk mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan pada bagian ventral uretra di daerah penoskrotal Perawatan Kateter tetap Penderita dengan kateter tetap harus minum banyak untuk menjamin diuresis. g. Melaksanakan
kegiatan
sehari-hari
secepatnya
bila
keadaan
mengijinkan Membersihkan ujung uretra dari sekrit dan darah yang mengering agar pengaliran sekrit dan lumen uretra terjamin. h. Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian buli-buli agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya i. Mengganti kateter (nelaton) setiap dua minggu bila memang masih diperlukan untuk mencegah pembentukan batu (kateter silikon : penggantian setiap 6-8 minggu sekali) 2). Sistostomi suprapubik a. Sistostomin Trokar Indikasi 1. Kateterisasi gagal : striktura, batu uretra yang menancap (impacted). 2. Kateterisasi tidak dibenarkan : kerobekan uretra path trauma.
Syarat-syarat: 1. Retensi urin dan bull-buli penuh, kutub atas lebih tinggi pertengahan jarak antara simfisis -umbilikus 2. Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (< - > 20F) dorongan kelewatan sehingga trokar menembus dinding belakang buli-buli. b. Sistostomi Terbuka Indikasi 1. Lihat sistostomi trokar 2. Bila sistostomi trokar gagal 3. Bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu di dalam bull-buli, evaluasigumpalan darah, memasang "drain" di rongga Retzii, dan sebagainya. 4. Perawatan kateter sistostomi jauh lebih sederhana daripada kateter tetap melalui uretra. Demikianpula penggantian kateter sistostomi setiap dua minggu, lebih mudah dan tidak menimbulkan nyeriyang berarti. Kadang-kadang saja urin merembes di sekitar kateter. 3). Fungsi Buli-Buli Merupakan tindakan darurat sementara bila keteterisasi tidak berhasil dan fasilitas / sarana untuksistostomi baik trokar maupun terbuka tidak tersedia. Digunakan jarum pungsi dan penderitasegera dirujuk ke pusat pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi. Penderita dan keluarga harus diberi informasi yang jelas tentang prosedur ini karena tanpatindakan susulan sistostomi, buli-buli akan terisi penuh kembali dan sebagian urin merembesmelalui lubang bekas pungsi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URINE
1. Pengkajian
a. Identitas Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit. b. Keluhan utama Biasnaya klienmerasakanrasa tidak enak pada uretra kemudian di ikuti nyeri ketika berkemihatau nyeri saat kencing. c. Riwayat penyakit sekarang Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran rasa nyeri, daerah mana yang sakit, apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri, dan kapan keluhan dirasakan. d. Riwayat penyakit dulu Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya e. Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien. Pengumpulan Data
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
: Tidak bisa tidur/istirahat dengan tenang jika rasa nyeri timbul
Tanda
: Gelisah
b. Eliminasi
Gejala
: Penrunan dorongan aliran urine, keragu-raguan pada awal berkemih, kandung kemih terasa pnuh, tidak dapat erkemih kecuali dngan cara mengejan, urin keluar sedikt-sedikit.
Tanda
: disensi vesika urinaria, pengeuaran urin < 1500 ml/hari, pengeluaran urin sedikit , nampak pemasangan kateter.
