Paraf Asisten
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Judul
: REKRISTALISASI
Tujuan Percobaan
: Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.
Pendahuluan
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana zat-zat tersebut tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999). Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristalkristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuklekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Endapan yang terdiri dari kristal-kristal, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979). Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan Kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979). Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas j elas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris. Penampilan luar suatu partikel Kristal besar tidak menentukan penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan yang berfungsi membantu penyaringan penyaringan (Syabatini, 2010). Prinsip Kerja
Prinsip kerja yang digunakan adalah mememurnikan padatan organik murni berdasarkan kelarutan setiap zat pada senyawa tertentu. Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet Pasteur, corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh. Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-hekasana, aquades, norit, kapas. Prosedur Kerja a. Pemilihan pelarut
Sampel dengan berat 0,05 gram dimasukkan ke dalam 6 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksana. Keenam tabung reaksi diberi nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan amati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar dan dicatat pengamatannya. Tabung yang berisi sampel yang tak larut dipanaskan, lalu digoyang tabungnya t abungnya dan dicatat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas, serta catat pengamatannya. Kemudian larutan dibiarkan menjadi dngin, dan pembentukkan kristalnya diaamati. Masing-masing pelarut dicatat dan ditunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel. Prosedur yang sama dengan dilakukan untuk sampel unknown dan
ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
b. Rekristalisasi sampel
unknown
Satu tablet sampel unknown unknown (3 gram) yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 3 mL pelarut yang sesuai hasil dari prosedur A. Campuran dipanaskan secara perlahan sambil digoyang hingga semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, ditambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan pemanasan dilanjutkan, serta diamati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor. Larutan panas disaring melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi menyumbat tip). Lalu pipet penyaring dipanaskan dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali kedalam pipet dan ditampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan bantuan karet penghisap seperti gambar berikut.
Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, larutan diencerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Lalu, dicuci pipet Pasteur penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet dan kapas. Wadah penampung atau Erlenmeyer ditutup dan dibiarkan filtrat atau larutan
menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, ice bath bath disiapkan untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu dimasukkan wadah larutan kedalam ice bath dan diamati pembentukan kristalnya. Kristal disaring dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin dengan menggunakan penyaring Buchner. Lalu penyaringan dilanjutkan hingga kering. Kristal ditimbang dan dihitung persen recovery-nya, recovery-nya, serta ditentukan titik leleh kristalnya. Data dan Perhitungan
a. Pemilihan pelarut sampel A, B, dan C
Larut Pelarut
Tidak butuh panas A
B
C
Tidak larut Butuh panas A
B
C
A
B
Keterangan
C Awalnya sedikit larut ketika dipanaskan larut, setelah
Aquades
-
-
-
√
√
√
-
-
-
didinginkan terbentuk Kristal seperti jarum+++ (besar besar)
Etanol 95%
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
Etil Asetat
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
Aseton
√
√
√
-
-
-
-
-
-
Kristal yang terbentuk
Toluena
-
√
-
√
-
√
-
-
-
seperti jarum( lebih halus dari aquades) Ketika pemanasan
n-Heksana
-
-
-
-
-
-
√
√
√
heksana langsung menguap
b. Pemilihan pelarut untuk sampel unknown
Larut Pelarut
Tidak butuh panas
Tidak larut
Keterangan
Butuh panas
Aquades
-
√
-
Awalnya larut sebagian. Setelah pemanasan larut dan setelah didinginkan terbentuk Kristal lembut
Etanol 95%
-
-
√
-
Etil Asetat
-
-
√
-
Aseton
-
-
√
-
Toluena
-
-
√
-
n-Heksana
-
-
√
-
Perhitungan Rekristalisasi sampel unknown
Berat Kertas Saring
Berat Kertas Saring + sampel = 1,11 gram
Berat sampel
= 0,10 gram
Titik Lebur
= 136 0C
Rendemen
0,10 gram 0,30 gram
=1,01 gram
massa percobaan massa teori teo ritis tis
100 100 %
100 100 % 33,33%
Waktu yang dibutuhkan No.
