LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILITIS TUBERCULOSA
Disusun Oleh: Nining Ratnasari
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1434 H
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang punggung atau columna vertebralis adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.
Struktur Umum sebuah tulang punggung(vertebrae) terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae yang berfungsi untuk menyangga berat badan, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae yang berfungsi untuk meindungi medula spinalis. Arcus vertebrae dibentuk oleh pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh( penonjolan ) procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus yang merupakan tempat perlekatan otot dan membantu pergerakan vertera. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. 1. Tulang punggung cervical Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. 2. Tulang punggung thorax Procesus spinosus akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai ‘tulang punggung dorsal’ . Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12. 3. Tulang punggung lumbal Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. 4. Tulang punggung sacral Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya. 5. Tulang punggung coccygeal Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang pungLigamen dan otot Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain : 1. Ligament: Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain : a. Ligament Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke ujung):
Ligament Longitudinalis Anteriol
Ligament Longitudinalis Posterior
Ligament praspinosum
b. Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang berdekatan)
Ligamentum Intertransversum
Ligamentum flavum
Ligamentum Interspinosum
c. Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di antara tulang sacrum dengan tulang pinggul 2. Otot-otot: a. Otot-otot dinding perut b. Otot-otot extensor tulang punggung c. Otot gluteus maximus d. Otot Flexor paha ( illopsoas ) e. Otot hamstrings Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : M. quadraus lumborum, M. sacrospinalis, M. intertransversarii dan M. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M. obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M. rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M. intertransversarii.
SPONDILITIS TUBERCULOSA A. Pengertian
Spondilitis tuberkulosa atau dikenal dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Spondilitis tuberkulosa
merupakan
bentuk
paling
berbahaya
dari
tuberculosis
muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal.
B. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. Bakteri ini merupakan kuman batang tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm. Spesies Mycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun nontuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV).
C. Stadium perjalanan penyakit
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium, yaitu :
1. Stadium I (Implantasi) Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh.
Bakteri
akan
berduplikasi
membentuk
koloni
yang
berlangsungselama 6-8 minggu. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level. 2.
Stadium II (Destruksi awal) Terjadi 3 – 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis. Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutamadi depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjaditetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalismempunyai
kanalis
spinalis
yang
kecil
sehingga
gangguan
neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom. 5. Stadium V (Deformitas dan Akibat) Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi. (Savant, 2007).
D. Patofisiologi Terlampir
E. Manifestasi klinis
Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami keadaan sebagai berikut: 1. Berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas 2. Demam lama tanpa sebab yang jelas 3. Pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tidak sakit 4. Batuk lebih dari 30 hari 5. terjadi diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare disertai benjolan/masa di abdomen dan tanda-tanda cairan di abdomen. Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat. Gejala pada spondilitis TB: 1. Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri. 2. Sulit menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. 3. Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil serta dapat berkembang secara progresif. Terdapat 2 tipe klinis kiposis yaitu mobile dan rigid. Pada 80% kasus, terjadi kiposis 100, 20% kasus memiliki kiposis lebih dari 100 dan hanya 4% kasus lebih dari 300. 4. Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun tanpa paraplegia. Abses dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal. Paraplegia pada pasien spondilitis TB dengan penyakit aktif atau yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2 tipe defisit neurologi ditemukan pada stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan onset awal,
dan paraplegia pada pasien yang telah sembuh yang biasanya berkembang beberapa tahun setelah penyakit primer sembuh yaitu dikenal dengan onset lambat. (Paramarta et al, 2008) F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh karena kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang mengalami destruksi sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah terjadinya paraplegia pada ekstremitas inferior yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegia.
G. Faktor Resiko
1. Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif 2. Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. 3. Pernah menderita penyakit ini sebelumnya karena spondilitis tuberculosa merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dalam tubuh.
H. Pemeriksaan Pada Pasien Dengan Spondilitis TB
1. Pemeriksaan penunjang a. Tuberkulin skin test : positif b. Laju endap darah : meningkat c. Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+) d. X-ray tulang belakang: 1) destruksi korpus vertebra bagian anterior 2) peningkatan wedging anterior
3) kolaps korpus vertebra e. CT scan : 1) menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang 2) resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah paraspinal 3) mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak f.
MRI 1) standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran 2) debris tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posteriorpaling efektif untuk menunjukkan kompresi neural
I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) Saat ini pengobatan spondilitis TB berdasarkan terapi diutamakan dengan pemberian obat anti TB dikombinasikan dengan imobilisasi menggunakan korset. Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak 4 jenis obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi kepekaan kuman terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan selama seluruh pengobatan. Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih kontroversial.
Meskipun beberapa penelitian mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien. Obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya seperti pada tabel berikut.
Izoniazid Rifampisin
Dosis harian (mg/kgBB/hr) 5 – 15 (300 mg) 10 – 20 (600 mg)
Pyrazinamid Ethambutol
15 – 40 (2) 15 – 25 (2,5)
Streptomisin
15 – 40 (1)
Nama obat
Efek samping
Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, ensim hepar, cairan tubuh berwarna oranye Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal Neuritis optik, penurunan visus, hipersensitif, gastrointestinal Ototoksik, nefrotoksik
Sumber: Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS. Pedoman Nasional TB anak.
Pemberian obat bila dikombinasikan antara INH dan rifampisin maka dosis dari INH tidak boleh lebih dari 10 mg/KgBB/hr dan dosis rifampisin tidak boleh lebih dari 15 mg/kgBB/hr serta dalam meracik tidak boleh diracik dalam satu puyer tetapi pada saat minum obat dapat bersamaan. Sebagai tambahan terapi, anti inflamasi non steroid kemungkinan digunakan lebih awal pada penyakit dengan inflamasi superfisial membran yang non spesifik untuk menghambat atau efek minimalisasi destruksi tulang dari prostaglandin. Selain memberikan medikamentosa, imobilisasi regio spinalis harus dilakukan. Sedikitnya ada 3 pemikiran tentang pengobatan Potts paraplegi. Menurut Boswots Compos pengobatan yang paling penting adalah imobilisasi dan artrodesis posterior awal. Dikatakan bahwa 80% pasien yang terdeteksi lebih awal akan terdeteksi lebih awal; akan pulih setelah arthrodesis. Menurut pendapatnya, dekompresi anterior diindikasikan hanya pada beberapa pasien yang tidak pulih setelah menjalani artrodesis. Bila pengobatan ini tidak memberikan perbaikan dan pemulihan, akan terjadi dekompresi batang otak.
Pada umumnya artrodesis dilakukan pada spinal hanya setelah terjadi pemulihan lengkap. Pengobatan non operatif dari paraplegia stadium awal akan menunjukkan hasil yang meningkat pada setengah jumlah pasien dan pada stadium akhir terjadi pada seperempat jumlah pasien pasien. Jika terjadi Pott’s paraplegia maka pembedahan harus dilakukan. Indikasi pembedahan antara lain: 1. Indikasi absolut Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan konservatif, paraplegia memburuk
atau menetap setelah dilakukan
pengobatan
konservatif, kehilangan kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1 bulan setelah dilakukan pengobatan konservatif, paraplegia yang disertai spastisitas yang tidak terkontrol oleh karena suatu keganasan dan imobilisasi tidak mungkin dilakukan atau adanya risiko terjadi nekrosis akibat tekanan pada kulit, paraplegia yang berat dengan onset yang cepat, dapat menunjukkan tekanan berat oleh karena kecelakaan mekanis atau abses dapat juga merupakan hasil dari trombosis vaskular tetapi hal ini tidak dapat didiagnosis, paraplegia berat lainnya, paraplegia flaksid, paraplegia dalam keadaan fleksi, kehilangan sensoris yang komplit atau gangguan kekuatan motoris selama lebih dari 6 bulan. 2. Indikasi relatif Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan awal sering tidak disadari, paraplegia pada usia tua, paraplegia yang disertai nyeri yang diakibatkan oleh adanya spasme atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi seperti batu atau terjadi infeksi saluran kencing.
Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang mengalami paraplegi adalah costrotransversectomi, dekompresi anterolateral dan laminektomi.
Patofisiologi Spondilitis TB
Mycobacterium tuberculosa pada paruparu, kelenjar limfe mediastinum, mesenterium, servikal, ginjal dan alatalat dalam lainnya Hematogen
Batson’s plexus of paravertebral
paraplegia
Toracal 10 ke atas
Lumbal
Vertebra
Bagian central, anterior dan daerah epifisial
nonparaplegia
Eksudat
Menyebar ke ligamentum longitudinal
Gangguan
Perlunakan
Chaperonin
mobilisasi
anterior Destruksi
Nyeri
korpus vertebra
Osteoporosis
Menembus ligamentum dan bereksplorasi ke
Kifosis
Kompresi
ligament yang lebih lemah Resiko
Kompresi sara
penyebaran
Masalah
Masalah
Pernafasan
Kosmetik
infeksi
Abses lumbal, pleura, cervical
Operasi
Pola nafas
Gangguan
tidak efektif
citra tubuh
Nyeri abses psoas yang dapat mencapai tri onum