LAPORAN PENDAHULUAN AK UT KI (AKI) K I D NE Y I NJ UR Y (AKI) DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
DISUSUN OLEH : SITI AWALIYAH ULFA D1017060
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acute Kidney Injury adalah suatu kondisi klinis yang spesifik, dimana manifestasinya dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel. Acute Kidney Injury dapat terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik di ruang intensif maupun bangsal biasa, bahkan bisa ditemukan di luar rumah sakit. Pengetahuan
patofisiologi
yang
terbatas
mengenai
kejadian
penyakit
menimbulkan kesulitan dalam membuat definisi diagnosis Acute Kidney Injury secara seragam. Tidak seragamnya definisi menimbulkan kesulitan, bukan saja dalam membuat panduan diagnosis secara universal, tetapi jugamembawa dampak terhadap pengobatan dan prognosis penyakitnya (Mehta, 2007).
Di Amerika Serikat, AKI adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius dan umum. Hal ini terjadi hingga 1 dari 5 pasien di rumah sakit, dan dua kali lebih sering dalam pengaturan perawatan kritis. Cara terbaik untuk menurunkan kemungkinan memiliki kerusakan ginjal dan menyelamatkan fungsi ginjal untuk mencegah AKI, atau untuk menemukan dan memperlakukan AKI sedini mungkin. Pasien sakit parah dengan AKI yang berada di rumah sakit memiliki kesempatan tertinggi kematian, hingga 50%. Sekitar 1 dari 10 pasien yang memiliki AKI membutuhkan dialisis: Sejumlah besar pasien akan meninggal di rumah sakit dan sekitar 20% dari korban akan terus membutuhkan dialisis setelah mereka dipulangkan dari rumah sakit.
Di antara korban yang membutuhkan dialisis setelah AKI, beberapa akan perlu untuk tetap di dialisis permanen. Sekitar sepertiga dari pasien yang memiliki AKI akan mengembangkan CKD dalam waktu 2 sampai 5 tahun memiliki AKI. Meningkat risiko ini dengan episode yang lebih parah dan berulang AKI.
1.2 Tujuan Penulisan
1.1.1 Tujuan Umum Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung
tentang
bagaimana
menerapkan
Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Acute Kidney Injury (AKI). 1.1.2 Tujuan Khusus 1.1.2.1
Mampu menjelaskan pengertian Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.2
Mampu menjelaskan tentang etiologi Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.3
Mampu menjelaskan tentang tanda dan gejala Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.4
Mampu menjelaskan patofisiologi Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.5
Mampu menjelaskan pathway Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.6
Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.7
Mampu menjelaskan komplikasi dari Acute Kidney Injury (AKI).
1.1.2.8
Mampu
mennjelaskan
tentang
penatalaksanaan Acute
Kidney Injury (AKI). 1.1.2.9
Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan
1.1.2.10 Mampu
memberikan
tindakan
keperawatan
yang
diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat, (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotema yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari (Price, A. dan Wilson, L., 2013). Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (ureakreatin) dan non nitrogen, dengan antau tanpa disertaio oliguria. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya (Aru, W., 2010).
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 µmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris., 2007).
Suatu
kondisi
kemampuan
penurunan
ginjal
untuk
fungsi
ginjal
yang
mengekskresikan
menyebabkan
sisa
metabolisme,
keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric S., 2008).
2.2 Etiologi
1.1.1 Penyebab lazim gagal ginjal akut : 1.1.1.1 Azotemia prarenal (penurunan perfusi ginjal) 1.1.1.2 Deplesi volume cairan ekstrasel absolute : - Perdarahan : operasi besar, trauma, pascapartum - Diuresis berlebihan
hilangnya menjaga
- Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah, diare - Kehilangan cairan dari rung ketiga seperti luka bakar, peritonitis, pankreatitis 1.1.1.3 Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif - Penurunan curah jantung : infark miokardium, disritmia, gagal jantung kongestif, tamponade jantung, emboli paru - Vasodilatasi perifer : sepsis, anafilaksis, obat anastesi, antipertensi, nitrat - Hipoalbuminemia : sindroma nefrotik, gagal jantung (sirosis) 1.1.1.4 Perubahan hemodinamik ginjal primer - Penghambat sintesis prostaglandin : aspirin, dan obat NSAID lain - Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengonversi angiotensin missal kaptopril - Obat
vasokontriktor
:
obat
alfa-aldenergik
(missal
nerepinefrin), angiotensin II - Sindrom hepato renal 1.1.1.5 Obstruksi vascular ginjal bilateral - Stenosis arteri ginjal, emboli, trombosi - Trombosis vena renalis bilateral 1.1.2 Gagal ginjal akut intrinsik 1.1.2.1 Nekrosis tubular akut - Pasca iskemik. Syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta (semua penyebab azotemia prarenal berat) - Nefrotoksik - Nefrotoksin eksogen - antibiotik : aminoglikosida, amfoterisin B - media kontras teriordinasi (terutama pada penderita diabetes) - logam berat : sisplatin, biklorida, merkuri, arsen - siklosporin : takrolimus - pelarut : karbon tetraklorida, etilene glikol, methano l - Nefrotoksin endogen - Pigmen intratubular : hemoglobin, mioglobin - Protein intratubular : myeloma multiple
- Kristal intratubular : asam urat 1.1.2.2 Penyakit vascular atau glomerulus ginjal primer - Glomerulonefritis progresif cepat atau pascasterptokokus akut - Hipertensi maligna - Serangan
akut
pada
gagal
ginjal
kronis
yang
terkait