Kegiatan
Pukul
Waktu
1.
Preparasi alat dan bahan
07.00-07.45
± 45 menit
2.
Pemilihan pelarut A, B, C
07.45-09.45
± 120 menit
3.
Pemilihan pelarut unknown
09.45-10.15
± 30 menit
3.
Rekristalisasi sample unknown
10.15-12.15
± 120 menit
Total waktu yang dibutuhkan: 5 jam 15 menit Hasil
a. Pemilihan Pelarut 1. Sampel A No
Pelarut
Keterangan
Gambar
Awalnya sedikit larut ketika 1
aquades
dipanaskan larut, setelah didinginkan terbentuk kristal seperti jarum+++ (besar-besar)
2
Etanol 95%
Larut tanpa pemanasan
3
Etil Asetat
Larut tanpa pemanasan
4
Aseton
Larut tanpa pemanasan
5
Toluena
Larut tanpa pemanasan
6
n-Heksana
Ketika pemanasan heksana langsung
Tidak larut
menguap
2. Sampel B No
Pelarut
Keterangan
Gambar
Awalnya sedikit larut ketika dipanaskan larut, 1
aquades
setelah didinginkan terbentuk Kristal seperti jarum+++ (besar-besar)
2
Etanol 95%
Larut tanpa pemanasan
3
Etil Asetat
Larut tanpa pemanasan
4
Aseton
Larut tanpa pemanasan
5
Toluena
Membentuk kristal ketika
Larut
dipanaskan. Kristal yang
Tidak larut
terbentuk seperti jarum (lebih halus dari aquades) 6
n-Heksana
Ketika pemanasan heksana langsung menguap
3. Sampel C No
Pelarut
Keterangan
Gambar
Awalnya sedikit larut ketika dipanaskan larut, 1
aquades
setelah didinginkan terbentuk Kristal seperti jarum+++ (besar-besar)
2
Etanol 95%
Larut tanpa pemanasan
3
Etil Asetat
Larut tanpa pemanasan Larut
4
Aseton
Larut tanpa pemanasan Membentuk kristal ketika
5
Toluena
dipanaskan. Kristal yang terbentuk seperti jarum( lebih halus dari aquades)
6
n-heksana
Ketika pemanasan heksana langsung menguap Tidak larut
4. No
Pemilihan pelarut untuk sampel unknown Pelarut
Keterangan Awalnya larut sebagian.
1
aquades
Setelah pemanasan larut dan setelah didinginkan terbentuk Kristal lembut
Gambar
2
Etanol 95%
Tidak larut
3
Etil Asetat
Tidak larut
Tidak larut 4
Aseton
Tidak larut
5
Toluena
Tidak larut
6
n-heksana
Tidak larut
larut
b. Rekristalisasi sampel unknown Titik Lebur aspirin
= 136 0C
No.
Keterangan
Massa (gram)
1.
Berat kertas saring
1,01
2.
Berat kertas saring dan sampel
1,11
3.
Berat sampel
0,1
4.
