LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA DI RUANG IGD KANDUNGAN RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh BANJARMASIN
Tanggal 27 November – 02 02 Desember2017 Desember2017
Oleh: Muhammad Al Ihsan, S.Kep NIM. 1730913310005
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA
:
Muhammad Al Ihsan, S.Kep
NIM
:
1730913310005
JUDUL LP
:
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Retensio Plasenta di IGD Kandungan RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Banjarmasin, 27 November 2017
Mengetahui, Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Devi Rahmayanti, S.Kep, Ns, M.Imun NIP. 19780101 200812 2 001
Hj. Fauziah, S.Kep., Ns NIP. 19730323 199703 2 011
RETENSIO PLASENTA
A. Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena itu plasenta harus di keluarkan karna dapat menimbulkan bahaya perdarahan.
B. Klasifikasi
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di klasifikasikan menjadi 5 bagian : a. Plasenta Adhesiva Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta plasenta dan melekat pada desidua dan melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b. Plasenta Akreta Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa. c. Plasenta Inkreta Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium , dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium . d. Plasenta Perkreta Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim . e. Plasenta Inkarserata Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Sarwono, 2005).
C. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah : 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam.
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar . 3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998). Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005).
D. Tanda dan Gejala Gejala Konsistensi uterus Tinggi fundus Bentuk uterus Perdarahan
Akreta parsial Kenyal Sepusat Discoid Sedang – banyak
Inkarserata Keras 2 jari bawah pusat Agak globuler Sedang
Tali pusat Ostium uteri Pelepasan plasenta
Terjulur sebagian Terbuka Lepas sebagian
Terjulur Konstriksi Sudah lepas
Syok
Sering
Jarang
Akreta Cukup Sepusat Discoid Sedikit / tidak ada Tidak terjulur Terbuka Melekat seluruhnya Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat.
E. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otototot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
F. Pathway
Sebab fungsional
1. His yang kurang kuat (sebab utama). 2. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh: di sudut tuba). 3. Ukuran plasenta terlalu kecil. 4. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut.
Sebab patologik (perlekatan abnormal)
Plasenta belum lepas dari dinding rahim
1. Plasenta adhesiva 2. Plasenta inkreta 3. Plasenta perketra
Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan Melahirkan plasenta secara manual
Tarikan Tali Pusat RETENSIO PLASENTA
Insersio uteri
Tidak dapat berkontraksi secara efektif (terjadi retraksi dan kontraksi otot uterus)
Ante, intra, postnatal, aktivitas lemah, tampak sakit, menyusu buruk, peningkatan
Sinus-Sinus maternalis tetap terbuka penutupan pembuluh darah terhambat
Nyeri Perdarahan pervaginam
Dx : Risiko Syok
Kehilangan banyak darah
Dx : Kekurangan volume cairan
Dx : Risiko Infeksi
Dx : Nyeri akut
G. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya: 1. Perdarahan 2. Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup. 3. Infeksi 4. Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta. 5. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi. 6. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis 7. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat,
yang beberapa tahun kemudian bisa
menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker. 6. Syok haemoragik
H. Pemeriksaan Penunjang
1.
Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2.
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
I. Terapi
Terapi yang dilakukan pada pasien yang mengalami retensio plasenta adalah sebagai berikut : 1. Bila tidak terjadi perdarahan Perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman. 2. Bila terjadi perdarahan lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta: 1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan. 2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose). Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya. 3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
F.
Manual Plasenta
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan : 1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta. 2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan. 3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
a. Darah penderita terlalu banyak hilang. b.
Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi. c. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam. Manual Plasenta dengan segera dilakukan : 1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang. 2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc 3. Pada pertolongan persalinan dengan narkoba. 4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam. Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
G. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta
Adapun karakteristik ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah : 1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks yang menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai mengalami retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah umur, masih banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi yang sehat adalah umur 20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali lebih tinggi pada kelompok umur kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998). 2. Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah sering dijumpai pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005). Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5 kali), sedangkan grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati ( Sarwono, 2005 ).
3. Interval Kelahiran Anak
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positi f terhadap kesehatan ibu dan janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996). Perdarahan postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval kelahiran pendek (<2 tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA A.
Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut : a. Identitas klien Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut : 1.
Sirkulasi : a) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna) b) Pelambatan pengisian kapiler c) Pucat, kulit dingin/lembab d) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan) e) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan f) Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2.
Eliminasi : Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.
Nyeri/Ketidaknyamanan : Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.
Keamanan : Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5.
Seksualitas : a)
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
b)
Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
6.
Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik
(inspeksi,
palpasi,
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).
A. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan 2. Nyeri Akut 3. Resiko Syock 4. Resiko Infeksi
perkusi,
dan
auskultasi).
B. Intervensi No. 1.
Diagnosa
Kekurangan Volume Cairan
NOC
Setelah
dilakukan
keperawatan
NIC
tindakan
selama
1x24
Rasional
Fluid Management
1. Identifikasi kemungkinan
1. Mengetahui penyebab untuk
menit diharapkan masalah klien
penyebab ketidakseimbangan
menentukan intervensi
teratasi, dengan kriteria hasil:
elektrolit
penyelesaian
2. Monitor adanya kehilangan cairan
Fluid Balance
1. Tekanan darah
dan elektrolit
2. Frekuensi Nadi
2. Mengetahui keadaan umum pasien 3. Mengetahui perkembangan
3. Monitor status hidrasi ( membran
rehidrasi
3. keseimbangan intake dan
mukosa, tekanan ortostatik,
4. Evaluasi intervensi
output selama operasi
keadekuatan denyut nadi )
5. Mengetahui keadaan umum pasien
4. Turgor kulit
4. Monitor keakuratan intake dan
6. Rehidrasi optimal
output cairan 5. Monitor vital signs 6. Monitor pemberian terapi IV 2.
