LAPORAN PRATIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA “
”
FAAL DARI KONTRAKSI OTOT KATAK
Disusun oleh
:
Natania Imanuella Worotikan NRP. 2443014113
PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2015
BAB I. TUJUAN PRATIKUM
Tujuan pratikum adalah untuk mengetahui bagaimana otot berkontraksi BAB 2. LANDASAN TEORI
Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun system otot. Dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun saraf. Hampir seluruh otot rangka berawal dan berakhir di tendon. Dan serat-serat otot rangka tersusun sejajar di antara ujung-ujung tendon, sehingga daya kontraksi setiap unit akan saling menguatkan. Setiap serat otot merupakan satu sel otot yang berinti banyak, memanjang, silindrik dan diliputi oleh membrane sel yang dinamakan sarkolemma. Di antara sel-selnya tidak terdapat jembatan sinisitium. Serat-serat otot tersusun atas myofibril yang terbagi menjadi filament-filamen. Filamen-filamen ini tersusun dari protein-protein kontraktil. (Ganong Ed. 20, 2006) Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila ia berkontraksi tanpa melawan beban mencapai keadaan kontraksi penuh kira kira 0,1 detik utuk otot rata-rata. Bila diberi beban maka kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring dengan penambahan beban. Penurunan kecepatan dengan beban ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beban pada otot yang berkontraksi adalah kekuatan berlawanan arah yang melawan kekuatan kontraksi akibat kontraksi otot. Oleh karena itu, kekuatan netto yang tersedia untuk menimbulkan kecepatan pemendekan akan berkurang secara sesuai. (Guyton, 2005) Bila serangkaian rangsang maksimal diberika pada otot rangka dengan frekuensi teat di bawah frekuensi tetani, terjadi peningkatan penin gkatan tegangan teg angan otot pada setiap kontraksi kon traksi kedutan sampai, setelah beberapa kontraksi, mencapai tegangan yang sama pada tiap kontraksi. Hal ini dapat dikatakan sebagai treppe (tangga) . Rangsang berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respons berupa peningkatan kontraksi. Hal ini disebut dengan sumasi. (Ganong Ed.20, 2006) Bila frekuensi mencapai titik kritis, kontraksi berikutnya terjadi begitu cepat sehingga mereka bensr-benar bersatu bersama-sama, dan kontraksi secara keseluruhan nampak lancar dan
berlangsung terus menerus. Hal ini disebut tetanisasi. Pada frekuensi yang sedikit lebih tinggi, kekuatan kontraksi akan mencapai tingkat maksimumnya, sehingga tambahan peningkatan pada frekuensi diatas titik ini tidak akan memberikan efek peningkatan kekuatan kontraksi lebih lanju. Hal ini terjadi karena terdapat cukup ion kalsium yangselanjutnya dipertahankan dalam sarkoplasma otot bahkan di antara aksi potensial, sehingga terjadi keadaan kontraksi penuh yang berlangsung terus menerus tanpa memungkinkan adanya relaksasi di antara aksi potensial. (Guyton, 2005) Fase-fase yang terjadi pada saat otot diberikan ran gsangan listrik: a. Periode Laten : waktu yang diberikan pada saat mulai diberikan rangsangan sampai terjadi respons atau kontraksi yang timbul. b. Fase Kontraksi : fase yang ditunjukkan setelah periode laten sampai terjadinya relaksasi c. Fase Relaksasi : fase dimana otot sudah tidak memberikan kontraksi lagi atau dapat dikatakan otot beristirahat (PhysioEx 9.0) BAB 3. ALAT DAN BAHAN
3.1.
Kimograf
3.11.
Garputala
3.2.
Kertas kimogram
3.12.
Pena rangsang
3.3.
Tempat beban
3.13.
Statif+klem-klem
3.4.
Beban
3.14.
Benang jahit halus
3.5.
Lampu spiritus
3.15.
Palu
3.6
Penulis otot
3.16.
Paku
3.7.
Induktorium
3.17.
Papan kodok
3.8.
Kunci arus
3.18.
Larutan Ringer
3.9.
Stimulator
3.19.
Cairan fiksasi
3.10.
Signal magnet rangsangan
3.20
Katak
BAB 4. TATA KERJA 4.1.