pembatasan garam atau air 1.1.2.3 Nefritis tubulointerstisial akut - Alergi beta-laktam (penisilin, sefalosporin), sulfonamide - Infeksi (miasal : pielonefritis akut) 1.1.3 Azetemia pascarenal / post renal (obstruksi saluran kemih) 1.1.3.1 Obstruksi uretra : katup uretra, striktur uretra 1.1.3.2 Obstruksi aliran keluar kandung kemih : hipertrofi prostat, karsinoma 1.1.3.3 Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi): Intraureter : batu, bekuan darah, Ekstraureter (kompresi) : fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat, atau serviks, ligase bedah yang tidak disengaja atau cedera 1.1.3.4 Kandung kemih neurogenik
2.3 Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu : 2.3.1
Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
2.3.2 Nokturia (buang air kecil di malam hari). 2.3.3
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
2.3.4
Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
2.3.5
Tremor tangan.
2.3.6
Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
2.3.7 Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik. 2.3.8
Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
2.3.9
Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
2.3.10 Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. 2.3.11 Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu: gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
2.4 Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu : Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat
gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejalagejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
2.5 Pathway
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1
Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2.6.2
Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
2.6.3
KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi.
2.6.4
Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
2.6.5
Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
2.6.6
Sistouretrogram
berkemih
:
Menunjukkan
ukuran
kandung
kemih,refluks ureter, retensi. 2.6.7
Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2.6.8
Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
2.6.9
Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
2.6.10 EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
2.7 Komplikasi
Metabolik
berupa
hipokalsemia,
serta
kelebihan
cairan,
peningkatan
hiperkalemia,
ureum
yang
asidosismetabolik,
lebih
cepat
pada
keadaanhiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karenaasupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurunakibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap.Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. Komplikasi sistemik seperti : 2.7.1 JantungEdema paru, aritmia dan efusi pericardium. 2.7.2 Gangguan elektrolit Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
2.7.3 Neurologi:Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma, 2.7.4 Gangguan kesadaran dan kejang. 2.7.5 Gastrointestinal: Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum. 2.7.6 Perdarahan gastrointestinal 2.7.7 HematologiAnemia, dan diastesis hemoragik 2.7.8 InfeksiPneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial. 2.7.9 Hambatan penyembuhan luka.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. 2.8.2 Penanganan hiperkalemia Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat kayexalatel), secara oral atau melalui retensi enema. 2.8.3 Mempertahankan keseimbangan cairan Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
2.9 Asuhan Keperawatan dengan Akut K idney I njury
2.9.1 Pengkajian Keadaan umum : Identitas : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll. 2.9.2 Riwayat keperawatan 2.9.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama tidak bisa kencing, kencing sedikit, sering BAK pada malam hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya. 2.9.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya GGA serta kondisi pasca akut. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik dengan pengunan berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik. Kondisi yang terjadi bersamaan : tumor sal kemih; sepsis gram negatif, trauma/cidera, perdarahan, DM, gagal jantung/hati. 2.9.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius atau yang lainnya. 2.9.3 Pemeriksaan fisik Pola kebutuhan 2.9.3.1 Aktivitas dan istirahat Gejala : keletihan, kelemahan, malaise Tanda : Kelemahan otot, kehilanggan tonus 2.9.3.2 Sirkulasi Tanda : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum, pucat, kecenderungan perdarahan 2.9.3.3 Eliminasi Gejala : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat, batu/kalkuli
Tanda : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan, Oliguria (bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari) 2.9.3.4 Makanan/cairan Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan diuretik Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema 2.9.3.5 Neurosensorik Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom ‘kaki gelisah” Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang, aktivitas kejang 2.9.3.6 Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala Tanda : Prilaku berhati-hati, distraksi, gelisah 2.9.3.7 Pernafasan Gejala : Nafas pendek Tanda
:
Tachipnea, dispnea,
peninggkatan
frekuensi
dan
kedalaman pernafasan (kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru) 2.9.3.8 Keamanan Gejala : ada reakti tranfusi Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus, kulit kering 2.9.4 Pemeriksaan penunjang 2.9.4.1 Urine - Volume , 400 ml/24 jam, terjadi 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb,
Myoglobin.
