LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA OTAK BERAT RUANG BEDAH G RSUD DR. SOETOMO SURABAYA PERIODE TANGGAL15 APRIL 2002 S/D 19 APRIL 2002
DISUSUN SEBAGAI BAHAN LAPORAN KASUS PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESI DI RUANG BEDAH G RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
DI SUSUN OLEH : SUBHAN NIM 010030170 B
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM STUSI S.1 ILMU KEPERAWATAN SURABAYA 2002
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
CEDERA OTAK BERAT DI RUANG BEDAH G RSUD DR. SOETOMO SURABAYA.
Surabaya, 19 April 2002 Mahasiswa
Subhan NIM. 010030170 B
NIP :
Pembimbing Ruangan
Pembimbing Akademik
Endang Larasati
T J u T j u k, S.KP NIP :
LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA By : Subhan PENGERTIAN Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cidera otak primer: Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi. Cidera otak sekunder: Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Proses-proses fisiologi yang abnormal: -
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: •
edema fokal atau difusi
•
hematoma epidural
•
hematoma subdural
•
hematoma intraserebral
•
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
3
PATOFISIOLOGI Cidera kepala
TIK - oedem - hematom Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme Cidera otak primer
Cidera otak sekunder
Kontusio Laserasi
Kerusakan cel otak ↑
Gangguan autoregulasi
↑ rangsangan simpatis
Stress
Aliran darah keotak ↓
↑ tahanan vaskuler
↑ katekolamin
Sistemik & TD ↑
O2 ↓ ggan metabolisme
↓ tek. Pemb.darah
↑ sekresi asam lambung
Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat ↑
↑ tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan
oedema paru cardiac out put ↓
Asupan nutrisi kurang
Cerebral Difusi O2 terhambat
Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
4
Perdarahan yang sering ditemukan: •
Epidural hematom: Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis. Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
•
Subdural hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
•
Perdarahan intraserebral Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
•
Perdarahan subarachnoid:
5
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Penatalaksanaan: Konservatif •
Bedrest total
•
Pemberian obat-obatan
•
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
6
disritmia).
BRAIN Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : •
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
•
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
•
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
•
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
•
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
•
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
7
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik: •
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
•
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
•
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
•
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
•
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan: 1.
memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2.
mencegah komplikasi
3.
pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4.
mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5.
pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, 8
dan rehabilitasi.
9
DIAGNOSA KEPERAWATAN: 1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2.
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang
pemajanan,
tidak
mengenal
informasi.
Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
10
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi,
hematoma);
edema
cerebral;
penurunan
TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan: •
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil: •
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tentukan
INTERVENSI faktor-faktor
menyebabkan
yg Penurunan
koma/penurunan kegagalan
RASIONAL tanda/gejala neurologis dalam
pemulihannya
atau setelah
perfusi jaringan otak dan potensial serangan awal, menunjukkan perlunya pasien peningkatan TIK.
dirawat di perawatan intensif.
Pantau /catat status neurologis Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial secara teratur dan bandingkan peningkatan dengan nilai standar GCS.
TIK
menentukan
dan
lokasi,
bermanfaat
dalam
perluasan
dan
perkembangan kerusakan SSP. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, Reaksi
pupil
diatur
oleh
saraf
cranial
kesamaan antara kiri dan kanan, okulomotor (III) berguna untuk menentukan reaksi terhadap cahaya.
apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
11
frekuensi nafas, suhu.
penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika
diikuti
oleh
penurunan
kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan
metabolisme
dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. Pantau intake dan out put, turgor Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total kulit dan membran mukosa.
tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus.
Gangguan
ini
dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. Turunkan stimulasi eksternal dan Memberikan efek ketenangan, menurunkan berikan
kenyamanan,
lingkungan yang tenang.
seperti reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat
untuk
mempertahankan
atau
menurunkan TIK. Bantu
pasien
untuk Aktivitas
ini akan
meningkatkan
tekanan
menghindari /membatasi batuk, intrathorak dan intraabdomen yang dapat muntah, mengejan.
meningkatkan TIK.
Tinggikan kepala pasien 15-45 Meningkatkan aliran balik vena dari kepala derajad sesuai indikasi/yang dapat sehingga ditoleransi.
akan
mengurangi
kongesti
dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
12
Batasi pemberian cairan sesuai Pembatasan indikasi.
cairan
diperlukan
untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat indikasi.
