LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “INJEKSI PELARUT MINYAK”
oleh : Iin Siti Fatimah
15010052
Karnigsih
15010059
Khoerunnisa Nurmalasari
15010060
Lely Elfrida Br. Haloho
15010065
Leny Fitri Lubis
15010066
M. Tjandra Widjaya
15010072
PROGRAM STUDI STUDI S1 FARMASI FARMASI B
Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor 2018
KATA PENGANTAR
Rasa syukur Alhamdulillah yang sedalam-dalamnya kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan petunjukNyalah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Menyadari akan keterbatasan kemampuan kami, maka dalam hal ini saya mengharap kritik dan saran membangun.Besar harapan kami semoga penulisan makalah ini dapat memenuhi syarat untuk tugas pada Mata Kuliah Praktikum Teknologi Sediaan Steril dengan dosen pengampu Pak Drs. Pramono Abdullah, Apt. Mudah-mudahan hasil dari tugas makalah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi kita sekalian, amin.
Bogor, 21 Maret 2018
Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan.Obat – – obat obat dapat disuntikkan ke dalam hampir seluruh organ atau bagian tubuh termasuk sendi (intaarticular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal(intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalm otot (intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau di bawah kulit (subkutan). Walaupun pembawa air merupakan pembawa umum yang dipilih sebagai pembawa obat suntik, tetapi penggunaannya dalam formulasi mungkin dihindari ka rena kelarutan senyawa obat dalam air terbatasa atau senyawa obat mudah terhidrolisis. Bila faktor-faktor fisika dan kimia membatasi penggunaan pembawa air secara keseluruhan, pembuat formulasi harus beralih pada suatu pembawa bukan air. Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Indikasi pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hydrogen peroksida (pada bayi prematur dengan berat badan yang rendah, pada penderita-penderita dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi lemak). Vitamin E mampu menghambat terjadinya kerutan (wrinkle (wrinkle). ). Vitamin E bekerja sebagai antioksidan yang akan menghancurkan bahan bahan toksik dalam kulit. Bahan toksik ini berupa radikal bebas yang bila dibiarkan tetap berada dalam kulit akan menimbulkan kerusakan kolagen dan terjadilah kerutan. Radikal bebas dalam kulit makin banyak akibat bertambahnya usia dan paparan sinar matahari. Vitamin E akan menetralkan radikal bebas ini sehingga vitamin E mampu mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari dan penuaan.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk : 1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat. 2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
C. Dasar Teori Definisi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995).
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim. Penuntun (Anonim. Penuntun Praktikum Farmasetika I .2011) .2011) Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh
jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan : 1.
Efek terapi lebih cepat .
2.
Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3.
Cocok untuk keadaan darurat.
4.
Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman hal.1254). Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Rute-rute Injeksi 1. Parenteral Volume Kecil
a.
Intradermal Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis"
yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. b.
Intramuskular Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute
intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. c.
Intravena Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi,
puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap. d.
Subkutan Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral
diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. e.
Rute intra-arterial disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi
segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh. f. Intrakardial Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung. g.
Intraserebral Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana
penggunaan fenol dalam pengobatan pengobatan trigeminal neuroligia. h. Intraspinal Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia. i.
Intraperitoneal dan intrapleural Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini
juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. j. Intra-artikular Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.
Intrasisternal dan peridual Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya
merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi. l.
Intrakutan (i.c) Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum
corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin. m. Intratekal Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien. 2. Parenteral Volume Besar Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang
secara normal digunakan. a. Intravena Keuntungan rute ini adalah
jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC
cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat efek sistemik dapat segera dicapai level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan disi apkan kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam
sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; perkembangan potensial trombophlebitis; kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septic pembatasan cairan berair.