Rendemen
33,33 %
Pembahasan Pembahasan Hasil
Percobaan ini adalah pemilihan pelarut dan rekristalisasi sampel unknown. unknown. Pemilihan pelarut dengan menguji beberapa sampel yang dilarutkan dalam senyawa tertentu. Sampel yang dimaksud adalah sampel A, B, dan C. Sampel A adalah asam salisilat, sampel B adalah asam benzoat, dan sampel C adalah asetanilida. asetanili da. Pelarut Pela rut yang digunakan adalah adala h aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana. Pemilihan pelarut ini bertujuan untuk menentukan pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi. Pelarut yang baik adalah pelarut yang sedikit
larut pada suhu kamar, larut dalam air panas, dan pelarut yang cepat membentuk kristal ketika pada suhu yang rendah (dingin). (dingin). Prinsip dasar proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Pelarut yang digunakan tidak semua pelarut, hanya pelarut sesuai yang digunakan. Syarat pelarut yang digunakan adalah pelarutnya tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (Kotz, 2009). Sampel A adalah asam salisilat. Asam salisilat memiliki gugus polar dan nonpolar. Gugus polarnya adalah – OH OH dan gugus nonpolarnya adalah gugus cincin benzennya. Struktur asam salisilat (di bawah) dapat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pelarut nonpolar, namun sukar larut dalam pelarut yang memiliki gugus polar saja atau nonpolar saja. Hal ini disebabkan karena memiliki gugus polar dan nonpolar dalam satu gugus, sehingga lebih mudah larut pada pelarut semipolar. O
OH
OH asam salisilat
Asam salisilat yang merupakan sampel A adalah sampel pertama yang diuji kelarutannya. Sebanyak 0,05 gram sampel A dimasukkan ke dalam 1 mL pelarut aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana. Etanol 95%, aquades, dan aseton merupakan senyawa polar, sedangkan etil asetat merupakan senyawa sen yawa semipolar. Toluena dan n-heksana merupakan senyawa nonpolar. Sampel A larut dalam etanol 95%, etil asetat, dan aseton. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa senyawa semipolar hanya larut pada pelarut semipolar. Namun, tidak seharusnya sampel ini tidak larut pada pelarut etanol 95% dan aseton, karena kedua senyawa tersebut merupakan pelarut polar. Kesalahan ini disebabkan karena adanya pengotor saat pelarutan, yaitu pencucian alat yang kurang bersih sehingga terkontaminasi. Sampel A tidak larut dalam aquades, toluena, dan n-heksana. Aquades merupakan senyawa yang bersifat polar, sedangkan toluena dan n-heksana merupakan senyawa nonpolar, jadi asam salisilat tidak larut pada ketiga senyawa tersebut. Sampel yang tidak larut dalam ketiga pelarut tersebut dipanaskan. Tujuan pemanasan ini adalah untuk melarutkan padatan yang tidak dapat larut pada suhu kamar. Peningkatan temperature larutan meningkatkan kelarutan zat padat. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik partikel-partikelnya,
sehingga tumbukan antar partikel sering terjadi akibat reaksi semakin cepat. Hasilnya adalah asam salisilat larut dalam aquades dan toluena, sedangkan dalam n-heksana asam salisilat tidak larut dalam pemanasan. Sampel tidak larut pada proses pemanasan karena ketika dipanaskan heksana langsung menguap sehingga senyawanya telah habis, dan yang tersisa dalam tabung reaksi hanya asam salisilat . Sampel yang telah dipanaskan, kemudian didinginkan dengan memasukkan tabung reaksi pada ice bath. bath. Namun, hanya asam salisilat dalam pelarut aquades yang dapat membentuk Kristal. Kristal seperti jarum yang berukuran besar terbentuk setelah pendinginan dalam pelarut aquades. Sampel A yang dilarutkan dalam aquades, mula-mula sedikit larut, dan larut ketika dipanaskan, lalu terbentuk kristal setelah didinginkan dalam ice bath. bath. Pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi asam salisilat adalah aquades karena titik didihnya lebih rendah dari pada titik leleh asam salisilat. Titik didih aquades adalah C dan titik le C. C. O
OH
benzoic acid
