A. DEFINISI Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, berupa protein, karbohidrat karbohidrat dan kalori. dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga (disebut
bagian, yakni gizi buruk
kwashiorkor), karena kekurangan
karena kekurangan
karbohidrat
atau
kalori
protein (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk buruk (severe (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005). Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut disebut bergizi kurang yang bersifat bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
B.
ETIOLOGI
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi terjadinya gizi buruk, yaitu buruk, yaitu : 1. Kurangnya asupan asupan gizi dari dari makanan. Hal makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur memenuhi unsur gizi gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi dan ekonomi yaitu kemiskinan. 2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zatzat makanan zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: 1.
Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2.
Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3.
Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: 1.
Keluarga miskin
2.
Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3.
Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
C.
KLASIFIKASI
Terdapat
3
tipe
gizi
buruk
adalah
marasmus,
kwashiorkor,
dan
marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) : a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 3. Marasmik-Kwashiorkor Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
D.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut
akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan
kekurangan
neurotransmitter.
Sedangkan,
hepatomegali
terjadi
karena
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan
pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari
ginjal
untuk
reabsorpsi
natrium.
Padahal
natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008). Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri
yang
dibawa
sejak
lahir,
diduga
berpengaruh
terhadap
terjadinya
marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,
deformitas
palatum,
palatoschizis,
mocrognathia,
stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan
metabolik, misalnya
renal asidosis,
idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus i.
Urbanisasi
mempengaruhi
dan
merupakan
predisposisi
untuk
timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
F.
1.
Kelelahan dan kekurangan energy
2.
Pusing
3.
System kekebalan tubuh yang rendah
4.
Kulit kering dan bersisik
5.
Gusi mudah berdarah
6.
Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7.
Berat badan kurang
8.
Pertumbuhan yang lambat
9.
Kelemahan otot
10.
Perut kembung
11.
Tulang mudah patah
12.
Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
KOMPLIKASI
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid
menurun.
Hormon-hormon
tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008). Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan
mekanisme pertahanan
tubuh. Sehingga
mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007). 1.
Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan
sedikit saja,
pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk : a) Bahan
informasi
untuk
menilai
keadaan
gizi
baik
yang
akut,
maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan b) Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit c) 2.
Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian
status
gizi
terbagi
atas
penilaian
secara
langsung
dan
penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam. c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002). d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
H.
PENATALAKSANAAN
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. I.
Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu
rendah
laktosa
+2,5-5%
glukosa
+2%
tepung.
Secara
berangsur
ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003). 2.
Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3.
Tahap Lanjutan
Sebelum
pasien
dipulangkan,
hendaknya
ia
sudah
dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa
biasanya
secara
intravena
diberikan
bila
terdapat
tanda-tanda
hipoglikemia. b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.
J.
PENGKAJIAN
1.
Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk:
a.
Riwayat persalinan sebelumnya
b.
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c.
Kenaikan berat badan selama hamil
d.
Aktivitas
e.
Penyakit yang diderita selama hamil
f.
Obat-obatan yang diminum selama hamil
g.
Pemberian nutrisi pada bayi
h.
Kenaikan berat badan bayi dan tinggi badan
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Tanda-tanda anatomis
1)
Berat badan kurang dari 2500 gram
2)
Panjang badan kurang dari 45 cm
3)
Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4)
Lingkar dada kurang dari 30 cm
5)
Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
b.
Tanda fisiologis
1)
Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
2)
Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
Penyebabnya adalah : 1) 2)
Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna. Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3)
K.
1.
Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3. Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 4. Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
5. Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 6. Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN NO DX
1
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
TUJUAN (NOC) NOC : espiratory status : Ventilation espiratory status : Airway patency spiration Control
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan
INTERVENSI (NIC) NIC : Airway suction Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal onitor status oksigen pasien Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
dan mencegah factor Posisikan pasien untuk yang dapat memaksimalkan ventilasi menghambat jalan nafas Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Kolaborasikan pemberian bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 NOC : NIC : utritional Status : Nutrition Management utritional Status : food aji adanya alergi makanan and Fluid Intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk utritional Status : menentukan jumlah kalori dan nutrient Intake nutrisi yang dibutuhkan pasien. eight control Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe Kriteria Hasil : danya peningkatan Anjurkan pasien untuk berat badan sesuai meningkatkan protein dan vitamin dengan tujuan C eratbadan ideal sesuai erikan substansi gula dengan tinggi badan Yakinkan diet yang dimakan ampumengidentifikasi mengandung tinggi serat untuk kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi Tidk ada tanda tanda Berikan makanan yang terpilih ( malnutrisi sudah dikonsultasikan dengan ahli enunjukkan gizi) peningkatan fungsi Ajarkan pasien bagaimana membuat pengecapan dari catatan makanan harian. menelan Monitor jumlah nutrisi dan Tidak terjadi penurunan kandungan kalori berat badan yang berarti Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan dibutuhkan
3
Tidak efektifnya NOC : termoregulasi b.d ydration Ketidaktahuan dherence Behavior keluarga mengenal mmune Status masalah kesehatan nfection status isk control Risk detection
nutrisi
yang
Nutrition Monitoring B pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan onitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi onitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah onitor mual dan muntah onitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht onitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva onitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet NIC : Temperature Regulation (pengaturan suhu) Monitor suhu minimal tiap 2 jam Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
4
5
Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil : ntegritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) idak ada luka/lesi pada kulit erfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang ampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Cemas pada Setelah dilakukan keluarga tindakan keperawatan berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, Ketidaktahuan cemas pasien keluarga mengenal berkurang dengan masalah kesehatan kriteria hasil: Anxiety Control Coping
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan Berikan anti piretik jika perlu NIC : Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar indari kerutan padaa tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien onitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Anxiety Reduction Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Temani pasien untuk memberikan
Vital Sign Status Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas è teknik nafas dalam Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak tegang Mengungkapkan cemas berkurang TTV dbn TD = 110-130/ 70-80 mmHg RR = 14 – 24 x/ menit N = 60 -100 x/ menit S = 365 – 375 0C
6
Resiko infeksi b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
NOC : mmune Status Knowledge : Infection control isk control Kriteria Hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat.
keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Barikan obat untuk mengurangi kecemasan