b. Subkutan Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
Pelarut dan Pembawa Bukan Air
Minyak : Olea neutralisata ad injectionem Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati atau ester asam l emak tinggi, alam atau sintetik harus jernih pada suhu 10°C. Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Harus jernih pada suhu 10°C 2. Tidak berbau asing atau tengik 3. Bilangan asam 0,2-0,9 4. Bilangan iodium 79-128 5. Bilangan penyabunan 185-200 6. Harus bebas minyak mineral Macamnya : • Oleum Arachidis (minyak kacang) • Oleum Olivarum (minyak zaitun) • Oleum Sesami (minyak (minyak wijen), dan sebagainya Syarat-syarat untuk ini adalah • Tingkat kemurnian yang tinggi • Bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. • Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
Syarat-syarat obat suntik : Syarat-syarat Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspense Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna Sedapat mungkin isohidri Sedapat mungkin isotonis Harus steril Bebas pirogen
Wadah Injeksi Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara
baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10). Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara secar a kimia maupun secara secar a fisika, fi sika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV) Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82)
Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11) 11) Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (FI Ed. III, Hal XXXIV). Sebelum memakainya, kita netralkan minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol supaya tidak merangsang. Pemakainnya secara intravena tidak dimungkinkan karena tidak tercampurkan dengan serum darah dan dapat menyebabkan emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaanya hanya ditujukan untuk preparat injeksi intramuskular dan subkutan. Larutan atau suspensi minyak mempunyai waktu kerja lama (depo), sering sampai 1 bulan penyerapan obat dalam membebaskan bahan penyerapan obat dan membebaskan bahan aktif secara lambat. Minyak hewan atau minyak kaki sapi, diperoleh dari perdagangan hasil pemurnian lapisan lemak kuku sapi atau tulang kaki bawah. Fraksi yang diperoleh melalui pengepresan dingin digunakan sebagai bahan pelarut obat injeksi yang dapat diterima tubuh tanpa rangsangan. Minyak setelah disterilkan disebut olea neutralisata ad injection.
D. Uraian Bahan
1) Bahan Aktif Nama bahan aktif
: Vitamin E
Sinonim
: Tokoferol
Rumus molekul
: C29H50O2
Dosis Lazim
: 1-2 mg/Kg. BB
Pemerian
: warna kuning atau kuning kehijauan, tidak berbau, tidak berasa, minyak kental jernih
Kelarutan
: tidak larut dalam air, larut dalam etanol, sangat mudah larut dalam chloroform, larut dalam minyak nabati.
Organoleptis Warna
: Kuning atau kuning kehijauan
Bau
: Tidak berbau
Rasa
: Tidak berasa
Bentuk
: Minyak kental jernih
Stabilitas Terhadap oksidasi-reduksi : Dalam larutan mudah teroksidasi Terhadap cahaya
: Tidak stabil
2) Bahan Tambahan Nama bahan tambahan : Minyak Wijen Nama lain
: Oleum Sesami
Pemerian
: Cairan, kuning pucat, bau lemah, rasa tawar, tidak membeku pada suhu 600 C.
Kelarutan
: Sukar larut dalam ethanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P,dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P u
Keluarga
: Pedaliaceae
Zat Berkhasiat Utama / Isi : Gliserida dari asam oleat, asam linoleat, asam palmitat, asam stearat, asam miristinat Sediaan
: Ammoniae Linimentum, Gammexani Cremor
Cara memperoleh
: Minyak lemah diperoleh dari pemerasan biji
Keterangan
: Senyawa sesamolin yang dengan asam menjadi sesamol yang berwarna merah kersen dan ini merupakan ciri khusus minyak wijen
BAB II METODE PRAKTIKUM A. Formulasi
R/ Vitamin E
100 mg
Oleum Sesami 5 ml
B. Alat
Nama Alat Beacker glass Batang pengaduk Pipet
Jumlah 1 1 1
Gelas ukur
2
Cawan penguap
1
Cara Sterilisasi Oven 170 0C Oven 1700C Autoklaf (115 116oC) Autoklaf (115 116oC) Autoklaf (115 116oC)
Waktu 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit
C. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan 2. Semua alat- alat yang digunakan disterilkan dengan oven dan autoklaf sesuai petunjuk sterilisasi alat diatas. Ampul yang akan digunakan sebelumnya dikalibrasi menggunkan minyak dengan volume 3 ml. 3. Vitamin E ditimbang, lalu dilarutkan dengan sebagian oleum sesami 4. Panaskan menggunakan cawan penguap sampai terlihat jernih. 5. Masukkan secara hati-hati kedalam ampul lalu tutup t utup ampul menggunakan gas 6. Semua cara diatas dilakukan dengan taknik aseptik.
