LAPORAN PBL 1 BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMS
Tutor : dr. Afifah
Kelompok 14 Indah Amalia
G1A008042
Nisa Hermina Putri
G1A008043
Muhammad Ali Mukti G1A008044 Annisa Fildza H.
G1A008090
Nurul Setiawan
G1A008091
Ersi Phillo Sofiati
G1A008092
Rifka Fathnina
G1A008133
Laura Syerin
G1A008134
Lola Salsabila
G1A008135
Mega Putri K. D.
G1A007052
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2010
BAB I PENDAHULUAN
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran yang melatih melatih keaktifan keaktifan mahasiswa mahasiswa dalam memecahkan masalah yang yang dihadapiny dihadapinya, a, sehingga sehingga dapat memperluas memperluas wawasan dan pengetahuan pengetahuan mahasiswa. mahasiswa. Tujuan Tujuan dari kegiat kegiatan an Proble Problem m Based Based Learni Learning ng ini adalah adalah agar agar mahasis mahasiswa wa tidak tidak monoto monoton n terpaku dalam materi kuliah yang diberikan oleh dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga Sehingga nantinya nantinya mahasiswa mahasiswa akan dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang masih kurang jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum dengan peraturan-peraturan yang sudah ditentukan. ditentukan. Proble Problem m Based Based Learni Learnig g (PBL) (PBL) ke 1 blok blok NSS merupa merupakan kan suatu suatu wadah wadah diskusi diskusi yang digunakan digunakan oleh mahasiswa untuk mencapai mencapai tujuan pembelajaran pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam PBL kali ini membahas tentang kasus stroke, yaitu suatu kasus neurology yang sering dijumpai di masyarakat. Dalam Dalam disku diskusi si ini kami kami sediki sedikitt mengala mengalami mi hambat hambatan an diseba disebabka bkan n oleh oleh materi kuliah yang belum diberikan dan masih sedikit ilmu yang kami dapatkan. dapatkan. Oleh karena itu, inilah peran adanya PBL yang kami lakukan agar kami dapat saling saling menukar menukar ilmu dan informasi informasi antara antara satu dengan dengan yang lain.
Tentun Tentunya ya
informasi yang kami diskusikan berdasarkan referensi yang diakui kebenarannya, seperti text book atau jurnal. Mahasiswa diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang tejadi di masyarakat. masyarakat. Mahasiswa Mahasiswa diharapkan diharapkan dapat memecahkan memecahkan masalah tersebut tersebut dengan dengan mengguna menggunakan kan langkah-lang langkah-langkah kah yang ada. Dengan Dengan adanya adanya sistem pembelajaran pembelajaran seperti seperti ini mahasi mahasiswa swa dihara diharapka pkan n dapat dapat menjad menjadii lebih lebih aktif aktif dalam dalam mengik mengikuti uti kegiat kegiatan an perkul perkuliah iahan. an. Setela Setelah h PBL mahasis mahasiswa wa diharap diharapkan kan dapat dapat mengua menguasai sai outline yang diberikan dalam bentuk skenario, dan menganalisa permasalahan permasalahan yang timbul dengan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan sistematis.
BAB I PENDAHULUAN
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran yang melatih melatih keaktifan keaktifan mahasiswa mahasiswa dalam memecahkan masalah yang yang dihadapiny dihadapinya, a, sehingga sehingga dapat memperluas memperluas wawasan dan pengetahuan pengetahuan mahasiswa. mahasiswa. Tujuan Tujuan dari kegiat kegiatan an Proble Problem m Based Based Learni Learning ng ini adalah adalah agar agar mahasis mahasiswa wa tidak tidak monoto monoton n terpaku dalam materi kuliah yang diberikan oleh dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga Sehingga nantinya nantinya mahasiswa mahasiswa akan dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang masih kurang jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum dengan peraturan-peraturan yang sudah ditentukan. ditentukan. Proble Problem m Based Based Learni Learnig g (PBL) (PBL) ke 1 blok blok NSS merupa merupakan kan suatu suatu wadah wadah diskusi diskusi yang digunakan digunakan oleh mahasiswa untuk mencapai mencapai tujuan pembelajaran pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam PBL kali ini membahas tentang kasus stroke, yaitu suatu kasus neurology yang sering dijumpai di masyarakat. Dalam Dalam disku diskusi si ini kami kami sediki sedikitt mengala mengalami mi hambat hambatan an diseba disebabka bkan n oleh oleh materi kuliah yang belum diberikan dan masih sedikit ilmu yang kami dapatkan. dapatkan. Oleh karena itu, inilah peran adanya PBL yang kami lakukan agar kami dapat saling saling menukar menukar ilmu dan informasi informasi antara antara satu dengan dengan yang lain.
Tentun Tentunya ya
informasi yang kami diskusikan berdasarkan referensi yang diakui kebenarannya, seperti text book atau jurnal. Mahasiswa diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang tejadi di masyarakat. masyarakat. Mahasiswa Mahasiswa diharapkan diharapkan dapat memecahkan memecahkan masalah tersebut tersebut dengan dengan mengguna menggunakan kan langkah-lang langkah-langkah kah yang ada. Dengan Dengan adanya adanya sistem pembelajaran pembelajaran seperti seperti ini mahasi mahasiswa swa dihara diharapka pkan n dapat dapat menjad menjadii lebih lebih aktif aktif dalam dalam mengik mengikuti uti kegiat kegiatan an perkul perkuliah iahan. an. Setela Setelah h PBL mahasis mahasiswa wa diharap diharapkan kan dapat dapat mengua menguasai sai outline yang diberikan dalam bentuk skenario, dan menganalisa permasalahan permasalahan yang timbul dengan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan sistematis.
Informasi 1
Ny. Kara berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh suaminya dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Ny kara mengatakan bahwa saat s aat ia bangun pagi 1 hari yang lalu, tiba-tiba dia merasa tangan dan kaki kirinya terasa lemah. Dia masih bisa berjalan dan makan sendiri. Sore harinya ia merasakan bahwa tangan dan kaki kirinya semakin lemah. Ny. Kara bahkan tidak dapat mengangkat gelas. Pada malam hari saat nyonya Kara berusaha bangun dari tempat tidur untuk buang air kecil, ia merasa kelemahannya semakin berat. Ia tida tidak k bisa bisa berja berjala lan n tanp tanpaa bant bantua uan. n. Selam Selamaa terja terjadi di seran seranga gan n Ny.k Ny.kar araa tida tidak k mengeluh nyeri kepala, tidak muntah maupun pusing berputar. Suaminya Suaminya mengatakaka mengatakakan n bahwa wajah Ny.Kara Ny.Kara tidak simetris. Mulutny Mulutnyaa menceng ke kanan dan bicaranya menjadi tidak jelas (pelo). Keluaganya baru memanggil dokter untuk memeriksakan Ny. Kara keesokan harinya, kemudian dokter merujuknya ke rumah sakit.
1. Klar Klarif ifik ikas asii Isti Istila lah h
Kelemahan anggota gerak pada salah satu sisi tubuh disebut juga hemiparese.
2. Bata Batasa san n mas masal alah ah
Ny. Kara, 62 tahun, wanita. Kelu Keluha han n utam utamaa
: lemah lemah ang anggo gota ta gera gerak k kiri kiri (tan (tanga gan n dan dan kaki kaki))
Onset
: pukul 1 tadi malam
Kualitas
: tidak bisa berjalan tanpa bantuan
Progresitas
: memburuk
Geja Gejala la peny penyer erta ta
: tida tidak k bisa bisa meng mengan angk gkat at gela gelas, s, waja wajah h asim asimet etri riss (mul (mulut ut mencong ke kanan), bicara menjadi tidak jelas (pelo). Tidak ada nyeri kepala, tidak muntah, dan tidak pusing
Kronologis
: kemarin
masih bisa berjalan dan makan sendiri
sore
hari hariny nya, a, tang tangan an dan kaki kaki tera terasa sa lem lemah; ah; tida tidak k bisa bisa mengangkat gelas
malam hari, kelemahan memberat
tidak bisa bangun dari tempat tidur untuk buang air kecil,
tidak bisa jalan tanpa bantuan
pagi harinya, keluarga
memanggil dokter dan nyonya Kara dirujuk ke rumah sakit.
3. Analisis masalah informasi 1
a. Anamnesis tambahan: 1) Riwayat Penyakit Sekarang: -
Gejala penyerta: apakah terdapat nyeri kepala, kejang,
mual, muntah, penurunan kesadaran, atau gangguan penglihatan dan lain-lain? 2) Riwayat Penyakit Dahulu: -
Apakah menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit lainnya? -
Apakah pernah mendapatkan pengobatan tertentu?
-
Apakah pernah dirawat di rumah sakit?
-
Apakah pernah kecelakaan atau operasi?
-
Apakah alergi terhadap sesuatu?
3) Riwayat Penyakit Keluarga? -
Apakah keluarga pasien ada yang menderita penyakit
seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit lainnya? -
Apakah keluarga pasien ada yang memiliki riwayat
menderita penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit lainnya? 4) Riwayat Sosial Ekonomi: -
Apa pekerjaan pasien?
-
Berapa anak pasien? Bagaimana hubungan sosial antara
pasien dengan keluarganya? -
Bagaimana lingkungan sekitar rumah pasien?
-
Apa kebiasaan pasien? Bagaiaman kebiasaan anggota
keluarga di rumah? -
Bagaimana pola makan dan minum pasien?
-
Bagaimana aktivitas olahraga pasien?
b.
Pemeriksaan fisik:
1) Bagaimana keadaan umum pasien? Apakah terdapat penurunan kesadaran?
2) Bagaimana status GCS pasien? 3) Bagaimana tanda vital pasien? Apakah terjadi peningkatan tekanan darah atau tidak?
4) Bagaimana stautus internus pasien? 5) Bagaimana status neurologis pasien? c.
Pemeriksaan laboratorium: 1) Darah lengkap. 2) Profil lipid. 3) Gula darah sewaktu. 4) Gula darah puasa. 5) Gula darah 2 jam pasca pembebanan.
d.
Pemeriksaan penunjang lain. 1) CT Scan kepala. 2) Rontgen thorax.
Informasi 2 Riwayat kesehatan
Ny. Kara menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak teratur control. Tidak ada riwayat DM maupun penyakit jantung, tetapi Ny. Kara merupakan seorang perokok berat. Tidak ada riwayat sakit seperti ini dalam keluarga. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : sadar penuh Tekanan darah : 190/100 mmHg. Denyut nadi
: 92x/menit, regular.
Respirasi
: 22x/menit.
Suhu tubuh
: 36,3 ºC.
