LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
Mekanisme Sistem Respirasi
Oleh: Michelle Prayogo 60117012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CIPUTRA SURABAYA 2017/2018
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar 1.1 Latar Belakang 1.1.1
Spirometer
Spirometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur volume udara saat melakukan inspirasi dan eskpirasi oleh paru-paru pada periode waktu tertentu. Beberapa kapasitas paru-paru dan rasio kecepatan bisa dihitung dari data untuk menentukan kerja paru-paru secara fungsional. Dengan pengetahuan yang benar mengenai mekanisme kerja sistem respirasi, kita dapat memprediksi, mencatat dan menjelaskan perubahan volume dan kapasitas pada berbagai keadaan. I.
Pernapasan pada penderita emfisema
Pada penderita emfisema, terlihat bahwa ada penurunan elastisitas yang signifikan pada jaringan paru-paru. Penurunan elastisitas ini terjadi saat penyakit tertentu menghancurkan dinding alveoli. Pertahanan yang dimiliki saluran pernapasan meningkat bersamaan dengan jaringan paru-paru ini berubah menjadi lebih rapuh dan lebih tidak memiliki kekuatan untuk menahan dinding saluran pernapasan disekitarnya. Sehingga, paru-paru sendiri menjadi mudah berubah bentuk dan mudah mengembang. Di saat yang bersamaan, perlu tenaga yang kuat untuk melakukan ekspirasi karena paru-paru tidak lagi bisa mengempis secara pasif. Pada setiap proses ekspirasi, dibutuhkan kekuatan dan tenaga otot yang kuat sehingga seseorang yang terserang emfisema ekspirasi lebih lambat daripada ekspirasi normal. II.
Pernapasan pada Penderita Asma Akut
Saat terjadi serangan asma yang akut, otot polos pada bronkiolius mengalami kejang otot yang menyebabkan saluran pernapasan mengalami konstriksi (yang mempengaruhui ukuran diameter saluran pernapasan). Selain itu bronkiolus juga dipenuhi oleh mukus yang kental sehingga terjadi peningkatan secara signifikan pada pertahanan saluran pernapasan. Selain gejala-gejala ini, inflamasi yang terjadi pada saluran pernapasan akibat rangsangan seperti alergen (seperti debu dan serbuk sari), perubahan suhu yang drastis dan juga olahraga. Seperti pada emfisema, dinding saluran pernapasan runtuh dan menutup sebelum proses ekspirasi paksa selesai. Sehingga volume dan
laju pernapasan menurun secara signifikan saat terjadi serangan asma. Tetapi berbeda dengan penderita emfisema, tidak terjadi penurunan elastisitas yang drastis saat terjadi serangan asma yang akut. Saat terjadi serangan asma akut, banyak orang yang berusaha meredakan gejalagejala yang dialami dengan bantuan inhaler, yang dibentuk untuk mendistribusi pengobatan pada skala kecil dan memungkinkan aplikasi yang langsung pada saluran pernapasan yang terserang. Pada banyak kasus, pengobatan ini menyangkut penenang bagi otot polos (seperti ! 2 agonist atau asetilkolin yang antagonis) sehingga kejang pada bronkiolus mengalami relaksasi dan bronkiolus mengalami dilatasi. Pengobatan tersebut juga bisa mengandung bahan-bahan anti-inflamasi kortikosteroid yang bertugas untuk menekan respons terjadinya inflamasi. Penggunaaan inhaler menurunkan pertahanan dari saluran pernapasan. III.
Pernapasan pada saat berolahraga
Saat melakukan olahraga aerobik, tubuh manusia mengalami peningkatan terhadap tuntutan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada proses pernapasan. Terkhususkan
pada
kecepatan
aliran
pernaopasan
yang
menyebabkan
meningkatnya volume tidal. Kedua variabel pernapasan ini tidak meningkat pada batas yang sama. Pada saat kita melakukan olahraga yan berat, terjadi perubahan yang berkelanjutan pada proses respirasi yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan untuk melakukan proses metabolisme yang lebih. Pada saat bersamaan, aliran pernapasan dan volume tidal meningkat hingga limit yang maksimum. 1.1.2
Pengukuran Volume Paru dan Menghitung Kapasitas Paru
Terdapat dua fase berbeda yang terjadi saat proses ventilasi atau yang sering disebut pernapasan. Fase pertama yaitu inspirasi yang terjadi saat udara masuk ke paru-paru dan fase kedua yaitu ekspirasi yang terjadi ssat udara dikeluarkan dari paru-paru. Inspirasi terjadi saat muskulus intercostalis eksternal dan diafragma berkontraksi. Diafragma sendiri adalah otot yang berbentuk seperti kubah, mendatar sedangkan muskulus intercostalis eksternal yang terletak diantara tulang rusuk, mengangkat tulang rusuk sehingga volume dada meningkat. Udara masuk ke paru-paru karena saat volume dada meningkat maka udara ini tersedot seperti vakum.