BAB III HASIL PENGAMATAN A. Perhitungan Bahan
Oleum Pro Injeksi yang digunakan (n + 2) . V ’ + (2 x 3) ml (5 + 2) . 3 + (2 x 3) ml = 21 ml + 6 ml = 27 ml ~ 30 ml Jadi oleum pro injeksi yang dibutuhkan adalah 30 ml Penimbangan bahan : Vitamin E
: 100 mg x 5 = 500 mg
Oleum for injeksi : 30 ml
B. Hasil Pengamatan
C. Evaluasi Sediaan
Warna : Kuning Jernih
Bau
Tekstur : Cair
pH
:6
Densitas : Piknometer + isi Piknometer kosong ρ=
: Khas minyak wijen
= 38,22 = 17,52 ~ 25 ml
38,22−17,52 25
= 0,828
Viskositas : T1 = 5 : 25 : 25 T2 = 4 : 42 : 42 T3 = 4 : 08 : 75 Rerata T =
5,25+4,42+4,08 3
= 4,583
ɳ = ɳ = t X ρ = 4,583 X 0,828 = 3,795 D. Pembahasan
Pada praktikum steril kali ini, kami membuat sediaan injeksi steril dengan pelarut bukan air. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan injeksi, antara lain zat aktif, pembawa, zat tambahan seperti antioksidan dan zat pengawet serta wadah yang digunakan. Zat aktif yang kami gunakan dalam sediaan injeksi steril kali ini adalah vitamin E. Dilihat dari kelarutannya vitamin E tidak larut dalam air dan larut dalam minyak nabati oleh karena itu digunakan pembawa minyak. Pembawa minyak yang sering dapat digunakan banyak diantaranya oleum sesami, oleum arachidis, oleum olivarum, minyak jagung, dan lain-lain. Kami memilih oleum sesami sebagai pembawa sediaan injeksi vitamin E. Oleum sesami karena selain sebagai pembawa, oleum sesami juga memenuhi persyaratan minyak untuk sediaan injeksi (bilangan asam oleum ... yaitu tidak lebih ), serta tidak OTT dengan vitamin E serta bahan tambahan lainnya. Adapun persyaratan oleum pro injeksi yaitu :
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati / ester asam lemak tinggi, alam / sintetik, harus jernih pada suhu 100 C.
Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9.
Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan tidak lebih dari 128.
Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak l ebih dari 200.
Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
Tingkat kemurnian harus tinggi.
Bilangan asam dan peroksida yang rendah. Pemberian secara parenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Rute
pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi yang dibuat. Rute pemberian untuk vitamin E adalah secara intramuskular. Hal ini dikarenakan bahwa apabila diberikan secara intravena (iv), akan menimbulkan reaksi syok anafilaksis serta penggumpalan pada pembuluh darah oleh minyak sebagai zat pembawa. Sediaan vitamin E dapat dibuat dalam sediaan parenteral, maka untuk stabilitas zat aktif dibuat dalam volume kecil yang harus bebas dari mikroba dan diusahakan bebas pirogen. Pada formulasi kami tidak menambahkan antioksidant karena vitamin E sudah mengandung antioksidan. Kami juga tidak menggunakan pengawet karena biasanya mikroba jarang ada yang tumbuh tumbuh di minyak. Proses sterilisasi yang kami lakukan adalah sterilisasi aseptis, yaitu suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan dan ditujukan untuk bahan / zat aktif yang tidak tahan pemanasan / rusak dengan pemanasan. Namun pada prakteknya kami tidak melakukan sterilisasi terhadap zat pembawa yang akan digunakan karena waktu yang terbatas. Kami membuat sediaan dalam ampul 3 ml karena karena masih masuk dosisi lazim yaitu vitamin E terdapat dalam bentuk d atau campuran dan I isome r dari tokoferol, αtokoferol asetat, α-tokoferol suksinat. Sediaan oral (tablet dan kapsul) mengandung 30 - 1.000 IU. Suntikan (larutan) mengandung 100 atau 200 IU/ml. pH sediaan yang kami buat yaitu yaitu 7, itu masuk dalam range 5,5- 7,5. Itu berarti sediaan yang kami buat isohidris dan masih bisa diterima tubuh, sumber bahan yaitu Vitamin E berpH 6,5 sedangkan sedangkan oleum sesami 7. Warna yang dihasilkanpun bening bening karena setelah dicampur sediaan dipanaskan pada cawan uap sembar i dikontrol sampai warnanya terlihat bening.
BAB IV PENUTUP A.
Simpulan
1. Sediaan injeksi steril Vitamin E merupakan jenis injeksi dengan pelarut minyak. 2. Pelarut minyak yang digunakan dalam sediaan injeksi vitamin E ini adalah oleum sesami. 3. Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi secara aseptis dimana zat aktif, bahan bahan tambahan dan alat-alat disterilkan terlebih dahulu sebelum dibuat sediaan injeksi vitamin E tersebut. 4. Hasil evaluasi sediaan injeksi vitamin E sebagai berikut :
Warna : Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni kuning jernih. pH : 7 masing masuk range isotonih dan dapat diterima tubuh. Bau : Khas aroma oleum sesami.
B. Saran
1. Praktikan dengan teliti menggunakan teknik aseptik 2. Menjaga kesterilan bahan dan alat
DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press. Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta. Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press. Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II. 1994.London; 1994.Lon don; The Pharmaceutical Press.