Persiapan sediaan otot
4.1.1. Merusak Otak Katak Otak katak dirusak mempunyai tujuan agar katak percobaan tidak lagi merasa sakit. a. Peganglah katak dengan tangan kiri sedemikian rupa sehingga jari telunjuk di letakkan di bagian belakang kepala, dan ibu jari di bagian punggung. Tekanlah jari telunjukmu agar kepala sedikit tunduk, sehingga terdapat lekukan antara cranium dan columna vertebrae tersebut. b. Ujung jarum penusuk yang dipegang dengan tangan kanan diletakkan di tempat lekukan (flexi) antara cranium dan columna vertebrae tersebut, di tempat mana sela interspinalis lebar. c. Tusukkanlah jarum ke dalam canalis spinalis ke arah tengkorak, gerakkan kian kemari berkali-kali untuk merusak otak katak. d. Untuk percobaan-percobaan di mana diperlukan pengrusakan medulla spinalis maka kerjakanlah tindakan no.3 dengan jarum kea rah sacral untuk merusak medulla spinalis.
4.1.2. M embuat sediaan Musculus Gastronemius Setelah tindakan merusak otak kanan sempurna, maka selanjutnya dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Dari tungkai kanan , guntinglah kulitnya melingkar setinggi pergelangan kaki b. Jepit ujung kulit yang telah lepas, dan perlahan-lahan angkatlah sampai ke atas sampai di atas sendi lutut. c. Pisahkan dan bebaskan tendon Achilles dengan alat tumpul dari jaringan-jaringan sekitarnya. Jangan dipotong terlebih dahulu. d. Ikatlah tendon itu dengan benang yang kuat dekat pada insertionya. Potonglah kemudian tendon itu di bawah ikatan benang.
e. Potonglah tulang-tulang tibia dan fibula beserta otot-otot yang melekat padanya, kira-kira 5 mm di bawah sendi lutut. f.
Kembalikan kulit tadi ke bawah sehingga menutupi kembali otot gastrocemius untuk melindunginya dan menjaga agar tidak kering. Basahi sediaan tersebut dengan larutan ringer setiap kali.
4.1.3 Membuat sediaan Nervus Sciaticus a. Letakkan katak tertelungkup, hilangkan kulit seluruh bagian belakang paha kanan. b. Pisahkanlah otot-otot satu sama lain dengan menggunakan alat tumpul dan carilah nervis sciaticus. Jangan merusak pembuluh-pembuluh darah yang berjalan bersama-sama dengan nervus tersebut. c. Ambil benang halus, buatlah suatu simpul longgar mengelilingi saraf tersebut, kemudian kembalikan saraf diantara otot-otot seperti keadaan semula.
4.1.4. Mempersiapkan sediaan syaraf otot untuk percobaan a. Tempatkan katak tertelungkup di atas papan katak, fiksir kedua kaki depannya dan kaki belakang kiri pada papan katak dengan menggunak an paku atau jarum. b. Fiksir pula sendi lutut kaki belakang kanan pada papan katak, sedemikian sehingga M.gastrocnemius tetap dapat bergerak dengan bebas. c. Pasanglah papan katak pada papan statif yng telah tersedia. Aturlah jarak papan katak dan statif sedemikian rupa hingga M.gastrocnemius tetap dapat bergerak bebas. d. Hubungkan otot (dengan perantaraan benang yang terikat padanya) pada kaki pangkal penulis otot. Aturlah sedemikian rupa sehingga ujung-ujung dari penulis otot, tanda rangsangan dan tanda waktu terdapat pada satu garis vertical pada kertas hitam. Sediaan otot sudah siap untuk bermacam-macam percobaan. 4.2 Memutar kimograf
Berlatih memutar kimograf dengan tangan kira-kira 1 putaran perdetik yang mana dihentikan pada putaran kedua.
