KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran – ukuran ukuran tubuh yang meliputi BB, TB, LK, LD, dan lain-lain atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada semua sistem organ tubuh. (Vivian nanny, 2010). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitas, yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas, serta bersifat konkret yang men yangkut ukuran dan struktur biologis (Mansur, 2009). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan (Soetjiingsih, 2005). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system organ tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system organ tubuh (Vivian nanny, 2010) Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak, gerak halus, bicara dan bahasa serta
berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak. d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan Anak sehat, bertambah umur, bertambah besar dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya. e. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan Tahap-tahap perkembangan tidak bisa menjadi terbalik. f.
Perkembanagn mempunyai pola yang tetap Perkembangan fungsi organ tubuh mempunyai dua pola, yaitu pola sefalokaudal dan pola proksimodistal.
1. Prinsip – Prinsip – prinsip prinsip tumbuh kembang. a. Perkembangan
merupakan
hasil
proses
kematangan
dan
belajar
kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha melalui belajar.Anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan pola potensi yang dimiliki anak.
berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak. d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan Anak sehat, bertambah umur, bertambah besar dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya. e. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan Tahap-tahap perkembangan tidak bisa menjadi terbalik. f.
Perkembanagn mempunyai pola yang tetap Perkembangan fungsi organ tubuh mempunyai dua pola, yaitu pola sefalokaudal dan pola proksimodistal.
1. Prinsip – Prinsip – prinsip prinsip tumbuh kembang. a. Perkembangan
merupakan
hasil
proses
kematangan
dan
belajar
kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha melalui belajar.Anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan pola potensi yang dimiliki anak.
Anak yang dilahirkan dari ras / bangsa Amerika maka ia tidak memiliki faktor hereditas ras / bangsa Indonesia atau sebalikn ya. b. Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus. c. Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupannya. d. Jenis kelamin Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki – laki – laki. laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak lakilaki akan lebih cepat. e. Genetik Genetic (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang bepengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil. f. Kelainan kromosom
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan begian – bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengambil sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
E. Teori Tumbuh Kembang 1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan. Fase Oral
dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku. b. Fase Anal Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik. c. Fase Falik Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal dengan
Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si anak. e. Fase Genital Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas. 2. Teori tumbuh Kembang Erik Erikson Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis.
Ia melihat
perkembangan
adanya
psikologis
dan
suatu
keteraturan
pertumbuhan
fisis.
yang
sama
Erikson
antara
membagi
perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya menjadi 8 fase dengan brbagai tugas
harus diselesaikan pada setiap fase. Lima fase pertama
banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesifkompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid. c. Masa Bermain Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada umur
ini
sangat
aktif
dan
banyak
bergerak.
Ai
mulai
belajar
mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai berkembang pula dan bersama temannya mulai belajar merencanakan suatu permainan dan melakukannya dengan gembira. d. Masa Sekolah Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar bersama. e. Masa Remaja Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis
fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya. b. Fase Pra-operasional (2-7 tahun) Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif. Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa. c. Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun) Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan temantemannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya sendiri. d. Fase Operasional Formal (11-16 tahun) Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf kemampuan
berfikir
orang
dewasa.
Tercapainya
kemampuan
ini
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEJANG DEMAM
A. DEFINISI Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Cecily L. Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002) Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 2006). Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi akibat cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wong’s, edisi 6, 2009)
B.
ETIOLOGI
a) Kesadaran tidak terganggu b) Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh c) Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil 2. Kejang parsial kompleks a) Terdapat gangguan kesadaran b) Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan. b. Kejang umum (konvulsif atau non konvulsif) 1. Kejang absens a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas b) Tatapan terpaku kurang dari 15 detik c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada d) Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18 tahun 2. Kejang mioklonik a) Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak b) Sering terlihat pada orang sehat saat tidur
a) Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan 5. Status epileptikus a) Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang b) Anak tidak sadar kembali diantara kejang c) Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia d) Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
D. PATOFISIOLOGI Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
berlangsung
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
E.
PATHWAY Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh Gangguan keseimbangan membran sel neuron
Difusi Na dan Ca berlebih Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih kejang
parsial
umum
F.
TANDA DAN GEJALA 1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral 2. Mata terbalik ke atas 3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal 4. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit 5. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd), 0
6. Suhu 38 C atau lebih.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Penanganan fase akut (Mansjoer A.,dkk, 2000) 1. Hentikan kejang segera
Pemberian antipiretik (jika terjadi hiperpireksia)
Pemberian diazepam a) IV: 0.3-0.5mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/ menit dengan
Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital (IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln1thn: 50mg, usia >1thn 75mg. Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB (IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fentolin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. b. Maintenance anti kejang Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital (IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln-1thn: 50mg, usia >1thn 75mg. 4 jam kemudian berikan fenobarbital untuk 2 hari pertama 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek samping dapat berupa hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan. Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB (IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus
Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5˚C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia. 2) Profilaksis terus menerus. Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 k riteria (termasuk poin 1 dan 2) : 1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. EEG: untuk membantu menentukan jenis dan fokus dari kejang. b. CT-Scan: mendeteksi perbedaan perapatan jaringan. c. MRI: memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak terlihat dengan CTScan d. Labolatorium: elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, darah lengkap, kadar obat dalam serum e. LP: mendeteksi tekanan abdnormal dari CSS. f. PET (positron emission tomography): mendemonstrasikan perubahan metabolic (mis: penurunan metabolism glukosa pada sisi lesi). (Betz, Cecily L, dkk. 2002.)
