LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN KEJANG DEMAM
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9o−40,0oC). Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan neurologik. (Muscari, 2005) Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. (Meadow, 2005) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara antara usia 6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008) Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9o − 40,0oC) namun tanpa adan ya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan – bulan – 5 5 tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam.
B. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak ada tanda-tanda defisit
neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar sepertiga akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam berulang). (Meadow, 2005) Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam antara lain : a. Demam itu sendiri b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak). c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi. d. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas. f.
Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial. a.
b.
Intrakranial meliputi : 1)
Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler.
2)
Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
3)
Congenital : disgesenis, kelainan serebri
Ekstrakranial meliputi: 1)
Gangguan
metabolik:
hipoglikemia,
hipokalsemia,
hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya. 2)
Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat.
3)
Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin.
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu : 1) Riwayat kejang dalam keluarga 2) Usia kurang dari 18 bulan
3) Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang. 4) Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
C. POHON MASALAH Terlampir
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain : 1.
Suhu tubuh > 38⁰c
2.
Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3.
Sifat bangkitan dapat berbentuk :
Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
4.
Tonik Klonik
Akinetik : tidak melakukan gerakan
Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
E.
KLASIFIKASI
Adapun klaisifikasi dari kejang demam adalah seb agai berikut : a.
Kejang Parsial (Fokal, Lokal) 1) Kejang Parsial Sederhana Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombin asi dari hal-hal berikut :
a)
Tanda motorik – kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang, dan dapat menjadi merata.
b)
Tanda dan gejala otomatis – muntah, berkeringat, wajah merah, dilatasi pupil.
c)
Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus – mendengar suara musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
d)
Gejala-gejala fisik – déjă vu (sepertiga siaga), ketakutan, penglihatan panoramik. (Betz, 2009)
2) Kejang Parsial Kompleks a)
Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu kejang parsial sederhana.
b)
Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis – bibir mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan lainnya.
c) b.
Dapat tanpa otomatisme – tatapan terpaku. (Betz, 2009)
Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif) 1) Kejang Lena a)
Gangguan kesadaran dan keresponsifan.
b)
Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang dari 15 detik.
c)
Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan mempunyai perhatian penuh.
d)
Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)
2) Kejang Mioklonik a)
Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan involunter.
b)
Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan tungkai secara sinkron.
c)
Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.
d)
Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat kesadaran singkat. (Betz, 2009)
3) Kejang Tonik-klonik (grand mal) a)
Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.
b)
Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.
c)
Tidak ada respirasi dan sianosis.
d)
Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas atas dan bawah.
e)
Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009)
4) Kejang Atonik a)
Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke tanah.
b) 5)
F.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)
Status Epileptikus a)
Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.
b)
Kesadaran antara kejang tidak didapat.
c)
Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.
d)
Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)
KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam : a)
Pneumonia aspirasi
b)
Asfiksia
c)
Retardasi mental
G. PENATALAKSANAAN
1.
Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
Circulation : nilai denyut nadi
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental lainnya Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU: A : sadar (alert) V : memberikan reaksi pada suara (voice) P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain) U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah : a)
Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat kejang
b)
Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
c)
Bebaskan jalan nafas dengan segera :
Buka seluruh pakaian klien
Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d)
Oksigenasi segera secukupnya
e)
Observasi ketat tanda-tanda vital
f)
Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g)
Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN KEJANG DEMAM
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) : 1.
Riwayat Kesehatan : a.
Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b.
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c.
Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks,
Faringiks,
brontrope,
umoria,
morbilivarisela dan campak. d.
2.
Adanya riwayat trauma kepala
Pengkajian Fisik Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah : A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls
radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
Hipotalamus
menginterpretasikan
impuls
menjadi
demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam
adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Tindakan yang dilakukan : - Semua pakaian ketat dibuka - Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen - Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Evaluasi : - Inefektifan jalan nafas tidak terjadi - Jalan nafas bersih dari sumbatan - RR dalam batas normal - Suara nafas vesikuler
B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama
misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan : - Mengatasi kejang secepat mungkin - Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. - Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen Evaluasi : - RR dalam batas normal - Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia
C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. Tindakan yang dilakukan : - Mengatasi kejang secepat mungkin - Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : - Semua pakaian ketat dibuka - Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung - Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen - Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen Evaluasi : - Tidak terjadi gangguan peredaran darah - Tidak terjadi hipoxia - Tidak terjadi kejang - RR dalam batas normal
Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain : a.
Tanda-tanda vital
b.
Status hidrasi
c.
Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d.
Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
e.
Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f.
Adanya kelemahan dan keletihan
g.
Adanya kejang
h.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
darah
ditemukan
adanya
peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3.
Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) : a.
Fungsi lumbal
b.
Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c.