Saat terjadi ekspirasi, otot yang bekerja saat inspirasi relaksasi sehingga diafragma naik dan dinding thoraks bergerak masuk. Selanjutnya dada kembali ke bentuk semula disebabkan oleh elastisitas
paru-paru dan dinding thoraks.
Walaupun proses ekspirasi termasuk proses yang pasif, tetapi otot dinding abdomen dan muskulus intercostalis internal ikut berkontraksi saat ekspirasi dan juga memberi tekanan tambahan sehingga udara terdorong ke paru-paru. Ekpirasi paksa ini bisa terjadi saat berolahraga, meniup balon, batuk atau bersin. Pernapasan normal bergerak pada vilume 500 ml udara (volume tidal yang masuk dan keluar dari paru-paru setiap kali kita bernapas t etapi jumlah ini juga bisa bervariasi melihat usia, berat badan, kebugaran seseorang dan kebutuhan respirasi tubuh). Volume udara dibagi menjadi empat jenis yang berbeda yaitu: •
Tidal Volume (TV): jumlah udara pada saat inspirasi dan ekspirasi saat setiap pernapasan pada keadaan istirahat (500 ml).
•
Inspiratory Reserve Volume (IRV): jumlah udara yang masuk saa t inspirasi maksimal setelah inspirasi TV (laki-laki 3100 ml dan perempuan 1900 ml).
•
Expiratory Reserve Volume (ERV): jumlah udara yang keluar saat terjadi ekspirasi maksimal setelah ekspirasi TV (laki-laki 1200 ml dan perempuan 700 ml).
•
Residual Volume (RV): jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi maksimal (laki-laki 1200 ml dan perempuan 1100 ml).
Kapasitas respirasi dihitung dari volume respirasi yaitu: •
Total Lung Capacity (TLC): udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru-paru setelah inspirasi maksimal: TLC = TV + IRV + ERV + RV (lakilaki 6000 ml dan perempuan 4200 ml).
•
Vital Capacity (VC): udara maksimum yang dapat diinspirasi dan ekspirasi secara maksimal. VC = TV + IRV + ERV (laki-laki 4800 ml dan perempuan 3100 ml).
Fungsi paru-paru yang akan digunakan dalam praktikum ini a da dua, yaitu:
•
Forced Vital Capacity (FVC): Jumlah udara yang dapat dikeluarkan ketika subjek percobaan melakukan inspirasi dalam dan ekspirasi yang kuat dan cepat.
•
Forced Expiratory Volume (FEV 1): Pengukuran jumlah kemampuan vital yang diekspirasi saat pengukuran FVC kedua. (normalnya 75%-85% dari FVC).
1.2 Tujuan Praktikum 1.2.1 Spirometer •
Memahami fungsi, prinsip kerja, dan indikasi penggunaan spirometer.
•
Mengenal bagian-bagian dari spirometer.
•
Mengenal macam volume dan kapasitas paru.
•
Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan dalam menilai fungsi sistem respirasi.
1.2.2 Pengukuran Volume Paru dan Menghitung Kapasitas Paru •
Memahami mekanisme respirasi eksternal (ventilasi pulmonal).
•
Memahami volume dan kapasitas paru.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respirasi
Respirasi adalah kumpulan proses yang melakukan gerakan pasif oksigen dari atmosfer ke jaringan dalam tubuh yang memiliki peran dalam metabolism sel dan sebaliknya juga melakukan gerakan pasif CO 2
yang
dihasilkan
secara
metabolic dari jaringan ke atmosfer. Sistem respirasi berperan dalam homeostasis dengan melakukan pertukaran O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Fungsi utama respirasi sendiri yaitu memperoleh O2 yang dibutuhkan oleh sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut. Sistem respirasi dibagi menjadi dua tahap berbeda yaitu: respirasi seluler dan respirasi eksternal.
2.2 Struktur Sistem Pernapasan •
Saluran pernapasan adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantong udara (alveolus) merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara udara dan darah.
•
Faring merupakan saluran bersama untuk sistem pernapasan dan pencernaan.
•
Trakea adalah saluran yang dilewati udara untuk menuju ke paru.
•
Esofagus sebagai saluran yang dilewati makanan untuk menuju ke lambung.
•
Bronkus terbagi menjadi dua yaitu kanan dan kiri yang selanjutnya akan masuk ke paru kanan ataupun paru kiri. Pada masing-masing paru, bronkus terus bercabang menjadi saluran napas yang semput, pendek dan banyak, dapat diibaratkan seperti percabangan pohon. Percabangan dari bronkus inilah bronkiolus.
•
Di bronkiolus, ujung dari setiap bronkiolus ada alveolus yaitu kantongkantong udara kecil sebagai tempat pertukaran gas antara udara dan darah.
2.3 Macam Respirasi
Respirasi seluler adalah proses metablik intrasel yang dilakukan di mitokondria. Prinsip ini memerlukan O 2 dan menghasilkan CO 2 bersamaan dengan proses pengambilan energy dan molekul nutrien. Kuosien respirasi adalah rasio antara CO2 yang dihasilkan dengan O 2 yang diperoleh dan rasio ini bervariasi berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi. Sedangkan pada respirasi eksternal menyangkut mengenai rangkaian proses yang ditempuh hingga terjadinya pertukaran gas antara O 2 dengan CO2 yang menyangkut lingkungan sekitar (eksternal) dan sel dalam tubuh. Respirasi eksternal mencakup empat tahap yaitu: •
Udara keluar masuk dari paru secara teratur sehingga udara bisa bertukar dengan udara yang berasal dari atmosfer dan udara yang berasal dari paru. Pertukaran udara ini juga disebut dengan proses ventilasi. Kecepatan proses ventilasi dipengaruhi oleh aliran udara antara atmosfer dengan alveolus sesuai kebutuhan sel tubuh terhadap O 2 yang masuk dan CO 2 yang dikeluarkan.
•
O2 dan CO2 mengalami pertukaran antara udara di alveolus dan darah dari kapiler pulmonal. Proses ini disebut proses difusi.
•
Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru menuju jaringan atau sebaliknya jaringan menuju paru.
•
O2 dan CO2 mengalami pertukaran antar sel jaringan dengan darah melalui proses difusi yang menembus kapiler sistemik.
Selanjutnya ada fungsi non-respiratorik sistem respirasi yaitu: •
Sistem respirasi juga digunakan untuk mengeluarkan air dan eliminasi panas. Udara yang dihirup saat inspirasi dilembapkan dan dihangkatkan terlebih dahulu oleh saluran pernapasan sebelum diekspirasi. Dila kukan proses pelembapan sehingga dinding alveolus tidak kering karena proses difusi antara O 2 dan CO2 tidak dapat berjalan melalui membran yang kering.
•
Sistem respirasi juga memiliki peran dalam meningkatkan aliran balik vena.
•
Sistem respirasi membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa normal dengan mengubah jumlah CO 2 penghasil H+ yang dikeluarkan.
•
Sistem respirasi berperan pada mekanisme berbicara dan menyanyi.
•
Sistem respirasi memiliki fungsi sebagai sistem pertahanan terhadap benda asing yang masuk saat inspirasi (disaring terlebih dahulu).
•
Sistem respirasi dapat mengeluarkan, memodifikasi, atau mengaktifkan bahan yang melewati sirkulasi paru. Hal ini disebabkan karena sebelum aliran darah dapat kembali ke jantung dari jaringan-jaringan tubuh, darah harus melewati paru terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke sirkulasi sistemik.
•
Hidung memiliki fungsi dapat mencium aroma.
2.4 Mekanisme Pernapasan
Udara memiliki kecenderungan untuk mengalir dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi menuju ke daerah dengan tekanan lebih rendah. Pada proses ventilasi ada tiga tekanan berbeda yang berperan penting yaitu:
•
Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang muncul disebabkan oleh adanya berat udara di atmosfer terhadap benda-benda yang ada di bumi.