Porfirin.
menunjukkan
penyakit
ginjal,
pyelonefritis
demam
kehilangan
Berat
contoh
jenis
<
1,020
Glumerulonefritis,
kemampuan
untuk
memekatkan, BJ 1,020 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
pH Urine > 7,00 menunjukkan ISK, NTA dan GGK. Osmolalitas
kurang
dari
350
mOsm/kg
menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine.serum sering 1 : 1 - Creatinin clearance : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan ceatinin serum meningkat secara bermakna - Natrium biasanya menurun, tetapi dapat lebih dari 40mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium - Bikarbonat meningkat bila ada asidosis metabolik 2.9.4.2 Darah Hb menurun/tetap, SDM sering menurun, pH kurang dari 7,2 (asidosis metabolik) dapat terjadi karenan penurunan fungsi ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. BUN/Kreatinin sering meningkat dengan proporsi 10 : 1. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular (asidosis) atau penggeluaran jaringan (hemolisis SDM). Natrium biasanya meningkat. PH, Kalsium dan bicarbonat menurun. Clorida, Magnesium dan Fosfat meningkat. 2.9.5 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 2.9.5.1 Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O , edema dan efek diuretik 2.9.5.2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air 2.9.5.3 Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan, ketidakseimbangan elektrolit, efek uremik pada otot jantung. 2.9.6 Perencanaan Tindakan 2.9.6.1 Diagnosa 1: Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O edema dan efek diuretik
Definisi Penurunan
cairan
intravaskuler,
interstisial,
dan/atau
intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium.
Batasan Karakteristik - Kelemahan
- Haus - Penurunan turgor kulit/lidah - Membran mukosa/kulit kering - Peningkatan
denyut
nadi,
penurunan
tekanan
darah,
penurunan volume/tekanan nadi - Pengisian vena menurun - Perubahan status mental - Konsentrasi urine meningkat - Temperatur tubuh meningkat - Hematokrit meninggi - Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor yang berhubungan - Kehilangan volume cairan secara aktif - Kegagalan mekanisme pengaturan
Tujuan dan kriteria hasil - Cairan tubuh seimbang dengan kriteria hasil : - Mukosa mulut lembab - Turgor kulit bagus - Tanda vital stabil
Intervensi dan Rasional 1. Monitor intake dan output R : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentu tindakan 2. Monitor tanda-tanda vital R : Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi. 3. Anjurkan tirah baring atau istirahat R : Aktivitas berlebih dapat meningkat kebutuhan akan cairan. 4. Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit R
:
Mengevaluasi
kekurangan caiaran
sejauh
mana
pasien
mengalami
5. Berikan cairan sesuai indikasi R : Penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan. 2.9.6.2 Diagnosa 2: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air
Definisi Retensi cairan isotomik meningkat
Batasan Karakteristik - Berat badan meningkat pada waktu yang singkat - Asupan berlebihan dibanding output - Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP - Distensi vena jugularis - Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara
nafas
abnormal
(Rales
atau
crakles),
perubahan
elektrolit,
kongestikemacetan paru, pleural effusion - Hb
dan
hematokrit
menurun,
khususnya perubahan berat jenis - Suara jantung SIII - Reflek hepatojugular positif - Oliguria, azotemia - Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor yang berhubungan - Mekanisme pengaturan melemah - Asupan cairan berlebihan - Asupan natrium berlebihan
Tujuan dan Kriteria hasil Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: - Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi Keperawatan dan rasional 1. Kaji keadaan edema R : Edema menunjukan perpindahan cairan karena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh
akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat hingga 4,5 kg 2. Kontrol intake dan out put per 24 jam. R
:
Untuk
mengetahui
fungsi
ginjal,
kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan. 3. Timbang berat badan tiap hari R : Penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat. 4. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum R : Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif
terhadap
pembatasan
caiaran
dan
diuretic
membutuhkan dialysis. 5. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik. R : Obat anti diuretic dapat melebarkan lumen tubular dari debris,
menurunkan
hiperkalemia
dan
meningkatkan
volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide. 6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal. R : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Price, A., dan Wilson, L. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Aru. W. Suddoyo. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Edisi 4 Jilid .1 EGC: Jakarta. Isselbacher, dkk. 2007. Harison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC Mehta R. L., dan Molitoris. 2007. Acute Kidney Injury Network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care, 11(2): R31. Schrier, Wang, Poole, Amit Mitra. (2009). Acute renal failure: definitions, diagnosis,
pathogenesis,
and
therapy. The
Journal
of
Clinical
Investigation. Dorland,Newman. (2007) Kamus kedokteran DORLAND edisi 29. Jakarta : EGC.