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Berikan
obat
misal:
sesuai
diuretik,
indikasi, Diuretik digunakan pada fase akut untuk steroid, menurunkan air dari sel otak, menurunkan
antikonvulsan, analgetik, sedatif, edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan antipiretik.
inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk
mengendalikan
kegelisahan,
agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang
meningkatkan
mempunyai metabolisme
pengaruh
serebral
atau
peningkatan kebutuhan terhadap oksigen. 2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan: •
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi: •
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi kedalaman pernapasan. Catat pulmonal
atau
menandakan
lokasi/luasnya
13
ketidakteraturan pernapasan.
keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Pantau dan catat kompetensi Kemampuan memobilisasi atau membersihkan reflek
gag/menelan
kemampuan
pasien
dan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. untuk Kehilangan
refleks
menelan
atau
batuk
melindungi jalan napas sendiri. menandakan perlunaya jalan napas buatan atau Pasang
jalan
napas
sesuai intubasi.
indikasi. Angkat kepala tempat tidur Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru sesuai aturannya, posisi miirng dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh sesuai indikasi. Anjurkan
yang menyumbat jalan napas.
pasien
untuk Mencegah/menurunkan atelektasis.
melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar. Lakukan penghisapan dengan Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma ekstra hati-hati, jangan lebih atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat dari
10-15
detik.
Catat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan
karakter, warna dan kekeruhan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dari sekret.
dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Auskultasi
suara
perhatikan
napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru daerah seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan
hipoventilasi dan adanya suara napas yang membahayakan oksigenasi cerebral tambahan yang tidak normal dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru. misal:
ronkhi,
wheezing,
14
krekel. Pantau
analisa
gas
darah, Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
tekanan oksimetri
asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tandatandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Berikan oksigen.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Lakukan fisioterapi dada jika Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien ada indikasi.
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru
lainnya. 3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Berikan antiseptik,
INTERVENSI perawatan aseptik pertahankan
tehnik
dan Cara
RASIONAL pertama untuk menghindari
cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik. Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi
dini
perkembangan
infeksi
15
kerusakan, daerah yang terpasang alat memungkinkan
untuk
melakukan
invasi, catat karakteristik dari drainase tindakan dengan segera dan pencegahan dan adanya inflamasi.
terhadap komplikasi selanjutnya.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat Dapat mengindikasikan perkembangan adanya demam, menggigil, diaforesis dan sepsis yang selanjutnya memerlukan perubahan fungsi mental (penurunan evaluasi atau tindakan dengan segera. kesadaran). Anjurkan untuk melakukan napas dalam, Peningkatan mobilisasi dan pembersihan latihan pengeluaran sekret paru secara sekresi paru untuk menurunkan resiko terus menerus. Observasi karakteristik terjadinya pneumonia, atelektasis. sputum. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien
yang
mengalami
trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
17
ASUHAN KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT DI RUANG BEDAH F RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 1. PENGKAJIAN: 1.1 Identitas Nama
: Ny. M.
Umur
: 40 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Alamat
: Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SLTA
Tgl.MRS
: 8 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian
: 9 April 2002 jam: 11.00
Diagnosa Medik
: Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin., V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.
1.2 Alasan MRS
: kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor dibonceng suami ditabrak mobil, sejak kejadian sampai saat ini klien tidak sadar, kejang (-), muntah (-).
1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik: 1) Pernapasan Klien menggunakan respirator, Mode: CR : 50%
Insp MV: 500
Exp MV: - FIO2:
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 17 x/menit. Pada hidung terpasang NGT. 2) Kardiovaskuler/sirkulasi: S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit, tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C 3) Persarafan/neurosensori Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+ 4) Perkemihan – Eliminasi uri Terpasang Dower kateter produksi urine 1100 ml/12 jam warna kuning jernih 5) Pencernaan – Eliminasi alvi Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ Dext 1500cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang
18
warna kecoklatan 75 cc. 6) Tulang – otot – integumen: Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip, pergerakan tangan kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada plegi/parese. Pada tungkai kaki kanan ada luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, menggunakan drai cairan warna merah ± 100 cc. Kulit wajah tampak lecetlecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat. 1.8 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium tanggal 3 Desember 2001: Hb: 7,4 gr/dl.
Leko: 13,6.
Trombo: 195.
PCV: 0,22.
GDA: 178.
Kalium: 4,1
Natrium: 132
Klorida: 109
BUN: 8
S.Creat: 0,90
Blood Gas: PH: 7,398
PCO2: 30,9
PO2: 190,4
HCO3: 18,6
BE: -6,7
O2 Sat: 99,3
CTCO2: 19,6
CT Scan tanggal 8 April 2002: SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii, edema cerebri. 1.9 Terapi: Broadcet 1x2gr IV
Toradol 3x 30 mg IV
Cedantron 3x 4mg IV
Phenitoin 3x 1 amp IV
Manitol 6 x 100cc/drip
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam. 2. ANALISA DATA Data
Kemungkinan penyebab
DS: -
Trauma kepala
DO:
↓
Klien
tampak
gelisah,
Kesadaran me ↓, GCS: 1 x 4, CT Scan : SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr.