Sampel kedua pada pemiihan pelarut dengan menguji kelarutannya adalah sampel B. Sampel B adalah asam benzoat. Senyawa ini larut pada dalam pelarut etanol 95%, etil asetat, dan aseton. Etanol dan aseton merupakan senyawa polar, sedangkan etil asetat adalah senyawa semipolar. Asam benzoat merupakan senyawa polar, sehingga akan larut pada senyawa polar. Namun, hasil percobaan didapatkan bahwa asam benzoat selain larut dalam pelarut polar, juga dapat larut dalam pelarut nonpolar dan semipolar. Hal ini disebabkan pada sampel dimungkinkan masih mengandung senyawa lain yang dapat berikatan dengan pelarut selain pelarut polar. Kesalahan praktikan pada pengambilan pelarut terkontaminasi senyawa lain sehingga didapatkan hasil yang kurang sesuai. Sampel B sediki larut dalam pelarut aquades dan toluena. Kedua pelarut dipanaskan, sampel B dalam aquades larut pada proses pemanasan, dan membentuk kristal setelah didinginkan. Sampel B pada toluena membentuk kristal pada proses pemanasan. Kristal yang terbentuk pada pelarut aquades berbeda dengan kristal yang terbentuk pada pelarut toluena. Kristal pada pelarut aquades lebih besar dan membentuk seperti jarum. Kristal dalam pelarut toluena membentuk jarum lebih kecil dibandingkan kristal yang terbentuk dengan aquades. Sampel B tidak larut dalam n-heksana, karena heksana merupakan senyawa nonpolar. Sampel B
dalam pelarut n-heksana dipanaskan dan langsung menguap ketika dipanaskan. Larutan ini kemudian didinginkan dalam ice bath dan tidak terbentuk kristal. Pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi asam benzoat adalah aquades karena titik didihnya lebih rendah dari pada titik leleh asam benzoat. Titik didih aquades adalah 100
dan titik leleh asam benzoat adalah
122-123 NH
CH3 O
HO -(4-hydroxyphenyl)acetamide N -(4-hydroxyphenyl)acetamide
Hal yang sama juga diperlakukan pada sampel C yaitu pemilihan pelarut. Sampel C adalah N-(4-hidroksifenil)asetamida atau asetanilida. Pelarut yang digunakan juga sama yaitu pelarut N-(4-hidroksifenil)asetamida aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana. Sebanyak 0,05 gram sampel C dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 mL dari masing-masing pelarut. Hasilnya adalah sampel ini larut dalam etanol 95%, etil asetat, dan aseton. Sampel C ini larut dalam aquades, dan toluena dengan proses pemanasan. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Kedua pelarut ini sedikit larut dalam suhu kamar, dan didinginkan dalam ice bath bath setelah pemanasan. Hasilnya adalah terbentuk kristal pada sampel C. Kristal yang terbentuk pada kedua pelarut ini berbeda, yaitu kristal pada pelarut aquades lebih besar daripada kristal yang terbentuk pada pelarut toluena. Pelarut yang baik pada proses rekristalisasi asetanilida adalah dengan menggunakan aquades karena titik didihnya lebih rendah dari pada titik leleh asetanilida. Titik didih aquades adalah 100
dan titik leleh asetanilida adalah
114.5 Percobaan selanjutnya adalah rekristalisasi sampel unknown. unknown. Sampel yang digunakan adalah bodrexin. Senyawa yang terkandung dalam sampel adalah aspirin dan glisin. Langkah awal sebelum proses rekristalisasi adalah menentukan pelarut yang cocok. Satu tablet sampel dihaluskan, dan ditimbang 0,05 0,05 gram, lalu dilarutkan dalam 1 mL pelarut.
Pelarut yang
digunakan antara lain aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana. Pelarut yang digunakan adalah pelarut hanya melarutkan senyawa murni, dan pelarut tidak melarutkan zat yang dilarutkan. Hasil dari pemilihan pelarut adalah sampel hanya larut pada aquades, dan tidak larut pada pelarut yang lain. Sampel dengan aquades mula-mula sedikit larut pada suhu kamar, kemudian dipanaskan dan larut pada proses pemanasan. Pemanasan ini bertujuan meningkatkan energi kinetik suatu larutan, sehingga proses pelarutan berlangsung lebih cepat. Sampel dalam pelarut aquades yang telah dipanaskan lalu didinginkan pada ice bath dan bath dan membentuk kristal lembut.
