ASUHAN KEPERAWATAN
KISTA OVARIUM
Dosen Pengampu : Siti Mulidah, Spd, S.Kep, Ns, M.Kes
Disusun Oleh :
Dicki Nanda Prasetya P17420213090
Dwi Yuli Astuti P17420213092
Erik Febri Romadoni P17420213093
Fadiah Hasanah P17420213094
Kelas : IIC
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATN PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit wanita yang bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas yang rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk gangguan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal yang terjadi pada ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kehamilan tumor ovarii yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor1 ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul. Oophorektomy adalah operasi pengangkatan dari ovarium atau indung telur. Tetapi istilah ini telah digunakan secara tradisional dalam penelitian ilmu dasar yang menggambarkan operasi pengangkatan indung telur (Wiknjosastro, 2005).
1
Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi pada tuba fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent killer. Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU, kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara, melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30–60%.
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini belum begitu ada manfaatnya termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Sebagai perawat dalam menangani masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium maka perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik penulis untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium.
RUMUSAN MASALAH
Pengertian kista ovarium ?
Apa sajakah klasifikasi kista ovarium ?
Apa penyebab kista ovarium ?
Bagaimana manifestasi klinis klien dengan kista ovarium ?
Bagaimana pathofisiologi kista ovarium ?
Bagaimana pathway kista ovarium ?
Apa komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium ?
Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan kista ovarium ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium ?
TUJUAN
Mengetahui pengertian kista ovarium
Mengetahui klasifikasi kista ovarium
Mengetahui penyebab kista ovarium
Mengetahui manifestasi klinis klien dengan kista ovarium
Mengetahui pathofisiologi kista ovarium
Mengetahui pathway kista ovarium
Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium
Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan kista ovarium
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)
Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium
Sumber : http://kistaovarium.org/
KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.
Gambar : kista ovarium fungsional
Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional
Tipe Kista Abnormal
Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
Gambar : kista corpus luteum
Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-ovarian-cysts/
Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
Gambar : kista polikistik ovarium
Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-ovarian-syndrome_06.html
ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
Nyeri saat menstruasi.
Nyeri di perut bagian bawah.
Nyeri saat berhubungan seksual.
Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
PATHWAY
Penyulit post operasi :NyeriPerdarahanInfeksi Perawatan post operasi :Obat analgetikMobilisasiPersonal hygieneOvarian cystectomySalpingo-oophorectomyKeluhan tetap :Aktivitas hormonDiscomfort Konservatif :Observasi 1-2 bulanLaparoskopi Laparatomi Kista non fungsionalKista fungsionalKista ovariumDiagnosa :Anamnesa Pemeriksaan fisikPemeriksaan penunjangTanda dan gejala :Tanpa gejalaNyeri saat menstruasiNyeri di perut bagian bawahNyeri saat berhubungan seksualNyeri saat berkemih atau BABSiklus menstruasi tidak teraturGangguan reproduksiEtiologi : Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteronPertumbuhan folikel tidak seimbangDegenerasi ovariumInfeksi ovarium
Penyulit post operasi :
Nyeri
Perdarahan
Infeksi
Perawatan post operasi :
Obat analgetik
Mobilisasi
Personal hygiene
Ovarian cystectomy
Salpingo-oophorectomy
Keluhan tetap :
Aktivitas hormon
Discomfort
Konservatif :
Observasi 1-2 bulan
Laparoskopi
Laparatomi
Kista non fungsional
Kista fungsional
Kista ovarium
Diagnosa :
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Tanda dan gejala :
Tanpa gejala
Nyeri saat menstruasi
Nyeri di perut bagian bawah
Nyeri saat berhubungan seksual
Nyeri saat berkemih atau BAB
Siklus menstruasi tidak teratur
Gangguan reproduksi
Etiologi :
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
Pertumbuhan folikel tidak seimbang
Degenerasi ovarium
Infeksi ovarium
Komplikasi : Pembenjolan perutPola haid berubahPerdarahanTorsio (putaran tangkai)InfeksiDinding kista robekPerubahan keganasan
Komplikasi :
Pembenjolan perut
Pola haid berubah
Perdarahan
Torsio (putaran tangkai)
Infeksi
Dinding kista robek
Perubahan keganasan
Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)
KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya:
Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
Akibat komplikasi kista ovarium
Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :1)
Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium
Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-penyakit-kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html
Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
PENATALAKSANAAN
Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23) yaitu:
Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM
PENGKAJIAN
Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Data subyektif
Identitas pasien
Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru dengan pasien-pasien lain.
Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa reproduksi.
Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai gangguan reproduksi.
Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien.
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya.
Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai uangkapan.
Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita.
Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan dengan menstruasi.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
Pemeriksaan umum
Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau tidak.
Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak.
Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak.
Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut.
Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.
Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal.
Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
Pemeriksaan khusus
Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.
Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu.
Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar meliputi:
Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).
Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).
Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83).
Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan singkatan dari:
S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium adalah :
Pre Operasi
Nyeri akut b.d agen cedera biologi
Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
Nyeri akut b.d agen cedera biologi
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
INTERVENSI
Pre Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2.
Kecemasan bd diagnosis dan pembedahan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi terkontrol
NOC :
Anxiety control
Coping
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
Post Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Nyeri akut b.d agen injuri fisik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2.
Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapakan infeksi terkontrol
NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
3.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.
NOC : Mobilitas
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
NIC :
Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women's Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta : Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor