LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
Oleh : SONY NPM : 1614901210787
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS BANJARMASIN, 2017
1
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
I.
Konsep Penyakit Epilepsi
1.1 Definisi Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan spontan yang berulang (Satyanegara dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).
1.2 Etiologi Sebagian besar epilepsi pada anak ialah epilepsy idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsy simtomatik akut, dan epilepsy pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat perinatal atau antenatal. Tabel Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal Cedera lahir intrakranial Infeksi akut Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin) Malformasi kongenital Gangguan genetic
Anak (2- 12 th)
Idiopatik Infeksi akut Trauma Kejang demam
Remaja (12- 18 th)
Idiopatik Trauma Gejala putus obat dan alcohol Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th)
Trauma Alkoholisme Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35)
Tumor otak Penyakit serebrovaskular Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatic) Alkoholisme
2
1.3 Tanda Gejala 1.3.1
Manifestasi dari epilepsi, yaitu: (Turana, 2007) 1.3.1.1 Sawan parsial (kesadaran tetap normal) a. Gejala motorik 1. Tidak menjalar 2. Dan menjalar b. Gejala somatosensoris (rasa kesemutan dan seperti ditusuk-tusuk) 1. Terlihat cahaya 2. Terdengar sesuatu 3. Terkecap sesuatu 4. vertigo c. Pucat, berkeringat d. Gejala psikis (gangguan fungsi luhur) 1. Disfagsia (ganggua bicara) 2. Dimensia ( gangguan proses ingatan) 3. Halusinasi 1.3.1.2 Sawan umum (konvulsif atau non Konvulsif) a. Sawan lena (kegiatan yang dikerjakan tiba-tiba terhenti) b. Sawan lena tak khas (gangguan tonus yg jelas bangkitan dan mendadak. c. Sawan Mioklonik (terjadi kontraksi mendadak, sebentar,kuat, lemah, dan dapat dijumpai pada seumur hidup d. Sawan Klonik (gerakan menyentak, lambat dan dapat dijumpai terutama sekali pada anak. e. Sawan tonik (otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas. f.
Sawan tonikl-klinik (serangan dapat diawali dengan aura,yaitu pasien mendadak jatuh pingsan, dan otot otot seluruh badan kaku.
g. Sawan Atonik (otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh)
1.4 Patofisiologi Epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik/toksik,
yang selanjutnya menyebabkan
terlepasnya muatan listrik dari sel syaraf tersebut. Beberapa penyidikan menunjukan peranan asetilkolin sebagian zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila 3
asetilkolon sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin, daripada dalam otak sehat. Pada tumor serebri/adanya sikatrik setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri/trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel syaraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simtomatik. Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrephalic. Inti ini merupakan terminal dari lintasan asenden aspesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf yang memelihara kesadaran untuk menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang. Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mensenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang- kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.
1.5 Pemeriksaan Penunjang 1.5.1
CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
1.5.2
Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.
1.5.3
Magnetik Resonance Imaging (MRI).
1.5.4
Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
1.6 Komplikasi Menurut (Pinzon, 2007) komplikasi yang mungkin timbul akibat epilepsi antara lain: cedera kepala, cedera mulut, luka bakar dan fraktur.
4
1.7 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial. 1.7.1.1 Pengobatan medikamentosa 1.7.1.2 Pengobatan Psikososial Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarakat secara normal.
1.7.1.3 Penatalaksanaan status epileptikus 1.7.1.4 Perawatan pasien yang mengalami kejang : a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi b. Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras. c. Lepaskan pakaian yang ketat d. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang. e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur. f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit. g. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini. h. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap lingkungan. 5
1.8 Patofisiologi Idiopatik, herediter, trauma, kelahiran, infeksi perinatal, meningitis
Sistem saraf
Hilang tonus otot
Kerusakan mobilitas fisik
Petitmal
Akimetis
Mylonik
Keadaan lemah dan tidak sadar
Kontraksi tidak sadar yang mendadak
Perubahan status kesehatan
Aktivitas kejang
Hipoksia
Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat
Isolasi sosial Defisiensi pengetahuan
Jatuh
Resiko cedera
Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf
Epilepsi
Kerusakan memori Ketidakmampuan koping keluarga
Pengobatan, keperawatan, keterbatasan
Defisiensi pengetahuan Ansietas
Penyakit kronik
Psikomotor
Grandmal
Perubahan proses keluarga
Gangguan neurologis
Gangguan perkembangan
Gangguan respiratori
Spasme otot pernapasan
Obtruksi trakheobronkial
Ketidakefektipan bersihan jalan napas
6
Hilang kesadaran
II.
Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Epilepsi
2.1 Pengkajian 2.1.1 Riwayat Kesehatan 2.1.1.1 Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. 2.1.1.2 Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi selama serangan). 2.1.1.3 Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik). 2.1.1.4 Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak. 2.1.1.5 Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik. 2.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data Fokus 2.1.2.1 Keadaan Umum a. Pemeriksaan Persistem 1. Sistem Persepsi dan Sensori Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otototot sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya. 2. Sistem Persyarafan a) Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena? Disertai komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai. b) Proses Serangan: Apakah pasien letargi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memar, luka gores).
7
3. Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam) 4. Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung 5. Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea 6. Sistem Integumen: adakah memar, luka gores 7. Sistem Reproduksi 8. Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang 2.1.3.1 CT Scan . 2.1.3.2 Elektroensefalogram (EEG) . 2.1.3.3 Magnetik Resonance Imaging (MRI). 2.1.3.4 Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d spasme jalan napas, obstruksi trakeobronkial 2.2.1 Definisi Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan, untuk mempertahankan kebersihan jalan napas 2.2.2 Batasan karakteristik 2.2.2.1 Tidak ada batuk 2.2.2.2 Perubahan frekwensi napas 2.2.2.3 Perubahan irama napas 2.2.2.4 Sianosis 2.2.2.5 Kesulitan berbicara 2.2.2.6 Dispneu 2.2.2.7 Sputum dalam jumlah yang berlebihan 2.2.2.8 Dispnea 2.2.2.9 Peningkatan diameter anterior-posterior 2.2.2.10 Batuk yang tidak efektif 2.2.2.11 Gelisah 2.2.3
Faktor yang berhubungan 2.2.3.1 Obstruksi jalan napas -
Spasme jalan napas
-
Mukos dalam jumlah berlebihan
-
Eksudat dalam jalan alveoli
-
Sekresi dalam bronki 8
Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kendali dan masa otot, gangguan sensori perceptual 2.2.4
Definisi Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
2.2.5
Batasan Karakteristik 2.2.5.1 Penurunan waktu reaksi 2.2.5.2 Kesulitan membolak-balik posisi 2.2.5.3 Perubahan cara berjalan 2.2.5.4 Gerakan bergetar 2.2.5.5 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus, kasar 2.2.5.6 Keterbatasan rentang pergerakan sendi 2.2.5.7 Ketidakstabilan postur 2.2.5.8 Pergerakan lambat
2.2.6
Faktor Yang berhubungan 2.2.6.1 Penurunan kendali otot 2.2.6.2 Penurunan masa otot 2.2.6.3 Keterlambatan perkembangan 2.2.6.4 Gangguan sensori perceptual
Diagnosa 3 : Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi penatalaksanaan kejang 2.2.7 Definisi Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik te rtentu 2.2.8 Batasan Karakteristik 2.2.8.1 Perilaku hiperbola 2.2.8.2 Ketidakakuratan mengikuti perintah 2.2.8.3 Pengungkapan masalah 2.2.8.4 Perilaku tidak tepat (misal agitasi, histeria, bermusuhan, apatis) 2.2.9 Faktor yangberhubungan 2.2.9.1 Keterbatasan kognitif 2.2.9.2 Salah interpretasi informasi
Diagnosa 4 : Resiko Cedera 2.2.10 Definisi Berisiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu
9
2.2.11 Faktor Resiko 2.2.11.1. Ekternal a. Biologis (mis., tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme) b. Zat kimia (mis., racun, polutan, obat, agens farmasi, alkohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna) c. Manusia (mis., agens nosokomial, pola ketenagaan, atau faktor kognitif, afektif, dan psikomotor) d. Cara pemindahan/transpor e. Nutrisi (mis., vitamin, jenis makanan) f. Fisik (mis., desain, struktur, dan pengaturan komunitas, bangunan, dan atau peralatan) 2.2.11.2 Internal a. Profil darah yang abnormal (mis., leukositosis/leukopenia, gangguan faktor koagulasi, trombositopenia, sel sabit, talasemia, penurunan hemoglobin) b. Disfungsi biokimia c. Usia perkembangan (fisiologis, psiko-sosial) d. Disfungsi efektor e. Disfungsi imun-autoimun f. Disfungsi integratif g. Malnutrisi h. Fisik (mis., integritas kulit tidak utuh, gangguan mobilitas) i. Psikologis (orientasi afektif) j. Disfungsi sensorik k. Hipoksia jaringan
2.2
Perencanaan Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Nursing Outcome (NOC) Setelah
dilakukan
tindakan
Nursing Income (NIC) 1
keperawatan selama 1 x 2 jam pasien menunjukkan
keefektifan
jalan
2
nafas, dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk
3
Monitor respirasi dan status
Rasional 1
Penurunan saturasi o2 dapat
oksigen pasien
menunjukan
Auskultasi suara napas, catat
status keshatan pasien yang
adanya suara tambahan
dapat
Buka
jalan
napas,
gunakan
perubahan
mengakibatkan
terjadinya hipoksia
efektif dan suara napas yang
teknik chin lift atau jaw thrust
2
Mengetahui
bersih, tidak ada sianosis dan
bila perlu
napas
adanya
tambahan
dan
dyspneu
4
Pasang mayo bila perlu
keefektifan
Menunjukkan jalan napas yang
5
Atur posisi pasien
untuk memenuhi kebutuhan
paten ( irama napas, frekwenasi
6
Lakukan fisioterapi dada jika
o2 pasien
pernapasan normal, tidak ada
perlu
3 10
jalan
suara
napas
Jalan napas yang paten
suara napas abnormal )
7
TTV dalam rentang normal 8
9
Keluarkan sekret dengan batuk
dapat
atau suction
kebutuhan
o2
cairan
jaringan
tubuh
mengoptimalkan keseimbangan
adekuat
Atur
intake
untuk
Berikan oksigen
10 Berikan bronkodilator jika perlu
memberikan di
semua secara
4
Membebaskan jalan napas
5
Posisi
memaksimalkan
ekspansi paru 6
Membantu
mengeluarkan
sekret 7
Mencegah obstruksi
atau
aspirasi. 8
Mengencerkan sekret
9
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
serta
kebutuhan
memenuhi
oksigen
dalam
tubuh 10 Meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial sehingga tahanan
menurunkan terhadap
aliran
udara
Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik Nursing Outcome (NOC) Setelah
dilakukan
keperawatan selama
tindakan
Nursing Income (NIC) 1
3 x 24 jam
Klien
meningkat
pasien saat latihan 2
dalam
aktivitas fisik
3
Memverbalisasikan
perasaan
Memperagakan alat
bantu
(walker )
untuk
1
mobilisasi
memberikan
Ajarkan
pasien
3
5
Dampingi dan bantu saat
4
alat
bantu
Konsultasikan
pasien
5
fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
11
6
ADLs
pasien
dapat
terpenuhi dengan alat bantu
jika
terapi
Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi
7 dengan
waktu
penyembuhan
diperlukan 7
terjadinya
Penanganan yang tepat dapat mempercepat
mobilisasi dan bantu
Berikan
informasi
iskemia
secara
penuhi kebutuhan ADLs pasien 6
dapat
Dengan ambulasi dini pasien menurunkan
Latih pasien dalam pemenuhan ADLs
dan
mengenai pemulihan
bagaimana
mandiri sesuai kemampuan
mobilisasi
mengidentifikasikan
kelemahan
kebutuhan
penggunaan
Untuk
Kaji kemampuan pasien dalam
bantuan jika diperlukan 4
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2
merubah posisi dan berikan
dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Monitoring vital sign sebelum/ sesudah latihan dan lihat respon
diharapkan kerusakan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil :
Rasional
Untuk membantu mobilitas pasien
Diagnosa 3 : Defisiensi pengetahuan Nursing Outcome (NOC) Setelah
dilakukan
tindakan
Nursing Income (NIC) 1
Kaji
keperawatan selama 1 x 20 menit diharapkan
pasien
dan
keluarga
pengetahuan
Rasional
pasien,
keluarga tentang penyakit 2
Jelaskan
tentang
proses
penyakit (tanda dan gejala),
program
identifikasi
serta
therapi
penyebab.Jelaskan
pasien saat ini
Pasien
dan
keluarga
menyatakan
pemahaman
3
Jelaskan
tentang penyakit
kondisi
tentang
program
pengobatan
Pasien dan keluarga mampu
4
Diskusikan
hidup yang mungkin digunakan
dijelaskan secara benar
untuk mencegah komplikasi di
Pasien dan keluarga mampu
masa yang akan datang dan atau
menjelaskan kembali apa yang
proses pengontrolan penyakit
perawat/tim
5
penjelasan
Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan
3
Mempermudah intervensi
4
Mencegah
keparahan
penyakit 5
gaya
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan
2
Memberi gambaran tentang pilihan
perubahan
dalam
kepada pasien dan keluarga
kemungkinan
yang diberikan dengan kriteria hasil :
Mempermudah memberikan
mengerti proses penyakitnya dan perawatan
1
terapi
yang
digunakan 6
Membantu dalam program pengobatan
7
Mengevaluasi
pemahaman
pasien dan keluarga
Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
kesehatan lainnya 6
Eksplorasi sumber
kemungkinan yang
bisa
digunakan/mendukung 7
Tanyakan kembali pengetahuan klien
dan
keluarga
tentang
penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan
Diagnosa 4 : Resiko Cedera Nursing Outcome (NOC) Setelah keperawatan diharapkan
dilakukan selama risiko
Nursing Income (NIC)
asuhan 1. Sediakan lingkungan yang aman 1
x2
cidera
jam
untuk pasien
Rasional 1. Mencegah
terjadinya
cedera.
dapat
diminimalisir dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi kebutuhan keamanan
2. Menentukan
kebutuhan
Klien terbebas dari cedera
pasien, sesuai dengan kondisi
pasien terhadap keamanan
Klien
menjelaskan
fisik dan fungsi kognitif pasien
dan menentukan intervensi
cara/metode untuk mencegah
dan riwayat penyakit terdahulu
yang tepat.
injury/ cedera
pasien
Klien faktor
mampu
mampu
resiko
dari
lingkungan/perilaku personal
Mampu
memodifikasi
gaya
hidup untuk mencegah injury
Menggunakan kesehatan yang ada
3. Mencegah
menjelaskan
fasilitas
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya
Cedera
akibat
saat
klien
benturan
mengalami kejang.
memindahkan perabotan) 4. Agar pasein 4. Bimbing pasien dan keluarga
dan
memahami
untuk mengenal respon tubuh
tubuh
dan tanda – tanda pasien apabila
kejang
kejang dirasa akan terjadi
menyerang.
12
mengetahui
dan
respon
tanda-tanda
yang
akan
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
5. Mencegah kejang berulang
obat- obatan anti epilepsi
III.
Daftar Pustaka
Copel, L.C. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC. Nurarif, Amin.Huda., & Kusuma, Hardhi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan : Berdasarkan Penerapan Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction. Pinzon, Rizaldy. 2007. Dampak epilepsi pada aspek kehidupan penyandangnya. SMF Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia. Sri D, Bambang. 2007. Epilepsi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf PSIK UNSOED.
Palangka Raya,
Desember 2017
Preseptor Klinik
...................................
13