Dari pemeriksaan status interna hanya didapatkan pembesaran jantung (batas kiri 2 cm lateal midclavicular line), lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan Neurologis
Meningeal Sign : (-) N. Cranialis
:
Parese N. VII kanan tipe sentral Parese N. XII kanan tipe sentral Mata hemianopsia homonim kiri Fungsi motorik hemiparesis spastic kiri dengan kekuatan 5 2 5 3 Fungsi sensorik hemihipestesia kiri Fungsi vegetative dalam batas normal Tabel 1. Tabel refleks fisiologis dan patologis Refleks fisiologis Bicep/tricep/radial Ankle/achiles
+ +
↑ ↑
Refleks patologis babinsky
-
+
Hasil laboratorium : Hb
: 12,8 gr/dl
PCV
: 40 %
Leukosit
: 8100/mm3
Trombosit
: 225.000/mm 3
Gula darah puasa
: 140 mg/dl
Gula darah 2 jam PP : 210 mg/dl Kolesterol total
: 265 mg/dl
HDL
: 45 mg/dl
LDL
: 175 mg/dl
Trigliserida
: 192 mg/dl
Asam urat
: 5,2 mg/dl
BUN
: 25 mg/dl
Kreatinin serum
: 1,1 mg/dl
4. Analisis masalah informasi 2
a. Tekanan darah 190/100 mmHg tekanan darah meningkat
b. Pembesaran jantung (batas kiri 2 cm LMC) cardiomegaly c. Parese N. VII dan N. XII kiri tipe sentral unilateral sinistra terganggu d. Hemianopsia homonim kiri gangguan satu daerah lapang pandang kiri e. Hipestesia spastik kiri dengan kekuatan ekstremitas superior 2 dan
ekstremitas inferior 3
terdapat lesi yang menyebabkan perbedaan
kekuatan motorik f.
Hipestesia kiri terjadi kurang peka rangsang di daerah kiri tubuh
g. Refleks fisiologis biceps-triceps-radial-achilles meningkat di daerah kiri tubuh h. Refleks patologis Babinsky positif di daerah kiri tubuh i.
GDP: 140 mg/dl dan 2 jam PP 210 mg/dl
meningkat gula darahnya
(DM) j.
Kolesterol: 265 mg/dl
meningkat
k. HDL: 45 mg/dl batas bawah l.
LDL: 175 mg/dl
dislipidemia
meningkat
5. Diferential diagnosis
1. Hemiparesis sinistra Hemiparesis adalah kelumpuhan yang terjadi pada lengan dan tungkai pada satu sisi yang sama beratnya, ataupun lengan lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya. Hemiparesis kiri terjadi jika terdapat lesi di hemisfer dekstra. Hemiparesis ini merupakan salah satu manifestasi klinik yang muncul pada penyakit stroke. 2. Stroke Stroke adalah penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. 1) Stroke iskemik
-
Kelumpuhan terjadi melalui proses (berangsur-angsur) /
tidak mendadak
-
Kelumpuhan biasanya saat pasien istirahat atau tidak saat
beraktifitas
-
Tidak ada nyeri kepala
-
Tidak ada muntah
-
Tidak ada kejang-kejang
-
Penurunan kesadaran bersifat ringan
2) Stroke hemoragik -
Stroke disebabkan
perdarahan
terjadi saat
penderita
beraktifitas
-
Pasien mengalami nyeri kepala hebat
-
Adanya kejang atau muntah saat terjadi
-
Penurunan kesadaran bersifat sangat nyata
-
Pasien biasanya hipertensi dengan tiba-tiba terjatuh
-
Biasanya di dahului emosi atau marah-marah
3. Tumor cerebri Tumor pada jaringan otak dibagi menjadi tumor intracranial dan tumor ekstrakranial. Tumor intrakranial adalah tumor yang berasal dari jaringan otak itu sendiri dan biasanya banyak menyerang jaringan lnak pada otak seperti pembuluh darah, parenkim otak, dan meninges. Sedangkan tumor ekstrakranial merupakan tumor hasil dari metastasis tempat lain seperti Ca Paru dan Ca Nasofaring. Gejala dan tanda yang khas pada penderita tumor adalah defisiensi neurologis progresif, nyeri kepala disertai kejang dan
berlangsung
secara prograsif
(makin
memburuk). Gejala yang ditunjukkan akibat adanya tumor dipengaruhi oleh 1) Jenis tumor 2) Lokasi tumor 3) Desakan 4) Pertumbuhan 5) Invasifitas tumor Gangguan yang disebabkan oleh tumor otak pada umumnya adalah bergantung pada lobus yang ditempati atau mendapat pendesakan dari tumor tersebut. Tabel 2. Tabel perbedaan manifestasi klinis tumor di tiap lobus
a.
Tumor lobus frontal
b. Tumor lobus occipital
-
Demensia
- Hemianopsia hamonim
-
Gangguan perilaku
- Hemianopsia kontralateral
-
Gagguan mood
-
Inkontinensia
-
Disfungsi olfactory
c.
Disfungsi opticus Tumor lobus temporal
d. Tumor brainstem
-
Gangguan berbahasa
-
Gangguan saraf cranial
-
Gangguan memori
-
Gangguan fungsi vital
-
Gangguan mood
-
Gangguan perilaku Tumor beserta edema yang dihasilkan akibat pertumbukan yang
abnormal akan menyebabkan aliran LCS tidak berjalan dengan baik dan ruangan pada otak yang seharusnya tidak diisi oleh massa akan terisi oleh tumor. Hali inilah yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang bermanifestasi sebagai trias TIK yaitu : 1) Edema papil
2) Muntah proyektil 3) Nyeri kepala 4. Afasia
Afasia adalah kesulitan dalam memahami dant atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang menlibatkan hemisfer otak. 1) Afasia sensorik/Wernicke/reseptif
Terjadi lesi di temproro parietal. Pasien Bicara terlalu banyak, cara pengucapan baik dan irama kalimat juga baik, namun ada gangguan berat pada memformulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa lisan dan tulisan tidak atau kurang difahami dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak begitu sadar dengan kekuranganya. 2) Afasia motorik/ Broca/ekspresif
Terjadi lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam bicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta dapat preserverasi. Pasien sadar akan kekurangan dan kelemahanya. Pemahaman bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu dibanding dengan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.
6. Sasaran belajar a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi serebrum
b. Menjelaskan fungsi hemisfer cerebri c. Menjelaskan anatomi dan fisiologi n.cranialis
d. Menjelaskan jaras piramidalis dan ekstrapiramidalis e. UMN dan LMN beserta karakteristik lesinya f. Jaras motorik dan sensorik g. Definisi dan insidensi stroke
h. Mekanisme dan klasifikasi stroke i.
Tanda dan gejala beserta patofisiologinya
j.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
k. Skoring untuk penilaian jenis stroke l.
Diagnosis klinis, diagnosis topis, dan diagnosis etiologis
m. Factor resiko dan pencegahan stroke n. Komplikasi stroke o. Tatalaksana dan rehabilitasi medic stroke p. Prognosis, aspek psikososial, dan aspek etis pada stroke
BAB II PEMBAHASAN
a. Anatomi dan fisiologi cerebrum
Tabel 3. Tabel lobus korteks cerebri dan fungsinya Lobus-lobus Korteks Cerebri
Fungsi
Lobus Frontalis
Aktivitas motorik volunteer Kemampuan berbahasa (Area Broca) Elaborasi pikiran Kontrol volunter gerak otot-otot rangka (area korteks motorik primer depan sulcus centralis)
di
Penerima dan pengolah input sensoris sensasi somestetik atau eksternoseptif; berupa sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri. (area korteks
Lobus Parietal
somatosensorik di belakang sulcus centralis) Kesadaran akan ( propriosepsi)
posisi
tubuh
Penerima rangsang dari visceral tubuh (internoseptif ) Lobus Temporal
Penerima sensasi suara
Lobus Occipital
Pengolahan awal dari input penglihatan
Cerebrum terletak di fossa cranii anterior dan medius serta menempati seluruh cekungan tempurung otak. Cerebrum terbagi menjadi dua, yaitu diencephalon yang
membentuk
inti sentral
dan
telencephalon
yang
membentuk hemispherium cerebri. Diencephalon dapat dibagi menjadi 4, yaitu : talamus, subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Talamus merupakan daerah fungsional yang penting dan berberapn sebagai pusat seluruh sistem sensorik utama, kecuali jaras olfactorius dan
terletak di setiap sisi ventriculus tertius. Struktur ini dianggap sebagai pusat yang mengintegrasikan dan menyalurkan berbagai informasi ke cortex cerebri dan berbagai regio subkortikal lainnya serta berperan penting dalam pengintegrasian fungsi viseral dan somatik. Epitalamus terdiri dari nucleus habenularis dan glandula pinealis. Nucleus habenularis
merupakan pusat integrasi jaras aferen olfactorius,
visera, dan somatik. Glandula pinealis dikenal sebagai kelenjar endokrin yang dapat mepengaruhi aktivitas kelenjar hipofisis, pulau-pulau Langerhans pankreas, paratiroid, adrenal, dan gonad. Kinerja utamanya sebagai inhibitor, baik menghambat produksi hormon secara langsung maupun menghambat sekresi releasing factor dari hipotalamus. Hipotalamus merupakan bagian dencephalon yang terbentang dari daerah chiasma opticum ke tepi kaudal corpus mammillare. Hipotalamus mengendalikan dan mengintegrasikan fungsi sistem saraf otonom dan sistem endokrin serta berperan penting dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Hipotalamus berperan dalam pengaturan suhu, cairan, rasa lapar dan haus, perilaku seksual, serta emosi. Hemispherium cerebri merupakan bagian otak terbesar dan keduanya dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri. Fissura tersebut berisi lipatan duramater yang berbetuk seperti bulan sabit (falx cerebri) dan arteria cerebralis anterior. Di bagian fissura yang dalam, terdapat corpus callosum yang berfungsi menghubungkan kedua hemispherium. Lipatan horizontal duramater yang kedua memisahkan hemispherium cerebri dari cerebellum disebut tentorium cerebelli. Sulcus-Sulcus Utama 1) Sulcus sentralis Gyrus yang terletak di sebelah anteriornya mengandung sel motorik yang menginisiasi gerakan tubuh sisi kontralateral, sedangkan gyrus di posterior sulcus tersebut terletak konteks sensorik umum yang menerima informasi sensorik dari sisi tubuh kontralateral. 2) Sulcus lateralis
Sulcus lateralis merupakan celah dalam yang ditemukan di permukaan inferior dan lateral hemisphere cerebri. 3) Sulcus parieto-occipitalis Sulcus ini berjalan turun dan ke arah anterior pada permukaan medial untuk bertemu dengan sulcus calcarina 4) Sulcus calcarina Sulcus ini dimulai dari bawah ujung posterior corpus callosum dan melengkung ke atas dan belakang untuk mencapai polus occipitalis yang merupakan tempat berakhirnya sulcus tersebut. Lobus-Lobus Hemispherium Cerebri 1) Lobus frontalis Lobus ini merupakan pusat intelegensia, terdapat daerah motorik di bagian anterior sulcus centralis dan di bagian posterior sulcus centralis merupakan area sensorik. Adanya suatu kelainan yang menetap di lobus ini dapat menyebabkan gangguan intelektual, hemiparesis kontralateral, dan perubahan personalitas. 2) Lobus temporalis Terdapat area bicara yang berjalan dari bagian bawah lobus parietal sampai ke lobus temporalis. Area auditori terletak di lobus temporalis yang menginterpretasikan impuls yang dijalarkan dari nervus cochlear. Sedangkan area olfactorius yang mengantarkan impuls dari hidung dan diinterpretasikan pada lobus temporalis bagian dalam. Kelainan pada lobus ini
dapat
menyebabkan
disfasia,
gangguan
pendengaran, gangguan emosi dan memori. 3) Lobus parietalis Termasuk di daerah postcentralis yang mempersepsikan sensorik. Daerah ini digunakan juga digunakan untuk mempersepsikan memori. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan gangguan sensorim, agrafia, dan apraksia 4) Lobus oksipitalis Pusat penglihatan terletak di daerah ini. N. Opticus berjalan melalui jaras penglihatan sehingga akan diinterpretasikan di lobus
oksipitalis. Kelainan di daerah ini dapat menyebabkan defek medan penglihatan, disleksia, dan gangguan optomotor. Gambar 1. Gambar anatomi cerebrum
Gambar 2. Gambar anatomi meningens
Gambar 3. Gambar anatomi sistem ventrikel
Gambar 4. Gambar anatomi nervus cranialis (kecuali N. I)
Gambar 5. Gambar anatomi vaskularisasi di cerebri
b. Menjelaskan fungsi hemisfer cerebri Tabel 4. Tabel hemisfer cerebri dan fungsinya Hemisfer cerebri Hemisfer dekstra
Fungsi Persepsi spasial, kemampuan artistik,
Hemisfer sinistra
musik, holistik Logis, analitik,
sekuensial,
verbal
(matematika, pembentukan bahasa, dan filsafat), fragmenter
c. Menjelaskan anatomi dan fisiologi n.cranialis Tabel 5. Tabel nervus cranialis No
Tempat keluar
Fungsi
Sensorik 1 2
Olfactorius Opticus
3
Oculomotorius
4
Trochealaris
5
6 7 8
9 10 11
12
Foramina cribosa Canalis Opticus Fissura orbitalis suprior
Pembau Pengelihatan (inervasi bola mata) --
Motorik
inervasi m. levator palpebra (gerak mata atas, bawah, medial) Inervasi m. obliquus superior (gerak mata inferior lateral) Inervasi otot-otot mastikasi (pengunyah)
Fissura orbitalis -sup. Trigeminus : Fissura orbitalis Opthalmicus sup Kulit, dahi, kepala, cornea mata, pangkal hidung, kelopak bola mata Foramen Maxillaries rotundum Pipi, gerigi, rahang atas, labii superior, daerah pipi, sinus maxillaries Foramen Ovale Mandibularis Dagu, gerigi-gerigi rahang bawah, auricular, Os. Temporal Abducens Fissura orbitalis -Inevasi m. rectus lateral (gerak sup bola mata kea rah lateral Facialis Meatus acusticus Pengecapan anterior lidah Otot-otot daerah wajah internus Vestibulocochlear Meatus acusticus Bercabang menjadi : -is internus n. vetibulo : untuk keseimbangan n. cochlearis : pendengaran Glossopharingeus Foramen Pengecapan posterior lidah m. stylopharingeus : menelan Jugularis Vagus Foramen Terdistribusi luas ke organ-organ thorax dan abdumen Jugularis Accecorius Foramen -m. sternocleidomastoideus Jugularis m.trapezius (menggelengkan dan penggerakan bahu) Hypoglosuss Canalis -Otot lidah dan berbicara dan hypoglosus dapay juga meningkatkan peristaltic usus
d. Menjelaskan jaras piramidalis dan ekstrapiramidalis Kerjasama
yang
terpadu
antara sistem piramidal dan
sistem
ekstrapiramidal diperlukan dalam fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka, keduanya mempunyai andil besar dalam gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki fungsi yang berbeda dalam menghasilkan gerakan.Sistem piramidal berperan dalam gerakan volunter, yaitu gerakan sadar yang harus dilakukan, sedangkan sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir. 1) Sistem Piramidal Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang berasal dari korteks motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak dan turun ke spinal cord . Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls gerakan yang diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna, kapsula interna meneruskan impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai medulla oblongata impuls diteruskan menuju medula spinalis substansi kelabu, yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali diteruskan menuju ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang sadar. Traktus kortikospinalis berada didalam korteks motorik dan berjalan melewati corona radiata, bagian posterior limb dari kapsula intrerna, central portion dari crus cerebri, pons dan dasar dari medulla. Traktus kortikospinalis dikenal juga dengan nama sebagai traktus piramidalis, dan merupakan traktus desendens yang paling besar dan paling penting pada manusia. Dalam hal ini perlu dibedakan dengan pengertian dari sistem piramidal. Sistem piramidal merupakan suatu susunan serat-serat desendens yang mengantarkan impuls-impuls motorik langsung dari korteks cerebri ke bagian nuclei motorik di dalam batang otak dan medulla spinalis. Serat-serat piramidal yang berakhir di batang otak dikenal sebagai traktus kortikobulbaris atau corticonuklearis,
sedangkan yang berakhir didalam medulla spinlis dikenal sebagai tractus corticispinalis Traktus kortikospinalis terdiri atas axon-axon yang berasal dari selsel neuron didalam cortex cerebri. Serabut traktus kortikospinal timbul sebagai akson sel-sel piramidal yang terletak dalam kelima cortex serebri. Sekitar sepertiga dari serabut yang berasal dari cortex motorik (area 4), sepertiga kortex motorik sekunder (area 6), sepertiga dari lobus parietalis (area – area 3,1,2) sehingga dua pertiga timbul dari gyrus precentralis. Serta sepertiga timbul dari gyrus postcentralis. Fungsi system pyramidal adalah:
-
Memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau suatu
gerak sadar yang bersifat halus.
-
Kontraksi otot distal, khususnya pada tangan dan jari.
Gambar 6. Gambar traktus piramidalis
2) Sistem ekstrapiramidal Sistem ekstrapiramidal merupakan jalur antara korteks serebal, basal ganglia, batang otak, spinal cord yang keluar dari traktus piramidal. Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, intiinti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori). Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba di seluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuitsirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit
striatal
asesorik
ke-1
merupakan
sirkuit
yang
menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum yang akan mengontrol gerakan sekutu saat suatu gerakan volunteer sedang berlangsung (gerakan yang timbul akan halus dan terkoordinasi, gangguan pada sirkuit ini dapat menyebabkan ataksia). Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikumglobus palidus yang akan mengontrol gerakan inhibisi saat diam (gangguan pada sirkuit ini dapat menyebabkan teremor saat istirahat). Sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari
striatum-subtansia nigra-striatum akan mengontrol inhibisi gerakan kasar (gangguan pada sirkuit ini dapat menyebabkan korea). Fungsi sistem ekstrapiramidal untuk :
-
Mempertahankan tonus otot
-
Mengontrol gerakan kasar.
-
Perencanaan suatu gerakan
Gambar 7. Gambar Traktus Ekstrapiramidal
e. UMN dan LMN beserta karakteristik lesinya 1) Lesi UMN dan LMN UMN atau upper motor neuron merupakan area motorik yang dimulai dari cerebral sampai ke medulla spinalis, dengan kata lain area UMN merupakan system saraf pusat. Sedangkan LMN atau lower motor neuron merupakan area motorik system saraf perifer. Perjalanan LMN mulai dari
badan selcornu anterior medulla spinalis sampai ke perifer. Lesi yang ditimbulkan antara keduanya memiliki karakter yang khas masing-masing. Karakter masing-masing lesi akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Tabel karakteristik parese N. XII tipe sentral dan perifer Perbedaan Kelumpuhan otot lidah Atropi otot lidah Fasikulasi Tremor lidah
Sentral (UMN) Ringan -
Perifer (LMN) + + + +
Tabel 7. Tabel karakteristik parese N. VII tipe sentral dan perifer Jenis Pemeriksaan Mengangkat alis Memperlihatkan gigi Menutup mata Mengerutkan dahi Bersiul/ mencucu
Sentral (UMN) + Moncong ke sehat + + Moncong ke sakit
Perifer (LMN) Moncong ke sakit Moncong ke sakit
Tabel 8. Tabel perbedaan kelumpuhan tipe sentral dan perifer UMN
LMN
Distribusi paralisis otot
Unilateral pada satu sisi Tergantung di mana letak dan contralateral dari lesi dan otot mana yang letak lesi. dipersarafi oleh saraf tersebut.
Tonus otot
Akut: hipotonik Kronis: spastik hipertonik
atau
Hipotonik baik maupun kronis.
akut
Akut: tidak ada refleks Hiporefleks atau bahkan tendon dalam (deep tidak muncul refleks. tendon reflex)
Refleks
Kronis: hiperefleks. Refleks patologis
Muncul refleks patologis.
Tidak muncul patologis.
Fasikulasi
Tidak ada.
Ada.
Klonus
Terdapat klonus.
Tidak ada klonus.
Atrofi otot lumpuh
Tidak atrofi.
Atrofi.
Reflek automatism
Muncul.
Tidak muncul.
refleks
spinal
f. Jaras motorik dan sensorik 1) Traktus Descenden Perintah motorik dari SSP didistribusikan oleh sistem saraf somatis dan otonom. Sistem saraf somatis menyebabkan terjadinya kontraksi otot skelet. Hasil kerja dari sistem saraf somatis merupakan suatu gerakan volunteer. Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron yang disebut neuron descendens. Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem saraf pusat tempat impuls tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel di dalam cortex cerebri atau berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron internuncial
(interneuron) yang terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di columna grisea anterior. Secara neuroanatomi traktus descendens dibagi menjadi upper motor neuron dan lower motor neuron. Lower motor neuron merupakan motor neuron terakhir yang berhubungan dengan organ efektor (neuron tingakt tiga). Batas keduanya berada di akson neuron tingkat ketiga. Berbagai neuron yang berasal dari upper motor neuron akan bersinaps pada lower motor neuron dan dapat berefek eksitatori ataupun inhibisi. Penamaan traktus descendens secara umum berdasarkan asal dan tempat traktus tersebut berasal, sebagai contoh traktus corticospinalis artinya traktus tersebut berasal dari cortex cerebri dan berakhir di medula spinalis. Secara fungsi klinis traktus descendens dibagi menjadi traktus pyramidalis dan extrapyramidalis. Traktus pyramidalis terdiri dari traktus corticospinal dan traktus corticobulbar . Traktus extrapyramidalis dibagi menjadi lateral pathway dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari traktus rubrospinal dan medial pathway terdiri dari traktus vestibulospinal, traktus tectospinal dan traktus retikulospinal. Medial pathway mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. 2) Traktus Corticospinal Serabut traktus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna. Pada medulla oblongata traktus corticospinal nampak pada permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut 85% traktus corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio pyramidalis sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla spinalis. Traktus corticospinalis yang menyilang pada ducassatio akan membentuk traktus corticospinal
lateral dan yang tidak menyilang akan membentuk traktus corticospinal anterior. 3) Traktus Kortikobulbar
Serabut traktus kortikobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama dengan traktus corticospinal, namun traktus corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus kortikobulbar menjalankan fungsi kontrol volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot pada faring dan leher. Seperti halnya dengan traktus corticospinal, traktus kortikobulbar pun mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya motor neuron tersebut. Gambar 8. Gambar Traktus kortikobulbar
4) Medial Pathway Medial pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus otot dan pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio retikularis.
Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di vestibulum untuk mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Traktus descendens
yang
berasal
dari
nukleus
tersebut
ialah
traktus
vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk menjaga postur tubuh dan keseimbangan. Colliculus superior menerima sensasi visual. Traktus descendens yang berasal dari colliculus superior disebut traktus tectospinal. Fungsi traktus ini ialah untuk mengatur refleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan. Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang membentuk jejaring (retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat dari medulla spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir semua seluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio retikularis turun melalui traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral yang disebut traktus reticulospinalis pontine serta menyilang maupun tidak dari bagian medulla oblongata yang disebut traktus reticulospinalis medullaris. Kedua kelompok serabut ini masuk columna alba anterior. Fungsi dari traktus reticulospinalis ini ialah untuk menghambat atau memfasilitasi gerakan voluntar dan kontrol simpatis dan parasimpatis. Traktus ini menjalankan tugasnya dengan mengaktifkan atau menghambat aktivitas neuron motorik alfa dan gamma serta dalam dugaan otonomik agar hipotalamus
dapat
mengatur aliran simpatis dan
parasimpatis daerah sacralis. 5) Lateral pathway Lateral Pathway (Jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisi pergerakan dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor neuron dari nukleus ruber ini turun melalui traktus rubrospinal. Pada manusia traktus rubrospinal kecil dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical.
Neuron-neuron nucleus ruber ini juga menerima impuls aferen dari cortex cerebri dan cerebellum yang dapat mempengaruhi aktivitas neuron motorik alfa dan gamma medulla spinalis. Traktus ini memfasilitasi aktivitas otot fleksor dan menghambat aktivitas otot ekstensor atau antigravitasi. 6) Lengkung Refleks Selain oleh traktus dari upper motor neuron, impuls lower motor neuron juga dipengaruhi oleh lengkung refleks. Refleks adalah suatu respons involunter terhadap sebuah stimulus. Secara sederhana lengkung refleks terdiri dari organ reseptor, neuron aferen, neuron efektor dan organ efektor. Sebagai contoh ialah refleks patella. Pada otot terdapat serabut intrafusal sebagai organ reseptor yang dapat menerima sensor berupa regangan otot, lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis melalui ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan langsung bersinaps dengan lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan mengkontraksikan otot melalui serabut ekstrafusal agar tidak terjadi overstretching otot.
g. Definisi dan insidensi stroke Definisi stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh adanya gangguan pembuluh darah otak, yang timbul secara mendadak dan cepat dari gejala dan tanda yang sesuai dengan suatu daerah fokal otak (Gofir, 2009). Poin-poin penting definisi stroke : 1)
Kelainan saraf yang terjadi sifatnya mendadak
2)
Terdapat gangguan fungsional otak fokal maupun global
3)
Disebabkan oleh gangguan vaskuler di otak
Insidensi Kejadian Stroke Gambar 9. Skema insidensi kejadian stroke Stroke
Kasus Stroke Iskemik, 85%
Kasus Stroke Hemorragik, 15%
Hipertensi, 7% Faktor lain, 64% Atherosklerosis, 4%
Aneurysmal Subdural Acute Hemorrhage, 4%
Faktor lain, 4%
Kardioembolik, 17% h. Mekanisme dan klasifikasi stroke Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu stroke perdarahan dan stroke iskemik (Gofir, 2009). 1) Stroke Perdarahan Stroke perdarahan atau stroke hemorrage adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Stroke perdarahan ini dibagi menjadi dua, yaitu : perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid (Gofir, 2009).
-
Perdarahan intraserebral (PIS) Perdarahan ini terjadi di dalam piamater. Penyebab utamanya
adalah hipertensi, sedangkan penyebab lainnya yaitu malformasi arteriovenosa (AVM), Angioma Cavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi anti-koagulan, dan agiopati. Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi menvaskularisasi otak pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak dan kadang menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan. Pada orang hipertensi kronis, terjadi proses degeneratif pada otot dan unsur elastisitas dari dinding arteri. Perubahan degeneratif ini dan ditambah
dengan beban tekanan darah tinggi, dapat membentuk aneurisma yang sewaktu-waktu dapat pecah, khususnya pada lonjakan tekanan darah sistemik.
-
Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya
aneurisma arterial yang terletak di dasar otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan piamater. Penyebab lainnya dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid,
dan
penggunaan
obat.
Pecahnya
aneurisma
dapat
menyebabkan perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan LCS sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. 2) Stroke iskemik Stroke iskemik pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati. Perjalanan klinis pasien dengan stroke iskemik akan sebanding dengan tingkat penurunan aliran darah ke jaringan otak (Gofir, 2009).
-
TIA (Transient Ischemic Attack) TIA merupakan gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli (Gofir, 2009).
-
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Seperti TIA, gejala neurologis pada RIND juga akan
menghilang, hanya saja waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam. Biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam (Gofir, 2009).
-
Stroke in Evolusion (progession stroke) Pada stroke ini gejala neurologis fokal terus memburuk setelah
48 jam. Kelainan neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap. Diagnosis stroke jenis ini ditegakkan mungkin karena dokter dapat mengamati secara langsung atau berdasarkan atas keterangan pasien bila peristiwa sudah berlalu (Gofir, 2009).
-
Completed Stroke Non-Haemmorhagic Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang
sifatnya sudah menetap tidak berkembang laig. Kelainan neurlogi yang muncul bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark (Gofir, 2009). i. Tanda dan gejala beserta patofisiologinya 1) Patogenesis dan patofisiologi stroke iskemia
Segala kelainan pada otak yang disebabkan oleh proses patologis pada pembuluh darah dinamakan penyakit serebrovaskuler. Termasuk dalam kategori ini adalah lesi dinding pembuluh darah, oklusi lumen pembuluh darah, dan perubahan pada kualitas darah misalnya peningkatan viskositas darah. Kelainan otak yang diinduksi oleh penyakit serebrovaskuler yaitu (1) iskemia dengan atau tanpa infark jaringan saraf di otak (ischemia), atau (2) perdarahan (hemorrhage). Manifestasi klinik tersering dari penyakit serebrovaskular adalah stroke (cerebrovascular accident ). Oleh karenanya, stroke diklasifikasikan dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik dibagi ke dalam stroke trombotik dan embolik. Patogenesis iskemia serebral yang menimbulkan stroke iskemik didasarkan pada pembentukan thrombus yang menyebabkan oklusi arteri yang memvaskularisasi otak. Sedangkan pada stroke embolik, oklusi dapat berasal dari thrombus yang terlepas maupun dari gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena endokarditis bacterial atau gumpalan darah dan jaringan karena infark mural. Berbagai factor risiko seperti yang dimiliki pasien dalam kasus yaitu pengidap DM, hipertensi, dan merupakan perokok pasif mendukung terjadinya plak aterosklerotik. Penjelasan mengenai hal ini diperlihatkan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 10. Gambar faktor risiko stroke dan mekanismenya
Hiperlipidemia dan faktor risiko lain seperti diabetes melitus, hipertensi serta radikal bebas dari asap rokok diduga menyebabkan jejas endotel, sehingga terjadi perlekatan trombosit dan monosit serta pengeluaran factor pertumbuhan, termasuk platelet derived growth factor (PDGF), yang menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos. Sel otot polos
menghasilkan
banyak
matriks
ekstrasel
dan
kolagen
dan
proteoglikan. Sel busa dan plak ateromatosa berasal dari makrofag dan sel otot polos-dari makrofag via reseptor lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan reseptor penyapu yang mengenali lipoprotein densitas rendah (LDL) termodifikasi (misal, LDL teroksidasi), dan dari sel otot polos melalui mekanisme yang masih jelas. Lipid ekstrasel berasal dari perembesan
dari
lumen
pembuluh,
terutama
apabila
terdapat
huperkolesterolemia, dan juga dari sel busa yang mengalami degenerasi. Penimbunan kolseterol dalam plak seyogianya dipandang sebagai cermin ketidakseimbangan antara influks dan efluks, dan lipoprotein densitas tinggi (HDL) mungkin membantu membersihkan kolesterol dan timbunan ini. Proses pada Gambar 10 kemudian berlanjut seiring waktu pada pasien stroke iskemik. Sampai suatu ketika terjadi plak aterosklerotik yang
sangat luas sehingga menutupi lumen arteri (arterial occlusion). Oklusi arteri akan memicu pelepasan glutamate dan menyebabkan iskemia serebral. Glutamat dan iskemia ini memicu terjadinya influks Ca/Na sehingga terjadi proteolisis. Proteolisis ini menimbulkan kerusakan pada membrane dan sitoskeleton sel saraf yang berujung pada kematian sel saraf di otak. Iskemia yang terjadi juga meningkatkan radikal bebas yang diproduksi, tepatnya saat proses reperfusi. Radikal bebas yang dimaksud termasuk O2- dan OH. Seperti halnya radikal bebas yang lain, mereka bekerja dengan menghancurkan protein, asam dan lipids, komponen asam lemak pada fosfolipid membrane, yang berujung pada perubahan permeabilitas membrane seluler (peroksidasi lipid). Sumber utama reaktif oksigen terutama dihasilkan dari oksidasi asam arakhidonat oleh enzim cyclo-oxygenase dan lipooxygenase. Sumber lain dari radikal bebas adalah sintesis NO oleh NOS, sebuah enzim yang diaktivasi oleh calcium-calmodulin. Mekanisme ini terutama terjadi pada fase akut dan sub akut iskemia. Proses ini memicu leukosit dan jenis sel darah putih lainnya untuk mengaktivasi adhesion molecul (molekul perlekatan) pada endotel. Fenomena penting lain yang terjadi saat iskemia adalah proses inflamasi itu sendiri. Bukti terbaru menunjukkan bahwa inflamasi merupakan penyebab kedua kerusakan saraf otak setelah iskemia serebral. Penarikan leukosit pada daerah yang mengalami jejas dapat terjadi sekitar 30 menit setelah cedera terjadi. Leukosit tersebut dapat mengganggu aliran eritrosit dalam mikrovaskuler; fosfolipase yang dihasilkan dalam leukosit juga dapat memicu pengeluaran zat yang menimbulkan vasokontriksi dan meningkatkan
agregasi
platelet (contohnya leukotrien, eikosanoid,
prostaglandin, dan platelet activating factor) dan produk–produk yang dikativasi oleh leukosit (contohnya proinflammatory cytokines, toxic oxygen metabolites, proteases, gelatinases, dan collagenases) dapat menyebabkan kerusakan jaringan saraf.
Gambar 11. Gambar kaskade Iskemia Serebral
Patofisiologi
Untuk mengetahui topis pada iskemia serebral yaitu berdasar pada vaskularisasi otak. Daerah yang mengalami kerusakan akibat iskemia serebral tampak sebagai gejala dan tanda klinis. Dalam kasus terdapat tanda klinis berupa hemiparese dekstra, afasia, parese N.VII dan N. XII, dan hemihipestesia dekstra. Topis untuk tanda klinis ini sesuai dengan daerah fungsional otak yaitu daerah korteks motorik primer (gyrus precentralis) yang terletak pada lobus frontalis, area sensorik primer (gyrus postcentralis) yang terletak pada lobus parietal, daerah Broca (menyebabkan afasia motorik) pada lobus frontalis pars inferior. Kesemuanya terletak pada hemisfer sinistra. Daerah lobus frontalis dan parietalis sebagian besar divaskularisasi oleh arteri serebri media. Hal ini sesuai dengan peta teritori vaskularisasi tiap – tiap arteri pada area otak pada gambar berikut ini:
Gambar 12. Gambar peta teritori vascularisasi tiap-tiap arteri ada area otak
2) Fungsi vegetatif Fungsi vegetatif dilakukan oleh sistem saraf otonom. Peranan susunan saraf outonom adalah :
-
Kehidupan vegetatif
-
Perangai emosional
- Neurohormonal Susunan saraf outonom dibagi dalam sistem saraf pusat dan perifer. Bagian pusat susunan saraf outonom mencakup susunan limbik, hipothalamus,
dan
jaras-jarasnya
yang
menghubungi
kolumna
intermediolateral medula spinalis. Bagian perifer susunan saraf outonom mencakup saraf spinal torakolumbal (simpatis) dan saraf kranial serta spinal sacral (parasimpatis). Peran susunan saraf outonom perifer dalam mengatur dan memelihara kehidupan vegetatif jelas sekali. Pelaksanaan tugasnya berjalan secara reflektorik. Mekanisme proses reflektorik tersebut bekerja terutama secara segmental dan sebagian terpengaruh oleh busur refleks suprasegmental dan supraspinal. Lintasan aferen saraf outonom :
Reseptor di visera
Serabut aferen
Radix dorsal medua spinalis
Medula spinalis
Funikulus dorsalis/tractus spinothalamikus
Thalamus Fungsi vegetatif yang dilakukan sistem saraf outonom antara lain refleks miksi dan defekasi. Fungsi vegetatif mencakup juga pernapasan, suhu tubuh, dan hal-hal lain yang mengurus metabolisme tubuh. Hipothalamus mempengaruhi aktivitas vegetatif melalui pusat regulasi suhu tubuh, pusat regulasi minum dan makan. Hasil pemeriksaan fungsi vegetated dalam kasus adalah normal. Hal ini meunjukkan bahwa jaras-jaras dan area yang melibatkan susunan saraf outonom bukan merupakan area lesi. 3) Hemihipestesia Hemihipestesi adalah hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh saja. Hipestesia atau hipostesia
merupakan
suatu
disestesia mencakup
sensitivitas yang menurun secara abnormal, terutama pada perabaan. Hemihipestesia terjadi karena korteks sensorik primer tidak menerima impuls sensorik dari belahan tubuh kontralateral. Di klinik, hemihipestesia merupakan gejala utama atau gejala penyerta cerebrovascular disease. Infark yang
mengenai seluruh kapsula interna krus posterior sesisi
mengakibatkan hemiplegi kontralateral yang disertai hemihipestesia kontralateral juga. Infark pada daerah tersebut terjadi karena penyumbatan a. lentikulostriata. Apabila cabang a. lentikulostriata yang tersumbat, mungkin bagian ujung belakang kapsula interna krus posterior saja yang mengalami infark. Pada keadaan tersebut, hemihipestesia kontralateral
merupakan gejala utama, tanpa hemiplegia, karena kawasan tersebut hanya dilintasi serabut-serabut aferen yang berproyeksi pada bagian sensorik primer dan tidak ada traktus kortikospinal yang ikut terkena. 4) Hemiparesis/hemiplegia Hemiparesis merupakan kelemahan otot atau paralysis parsial mengenai satu sisi tubuh. Pada umumnya kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia, atau hemiparalisis karena lesinya menempati kawasan susunan piramidal sesisi. Ketiga istilah digunakan secara bebas, walaupun hemiparesis sebenarnya kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan hemiplegi atau hemiparalisis merupakan kelumpuhan sesisi badan yang berat. Hemiplegia yang melibatkan nervus kranial pada batang otak secara khas dinamakan hemiplegia alternans. Kelumpuhan UMN dibagi menjadi : Hemiplegi karena hemilesi di korteks motorik primer
-
Hemiparesis dekstra (jika lesi di hemispherium sinistra) atau hemiparesis sinistra (jika lesi di hemispherium dekstra)
-
Terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan tungkai
-
Kelumpuhan otot-otot wajah, pengunyah dan penelan
-
Afasia motorik dan afasia sensorik
-
Hipertoni yang bersifat spastik
-
Forced crying dan forced laughing
-
Deviasi konjugat
Hemiplegi karena hemilesi di kapsula interna
-
Hemiplegia
-
Rigiditas
-
Atetosis
-
Distonia
-
Tremor
-
Hemianopsia
-
Disartria (pelo)
Hemiplegi alternan karena hemilesi pada batang otak
-
Sindrom hemiplegi alternan di mesenchepalon
-
Sindrom hemiplegi alternan di pons
-
Sindrom hemiplegi alternan di medula oblongata
Tetraplegia/quadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula spinalis di atas tingkat konus 5) Nervus hipoglossus Nervus hipoglosus merupakan nervus cranial yang bersifat motorik dan mempersarafi semua otot instrinsik lidah, m. styloglossus, m. hyoglossus, dan m. genioglossus. Nukleus hipoglossus terletak dekat line mediana, di bawah lantai ventrikel quartus. Nukleus menerima serabut corticonuclear
dari
kedua
hemispherium
cerebri.
Serabut
nervus
hipoglossus berjalan ke anterior melalui medula oblongata dan muncul pada alur antara pyramis dan oliva. Nervus ini menyilang fossa cranii posterior dan meninggalkan tengkorak melalui canalis hipoglossus. Nervus berjalan ke bawah lalu ke depan di dalam leher, di antara a. carotis interna dan vena jugular interna sampai mencapai pinggir bawah venter posterior m. digastricus. Nervus hipoglossus kemudian membelok ke depan dan menyilang arteri carotis interna dan eksterna serta mengait arteri lingualis. Nervus ini berjalan dalam pinggir posterior m. mylohyoideus yang terletak lateral dari m. hyoglossus dan kemudian bercabang-cabang ke otot-otot lidah. Untuk memeriksa keutuhan nervus hipoglossus, pasien diminta menjulurkan lidahnya, dan jika terdapat lesi LMN, lidah akan berdeviasi kea rah lesi. Lidah pada sisi lesi akan menjadi lebih kecil akibat atropi, dan fasikulasi dapat menyertai atau mendahului atropi. Sebagian besar nucleus hipoglossus menerima serabut-serabut kortikonuklear dari kedua hemispherium serebri. Akan tetapi, nucleus yang
mempersarafi
m.
genioglossus
hanya
menerima
serabut
kortikonuklear dari hemispherium serebri dari sisi kontralateral. Apabila terdapat lesi pada serabut-serabut kortikonuklear, tidak terjadi atropi atau
fibrilasi lidah. Apabila dkeluarkan, lidah akan berdeviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi. 6) Refleks fisiologik dan patologik Refleks adalah gerak otot skeletal yang bangkit sebagai jawaban atas suatu perangsangan. Gerak otot reflektorik yang dapat ditimbulkan pada setiap orang sehat dinamakan refleks fisiologik.
-
Refleks tendon biceps brachii (fleksi sendi siku ketika mengetuk
tendon biceps)
-
Refleks tendon triceps (ekstensi sendi siku ketika mengetuk tendon
triceps)
-
Refleks tendon brachioradialis (supinasi artikulasio radioulnaris
pada saat mengetuk insersio tendon brachioradialis)
-
Refleks abdominalis superficialis (kontraksi otot-otot abdomen di
bawah kulit yang digores)
-
Refleks tendon patella (ekstensi sendi lutut ketika memukul tendon
patella)
-
Refleks tendon Achilles (plantar fleksi sendi tumit ketika memukul
tendon Achilles-tendon calcaneus) Pada kerusakan UMN dapat disaksikan refleks-refleks yang tidak ada pada orang sehat, dinamakan refleks patologik. Mekanisme refleks patologik belum jelas. Pada tangan, gerak otot refletorik patologik berupa fleksi jari-jari atas perangsangan (goresan) terhadap kuku jari tengah dikenal sebagai refleks Trommer Hoffman. Pada kaki, gerak reflektorik patologik berupa gerakan dorsoekstensi ibu jari kaki serta pengembangan jari-jari kaki lainnya, sebagai jawaban atas penggoresan terhadap bagian lateral telapak kaki (refleks Babinski) atau kulit sekitar maleolus lateralis (refleks Chaddock ) atau kulit yang menutupi os tibia (refleks Oppenheim), atau atas pijatan pada betis (refleks Gordon) ataupun atas pijatan pada tendo Achilles (refleks Schaeffer ).
7) Higher cortical function MMSE Tabel 9 Higher cortical function MMSE No
Pemeriksaan
1111 = 4
1
Orientasi
11111 = 5
Sebutkan tahun berapa?musim apa?tanggal berapa?bulan apa? 2
Sebutkan dimana sekarang?negara?profinsi?kota?RS?bagian?
111 = 3
3
Registrasi
11111 = 5
Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1 detik, dan suruh klien mengulang kembali 3 nama tersebut Benar = 1 Salah = 0 4
Perhatian dan kalkulasi
11111 = 5
Hitungan dikurangi tujuh sebanyak 5 kali Missal : 100-7 = 93-7 = 86-7 = 79-7 = 72-7 = 65 5
Mengngat kembali
111 = 3
Pemeriksa menanyakan ulang benda yang ditanyakan pada soal no 3, apakah dia bisa mengulang setelah beberapa saat? 6
Menunjukkan 2 benda, misalnya pensil dan arloji. Suruh klien
11 = 2
menyebutkan benda yang ditunjuk 7
Meminta klien mengulang kata “tanpa kalau?dan?atau tetapi?”
8
Minta klien untuk melakukan 3 tingkatan pekerjaan Misal : Ambil kertas dengan tanganmu Lipat kertas itu Letakan kertas itu di lantai
1
9
Suruh perintah di kertas, dan suruh klien untuk melakukannya
10
Minta klien menuliskan suatu kalimat yang mengandung objek 1
1
dan subjek yang berhubungan 11
Buat segilima sama sisi dengan sis 1,5 cm dan minta klien
1
memperbesar gambar mengkopinya
8) Tanda-tanda iritasi meningeal Fotophobia Kaku kuduk 9) Hubungan Hipertensi dan Stroke Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting dari semua tipe stroke, baik stroke infark ataupun hemoragik. Peningkatan risiko terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10mmHg tekanan darah sistolik. Dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah. Mekanisme patologi yang terjadi pada hipertensi kronis adalah terjadinya prose degenerative ada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Perubahan degeneratf ini dan dibarengi dengan beban tekanan darah tinggi dapat membentuk penggembungan-peggembungan kecil setempat yang disebut aneurisma Charcot-Bouchard. Aneurisma ini merupakan locus minorus resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, asaat aktivitas yang mengeluarkan banyak tenaga, mengejan, dan sebagainya, dapat menyebabkan pecahnya LMR ini sehingga terjadilah stroke.
