LAPORAN PENDAHULUAN IMPAKSI SERUMEN
A. Konsep penyakit 1. Definisi
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga.Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak di sepertiga luar liangtelinga.Serumen memiliki tugas cukup penting. Di antaranya, menangkap debu, mikroorganise, dan mencegahnya masuk ke struktur telinga yang lebihdalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga kelembaban liangtelinga, hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk ke lubang telinga.
Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket, kental serta berbau yang khas. Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambut ataubenda lain akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong kedalam (dapat menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga danakhirnya dapat menyebabkan impaksi, otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.
Sejatinya, tanpa dikorek pun, tubuh punya mekanisme untuk mengeluarkan substansi tersebut secara otomatis. Karena itu, sering terjadi kotoran tiba-tiba jatuhdari liang telinga. Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, terutama ketika kitamembuka rahang lebar-lebar atau tidur miring, Tapi ada kalanya serumen tak maukeluar dan betah bersarang di liang telinga, terutama bila produksinya berlebih. Bilaitu terjadi, serumen terpaksa harus dikeluarkan secara manual supaya tidak mengganggu pendengaran.
2. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain: a. Dermatitis kronik pada telinga luar b. Liang telinga sempit c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (kebiasaan mengorek telinga) 3. Manifestasi klinis
a. Penumpukan serumen b. Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga c. Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran) d. Telinga berdengung (tinitus) e. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
4. Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepitrambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam salurantelinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan, sertaberupa air. Masuknya air dingin ke dalam telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalissemisirkularis.
5. Penatalaksanaan Medis
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen
tersebut
dengan
cara
menyemburnya
secara
perlahan
dengan
menggunakanair hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendangtelinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapatdilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alatyang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat. Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain : a.
Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan padaaplikator (pelilit).
b.
Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengankarbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkandengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu37 °C agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen, diantaranya : a.
Otalgia
b.
Vertigo
c.
Otitis media
d.
Resiko infeksi
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Biodata pasien dan penanggung jawab b. Riwayat kesehata c. Keluhan utama saat MRS Penderita
biasanya
mengeluhkan
pendengarannya
mulai
menurun,
nyeri,telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo). d. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat
kesehtan
masa
lalu
yang
berhubungan
dengan
penyakit
impaksiserumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar, penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti herpeszooster. e. Pola kebutuhan dasar manusia Pola kebutuhan dasar manusia meliputi : 1) Pola napas 2) Pola makan dan minum 3) Pola eliminasi (BAB dan BAK) 4) Pola istirahat dan tidur 5) Pola berpakaian 6) Pola rasa nyaman 7) Pola kebersihan diri 8) Pola rasa aman 9) Pola komunikasi 10) Pola beribadah 11) Pola produktivitas 12) Pola rekreasi 13) Pola kebutuhan belajar
2. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop danpalpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian
Fisik Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya : a. Deformitas, lesi b. cairan begitu pula ukuran c. simetris dan sudut penempelan ke kepala Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kulaposterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapatpada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasiensedikit dijauhkan dari pemeriksa.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang b. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi c. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normalbeberapa bulan setelah resolusi klinik d.
MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e. Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik. f.
Ketajaman Auditorius. 1) Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif denganmengkaji kemampuan pasien mendengarkan. 2) Bisikan kata atau detakan jam tangan. 3) Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukanekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telingayang satunya tak mendengar. 4) Pemeriksa
menutup
telinga
yang
tak
diperiksa
dengan
telapak
tangan.Darijarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar bataspenglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepatapa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksamemegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsipemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian
memegang jamtangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tanganmenghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan,maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunyacara mengkaji ketajaman auditorius.
g. Uji Weber Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuahgarpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut ataupergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atautelinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suaraseimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengahkepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media),suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karenaobstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatankonduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalamilateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untukkasus kehilangan pendengaran unilateral.
h. Uji Rinne Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulangmastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditoriuseksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terusmendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebihlama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksitulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulangtemporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu talamelalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaransensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baikdari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segalasuara diterima seperti sangat jauh dan lema
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga 2. Gangguan persepsi sensori (auditori) b/d perubahan persepsi sensori 3. Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga
D. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL
No. Diaognosa
Tujuan umum
Intervensi
Rasional
keperawatan 1.
Nyeri
akut Setelah dilakukan
1.Kaji
ulang
keluhan
nyeri,perhatikan
lokasi
1.
memberikan
b/dInflamasi
asuhan
padaliang
keperawatan
telinga
nyeriklien
2.Berikan posisi yang
menentukan
berkurang
nyaman pada klien
pilihan
atauhilangKH
3.Tingkatkan
:Skala nyeri (0-3)
tidurtanpa gangguan
Pasien
rasa ataukarakter dan intensitas.
periode
teknik
u/
membantu dalam
atau
keefektifan intervensi
tampak 4.Dorong menggunakan
rileks
informasi
2. untuk relaksasi
manajemen 3.
nyeri,seperti nafas dalam
dapat
mengurangi
rasa
5.Kolaborasipemberianobat nyeri (analgesik) sesuai
4.
mengurangi
Indikasi
rasa nyeri 5.
untuk
menghilangkan rasa nyeri
2.
Gangguan
Setelah dilakukan
1.
asuhan
berbicara
perubahan
keperawatan,
2.
persepsi sensori
gangguan persepsi pendengaran klien
auditori
b/d
memandang
kaji
klien berkurang
3.
KH : pasien dapat
tanda
ketika
1.
Menunjukan
perhatian ketajaman 2.
menggunakan nonverbal
untuk
mngetahui tingkat tanda-
ketajaman
(mis. pendengaran klien
mendengar dengan
Ekspresi wajah, menunjuk,
3. membantu klien
baik. Pasien tidak
gerakan tubuh)
untuk
meminta
4.
untuk
mengulang setiap pertanyaan
anjurkan
keluarga
kepada
atau
orang
yg terdekat klien u/ tinggal
dianjurkan
mempersepsikan informasi 4.
menghindari
bersama klien
perasaan terisolasi
5. anjurkan kepada klien
klien
dan
5.
keluarga
untuk
mematuhi program terapi
mematuhi
program
akan
mempercepat proses penyembuhan
3.
Resiko b/d
lesi
infeksi Setelah dilakukan pada asuhan
liang telinga
keperawatan diharapkan
tidak
1. kaji tanda-tanda infeksi
1.
untuk
2. pantau TTV terutama
mengetahui
suhu tubuh
apakah
klien
3. ajarkan teknik aseptik mengalami infeksi
terjadi tanda-tanda pada klien
2.
infeksi
mengetahui
KH
4. cuci tangan sebelum :
tidak
memberi
untuk
asuhan keadaan
umum
terdapat
tanda- keperawatan ke klien
klien
tanda
infeksi
3. meminimalisasi
kalor,
dubor,
terjadinya infeksi
tumor, dolor dan
4.
fungsiniolasia
terjadinya infeksi
TTV dalam batas
nasokomial
normal
mencegah
Daftar Pustaka
Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1. Jakarta : EGC. Huda, A. N., & Kusuma, H. 2015. Asuhan keperawatan NANDA: NIC-NOC. Jilid 2. Jogja: Mediaction.