c. Makanan/ cairan
Gejala
: klien mengeluh tidak nafsu makan , klien mengluh mual muntah
Tanda
: penurunan BB < porsi makan tidak dihabiskan
d. Sesksualitas
Gejala
: penurunan kemampuan dalam melakukan hubungan seksual.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala
:klien mengeluh nyeri saatberkemih
Tanda
: ekspresi wajah nampak mringas dan tampak memegang area yang sakit
f. Integritas ego
Gejala
: klien megeluh mengenai penyakitnya
Tanda
: klin tampak gelisah
Pengelompokan Data
Table pengelompokan data 3.1 Data subjektif : 1. Klien mengeluh tidak bisa tidur dan istirahat 2. Klien mengeluh berkemih dengan cara mengejan 3. Klien mengeluhkan keragu-raguan pada saat berkemih 4. Klien mengeluhkan kandung kemih nya terasa pnuh 5. Klien menglh urinnya keluar sedikit-sedikit 6. Klien mengeluhkan tidak nafsu makan 7. Klien mengeluh mual dn muntah 8. Klien mengluhkan penurunan kemampuandalam mlakukan hubungan seksual
Data Objektif 1. Gelisah 2. Distensi vesika urinaria 3. Pengeluaran urin < 1500 ml/hari 4. Penurunan BB , orsi makan tamak tidak di habiskan 5. Ekspresi wajah meringis saat neri timbul 6. Nyeri tekan daerah suprapubik 7. Distensi abdomen 8. Tampak engeluran urin sedikit 9. Tamak memegaang area yang sakit
9. Klien menglh nyeri pada saa berkemih 10. Klien mengeluh khawatir dengan penyakitnnya
Analisa Data
Tabel Analisa Data 3.2 NO 1 -
-
Masalah
Etiologi
Data subjekif : Klienmengeluh nyeri pada saat berkemih Klienmengeluh tidakbisatidurrdanistirahat Klien mengeluh berkemihdengan cara mengejan Data objektif : Nyeritekandaerahsuprapubik Gelisah Distensivesikaurinaria
Faktor penyebab
Ekspresiwajahmeringissaatnerit imbul
Diagnos a medis Nyer i
Retensi urin Distensi vesika urinaria Menekan saraf disekitar Merangsang pengeluaran bradikinin,serot inin, postaglandin Impuls nyeri di sampaikan ke thalamus Nyeri di persepsikan
2 . -
Data subjektif Klien mengeluhkan mengendan pada saat berkemih
Kerusakan
Gan ggua n
-
Klien mengeluh kandung kemih trasa penuh Klien mengeluhkan tidak dapat berkemih Klien mengeluh urinnya keluar sedikit-sedikit. Data objektif : Pengeluaran urin sedikit Distensi visuka urinaria Pengeluaran urin < 1500 ml / hari
pusat miksi di medula spinalis Kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya Tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor Menurunnya relaksasi otot spinkter Obstruksi uretra Urin sisa meningkat Dilatasi bladder/distensi abdomen Retensi urin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine b/d retensi urine b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d distensi pada kandung kemih. c. Ansietas b/d status kesehatan
pola elim inasi reten si urin
4. Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan eliminasi urine b/d retensi urine
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….X 24 jam masalah retensi urine dapat teratasi. Kriteria hasil :- Berkemih dengan jumlah yang cukup - Tidak teraba distensi kandung kemih Intervensi : 1)
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung kemih.
2)
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3)
Perkusi/palpasi area suprapubik R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d distensi pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….X 24 jam masalah nyeri dapat teratasi. Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol -
Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat
Intervensi : 1)
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri. R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.
2)
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri. R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
3)
Pasang kateter R : untuk kelancaran drainase.
4)
Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen. R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
5)
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin.
c.
Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan: - Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi. - Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takutnya. Intervensi: 1) Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, iritasi kandung kemih. 2) Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima pasien. 3) Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan 5. EVALUASI KEPERAWATAN
Hasil yang diharapkan setelah pasien Retensi urine mendapatkan intervensi dan implementasi keperawatan adalah : a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi ditandai dengan adanya urine pasien keluar secara normal (tidak keluar saat batuk, tertawa, mengedan, mengangkat benda berat,dll), jumlah urine yang keluar normal (400 – 500 ml), dan pasien tidak mengompol lagi. b. Kerusakan integritas kulit teratasi ditandai dengan adanya kulit pasien masih utuh, tidak lesi, kemerahan tidak ada, rasa gatal berkurang, dan daerah genitalia pasien tidak lagi lembab. c. Gangguan citra tubuh teratasi ditandai dengan adanya klien mulai percaya diri, dan harga diri klien meningkat, tidak ada lagi perasaan malu atau minder dalam bersosialisasi dengan orang disekitarnya, bisa menyesuaikan diri dengan status kesehatannya
DAFTAR PUSTAKA
Setia, Ningsih Oktif. (2015). Asuhan Keperawatan Retensi Urine. (online). Brunner and Suddarth. (2010 ). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China : LWW.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.