•
Tekanan intra-alveolus yang disebut juga tekanan intrapulmona, adalah tekanan yang ada di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni fradien tekanannya setiap kali tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer,
udara
terus
mengalir
hingga
kedua
tekanan
seimbang
(ekuilibrium). •
Tekanan intrapleura adalah tekanan yang ada di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal sebagai terkanan intratoraks yaitu tekanan yang muncul di luar paru pada rongga thoraks. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer karena kantong pleura adalah kantung yang tertutup tanpa pembukaan sehingga udara tidak dapat masuk ataupun keluar meskipun ada gradient tekanan atau rongga pleura atau paru. Aliran udara masuk dan keluar dari paru karena adanya perubahan siklik
tekanan intra-alveolus. Hal ini bisa terjadi karena udara yang mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, tekanan intra-alveolus ini harus lebih kecil dibandingkan tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dala m paru waktu inspirasi dan harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru waktu ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru mengikuti hukum Boyle. Hukum Boyle sendiri menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas, yang berarti pada saat volume gas meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional sewaktu volume berkurang. Otot pernapasan yang melakukan gerakan pernapasan tidak bekerja langsung pada paru untuk mengubah volume paru. Otot-otot ini dapat mengubah volume rongga thoraks karena dinding thoraks dan dinding paru berhubungan dengan daya rekat cairan intrapleura dan gradient tekanan transmural.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Spirometer 3.1.1 Alat dan Bahan
1. Komputer atau laptop 2. Software PhysioEx 9.0: Laboratory Simulations in Physiology
3.1.2 Prosedur Kerja
1. Bukalah software PhysioEx dan klik Exercise 7: Respiratory System Mechanics 2. Klik activity 2. Comparative Spiromerty 3. Klik Introduction dan jawablah pre-lab quiz 4. Klik tab Experiment dan mulailah melakukan percobaan 5. Ikuti instruksi percobaan dalam software, catatlah hasil percobaan yang dilakukan dan isilah tabel 1 dibawah.
TABEL 1. HASIL PEMERIKSAAN SPIROMETRI Patient Type
TV
ERV
IRV
RV
FVC
TLC
FEV1
FEV1
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(%)
Normal Emphysema Acute asthma attack Plus inhaler Moderate exercise Heavy exercise
6. Mengapa Residual Volume (RV) pada pasien dengan Emyphysema lebih tinggi daripada normal?
7. Mengapa pada pasien asma yang menggunakan inhaler, volume dan kapasitas parunya tidak dapat segera kembali normal? 8. Berdasarkan spirogram yang dihasilkan pada percobaan yang baru saja dilakukan, tunjukkan perbedaan antara orang yang s edang melakukan olahraga sedang dan berat. 3.2 Pengukuran Volume Paru dan Menghitung Kapasitas Paru 3.2.1 Alat dan Bahan
1. Komputer atau laptop 2. Software PhysioEx 9.0: Laboratory Simulations in Physiology 3.2.2 Prosedur Kerja
1. Bukalah software PhysioEx dan klik Exercise 7: Respiratory System Mechanics 2. Klik activity 1. Measuring Respiratory Volumes and Calculating Capacities 3. Klik Introduction dan jawablah pre-lab quiz 4. Klik tab Experiment dan mulailah melakukan percobaan 5. Ikuti instruksi percobaan dalam software, catatlah hasil percobaan yang dilakukan dan isilah tabel 2 dibawah. TABEL 2. RESPIRATORY VOLUME AND CAPACITIES Radius
Flow
TV
ERV
IRV
RV
VC
FEV1
TLC
(mm)
(ml/min)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
6. Ketika seluruh reserve volume yang ada pada paru telah diekspirasi, udara yan masih tersisa pada paru-paru disebut residual volume (RV). Jelaskan
mengapa tidak mungkin mengekspirasikan residual volume (RV)? Dimana udara sisa tersebut terperangkap? Mengapa? 7. Bagaimana cara mengukur RV seseorang dalam laboratorium? 8. Gambarkan spirogram yang menunjukkan volume dan kapasitas seseorang sebelum dan selama batuk keras.