Basis
cerebri.
Cranii,
edema
Masalah Gangguan perfusi jaringan cerebral
Hematom Subarachnoid
↓ Odema otak
↓ ↑ TIK
↓
19
Aliran darah ke otak ↓
↓ O2 ↓ DS: -
TIK ↑
DO:
↓
Menggunakan respirator, Mode: CR
Insp MV: 500
Gangguan pola napas
↑ rangsangan simpatis
↓
Exp MV: - FIO2: : 50%
↑ tahanan vaskuler sistemik
A:aDO2: Wheezing -/-, Ronchi +/+,
↓
RR 17 x/menit
terjadi pe ↓ tek. pada sist. pemb. darah pulmonal.
↓ Pe ↑ tek.hidrostatik kebocoran cairan kapiler
↓ Pe ↑ hambatan difusi O2 CO2
↓ DS: -
Hipoksemia Trauma kepala
DO:
↓
GCS: 1x4, terpasang sonde
Stress
diiet enteral 6x100 cc, infus
↓
PZ Detx 1500 cc/24 jam. NGT
dibuka,
cairan
maagslang warna coklat 75 cc.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pe ↑ katekolamin
↓ Pe ↑ sekresi asam lambung
↓ Mual, muntah
↓ Asupan tidak adekuat DS: DO: Kemampuan
pergerakan
Trauma jaringan, kulit rusak,
Resiko
prosedur invasif.
infeksi
tinggi
terhadap
lengan kiri terbatas karena terpasang gip. Pada tungkai kaki kanan ada luka tertutup pembalut, adanya kepala
tidak perdarahan.
ada
luka
tampak Pada operasi
20
tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, terpasang drain cairan warna merah ± 100 cc. Turgor baik, warna kulit pucat. Klien terpasang respirator,
dower
katheter,
NGT. Hasil lab:
Hb: 7,4
gr/dl.
Leko: 13,6. DS: -
Trauma kepala
Sindroma defisit perawatan
↓
DO: Kesadaran me ↓, GCS: 1 x 4 Kemampuan
Hematom Subarachnoid
pergerakan
lengan kiri terbatas karena terpasang
gip.
respirator,
dower
diri
Terpasang katheter,
↓ ↑ TIK
↓ Aliran darah ke otak ↓
NGT.
↓ O2 ↓
↓ Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral 2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. 4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat 5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral. Tujuan: •
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil: •
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
•
Tingkat kesadaran membaik INTERVENSI
RASIONAL
21
Pantau /catat status neurologis secara
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
teratur dan bandingkan dengan nilai
TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
standar GCS.
dan perkembangan kerusakan SSP.
Evaluasi
keadaan
pupil,
ukuran,
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
terhadap cahaya.
baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD
frekuensi nafas, suhu.
diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia
cerebral.
Demam
dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. Pantau intake dan out put, turgor kulit
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
dan membran mukosa.
terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral
dapat
Gangguan
ini
mengakibatkan dapat
diabetes
mengarahkan
insipidus.
pada
masalah
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan
Memberikan
kenyamanan, seperti lingkungan yang
fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
tenang.
mempertahankan atau menurunkan TIK.
Bantu
pasien
untuk
menghindari
efek
ketenangan,
menurunkan
reaksi
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan
/membatasi batuk, muntah, mengejan.
intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Berikan
oksigen
tambahan
sesuai
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
22
indikasi.
vasodilatasi
dan
volume
darah
serebral
yang
meningkatkan TIK. Berikan obat:
Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,
•
Toradol 3 x 30 mg iv
menurunkan edema otak dan TIK. Analgesik untuk
•
Phenitoin 3 x 1 amp iv
menghilangkan
•
Cedantron 3 x 4 mg iv
mengendalikan kegelisahan, agitasi.
•
Manitol 6 x 100 cc/drip
nyeri
.
Sedatif
digunakan
untuk
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Tujuan: •
Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi: •
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau frekuensi, irama, kedalaman
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
pernapasan setiap 1 jam. Catat
atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
ketidakteraturan pernapasan. Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya Pantau / cek pemasangan tube,
pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang
selang ventilator sesering mungkin.
tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada
Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
didekat pasien
gangguan pada ventilator.