Nyeri akut
Setelah
dilakukan
keperawatan
selama
tindakan 1x30
menit diharapkan masalah klien teratasi, dengan kriteria hasil:
Pain control
Manajemen nyeri
1. Kaji
secara
komprehensip
terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas
nyeri
dan
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien 2. Untuk
mengetahui
tingkat
ketidaknyamanan dirasakan oleh
1. Melaporkan nyeri yang terkontrol 2. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik 3. Tingkat nyeri berkurang dari
faktor presipitasi
pasien
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal 3. Gunakan
3. Untuk
mengalihkan
perhatian
pasien dari rasa nyeri
strategi
komunikasi
4. Untuk mengetahui apakah nyeri
terapeutik untuk mengungkapkan
yang dirasakan klien berpengaruh
pengalaman
terhadap yang lainnya
nyeri
penerimaan
klien
dan terhadap
respon nyeri
dapat memperburuk nyeri yang
4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup( napsu
makan,
tidur,
aktivitas,mood, hubungan sosial) 5. Tentukan
5. Untuk mengurangi factor yang
faktor
yang
dapat
memperburuk nyeri 6. Lakukan evaluasi dengan klien
dirasakan klien 6. untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan klien bertambah. 7. Pemberian dapat
“health
education”
mengurangi
tingkat
kecemasan dan membantu klien
dan tim kesehatan lain tentang
dalam
ukuran pengontrolan nyeri yang
koping terhadap rasa nyer
telah dilakukan 7. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi
8. Untuk
membentuk
mengurangi
mekanisme
tingkat
ketidaknyamanan yang dirasakan klien. 9. Agar nyeri yang dirasakan klien
terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
tidak bertambah. 10. Agar klien mampu menggunakan
8. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi ketidaknyamanan
respon klien(
suhu
ruangan, cahaya dan suara) 9. Hilangkan faktor presipitasi yang
teknik
nonfarmakologi
memanagement
dalam
nyeri
yang
dirasakan. 11. Pemberian
analgetik
dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
dapat meningkatkan pengalaman nyeri klien( ketakutan, kurang pengetahuan) 10. Ajarkan
cara
penggunaan
terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery,relaksasi) 11. Kolaborasi
pemberian
analgesic 3.
Resiko Syok
Setelah
dilakukan
keperawatan
selama
tindakan 1x24
menit diharapkan syok tidak terjadi dengan kriteria hasil:
Keparahan darah
kehilangan
Syock management
1. Anjurkan pasien untuk banyak 1. Peningkatan intake cairan dapat minum 2. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam. 3. Observasi terhadap tanda-tanda
meningkatkan intravascular
volume sehingga
meningkatkan intravascular
dapat volume
yang
dapat
1. Kehilangan
darah
yang
terlihat 2. Perdarahan vagina 3. Kulit dan membran mukosa pucat 4. Tanda-tanda vital
dehidrasi. 4. Observasi
meningkatkan perfusi jaringan. intake
cairan
dan
output. 5. Kolaborasi
merupakan dalam
pemberian
cairan infus / transfusi 6. Pemberian uterotonika.
2. Perubahan tanda-tanda vital dapat
koagulantia
terjadinya
dehidrasi secara dini 3. Dehidrasi
dan
indikator
merupakan
terjadinya
shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik. 4. Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan. 5. Cairan
intravena
meningkatkan
volume
intravaskular meningkatkan sehingga
dapat
yang
dapat
perfusi
jaringan
dapat
mencegah
terjadinya shock. 6. Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
4.
Resiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
Kontrol Infeksi
1. Cuci tangan setiap sebelum dan
infeksi tidak terjadi dengan
sesudah
kriteria hasil:
keperawatan.
1.
2.
Kontrol resiko
melakukan
tindakan
1. Mencegah
terjadi
infeksi
nosokomial. 2. Mencegah infeksi.
2. Instruksikan pada pengunjung
3. Nutrisi
yang
baik
dapat
Memonitor faktor resiko
untuk mencuci tangan sebelum
individu
dan sesudah berkunjung pada
4. Untuk mencegah terjadi infeksi.
Menjalankan strategi kontrol
pasien.
5. Mengidentifikasi dini infeksi dan
resiko yang sudah di
3. Tingkatkan intake nutirsi.
tentukan
4. Berikan antibiotic bila perlu.
3. Menggunakan sistem dukungan personal untuk mengurangi resiko 4. Suhu tubuh 5. Pembekakan sisi luka
5. Observasi
tanda
dan
mencegah infeksi berlanjut.
gejala
infeksi. 6. Monitor nilai leukosit. 7. Berikan perawatan pada area luka. 8. Ajarkan klien dan keluarga cara menghindar infeksi
meningkatkan imun
6. Nilai
leukosit
merupakan
indicator adanya infeeksi. 7. Membantu
penyembuhan
luka
dan mencegah terjadinya infeksi. 8. Agar klien dan keluarga dapat secara
mandiri
meenghindari
infeksi tanpa bantuan perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI. Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc. Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC. Depkes. 2007. Buku Acuan Pelayan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar . Jakarta : Depkes RI. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017 . Oxford: Wiley Blackwell. Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc. Prawihardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Wijayarini.
2005.
Keperawatan
Maternitas.
Jakarta
:
EGC.