Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun.Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas.Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Epidemiologi
Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang/tahun, dengan 75% pasien berusia
Etiologi
Penyebab LLA dewasa sebagian besar tidak diketahui
Pada anak-anak: faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik
Faktor risiko
Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.
Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
Human T-Cell Leukemia Virus-1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.
Merokok : risiko LLA pada usia > 60 tahun
Manifestasi klinis
Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
Anoreksia
Nyeri tulang dan sendi (infiltrasi sumsum tulang)
Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)
Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis
Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak
Organomegali (hepatomegali, splenomegali, limfadenopati)
Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)
Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan intrakranial), perubahan status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal
Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil.
Diagnosis
Pendekatan diagnosis:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hitung darah lengkap
Apusan darah tepi
Pemeriksaan koagulasi
Kadar fibrinogen
Kimia darah
Golongan darah ABO dan Rh
Penentuan HLA
4. Foto toraks atau CT
5. Pungsi lumbal
6. Aspisrasi dan biopsi sumsum tulang: pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis molekuler BCR-ABL
Tahap-tahap diagnosis leukemia akut:
1. Klinis
Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan infeksi, sering disertai gejala hiperkatabolik
Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali, atau splenomegali
2. Darah tepi dan sumsum tulang
Blast dalam darah tepi > 5%
Blast dalam sumsum tulang > 30%
Dari kesua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diagnosis klinis leukemia akut. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia akut yang dihadapi
3. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika terdapat fasilitas, lakukan:
Immunophenotyping
Pemeriksaan sitogenetika (kromosom)
Gambaran laboratorium
Hitung darah lengkap:
Leukosit n/ / , hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% kasus
Anemia normokromik-normositer (berat dan timbul cepat) dan trombositopenia (1/3 pasien mempunyai hitung leukosit < 25.000/mm3)
Apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast, atau megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular.
Aspirasi dan biopsi tulang
Hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak
Lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa
Tampak monoton oleh sel blast
Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)
Sitogenetik
Biologi molekuler
Pemeriksaan lain
Klasifikasi FAB
L1 – Small cells with homogeneous chromatin, regular nuclear shape, small or absent nucleolus, and scanty cytoplasm; subtype represents 25-30% of adult cases
L2 – Large and heterogeneous cells, heterogeneous chromatin, irregular nuclear shape, and nucleolus often large; subtype represents 70% of cases (most common)
L3 – Large and homogeneous cells with multiple nucleoli, moderate deep blue cytoplasm, and cytoplasmic vacuolization that often overlies the nucleus (most prominent feature); subtype represents 1-2% of adult cases
Penatalaksanaan
Tahapan terapi LLA:
1. Terapi induksi remisi
Tujuan: eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal
Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin, dan antrasiklin (pada umumnya daunorubistin) dan juga L-asparginase
2. Terapi intensifikasi atau konsolidasi
Tujuan: eliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat.
3. Profilaksis SSP
Profilaksis SSP sangat penting pada pasien LLA. Sekitar 50 – 75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi ini akan mengalami relaps pada SSP
Terdiri dari kombinasi kemoterapi intrarektal, radiasi kranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavalibilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.
4. Pemeliharaan jangka panjang
Terapi ini tersiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2 – 3 tahun
Prognosis
Kebanyakan pasien LLA dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama.
Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15 – 20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya.
Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%
faktor prognostik uantuk lamanya remisi LLA dewasa
faktor prognostik untuk lamanya remisi LLA dewasa
I. Komplikasi
Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk berrespon terhadap kemoterapi.
Patogenesis