BAB 4. HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN 4.1 Spirometer 4.1.1 Data Hasil Pengamatan TABEL 1. HASIL PEMERIKSAAN SPIROMETRI Patient Type
TV
ERV
IRV
RV
FVC
TLC
FEV1
FEV
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(ml)
(%)
Normal
500
1500
3000
1000
5000
6000
4000
80%
Emphysema
500
750
2000
2750
3250
6000
1625
50%
Acute asthma
300
750
2700
2250
3750
6000
1500
40%
Plus inhaler
500
1500
2800
1200
4800
6000
3840
80%
Moderate
1875
1125
2000
1000
ND
6000
ND
ND
3650
750
600
1000
ND
6000
ND
ND
attack
exercise Heavy exercise
4.1.2 Pembahasan "#
What lung values changed (from those of the normal patient) in the spirogram when the patient with emphysema was selected? Why did these values change as they did? How well did the result compare with your prediction? Secara teori, perbandingan antara nilai volume paru-paru yang berubah dari pasien yang menderita emfisema dengan volume paru-paru pada orang normal yang muncul pada pengukuran spirometer yaitu: o
Inspiratory Reserve Volume (IRV)
o
Expiratory Reserve Volume (ERV)
o
Residual Volume (RV)
o
Forced Vital Capacity (FVC)
o
Forced Expiratory Volume (FEV)
Penyebab terjadinya perubahan tersebut yaitu karena pada emfisema adanya kehilangan elastisitas pada jaringan paru-paru sehingga paru-paru sendiri mudah mengembang. Sehingga dibutuhkan tenaga ekstra pada saat ekspirasi karena paru tidak dapat secara sendirinya kembali ke bentuk semula dan mengempis. Hal ini sesuai dengan prediksi saya sebelumnya bahwa IRV, ERV, FVC dan FEV akan berubah pada penderita emfisema.
2. Which of these two parameters changed more for the patient with emphysema, the FVC or the FEV1? Dari perbandingan yang saya dapatkan pada keadaan normal dan penderita emfisema, maka FEV1 mengalami perubahan lebih drastis daripada FVC.
3. What lung values changed (from those of the normal
patient) in the
spirogram when the patient experiencing an acute asthma attack was selected? Why did these values change as they did? How well did the results compare with your prediction? Secara teori, perbandingan antara nilai volume paru-paru yang berubah dari pasien yang menderita emfisema dengan volume paru-paru pada orang normal yang muncul pada pengukuran spirometer yaitu:
o
Inspiratory Reserve Volume (IRV)
o
Expiratory Reserve Volume (ERV)
o
Residual Volume (RV)
o
Forced Vital Capacity (FVC)
o
Forced Expiratory Volume (FEV)
Penyebab terjadinya perubahan tersebut yaitu karena pada asma a kut terjadi spasm akut pada otot polos bronkiolus yang menyebabkan pengecilan dari saluran pernapasan. Pengecilan saluran pernapasan ini menyebabkan pertahanan terhadap udara selama TV menurun, sehinnga peningkatan volume udara tidak dapat keluar yang menyebabkan turunnya IRV dibandingkan dengan keadaan normal. Hal ini sesuai dengan prediksi saya sebelumnya bahwa IRV, ERV, FVC dan FEV akan berubah pada asma akut.
4. How is having an acute asthma attack similar to having emphysema? How is it different? Kedua penyakit ini merupakan penyakit obstrukif yang menyebabkan pasien mengalami gangguan pada saat ekspirasi sehingga IRV, ERV, RV FVC dan FEV akan berubah. Namun perbedaannya yaitu pada emfisema TV-nya tetap sama dengan pada keadaan normal sedangkan TV pada asma akut berbeda dengan keadaan normal.
5. Describe the effect that the inhaler medication had on the asthmatic patient. Did all spirogram values return to "normal"? Why do you think some values did not return all the way to normal? How well did the results compare with your prediction? Pada saat obat yang terdapat pada inhaler masuk ke saluran pernapasan, obat tersebut memiliki bahan yang merilekskan spasm pada bronkus dan merangsang terjadi dilatasi pada bronkiolus. Obat ini juga mengandung bahan
anti-inflamasi
seperti
corticosteroid
yang
bekerja
sebagai
penghambat terjadinya inflamasi. Tidak semua indicator pada spirogram dapat kembali normal setelah penggunaan inhaler karena inhaler sendiri hanya bekerja untuk mengurangi pertahanan dan tidak membantu dalam
pengeluaran sekresi mukus yang berlebihan. Seperti prediksi saya sebelumnya, hanya TV dan ERV yang kembali normal.
6. How much of an increase in FEV1 do you think is required for it to be considered significantly improved by the medication? Nilai FEV1 pada pasien normal adalah 4000 dengan FEV1 (%) 80%. Saat inhaler digunakan, nilai FEV1 adalah 3840 dengan FEV1 (%) 80% pula. Sehingga kita mendapatkan kenaikan dari FEV1 pada asma akut dari 1500 menjadi 3840 setelah inhaler, atau kenaikan sebesar 2340 dan dapat dianggap kenaikan FEV1 setelah memakai inhaler adalah kenaikan yang bermakna.