4.3 Mencari Kekuatan Rangsangan yang Memberikan Kontraksi Maksimal
Mencari kontraksi maksimal dapat diamati pada grafik ketika rangsangan yang diberikan sudah tidak mengalami kontraksi lagi maka itu dapat dikatakan kontraksi maksimal. Dan pada rangsangan setelah rangsangan yang memberikan kontraksi maksimal tidak akan memberikan kontraksi lagi atau dapat dikatakan treppe (tangga). BAB 5. HASIL PRATIKKUM
Dari hasil praktikkum yang sudah dilakukan, ketika otot katak diberi rangsangan listrik sebesar 0,0 V sampai 0,7 V maka tidak ada perubahan apapun. Lalu otot katak mulai menimbulkan kontraksi pada rangsangan listrik sebesar 0,8 V. Rangsangan listrik lalu dinaikkan terus dan tetap mengalami kontraksi. Pada saat otot diberikan rangsangan listrik sebesar 7,5 V terjadi puncak kontraksi pada otot katak. Namun pada saat tertentu pada rangsangan listrik 8,5 V hingga 10,00 V otot sudah tidak menunjukkan kontraksi lagi atau di sebut otot mengalami relaksasi. Hal ini ditujukkan karena otot sudah tidak menunjukkan kontraksi karena pada total gaya kontraksi tidak berubah. Tabel 5.1 Hubungan Antara Besarnya Rangsangan Listrik dengan Total Gaya Kontraksi
Tabel diatas menunjukkan bahwa besarnya rangsangan listrik sangan berpengaruh pada gaya total kontraksinya. Dimana semakin besar rangsangan listrik yang diberikan maka semakin besar pula kontraksi yang ada. Namun, dapat telihat juga bahwa pada rangsangan listrik tertentu yaitu 8,5 V otot sudah tidak menunjukkan kontraksi lagi. Hal ini ditujukkan pada rangsangan listrik 8,5 V sampai 10,00 V otot mengalami relaksasi. Karena otot memiliki batasan maksimal dimana kontraksi bisa dilakukan. Jadi, setiap rangsangan listrik yang diberikan sangat berpengaruh juga pada kontraksi dari otot tersebut.
Gambar 5.1. Threshold voltage pada kontraksi otot katak .
Pada grafik diatas menunjukkan bahwa pada rangsangan listrik 0,0 V tidak menunjukkan kontraksi apapun. Terlihat pada grafik diatas bahwa terdapat garis lurus. Ini disebut dengan Threshold Voltage atau dapat dikatakan bahwa rangsangan minimal yang diberikan pada otot katak.berdasarkan pada grafik ini pula, rangsangan listrik yang diberikan sangatlah berpengaruh pada kontraksi otot. Jadi, pada rangsangan listrik 0,0 V otot tidak menunjukkan kontraksi otot apapun.
Gambar 5.2. Berdasarkan grafik diatas pada rangsangan listrik 0,8 V menunjukkan sudah terjadi
kontraksi otot. Namun, kontraksi yang terlihat sangatlah kecil. Pada grafik diatas dapat terlihat bahwa 0,8 V merupakan rangsangan listrik minimal yang dapat memberikan kontraksi pada otot katak.
Gambar 5.3. Berdasarkan grafik diatas, pada rangangan listrik 1,0 V sudah menunjukkan
adanya kontraksi. Grafik diatas juga menunjukkan adanya perubahan dari grafik-grafik sebelumnya. Pada grafik ini, juga terlihat adanya waktu laten. Waktu laten adalah waktu yang diberikan sebelum otot mengalami kontraksi.
Gambar 5.4. Berdasarkan grafik diatas juga terlihat adanya perubahan. Pada rangsangan listrik
1.5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan listrik sebelumnya yaitu 1.0 volt
Gambar 5.5. Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 2.0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 1.5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 2,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 5.6. Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 2.5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 2,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 2,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 5.7. Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 3,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 2,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 3,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 5.8. Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 4,0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 3,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 4,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 5.9. Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 4,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 4,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 4,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.0 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 5,0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 4,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 5,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.1 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 5,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 5,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 5,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.2 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 6,0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 5,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 6,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.3 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 6,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 6,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 6,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.4 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 7,0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 6,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 7,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.5 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 7,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 7,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 7,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.6 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 8,0 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 7,5 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 8,0 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.7 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 8,5 volt, mulai ada peningkatan garis kontraksi otot dari rangsangan sebelumnya yaitu 8,0 volt. Jadi, masih terlihat bahwa pada tegangan 8,5 V otot katak masih mengalami kontraksi.
Gambar 6.8 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 9,0 volt, sudah tidak terjadi kontraksi lagi. Hal ini ditujukan bahwa tidak adanya perubahan dari grafik sebelumnya yaitu pada rangsangan listrik 8,5 V. Atau hal ini dapat disebut dengan rangsangan ini tidak dapat memberikan kontraksi lagi karena otot memiliki batasan untuk berkontraksi.