I.
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a.
Identitas : umur, alamat
b.
Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :
c.
Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia) 2) Pemeriksaan persistem a)
Sistem persepsi sensori : Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin,
sianosis
perifer e) Sistem gastrointestinal : Mulut : membran mukosa lembab / kering Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
j.
Pola hubungan dan peran
k. Pola seksual dan reproduksi l.
Pola percaya diri dan konsep diri
2. Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolic b. Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran c. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan d. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena dan arteri. e. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasional
3. Intervensi Keperawatan No
1.
Diagnosa Keperawatan Hipertermi b.d, pening-katan metabolik, viremia
Batasan karakteristik : Suhu tubuh > normal Kejang Takikardi Respirasi meningkat Diraba hangat Kulit memerah
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam suhu badan pasien normal, dengan kriteria : Termoregulasi (0800) 1. Suhu kulit normal 2. Suhu badan 35,9˚-37,3˚C 3. Tidak ada sakit kepala / pusing 4. Tidak ada nyeri otot 5. Tidak ada perubahan warna kulit 6. Nadi, respirasi dalam batas normal 7. Hidrasi adequate 8. Pasien menyatakan nyaman 9. Tidak menggigil 10. Tidak iritabel / gra-gapan / kejang
Intervensi Mengatur Demam (3900 ) Monitor suhu sesuai kebutuhan Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi Monitor suhu dan warna kulit Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertertermi Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi Berikan antipiretik sesuai advis dokter Mengobati Demam (3740) 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan 2. Monitor IWL 3. Monitor suhu dan warna kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi 5. Monitor derajat penurunan kesadaran 6. Monitor kemampuan aktivitas 7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb 8. Monitor intake dan output 9. Monitor adanya aritmia jantung 10. Dorong peningkatan intake cairan 11. Berikan cairan intravena 12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin 13. Dorong atau lakukan oral hygiene
19
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien menggigil / kejang 15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam 16. Berikan oksigen 17. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila. 18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut 19. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat Manajemen Lingkungan (6480) 1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi 2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman 3. Batasi pengunjung Mengontrol Infeksi (6540) 1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan 2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan kegiatan perawatan klien 4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP 5. Berikan perawatan kulit di area yang odema 6. Dorong klien untuk cukup istirahat 7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik 8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis
20
dokter 2.
Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam klien tidak mengalami aspirasi, dengan kriteria :
Faktor Resiko Penurunan reflek batuk Penurunan kesadaran Gangguan menelan Produksi secret meningkat Dispneu
Respiratory status : ventilation (0403) 1. Respirasi dalam rentang normal 2. Ritme dalam batas normal 3. Ekspansi dada simetris 4. Tidak ada sputum 5. Tidak ada penggunaan otototot tambahan 6. Tidak ada retraksi dada 7. Tidak ditemukan dispneu 8. Dispneu saat aktivitas tidak ditemukan 9. Napas pendek-pendek tidak ditemukan 10. Tidak ditemukan taktil fremitus 11. Tidak ditemukan suara napas tambahan
Memonitor Respirasi (3350) 1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas 2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi 3. Monitor crowing, suara ngorok 4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe 5. Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan 6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau krakles 7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger 8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif 9. Catat karakteristik dan durasi batuk 10. Monitor secret di saluran napas 11. Monitor adanya krepitasi 12. Monitor hasil roentgen thorak 13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu 14. Resusitasi bila perlu 15. Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi inhalasi) Membersihkan Jalan Nafas (3160) 1. Pastikan kebutuhan suctioning 2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
21
Respiratory status : gas exchange (0402) 1. Status mental dalam batas normal 2. Bernapas dengan mudah 3. Gelisah tidak ditemukan 4. Tidak ada sianosis 5. Tidak ada somnolent
suctioning 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Meminta klien napas dalam sebelum suctioning 5. Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk memfasilitasi suctioning na-sotrakheal 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan 7. Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakheal 8. Monitor status oksigen pasien 9. Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan bradikardi Manajemen Jalan Nafas ( 3140) 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan napas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas tambahan 8. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu 9. Monitor respirasi dan status oksigen
22
Mencegah Aspirasi (3200) 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek dan kemampuan menelan 2. Monitor status paru-paru 3. Pertahankan airway 4. Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed, dan suction sebelum makan 5. Beri makanan dalam jumlah kecil 6. Pasang NGT bila perlu 7. Cek posisi NGT sebelum memberikan makan 8. Cek residu sebelum memberikan makan 9. Hindari pemberian makanan jika residu banyak 10. Libatkan keluarga selama pemberian makan 11. Potong makanan menjadi kecil-kecil 12. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40˚ selama dan setelah pemberian makan 13. Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau fowler ketika makan 14. K/p per sonde atau drip feeding 15. Cek apakah makanan mudah di telan Mengatur posisi (0840) Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