7. With moderate aerobic exercise, which changed more from normal breathing, the ERV or the IRV? How well did the results compare with your prediction? Dengan olahraga ringan, IRV menunjukan perubahan yang lebih besar, penurunan dari 3000 menjadi 2000, dibandingkan pada ERV yang berubah dari 1500 menjadi 1125. Hal ini sesuai dengan prediksi saya sebelumnya yaitu IRV dan ERV pada olahraga ringan akan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan IRV dan ERV pada keadaan normal.
8. Compare the breathing rates during normal breathing, moderate exercise, and heavy exercise. Pada pasien normal, pernapasan biasa membutuhkan 500 ml udara (TV) yang keluar dan masuk dari paru setiap kali kita bernapas, tetapi jumlah tersebut tetap bisa berbeda-beda melihat berat badan, jenis kelamin, usia, kebugaran tubuh dan kebutuhan respirasi tubuh. Saat olahraga ringan, baik kecepatan pernapasan dan TV meningkat. Kenaikan yang terjadi pada TV tetap lebih tinggi dibandingkan kecepatan pernapasan. Pada olahraga berat, terjadi perubahan sistem respirasi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang lebih ekstrem. Sehingga terjadi kenaikan baik pada kecepatan pernapasan dan juga TV hingga tingkat yang maksimum.
4.2 Pengukuran Volume Paru dan Menghitung Kapasitas Paru 4.2.1 Data Hasil Pengamatan Radius Flow TV ERV (mm) (ml/min) (ml) (ml)
3.50
7845 7500 4920 3075 1800
499 500 328 205 120
-1200 787 492 288
3.00
975
65
156
5.00 5.00 4.50 4.00
IRV (ml)
RV (ml)
VC (ml)
FEV1 TLC Breath (ml) (ml) Rate
--3091 1200 2028 1613 1266 1908 742 2112
-4791 3143 1962 1150
-3541 2303 1422 822
-5991 4756 3871 3262
15 15 15 15 15
621
436
2865
15
401
224
4.2.2 Pembahasan
1. What would be an example of an everyday respiratory event the ERV simulates? Salah satu contoh stimulasi ERV pada kehidupan sehari-hari yaitu refleks batuk dan juga saat kita meniup lilin pada kue ulang tahun, banyak yang mencoba memadamkan api dengan sekali hembusan napas.
2. What additional skeletal muscles are utilized in an ERV activity? Kontraksi yang terjadi pada M. intercostalis interni, M. rectus abdominalis dan kontraksi otot diafragma. Kontraksi dari ketiga otot ini menyebabkan mengecilnya rongga dada sebagai akibat mengecilnya volume paru. Selanjutnya tekanan pada paru akan membesar kembali sehingga udara dipaksa keluar dari paru.
3. What was the FEV1 (%) at the initial radius of 5.00 mm? FEV1 (%) merupakan volume FEV1 atau volume FVC (sama dengan VT) yang dikalikan 100% sehingga kita mendapat rumus: FEV1 (%) =
3541
/4791 x 100% = 73,9%. Maka pada radius awal 5.00 mm kita
mendapati FEV1 (%) adalah 73,9%.
4. What happened to the FEV1 (%) as the radius of the airways decreased? How well did the results compare with your prediction? Nilai dari FEV1 (%) menurun secara proporsional sesuai dengan penurunan radius dari saluran pernapasan. Hal ini sesuai dengan prediksi saya bahwa akan terjadi perubahan pada jari-jari.
5. Explain why the results from the experiment suggest that there is an obstructive, rather than a restrictive, pulmonary problem. Terjadinya penurunan nilai FEV1 secara proporsional sesuai dengan penurunan radius saluran pernapasan karena hal ini menjadi karakteristik pada gangguan obstruktif paru.
BAB 5. KESIMPULAN
Dari praktikum mekanisme sistem respirasi yang telah saya jalani, dapat kita simpulkan bahwa spirometer dapat kita gunakan untuk mengukur volume-volume standar pernapasan yang dimiliki manusia baik dalam keadaan normal maupun pada saat terjadi gangguan. Selain itu, kita juga bisa melihat ukuran paru dan kapasitasnya untuk mengetahui apakah ada gangguan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.Jakarta: EGC Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. Jakarta: EGC