Gambar 6.9 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 9,5 volt, sudah tidak terjadi kontraksi lagi. Hal ini ditujukan bahwa tidak adanya perubahan dari grafik sebelumnya yaitu pada rangsangan listrik 9,0 V. Atau hal ini dapat disebut dengan rangsangan ini tidak dapat memberikan kontraksi lagi karena otot memiliki batasan untuk berkontraksi.
Gambar 6.9 Berdasarkan grafik diatas juga mengalami peningkatan gambar grafik. Pada
rangsangan listrik 9,5 volt, sudah tidak terjadi kontraksi lagi. Hal ini ditujukan bahwa tidak
adanya perubahan dari grafik sebelumnya yaitu pada rangsangan listrik 9,0 V. Atau hal ini dapat disebut dengan rangsangan ini tidak dapat memberikan kontraksi lagi karena otot memiliki batasan untuk berkontraksi.
BAB 6. PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Praktikkum
6.1.1 Periode Laten pada kontraksi otot skeletal katak Periode laten adalah waktu yang diberikan pada saat mulai diberikan rangsangan sampai terjadi respons atau kontraksi yang timbul.berdasarkan praktikkum yang dilakukan dapat diamati bahwa setiap diberikan nya rangsangan selalu terlihat ada nya periode laten.
6.1.2 E fek Stimulus Listrik Terhadap Kontraksi Otot Skeletal K atak Efek stimulus yang diberikan pada katak sangatlah berpengaruh dengan frekuensi yang diberikan. Otot katak dapat berkontraksi sesuai dengan kontraksi yang diberikan. Berdasarkan praktikkum yang sudah dilakukan pula dapat diamati bahwa otot juga mengalami waktu laten, fase kontraksi dan fase relaksasi. Otot katak juga mengalami treppe karena pada frekuensi maksimal otot katak sudah tidak menunjukkan ada nya kontraksi lagi.
6.1.3 E fek F rekuensi Stimulus Terhadap Kontraksi Otot Skeletal Katak Frekuensi listrik sangat berpengaruh terhadap kontraksi otot skeletal katak. Berdasarkan praktikkum yang sudah dilakukan dapat diamati bahwa apabila rangsangan listrik yang diberikan itu kecil maka kontraksi yang terjadi juga kecil. Namun, apabila kontraksi itu semakin besar maka kontraksi yang diberikan pun juga akan besar. Otot juga memiliki batasan dimana otot sudah tidak melakukan kontraksi lagi apabila rangsangan yang diberikan semakin besar namun tidak akan menunjukkan perubahan kontraksi apapun.
6.1.4 Pembahasan Pertanyaan B uku Praktikkum Anatomi F isiologi Manusia a. Mengapa ada waktu laten? Karena waktu laten adalah waktu yang diberikan dimana pertama kalinya diberi rangsangan sampai timbul adanya kontraksi. b. Sebutkan energi untuk kontraksi otot? - Miosin - Actin (Troponin C, Troponin I, Tropomiosin) - ATP c. Kontraksi pada percobaan ini merupakan kontraksi otot isotonis atau isometrik? Pada percobaan ini merupakan kontraksi isometrik karena dengan ukuran otot yang tetap dan dengan panjang yang tetap dan pada percobaan ini mengunakan tegangan yang berbeda-beda dan juga tidak melawan beban.
BAB 7. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikkum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Rangsangan listrik yang diberikan sangatlah berpengaruh terhadap kontraksi yang ditimbulkan pada otot katak. Semakin besar rangsangan yang diberikan, maka semakin besar pula kontraksi yang diberikan. 2. Otot katak juga mengalami tiga fase yaitu fase laten yaitu waktu yang diberikan dari diberikannya rangsangan sampai terjadinya kontraksi, fase kontraksi, dan juga fase relaksasi. 3. Otot katak juga mengalami treepe yaitu fase dimana pada rangsangan listrik tertentu otot tidak memberikan kontraksi lagi.
BAB 8. DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F., 2005, Review of Medical Physiology. McGrawHill, United States of America Guyton, A.C, and Hall, J.E., 2006, Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Elseiver, China