10)
Hubungan Diabetes Melitus dengan Stroke Individu dengan DM memiliki risiko lebih tinggi mengalami str oke
dibandingkan dengan individu tanpa DM dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02
sampai 1,67 kali. Dari hubungan tersebut diperoleh pula data bahwa pengendalian dan penurunan kadar serum gula darah tidak menunjukkan penurunan risiko terjadinya stroke. Namun, control gula darah mungkin memiliki efek protektif terhadap stroke. Penelitian prospektif terhadap 3642 pasien diamati selama 10,4 tahun mendapatkan risiko stroke berkurang 12% untuk setiap pengurangan 1% HbA1C, walaupun tidak signifikan secara statistic (p=0,035). Terdapat beberapa mekanisme hubungan hiperglikemi dengan stroke. Pertama, hiperglikemi mungkin secara langsung bersifat tiksik terhadap otak. Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara jelas, akumulasi laktat dan asidosis intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin
membemberikan
menyebabkan
kontribusi.
Kedua,
berkurangnya uptake glukosa
defisiensi
perifer (yang
insulin berarti
meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi ke dalam otak. Dan meningkatnay asalm lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien dengan diagnosis DM yang mengalami hiperglikemia stress cenderung memiliki abnormalitas gula darah atau DM yang tidak terdiagnosis ketika tidak dalam keadaan stress. Pasien ini mungkin mengalami kerusakan iskemik yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari vaskulopati serebral yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami hiperglikemia stress. Keempat, hiperglikemia mungkn mengganggu blood brain
barrier
dan
memacu
konversi
infark
hemoragik.
Kelima,
hiperglikemia stress mungkin adalah marker luasnya kerusakan iskemik pada pasien stroke.
j.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis 1) Pemeriksaan umum
Tabel 10. Tabel teknik pemeriksaan umum
Teknik pemeriksaan a. Keadaan Umum
Kemungkinan terjadi Composmentis (Normal), Apatis,
Somnolen, Sopor, Koma Vital sign b. Tekanan Darah
120/80 mmHg (Normal), >120/80 mmHg, <120/80 mmHg
c. Denyut nadi
80-100x/menit, regular
d. Frekuensi nafas
16-20x/menit
e. Suhu tubuh f. Pemeriksaan
status
36,5 – 37,5 ‘C interna Misalnya dari status interna di dapatkan
(paru, jantung, hati, ginjal, dll)
pembesaran jantung (batas kiri 2 cm lateral midclavicular line)
2) Pemeriksaan motorik
Jika didapatkan gangguan pada UMN, maka:
-
Tonus otot pada sisi yang lumpuh meningkat
-
Reflek tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
-
Reflek patologik positif pada sisi yang lumpuh
Jika didapatkan gangguan pada cerebellum, maka:
-
Tonus otot pada sisi yang lumpuh menurun
-
Reflek tendon menurun pada sisi yang lumpuh
-
Reflek patologik negatif pada sisi yang lumpuh
Tabel 11. Tabel teknik pemeriksaan motorik 1.
Teknik pemeriksaan Posisi tubuh
Amati posisi tubuh pasien selama
Kemungkinan terjadi
Postur hemiplegia pada penderita stroke
bergerak dan istirahat 2. Gerakan involunter Jika ada gerakan involuter, amati
Tremor, fasikulasi, tik, korea, atetosis, diskinesia
letak, kualitas, frekuensi, irama,
oral-fasial
amplitude, dan kondisi secara keseluruhan 3. Massa otot Inspeksi kontur otot 4. Tonus otot Tahanan kekuatan pasif dari
Atrofi Spastisitas, rigiditas, flaksiditas
lengan dan tungkai 5. Kekuatan otot Perintahkan pada pasien untuk melakukan ; a. Fleksi siku b. Ekstensi siki c. Ekstensi pergelangan tangan d. Menggenggam e. Abduksi jari-jari f. Oposisi ibu jari g. Trunkus –fleksi, ekstensi, bengkok kea rah lateral h. Fleksi pinggul i.
Ekstensi pinggul
j.
Adduksi pinggul
k. Abduksi pinggul l.
Ekstensi lutut
m. Fleksi lutut n. Dorsifleksi pergelangan kaki o. Fleksi plantar pergelangan
Peringkat kekuatan otot Tingkat Deskripsi Otot 0 Tidak terdapat
kontaksi
muscular yang terlihat 1 Sedikit jejak kontaksi terdeteksi 2 Gerakan
aktif
dapat dengan
penghilangan gravitasi 3 Gerakan aktif terhadap gravitasi 4 Gerakan aktif terhadap gravitasi dan beberapa tahanan 5 Gerakan aktif terhadap gerakan penuh
3) Pemeriksaan sensorik Tabel 12. Tabel teknik pemeriksaan sensorik Teknik pemeriksaan Dengan alat, seperti bola kapas untuk
Kemungkinan terjadi Defisit hemisensoris
menguji ketajaman dan ketumpulan sensasi, bandingkan area simetris pada kedua sisi tubuh Bandingkan area distal dan proksimal lengan dan tungkai terhadap; a.
Nyeri dengan ujung runcing
Analgesia, hipalgesia, hiperalgesia
b.
Temperature dengan tabung
Indra temperature dan nyeri biasanya
yang berisi air hangat dan dingin c.
Sentuhan ringan
dengan
berhubungan Anesthesia, hiperestesia
lintingan kapas Periksa indra vibrasi dan posisi
Kehilangan indra vibrasi dan posisi pada
dengan menggunakan Garpu Tala 128-
neuropati perifer
Hz atau 256-Hz, letakan pada tonjolan
atau alkoholisme, dan penyakit coloumna
tulang Kaji sensasi Diskriminatif ;
posterior karena sifilis atau defisiensi B12
a. Identifikasi benda yang dikenal
Lesi
b. Identifikasi angka
menganggu lokalisasi titik pada sisi yang
c. Minta pasien untuk
berlawanan dan menyebabkan hilangnya
menemukan jarak minimal pada bantal jari pasien d. Beri sentuhan pada kulit pasien dengan cepat dan minta pasien untuk identifikasi lokasi sentuhan e. Beri sentuhan pada arah berlawanan dan minta indentifikasi lagi
pada
(disebabkan diabetes
korteks
sensoris
sensasi sentuhan pada sisi tersebut
dapat
4) Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
Tabel 13. Tabel pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis Teknik pemeriksaan Reflek fisiologis
Kemungkinan terjadi Peringkat reflek
a. Bisep b. Trisep c. Supinator d. Abdominal bawah dan atas e. Patella f. Pergelangan kaki
nilai 4+ 3+
Deskripsi Hiperaktif Lebih cepat dari rata-rata,
2+ 1+ 0
tidak perlu di anggap abn Rata-rata, Normal Berkurang, normal rendah Tidak ada respons
g. Plantar Reflek Patologis a. Hoffman tromer
Fleksi jari-jari yang lain, adduksi dari ibu jari indikasi lesi UMN
b. Grasping reflek
Tidak dapat membebaskan jari pemeriksa lesi di area premotorik
c. Palmomental reflek
Kontraksi musculus mentali ipsilaterallesi UMN diatas ini saraf VII
d. Snouting/menyusu
kontralateral Timbul reflek menyusu
e. Mayer reflek
lesi UMN
bilateral Timbul adduksi dan oposisi dari ibu jari
f.
lesi di traktus piramidalis
Babinski
g. Oppenheim h. Gordon
Respon jempol kaki akan dorsofleksi,
i.
Schaefer
jari-jari lain akan menyebar atau
j.
Chaddock
membuka lesi pada UMN
k. Rossolimo l.
Mendel-bacctrerew
Timbul reflek jari-jari kaki
5) Reflek nervus cranialis Tabel 14. Tabel pemeriksaan reflek nervus cranialis
Teknik pemeriksaan N 1 ( Uji indra penciuman ) N 2
Kemungkinan terjadi Hilang pada lesi lobus frontal
a.Kaji ketajaman pengelihatan
Kebutaan
b. Periksa lapang pandang
Hemianopsia
c. Diskus opticus N 2,3
Papiledema, atrofi optic
( Uji reaksi pupil terhadap cahaya )
Kebutaan, paralisis N III, pupil tonik, sindrom horner dapat memengaruhi reaksi cahaya
N 3,4,6 Kaji gerakan ekstraokular
Strabismus karena paralisis N III, IV, VI; nistagmus
N 5 ( pada wajah di zona oftalmik, maksilaris, mandibularis ) a. uji nyeri dan sensasi sentuhan b. Raba kontraksi otot temporalis dan maseter c. Periksa reflek kornea
Gangguan motorik atau sensorik karena lesi pada N V atau jaras motorik yang lebih tinggi
N 7 Minta pasien mengangkat kedua alis
Kelemahan karena lesi saraf perifer
matanya, cemberut, menutup mata dengan rapat, memperlihatkan gigi, tersenyum menggembungkan pipinya N 8 ( kaji pendengaran ) a. Uji terhadap lateralisasi b. Bandingkan konduksi udara dan tulang N 9, 10 a. Amati setiap kesulitan menelan
Jika positif, kelemahan palatum atau faring
b. Dengarkan suara pasien
Serak atau suara hidung
c. Perhatikan naiknya palatum
Paralisis
palatum
pada
cedera
durum dengan ucapan “ah”
cerebrovaskuler
d. Uji reflek muntah N 11
Tidak ada reflek
a. Kaji otot trapezius ( massa,
Atrofi, fasikulasi, kelemahan
gerakan involounter dan kekuatan mengangkat bahu ) b. Kaji otot sternomastoideus
Kelemahan
(kekuatan ketika memalingkan kepala) N 12 a. Dengarkan artikulasi pasien
Disartria karena kerusakan N 10 atau N 12
b. Inspeksi seluruh lidah
Atrofi, fasikulasi
c. Inspeksi lidah yang dijulurkan
Deviasi ke sisi yang lemah
k. Skoring untuk penilaian jenis stroke Untuk mendiagnosis penyakit stroke apakah itu termasuk stroke hemoragic atau stoke non hemoragik kita dapat melihat dari berbagai hal seperti Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti CT scan yang merupakan gold standarnya. Akan tetapi jika gold standar tersebut tidak ada maka ada alur diagnosis yang dapat membantu mendiagnosis stroke ini antara lain dengan Sirijaj Stroke Score atau dengan Algoritma Gadjah Mada. 1)
Siriraj Stroke Score SSS = 2,5C + 2V + 2H + 0,1 DBP - 3A - 12
Keterangan : C = Consciousness atau kesadaran
Alert
0
Drowsy & stupor
1
Semicoma & coma
2
V = Vomiting atau muntah
No = 0
Yes = 1 H = Headache atau nyeri kepala within 2 hours
No 0 Yes 1 A = Atheroma (riwayat diabetes, angina)
No 0 Salah satu ada 1 DBP = Diastolic Blood Pressure
Penilaian : > 1 Perdarahan intraserebral < -1 Infark serebri -1 s/d 1 pakai CT Scan/kurva probability Pada kasus, SSS = (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x100) – (3x1) – 12 = -5 (infark serebri)
2)
Algoritma Stroke Gadjah Mada
Penderita Stroke Akut dengan atau tanpa :
-
Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala -
Refleks Babinsky
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada ----------Ya-------- Stroke perdarahan tidak
Hanya ada penurunan kesadaran--------------Ya---------Stroke perdarahan tidak
Hanya nyeri kepala-----------------------------Ya----------Stroke perdarahan tidak
Hanya ada refleks Babinsky----------------Ya---------Stroke non perdarahan tidak
Ketiganya tidak ada-------------Ya----------Stroke iskemik/non hemorhagik
l. Diagnosis Diagnosis klinis, klinis, diagnosi diagnosiss topis, dan dan diagnosis diagnosis etiologi etiologiss Pada kasus Ny. Kara didapatkan beberapa kelainan seperti: 1) Mata hemianop hemianopsia sia himonim himonim kiri yang yang disebabkan disebabkan oleh oleh ganggua gangguan n N II 2) Parese N VII kiri kiri tipe sentral, sentral, disebabkan disebabkan oleh oleh ganggua gangguan n N VII 3) Parese N XII kiri kiri tipe sentral, sentral, disebabkan disebabkan oleh oleh ganggua gangguan n N XII 4) Hemi Hemipa pares resis is spast spastik ik kiri kiri,, dise diseba babk bkan an oleh oleh gang ganggu guan an pada pada tractus
pyramidalis Masing- masing nervus dan traktus tersebut memiliki jalur tersendiri. Apabila jalur-jalur tersebut digabungkan dalam satu skema maka gambarannya adalah sebagai berikut:
Gambar 13. Gambar skema traktus kortikospinalis dan nervus II, VII, XII Cortex Cortex Cerebri
Capsula interna
Mecencephalo n
Pons
Chiasma Opticum
Mat a
Mat a
Medula Oblongat a
Decussatio Pyramidali s Medull a Spinali s
Keterangan: = Tractus pyramidalis (kortikospinal)
= N X II
= nucleus N XII = N V II = nucleus N II
= N II
Dari skema skema di atas tampak bahwa bahwa baik jalur N II,jalur II,jalur N VII, jalur N XII, maupun tractus pyramidalis melewati melewati jalur yang sama hingga hingga mencapai mencapai capsula interna. interna. Setelah melewati capsula interna, interna, jalur N II sudah tidak melewati jalur yang sama. Apabila terjadi lesi diantara cortex cerebri dan capsula capsula interna interna, maka maka kemu kemung ngki kina nan n terja terjadi di keru kerusak sakan an pada pada fung fungsi si N II (penglihatan), N VII (pergerakan otot wajah), N XII (pergerakan lidah) dan tractus pyramidalis tractus pyramidalis (fungsi motorik ekstrimitas). Hal ini sesuai dengan gejala yang timbul pada Ny. Kara. Di samping itu, gejala yang ditunjukkan Ny. Kara mengarah pada karakteristik lesi sentral (Upper (Upper Motor Neuron), Neuron), di antaranya: hemiparesis hemiparesis spastik, spastik, refleks refleks fisiologis fisiologis yang meningkat, meningkat, dan ditemukan ditemukannya nya refleks patologis babinsky. Daerah Upper Motor Neuron sendiri yaitu dari cortex cerebri hingga pons. Dalam hal ini, daerah antara cortex cerebri dan capsula interna memasuki memasuki wilayah wilayah Upper Motor Neuron. Neuron. Oleh karenanya dapat dapat disimp disimpulk ulkan an bahwa bahwa kemung kemungkin kinan an letak letak lesi berada berada di atas atas capsula interna (antara cortex cerebri dan capsula interna) interna) Beberapa Beberapa langkah langkah yang harus ditempuh ditempuh dalam menentukan menentukan penyebab terjadinya stroke pada pasien adalah dengan cara sebagai berikut: 1) Anamn Anamnesis esis lengkap lengkap meliputi meliputi usia, riwaya riwayatt penya penyakit kit yang pernah pernah atau atau sedang sedang diderita seperti hipertensi, jantung, sindroma metabolic, trauma kepala, dan lain-lain, serta kebiasaan hidup seperti merokok dan diet sehari-hari. 2) Pemerik Pemeriksaan saan fisik fisik melipu meliputi ti airway airway-brea -breathi thingng-circ circula ulatio tion, n, vital vital sign terutam terutamaa tekanan darah dan nadi, pemeriksaan status generalis, dan pemeriksaan fisik jantung dan paru. 3) Pemerik Pemeriksaan saan penunjan penunjang g labora laborator torium ium meliputi meliputi darah darah lengka lengkap, p, gula darah, darah, profil lipid (kolesterol, ( kolesterol, HDL, LDL, dan trogliserida), serta fungsi ginjal (asam urat, BUN, creatinin creatinin darah) darah) untuk untuk menentukan menentukan penyakit yang mendahulu mendahuluii sebelum terkena stroke. Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan apabila pasien merupakan suspek gangguan ginjal karena gangguan ginjal juga menyebabkan hipertensi. 4) Elektr Elektroka okardi rdiog ogram ram untuk untuk menent menentuka ukan n adany adanyaa kelain kelainan an dan gangguan gangguan irama jantung.
5) Pencitraan:
-
CT-scan harus dilakukan sesegera mungkin untuk mengetahui adanya pecah pembuluh darah di otak dan menentukan jenis stroke. CT-scan untuk stroke iskemik dilakukan secara berkala karena tanda iskemik baru didapat 48 jamsetelah onset. Stroke hemoraik akan memberikan gambaran hiperdensitas dan stroke non-hemoragik akan memberikan gambaran hipodensitas pada jaringan yang mengalami iskemik.
-
Ultrasonografi dilakukan untuk melihat adakah gangguan aliran darah arteri di leher.
-
MRI (Magnetic Resonace Imaging) untuk melihat pembuluh darah dan jaringan otak, adakah gangguan pada aliran darah otak atau perdarahan pada otak.
-
Angiogram dilakukan juga untuk mendeteksi gangguan aliran darah yang ke otak. Semua pemeriksaan tersebut merupakan sebuah pilihan bagi klinisi.
Pemeriksaan dipilih berdasarkan hasil anamnesis dan disesuaikan dengan kondisi ekonomi dari pasien. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa untuk pemeriksaan stroke yang menjadi goal standar adalah CT-scan (Hakan, 2010). Jadi, diagnosis untuk kasus ini adalah: Diagnosis klinis: stroke nonhemoragik Diagnosis topis: lesi pada hemisfer cerebri dekstra di atas capsula interna yang menyebabkan hemianopsia homonin kiri, parese N. VII sentral kiri, parese N. XII sentral kiri, hemiparesis spastic kiri, dan hemihipestesia kiri. Diagnosis etiologi: hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan merokok.
m. Faktor risiko dan pencegahan stroke
Klasifikasi faktor risiko stroke: 1) Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga terkena stroke, riwayat TIA, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium. 2) Dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus (DM), rokok, drug abuse,
kontrasepsi oral, dan dislipidemia
Pencegahan stroke secara umum: 1) Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat via pemerintah dan media massa tentang stroke 2) Gaya hidup sehat bebas stroke:
-
Hindari: rokok, stres, alcohol, kegemukan, diet tinggi garam, obatobatan amfetamin, kokain
-
Kurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
-
Kendalikan: penyakit-penyakit penyerta seperti hipertensi, DM, penyakit jantung koroner, penyakit aterosklerosis
-
Lakukan: diet sehat dan seimbang serta olahraga teratur
3) Peran aktif dari keluarga terdekat dan lingkungan masyarakat terhadap kesembuhan pasien stroke
Tabel 15. Tabel pencegahan stroke sesuai faktor risiko (penyakit penyerta) Faktor risiko Hipertensi
Pencegahan
Risiko penyempitan pembuluh darah
Obat-obat antihipertensi teratur dan
otak aliran darah ke otak terganggu
terkontrol
Jaga berat badan ideal
kematian sel-sel otak
Diet rendah garam Olahraga teratur Diabetes Mellitus (DM) Risiko penebalan dinding pembuluh
Pengendalian
glukosa
darah otak terjadinya penyempitan OHO/insulin aliran
Diet rendah karbohidrat
darah ke otak terganggu
Jaga berat badan ideal Penyakit Jantung Penyakit-penyakit
jantung
berisiko Deteksi dini penyakit jantung
stroke di antaranya penyakit jantung Koreksi penyakit jantung rematik
(PJR),
penyakit
koroner
(PJK),
infark
jantung Obat antikoagulasi miokard,
gangguan irama jantung Berisiko lepasnya gumpalan darah atau jaringan otot jantung yang rusak
menyumbat pembuluh darah di otak Transient Ischemic Attack (TIA) Semakin dini dan sering seseorang
Deteksi dini bila muncul TIA
mengalami TIA, semakin meningkat risiko terjadinya stroke nonhemoragik Hiperkolesterolemi / dislipidemia Profil lipid dalam darah
risiko Diet rendah lemak
penebalan dinding pembuluh darah otak Obat penurun kolesterol
elastisitas pembuluh darah otak Olahraga teratur
risiko penyumbatan pembuluh darah Jaga berat badan ideal oleh atheroma (aterosklerosis) darah ke otak terganggu
aliran
kematian
darah:
sel-sel otak Rokok Zat-zat pada rokok fibrinogen dinding
konsentrasi Hentikan rokok
mempermudah penebalan
pembuluh
darah
dan
Dukungan dan motivasi dari keluarga terdekat untuk berhenti merokok
meningkatkan viskositas darah Usia Proses
alamiah
pembuluh
(degeneratif)
darah,
yaitu
pada Deteksi dini penyakit-penyakit berisiko
penurunan
tinggi lainnya
elastisitas pembuluh darah Infeksi Infeksi
seperti
leptospirosis,
dan
TB, infeksi
malaria, Jaga
kebersihan
diri,
rumah,
dan
cacing, lingkungan sekitar
berisiko terjadinya stroke. n. Komplikasi stroke 1) Kelumpuhan total 2) Rekurensi stroke 3) Akibat tirah baring yang lama
-
Pneumonia
-
Dekubitus
-
Inkontinensia
-
Serta berbagai akibat imobilisasi lain
4) Gangguan social ekonomi 5) Gangguan psikologis 6) Meluasnya perdarahan secara dini merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan.
o. Tatalaksana dan rehabilitasi medik stroke
Tabel 16. Tabel penatalaksanaan secara umum Sebelum dibawa ke fasilitas
Saat dibawa ke fasilitas
kesehatan yang memadai
kesehatan yang memadai
Maintenance tekanan darah Periksa kadar glukosa serum
Maintenance Airway Breath-Circulation (ABC)
Suplementasi oksigen Infus IV Intubasi & ventilasi (jika perlu) a. b. c. d. e. f.