4
Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam tidak terjadi cidera, dengan
Manajemen Lingkungan 1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien,
23
criteria : 1. Status neurologist 2. Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau sensorik otak dalam batas yang diharapkan. 3. Dapat berkomunikasi 4. Ukuran pupil dalam batas normal 5. Pupil reaktif 6. Tak ada kejang 7. Tak ada sakit kepala 8. Pola nafas dalam batas normal. 9. Pola istirahat tidur ter-cukupi Kontrol Resiko
- Mengakui adanya risiko - Monitor faktor risiko lingkungan. - Mengembangkan strategi kontrol risiko yang efektif - Menghindari eksposur yang mengancam kesehatan. - Mengenali perubahan status kesehatan
menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 2. Memasang pengaman tempat tidur 3. Memberikan penerangan yang cukup 4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien 5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan status kesehatan Manajemen kejang 1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera. 2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang. 3. Longgarkan pakaian klien 4. Temani klien selama kejang 5. Mengatur airway 6. Berikan oksigen bila perlu 7. Berikan terapi iv line bila perlu 8. Monitor status neurology 9. Monitor vital sign 10. Orientasikan kembali klien setelah kejang 11. Laporkan lamanya kejang 12. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan kejang. 13. Dokumentasikan informasi tentang kejang
24
14. Kelola medikasi (kolaborasi) 15. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan. 16. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu 17. Monitor lama periode postictal dan karakteristiknya Pencegahan kejang 1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah tinggi, bila perlu 2. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu 3. Monitor regimen terapi 4. Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi. 5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi 6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya. 7. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu 8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway disamping tempat tidur. 9. Pasang side rail tempat tidur 10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.
5
Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam perfusi jaringan serebral efektif, dengan criteria :
Peningkatan perfusi cerebral : 1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik (volume perfusi darah, nadi, respirasi, kesadaran,
25
dan arteri.
Perfusi jaringan celebral - Fungsi neurology - Tekanan intrakranial dalam batas normal - Tak ada sakit kepala - Tak ada bunyi bruit carotis - Tak gelisah - Tak ada agitasi - Tak ada muntah - Tak ada sinkope Status neurology : kesadaran - Membuka mata terhadap stimulasi eksternal - Orientasi cognitif - Komunikasi sesuai situasi - Mematuhi perintah - Berespon (gerak) terhadap stimulus yang berbahaya (nyeri). - Mengikuti terhadap stimulus dari lingkungan - Tak ada kejang
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
perdarahan), dan mengelola parameter tersebut dalam batas normal Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur hemodinamik Monitor prothrombin, partial thromboplastin. Atur serum glukosa dalam batas normal Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi hemodilusi hipervolemia. Monitor tanda perdarahan, status neurologikesadaran Monitor tanda overload cairan. Monitor intake dan out put
Monitoring Neurologik : 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas. 2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor tingkat orientasi 4. Monitor PCS 5. Monitor memori saat ini, rentang perhatian, memori masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku. 6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi. 7. Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk bernafas) 8. Monitor refleks kornea 9. Monitor refleks batuk dan refleks muntah 10. Monitor tonus otot, gerakan motorik.
26
11. Monitor adanya tremor 12. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemendekan lapang pandang, aktivitas visual 13. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia, kesulitan menemukan kata-kata. 14. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil, stimulus berbahaya. 15. Monitor adanya parestesia 16. Monitor refleks babinski, respon cushing 6.
Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam kecemasan orang tua berkurang / hilang, dengan criteria : Mengotrol cemas 1.Klien/keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2.Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 3.Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal 4.Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care 2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit 3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien/keluarga 4. Pahami harapan pasien/keluarga dalam situasi stres 5. Temani pasien/keluarga untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis 7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan 8. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila perlu 9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan 10. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit
27
5.Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir
11. Instruksikan pasien/keluarga menggunakan teknik relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll 12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurang
28
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC John W. Santrock, 2002, Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, edisi 5, Erlangga, Jakarta. Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005 Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. Marilyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta Sylvia A. Price & Loraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit , edisi 6. EGC. Jakarta Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik , Edisi 4. Jakarta: EGC Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik , Edisi 6. Jakarta: EGC