Bila perlu : CT-scan dan EEG
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d metabolism meningkat ditandai dengan suhu tubuh makin meningkat 2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak akibat kerusakan sel neuron otak,hipoksia dan edema cerebral ditandai dengan TIK meningkat, sakit kepala, kejang 3. Risiko cedera b.d ketidakefektifan orientasi, kejang 4. Risiko aspirasi b.d penurunan tingak kesadaran,penurunan reflek menelan
C. INTERVENSI No
1
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
(NOC)
(NIC)
Diagnosa Keperawatan
Hipertermia
NOC :
NIC :
Vital Sign
Temperature Regulation
1. Suhu
tubuh
dalam
rentang
normal (36,50C – 37,50C) 2. Denyut jantung normal (60-100
, sesuai kebutuhan 2. Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan
x/menit)
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan
3. Irama jantung normal 4. Tingkat
1. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
pernapasan
dalam
rentang normal (16-20 x/menit)
6. Tekanan darah sistolik dalam normal
(90-120
dan gejala dari hipertermia 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
mmHg) 7. Tekanan darah diastolik dalam rentang normal (70-90 mmHg) 8. Kedalaman
4. Monitor suhu dan warna kulit 5. Monitor dan laporkan adanya tanda
5. Irama napas vesikuler
rentang
respirasi, sesuai kebutuhan
inspirasi
rentang normal
dalam
7. Instruksikan mencegah
pasien keluarnya
bagaimana panas
dan
serangan panas 8. Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan
R isk Control: H yperthermia 1. Mampu mengidentifikasi factor risiko hipertermia
1.
2. Mampu mengenali faktor risiko individu terkait hipertermia 3. Mampu
Fever Treatment
mengenali
Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
2. Monitor warna kulit dan suhu
kondisi
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari
tubuh yang dapat mempercepat
perubahan kehilangan cairan yang tak
produksi panas
dirasakan
4. Mampu memonitor lingkungan terkait
factor
yang
meningkatkan suhu tubuh
usia dengan suhu tubuh
sekitar
untuk
mengontrol suhu tubuh
status tubuh memodifikasi
cairan sesuai kebutuhan
demam (yaitu : memberikan selimut hangat
untuk
menyediakan
7. Mampu memonitor perubahan
8. Mampu
5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung pada fase
memodifikasi
lingkungan
antipiretik, agen antibakteri, dan agen anti menggigil )
5. Mampu mengetahui hubungan
6. Mampu
4. Beri obat atau cairan IV (misalnya,
fase
pakaian
atau
;
linen
tempat tidur ringan untuk demam dan fase bergejolak /flush)
intake
dingin
6. Dorong konsumsi cairan
9. Mampu memodifikasi aktivitas fisik untuk mengontrol suhu tubuh 2
Risiko
Ketidakefektifan
Jaringan Otak
Perfusi
NOC :
Cerebral perfusion promotion
Tissue Perfusion: Cerebral
1. Tekanan darah (sistolik dan diastolik) dalam batas normal 2. MAP dalam batas normal 3. Sakit kepala berkurang/hilang 4. Tidak gelisah 5. Tidak mengalami muntah 6. Tidak mengalami penurunan kesadaran
1. Konsultasi
dengan
dokter
untuk
menentukan parameter hemodinamik, dan mempertahankan hemodinamik dalam rentang yg diharapkan 2. Monitor MAP 3. Berikan agents yang memperbesar volume intravaskuler misalnya (koloid, produk darah, atau kristaloid) 4. Konsultasi
dengan
dokter
untuk
mengoptimalkan posisi kepala (15-30 derajat) dan monitor respon pasien terhadap pengaturan posisi kepala 5. Berikan
calcium
channel
blocker,
vasopressin, anti nyeri, anti coagulant, anti platelet, anti trombolitik 6. Monitor nilai PaCO2, SaO2 dan Hb dan cardiac out put untuk menentukan status pengiriman oksigen ke jaringan
3
Risiko Aspirasi
NOC
NIC
Respiratory Status
Respiratory Monitoring
1. Frekuensi pernapasan normal (16-20x/menit)
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
2. Irama pernapasan teratur
2. Catat
pergerakan
dada,
catat
3. Kedalaman pernapasan normal
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
4. Mampu untuk mengeluarkan
otot bantu nafas, dan retraksi pada otot
secret
supraclaviculas dan interkosta
Respiratory Status : Airway Patency
1. Frekuensi pernapasan normal
ngorok atau mengi 4. Monitor
(16-20x/menit) 2. Irama pernapasan teratur 3. Kedalaman inspirasi normal 4. Suara auskultasi nafas vesikuler 5. Kepatenan jalan nafas ada 6. Volume tidal normal (380 ml untuk wanita dan 500 ml untuk
bradipneu,
pola
nafas
(misalnya,
takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic) 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti, SaO 2, SvO2, SpO2) sesuai dengan protokol yang ada
pria) 7. Pencapaian
3. Monitor suara nafas tambahan seperti
tingkat
spirometri 8. Kapasitas vital
insentif
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak
9. Saturasi oksigen normal (95%100% 10. Tes faal paru
adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan 8. Monitor nilai fungsi paru, terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama
1
detik
(FEV1),
dan
FEV1/FVC sesuai dengan data yang tersedia 9. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal 10. Catat perubahan pada saturasi O 2, volume tidal akhir CO 2, dan perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat , Trans info Media, Jakarta Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit , EGC, Jakarta Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN KEJANG DEMAM
OLEH NI LUH PUTU MEGA WIJAYANTHI NIM.P07120215060
3B – DIV KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN DENPASAR 2018
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN KEJANG DEMAM
OLEH NI LUH PUTU MEGA WIJAYANTHI NIM.P07120215060
3B – DIV KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN DENPASAR 2018
KUMPULAN RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
OLEH NI LUH PUTU MEGA WIJAYANTHI NIM.P07120215060
3B – DIV KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN DENPASAR 2018
Klungkung
2018
Mengetahui Pembimbing Klinik/CI
( NIP.
Mahasiswa
)
( NIM.
Clinical Teacher/CT
( NIP.
)
)