Lakukan penghisapan dengan ekstra
Penghisapan
hati-hati, jangan lebih dari 10-15
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi
detik. Catat karakter, warna dan
yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada
kekeruhan dari sekret.
perfusi jaringan.
Lakukan fisioterapi dada .
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
pada
trakhea
dapat
menyebabkan
atau
peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan
jalan
napas
dan
menurunkan
resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya. Auskultasi suara napas, perhatikan
Untuk
mengidentifikasi
adanya
masalah
paru
seperti
daerah
hipoventilasi dan adanya
atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
suara tambahan yang tidak normal
membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan
misal: ronkhi, wheezing, krekel.
terjadinya infeksi paru.
Pantau analisa gas darah, tekanan
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa
23
oksimetri
dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
DP 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria evaluasi: Tidak ada tanda-tanda infeksi. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. INTERVENSI Berikan
perawatan
aseptik
RASIONAL
dan
antiseptik,
Cara pertama untuk menghindari terjadinya
pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
infeksi nosokomial.
Observasi
Deteksi
daerah
kulit
yang
mengalami
dini
perkembangan
infeksi
kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,
memungkinkan
catat karakteristik dari drainase dan adanya
dengan
inflamasi.
komplikasi selanjutnya.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis
demam, menggigil, diaforesis.
yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
segera
untuk
melakukan
tindakan
dan
pencegahan
terhadap
tindakan dengan segera. Berikan antibiotik sesuai program dokter.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
TINDAKAN KEPERAWATAN TANG DIAGN TINDAKAN KEPERAWATAN GAL OSA - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital 8/4/02 1 setiap 1 jam, GCS: 1 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu: 37C. -
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.
-
Memberikan obat: •
Toradol 3 x 30 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
24
•
Cedantron 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)
2
-
Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
-
Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 – 02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.
3
-
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
9/4/02
1
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
-
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
-
Memberikan obat: •
Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
•
Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)
2
-
ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator diganti dengan pemberian O2 T Piece 6 L/menit.
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
25
-
Melakukan pemeriksaan lab: Hb: 10,4
10/4/02
1
-
Leko: 13,5
Trombo: 156
PCV: 0,31
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu: 37,5C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14 tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
-
Memberikan obat: •
Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
•
Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
•
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)
2
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.
3
-
Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus plebitis diganti lokasi, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih.
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki merembes cairan warna merah.
EVALUASI TGL DIAGNOSA 8/4/2002
1.
Perubahan
EVALUASI
perfusi
S: -
jaringan
serebral
O:
berhubungan
dengan
•
hemoragi/
hematoma;
edema cerebral.
Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
•
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan
26
9/4/2002
2.
Pola
napas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
kerusakan
neurovaskuler
S: O: •
(cedera
72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. ETT terekstubasi
pada pusat pernapasan otak).
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: oleh klien, klien napas spontan, tidak tampak sianosis.
•
Hasil Blood Gas Blood Gas: PH: 7,415 HCO3: 17,9 O2 Sat: 99,5
PCO2: 28,6
PO2: 221,3
BE: - 6,7 CTCO2: 18,8
A: Masalah belum teratasi P: Rencana keperawatan dilanjutkan, Ventilator dihentikan pemberian oksigen diganti melalui T Piece. 10/4/2002
3. Resiko tinggi terhadap
S:
infeksi b.d trauma
O:
jaringan, kulit rusak,
•
prosedur invasif.
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
•
Hasil lab: Hb: 10,4
Leko: 13,5
Trombo: 156
PCV:
0,31 •
Cairan drain kepala warna merah, luka dikaki merembes cairan (serum) warna kemerahan.
A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan 10/4/2002
Perubahan
perfusi
S: -
jaringan
serebral
O:
berhubungan
dengan
•
GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
hematoma;
•
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:
hemoragi/
edema cerebral.
72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C. A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan
12/4/2002
Pola napas tidak efektif
S: -
berhubungan
O:
dengan
kerusakan neurovaskuler (cedera
pada
pernapasan otak).
pusat
•
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Napas spontan, tidak tampak sianosis. Klien dipasang tracheostomi
A: Masalah belum teratasi P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7 dilanjutkan, pemberian oksigen diganti melalui masker 6 l/menit.
27
12/4/2002
Resiko tinggi terhadap
S: -
infeksi b.d trauma
O:
jaringan, kulit rusak,
•
prosedur invasif.
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
•
Klien dipasang tracheostomi
•
Influs plebitis
A: Masalah belum teratasi P: Rencana keperawatan dilanjutkan
Catatan: Tanggal 12/4/2002 klien dipindahkan ke ruang bedah G
28