Hasil yang berbeda terjadi pada kelima pelarut yang lain. Kelima pelarut tidak dapat melarutkan sampel, walaupun dilakukan proses pemanasan, sampel dalam pelarut tidak larut. Hal ini menandakan bahwa etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana bukan pelarut yang tepat untuk proses rekristalisasi sampel unknown ini. unknown ini. Aquades adalah pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi sampel ini. Percobaan pada pemilihan pelarut didapatkan satu jenis pelarut yang cocok, yaitu aquades karena merupakan pelarut polar dan aspirin merupakan senyawa polar. Pelarut ini digunakan untuk proses selanjutnya yaitu rekristalisasi sampel unknown. unknown. Satu tablet (sekitar 0,3 gram) sampel dihaluskan lalu di larutkan dalam 2-3 mL aquades hingga sampel larut. Hasilnya adalah hanya sebagian sampel yang larut, dan dilakukan proses pemanasan dan didinginkan pada ice bath. bath. Kristal halus terbentuk setelah larutan dipanaskan dan didinginkan. Tahap selajutnya adalah penyaringan kristal menggunakan corong Buchner. Proses ini dilakukan dengan tujuan memisahkan zat pengotor dengan larutan kristal yang murni. Penyaringan kristal dilakukan dengan menambahkan aquades dingin. Tujuannya adalah agar kristal yang terbentuk tetap terjaga bentuk kristalnya, dan kristal terbentuk pada suhu yang rendah karena pengaruh dari derajat lewat jenuh pada pembentukan kristal tersebut. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Tujuannya adalah menguapkan sisa dan menghilangkan pelarut dari kristal agar diperoleh kristal yang murni. Sampel yang sudah dikeringkan ditimbang, dan didapatkan massa sampel yang tersisa sebesar 0,10 gram. Berat sampel ini berkurang sebesar 0,2 gram. Hal ini disebabkan pada proses kristalisasi tidak semua sampel menjadi kristal, masih ada sampel yang terlarut dalam air. Sampel yang larut dalam air membentuk ikatan hidrogen, sehingga pada proses pendinginan tidak semua sampel berubah menjadi kristal. Adanya pengotor dapat menghambat sampel menjadi bentuk padat atau kristalnya. O
OH O
CH3 O
2-(acetyloxy)benzoic acid
Berat sampel pada proses rekristalisasi ini, dapat ditentukan rendemen dari suatu sampel. Rendemen bertujuan untuk membandingkan kadar atau prosentase sampel yang didapatkan dengan massa totalnya. Apabila diketahui rendemennya, maka dapat menentukan kadar maksimum yang ingin dicapai pada proses rekristalisi atau pemurnian suatu sampel. Selain itu,
senyawa yang dikristalisasi dapat ditentukan titik leburnya. Senyawa yang ditentukan titik leburnya dimasukkan dalam pipa kapiler dan diukur menggunakan termometer. Hasilnya adalah, sampel memiliki titik lebur 136 dalam bodrexin yaitu 135
yang
hampir sama dengan titik lebur aspirin yang terkandung
Kesimpulan
1. Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses rekristalisasi. 2. Sampel A, B, dan C membentuk kristal pada pelarut aquades dan toluena. 3. Sampel unknown mengandung unknown mengandung aspirin dengan titik lebur 136 dan memiliki rendemen 33,33%. Referensi
Arsyad, 2001. Kamus 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Istilah. Gramedia : Jakarta. Kotz John, dkk. 2009. Chemistry and Chemical Reactivity Volume 2. 2. USA : Mary Finch Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Semimikro . Jakarta : PT Kalman Media Pusaka. Syabatini, Annisa. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Rekristalisasi . Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment . USA : Houghton Mifflin Company. Saran
Rekristalisasi suatu senyawa sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan penuh ketelitian agar didapatkan hasil yang benar dan akurat, terutama dalam pemilihan pelarut.
Nama Praktikan
Marena Thalita Rahma (1218103010 ( 121810301031) 31)