1) Terapi Medikamentosa Diagnosis pasien harus ditegakkan sesegera mungkin untuk menentukan terapi medikamentosa yang akan diberikan. Diagnosis tersebut adalah diagnosis yang dapat membedakan stroke yang diderita berupa stroke haemorrhagic atau nonhaemorrhagic. Setelah ditentukan, maka terpai medisnya dapat berupa:
Tabel 17. Tabel penatalaksanaan sesuai jenis stroke Stroke haemorrhagic
1. Neuroproteksi
Stroke nonhaemorrhagic
1.
a. Diberikan selimut dingin /
Neuroproteksi 1)
dimadikan air dingin
Diberikan selimut
dingin / dimadikan air dingin
b. Obat-obatan neuroproteksi :
2)
Obat-obatan
antagonis Ca, antagonis
neuroproteksi : antagonis Ca,
glutamat, antioksidan
antagonis glutamat,
2. Jika disebabkan oleh aneurisma berry :
antioksidan 2.
Antikoagulan : INR,
a. Diberi physiological glue
warfarin
b. Antikejang : fenobarbital
3.
c. Antioedema : dexametason
dikonfirmasi tidak adanya
d. Aminocaproat
gambaran haemorrhagic di CT
e. Hidralazin hydrochloride
scan, pembekuan pada
Trombolisis IV (setelah
3. Jika akibat hipertensi : obat
pemeriksaan angiograph,
antihipertensi
peningkatan kadar aPTT/INR,
4. Hyperosmotic agent : mannitol,
luka yang belum sembuh,
glyseol, salin hipertonik
peningkatan tekanan diastolik.
5. Stop obat-obatan antikoagulan
4.
Trombolisis intraarteri
6. Obat-obatan analgesi &
5.
Induksi hipertensi
antidepresi
6.
Induksi dehidrasi
7. Pembedahan :
7.
Craniectomy
a. Aneurism chauterization b. Arterio-vena malformation removal c. Angkat hematom d. Ventriculostomy
2)
Terapi nonmedikamentosa
-
Tirah baring
-
Cegah kenaikan TIK (khusus pada pasien stroke haemorrhagic)
dengan cara diberi laksan, hindari batuk/bersin yang terlalu sering
-
Edukasi
&
konseling
kepada
pihak
keluarga
mengenai
penyakitnya, kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, terapi dan dukungan keluarga selama terapi. 3) Rehabilitasi medik
Rehabilitasi
medik
pada
pasien
stroke
bertujuan
untuk
menigkatkan kualitas hidup pasien melalui perbaikan fungsi, kehidupan sehari-hari dan kemandirian. Target rehabilitasi medic baru dapat ditentukan kurang lebih 1 bulan setelah proses terapi karena pada saat itulah
baru
diketahui
kemungkinan
prognosis
pemulihan
pasien.
Rehabilitasi medik ini membutuhkan multidiscipline aspects. Secara umum, rehabilitasi medic pasien stroke dibedakan menjadi 2, yakni : -
Terapi konvensional : terapi sederhana yang tidak memerlukan standar prosedur khusus dan bisa dilakukan di rumah oleh anggota keluarga. Terapi ini meliputi terpai perluasan range of motions (ROM), penguatan otot, mobilisasi, dan kebugaran.
-
Terapi neurofisiologis : terapi kompleks yang dilakukan oleh terapis dengan standar operasonal yang telah dibakukan. Terapi ini adalah terapi yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi otot, perkembangan saraf, dan kemampuan motorik tubuh. Adapun berdasarkan jenis terapi yang diberikan, rehabilitasi medic
dapat diklasifikasikan menjadi :
-
Fisioterapi
-
Terapi bicara
-
Terapi okupasi
-
Terapi psikologis dan sosial Evaluasi respon terapi dilakukan 1-3 bulan sekali untuk melihat
perkembangan dan memrediksi kemungkinan pemulihan total.
p. Prognosis, aspek psikososial, dan aspek etis pada stroke 1)
Aspek psikologi
Pasien stroke memiliki emosi yang tidak stabil. Hal ini dikarenakan rusaknya pusat kontrol emosi pada pasien. Pasien stroke dapat tiba–tiba menangis, marah, kehilangan motivasi, sera kehilangan nafsu makan. Perawatan di rumah sakit yang lama, dapat membuat pasien depresi. Perubahan–perubahan yang terjadi dapat membuat pasien mengalami perubahan sifat dan perilaku selama sakit. 2)
Aspek sosial Aspek sosial pada pasien stroke dapat dilihat dari berbagai aspek,
yaitu dari segi finansial, hubungan antarpersonal, kognitif, kemampuan sensorik dan kemampuan motorik. 3)
Finansial Stroke memerlukan penanganan yang cukup lama di rumah sakit,
rehabilitasi yang tidak sebentar karena adanya penurunan kemampuan sensorik dan motoriknya. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan akan cukup banyak dan jumlahnya cukup besar. Apabila yang terserang sroke merupakan kepala keluarga, maka keluarga tersebut akan kehilangan penghasilan utamanya. 4)
Hubungan antarpersonal Penurunan kemampuan sensorik dan motorik yang terjadi,
membuat pasien stroke mengalami beberapa kesulitan. Kesulitan – kesulitan tersebut berupa gangguan kominukiasi dengan orang – orang disekitarnya, membutuhkan bantuan dari orang –orang disekitarnya terutama keluarga karena berkaitan dengan disabilitas. Apabila keluarga tidak memiliki banyak waktu untuk membantu pasien, penyakit stroke yang diderita dapat menjadi makin buruk. 5)
Kognitif Pasien stroke memiliki perubahan–perubahan kognitif, seperti:
-
Penurunan kesadaran di bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan
-
Penurunan kemampuan mengingat
-
Penurunan atensi
-
Apraxia
-
Gangguan fungsi eksekutif
6)
Kemampuan sensoris Penurunan kemampuan sensoris yg ada membuat pasien stroke
mengalami gangguan dalam menerima rangsang yang ada dan kesulitan dalam memahami sesuatu. 7)
Kemampuan motorik Penurunan
kemampuan
motorik
yang
diakibatkan
dari
kelumpuhan, menyebabkan kesulitan pasien dalam menaiki tangga, mandi, berjalan, berpakaian, BAK, BAB, makan, dan berbicara. Oleh karena disabilitasnya tersebut, maka para pasien stroke membutuhkan bantuan dari orang lain untuk melakukan kegiatan sehari–harinya. 8)
-
Aspek etik dalam stroke Pasien stroke pada umumnya usia lanjut dan memiliki defisit neurologis (afasia, kelumpuhan, dalam keadaan penurunan kesadaran, dll. Sehingga, menjadikan adanya keterbatasan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, isu etik yang terjadi yang berhubungan dengan keadaan pasien stroke adalah saat akan memberikan informed consent. Pemutusan tindakan apapun yang akan dilakukan tenaga medis, sangat membutuhkan informed consent. Pada keadaan ini, informed consent bergantung pada keluarga pasien. Apabila antara pasien dan keluarga pasien memiliki kemauan yang sama, itu tidak masalah bagi tenaga medis. Tetapi apabila antara pasien dan keluarga pasien memiliki keinginan yang berbeda dalam tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien, maka tenaga medis akan mengalami dilema yang akan menjadi masalah.
-
Hal lain yang turut menjadi isu etik adalah jika keluarga pasien tidak mau untuk merawat pasien di rumah, padahal pasien sebenernya sudah dapat pulang maka hal ini akan menjadi dilemma. Pasien pengguna jamkesmas
juga
pasien
yang
tidak
menggunakannya
akan
menghabiskan lebih banyak biaya untuk rumah sakit padahal sebenernya sudah dapat pulang ke rumah namun jika pasien pulang ke rumah juga belum tentu akan lebih baik karena sanak saudara yang
merawat belum tentu merawat dengan baik seperti di rumah sakit dengan pengawasan langsung dari dokter. 9)
Prognosis Prognosis dalam kasus stroke ini bergantung pada lokasi lesi,
faktor risiko yang dimiliki pasien, dan ketanggapan dalam memberi penatalaksanaan. Dalam kasus, prognosis pasien ini dubia. Bisa menjadi dubia et malam karena faktor risiko yang dimiliki pasien, namun bisa menjadi dubia et sanam bila penatalaksanaan yang diberikan adekuat.
KESIMPULAN
1. Diagnosis Ny. K, berusia 62 tahun, dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak kiri (tangan dan kaki) adalah: Diagnosis klinis: stroke nonhemoragik Diagnosis topis: lesi pada hemisfer cerebri dekstra di atas capsula interna yang menyebabkan hemianopsia homonin kiri, parese N. VII sentral kiri, parese N. XII sentral kiri, hemiparesis spastic kiri, dan hemihipestesia kiri. Diagnosis etiologi: hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan merokok. 2. Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh adanya
gangguan pembuluh darah otak, yang timbul secara mendadak dan cepat dari gejala dan tanda yang sesuai dengan suatu daerah fokal otak. 3. Menurut Gofir, stroke diklasifikasikan menjadi stroke perdarahan dan
stroke iskemik. 4. Klasifikasi faktor risiko stroke ada 2 macam, yaitu tidak dapat diubah
(usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga terkena stroke, riwayat TIA, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium) dan dapat diubah (hipertensi, diabetes mellitus (DM), rokok, drug abuse, kontrasepsi oral, dan dislipidemia) 5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. 6. Penatalaksanaan untuk stroke meliputi penatalaksanaan medikamentosa dan nonmedikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Dalam: Bates 5th ed. Jakarta : EGC. 2008; 275-306 Donaghy, M.. Classification And Clinical Features Of Motor Neuron Diseases And Motor Neuropathies In Adults. Dalam: J.Neurol. 1999;246:331-333. Gleadle, Jonathan. At Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 1th Ed . Jakarta: EMS. 2007;176-177 Gofir, Abdul. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press Hakan, A. Advances In The Diagnosis Of Etiologic Subtypes Of Ischemic Stroke. Dalam: Curr Neurol Neurosci Rep. 2010;10:14–20. Harsono, et al . 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Hennerici, Michael G., Julien Bogousslavsky, Ralph L. Sacco. 2005. Acute Therapy. Stroke. USA : Elsevier. Hal. 89–124 Hennerici, Michael G., Julien Bogousslavsky, Ralph L. Sacco. 2005. Managing Patients with Acute Stroke. Stroke. USA : Elsevier. Hal. 51 – 55. Israr,
Yayan
A.
2008.
Stroke.
Available
from
URL:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/case-s-t-r-o-k-e.pdf . Diakses pada 12 Maret 2011. Lumbantobing, M.S. 2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Nassisi, Denise. 2010. Stroke Haemorrhagic: Treatment and Medications. Med’scape
Continually
Updated
Clinnical
Reference.
WebMD
EMedicine. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/793821treatment pada 10 Maret 2011. Perdossi. 2007. Guideline Stroke. Jakarta: Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Price, Sylvia. 2005. Gangguan Sistem Neurologik. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi6 . Jakarta : EGC. Putz, Reinhard dan Reinhard Pabst. 2006. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Edisi 22 Jilid 1. Jakarta: EGC.