LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS) “ Pak Ogah jadi Ogah Angkat Tangan”
dr. Wiwiek Fatchurohmah
Kelompok 10 1. Andika Pratiwi
G1A010037
2. Khairisa Amrina Rosyada
G1A010039
3. Danny Amanati Aisya
G1A010050
4. Mey Harsanti
G1A010065
5. Keyko Lampita Mariana S.
G1A010074
6. Sania Nadianisa M.
G1A010083
7. Handika Reza A.
G1A010100
8. Khoirur Rijal A.
G1A010106
9. Eka Rizki Febriyanti
G1A010111
10. Bellindra Putra H.
G1A009136
JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2011
I.
PENDAHULUAN
Info 1
Pak Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar olah keluarganya dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak ketika sedang beristirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu mengangkat tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya didapatkan pasien pelo dan mulutnya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah dan tetap dalam keadaan sadar sebelum, saat, maupun sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak Ogah baru pertama mengalami sakit seperti ini. Pak Ogah selalu merokok sejak 35 tahun yang lalu, 1 bungkus/hari. Ayah penderita dahulu juga sakit seperti ini. Pak Ogah suka makanan bersantan, cek kolesterol minggu lalu =313mg/dl. Riwayat Pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak ada penyakit jantung.
Info 2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kuantitatif
: GCS E4 M6 V5
Vital sign
: TD : 160/90 mmHg N : 88x/menit, regular RR : 20x/menit S : 36,3 C
Kepala
: mesochepal, tanda trauma (-)
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Reflek cahaya +/+,
pupil isokor diameter 2mm/2mm Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung
: batas kiri 2cm lateral midclavicular line, lainnya dalam batas
normal Paru
: I : simetris, statis dan dinamis Pal : stem fremitus kanan = kiri
Per : sonor diseeluruh lapang paru Aus : suara dasar : vesikuler Suara tambahan : (-) Abdomen
: I : datar Aus : Bising usus (+) normal Pal :supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba Per : tympani
Info 3
Pemeriksaan Neurologis Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal N. Cranialis : Parese N VII kanan tipe sentral Parese N XII kanan tipe sentral Fungsi Motorik
Superior D/S
Inferior D/S
Gerak
T/B
T/B
Kekuatan
3/5
3/5
Reflek Fisiologis
+ / +N
+ / +N
Reflek Patologis
+/-
+/-
Tonus
N/N
N/N
Trofi
E/E
E/E
Pemeriksaan sensibilitas : kanan = kiri, tidak didapatkan hipotesi Siriraj stroke score = (2,5 x 0) + (2x0) +( 0,1x90)-(3x0)-12=13 =-3
stroke non hemoragik
Info 4
Hasil Laboratorium Hb
: 13 gr/dl
Leukosit
: 12000/mm3
Hematokrit
: 40%
LED
: 12mm
Trombosit
: 410.000/mm3
GDS
: 150mg/dl
Kolesterol total: 170 mg/dl HDL
: 45mg/dl
LDL
: 175mg/dl
Trigliserida
: 155 mg/dl
Asam Urat
: 5,2 mg/dl
BUN
: 25mg/dl
Kreatinin Serum
: 1,1 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang Lain EKG: hipertrofi Ro thorax : kardiomegali ringan CT scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri.
Info 5
Asessment Diagnosis Klinis I
: hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N
XII dextra sentral Diagnois Klinis II
: Hipertensi
Diagnois Topik
: Kpasula Interna sinistra
Diagnois Etiologi
: Stroke Non Hemoragik
Diagnosis Banding
: stroke hemoragik
Info 6
Penatalaksanaan Farmakologi -
Tirah baring
-
O2 kanul nasal 3lt/menit
-
IVFD Asering 20 tpm
-
Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg (antiplatelet)
-
Piracetam 4x3 gram IV
Monitoring -
Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
-
Awasi 5B (breathing, blood, brain, bowel, Bladdeer)
Rehabilitasi -
Komunikasi
-
Mobilisasi
-
Aktifitas sehari-sehari
Edukasi -
Mengatur pola makan yang sehat
-
Menghentikan rokok
-
Melakukan olahraga teratur
-
Menghindari stress dan beristirahat yang cukup
Prognosis Fungsional
: dubia ad bonam prognosis fungsionalitas tubuh cenderung baik.
Vitam
: bonam- prognosis untuk hidup adalah baik.
Sanam
: bonam prognosis untuk sembuh adalah baik
II.
PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Kejang dan jenis kejang Kejang adalah gangguan periodic system neurologic seringkali disertai denggan gangguan kesadaran,disebabkan oleh letusan-letusan listrik yang abnormal didalam otak. Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Mardjono,2009) Kejang mencerminkan gangguan system saraf yang terjadi akibat lepas muatan listrik yang abnormal, mendadak, dan berlebihan. Kejang dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar tergantung pada sumber lepas muatan listrik, yaitu kejang fokal dan kejang umum primer. Kejang fokal lepas muatan listrik dimulai dari daerah focus kejang di otak unilateral : lobus temporalis, lobus frontalis, korteks motorik, dan lain-lain. Kejang umum primer tidak terdapat komponen fokal baik secara klinis maupun rekaman EEG. Kejang ini menunjukkan suatu epilepsy idiopatik dan biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun (Weiner, 2000). 2. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang pada separuh bagian tubuh, timbulnya mendadak dan progresif (Mardjono,2009). Penyebab hemiparesis berdasarkan onset terjadinya : a. Onset yang cepat dan diikuti gejala lain secara statis memberikan kesan adanya suatu kejadian gangguan vascular, yaitu adanya perdarahan atau infark dalam otak. b. Hemiparesis dengan progresi yang lambat menunjukkan adanya massa di dalam otak. c. Adayan kejadian yang berulang, biasanya mengarah pada proses inflamasi atau demielinisasi kronik dalam otak. (Lionel, 2007). 3. Paresis :Lemahnya otot tubuh pada manusia disebut dengan parese atau
Paresis. Paresis ini dibagi menjadi 4 yaitu
a.
Monoparesis : Lemah salah satu anggota gerak. Bisa tangan kanan saja, tangan kiri saja, kaki kanan saja atau hanya lemah kaki kiri saja.
b.
Paraparesis : Lemah sepasang anggota gerak. Bisa kedua tangan lemah atau hanya kedua kaki saja yang lemah.
c. Tetraparesis : Lemah semua anggota gerak. Semua anggota gerak sepasang kaki dan juga sepasang tangan lemah. d. Hemiparesis : Lemah satu sisi anggota gerak. Bisa tangan dan kaki kanan saja. Bisa tangan dan kaki kiri saja. B. Batasan Masalah 1. Identitas
Nama : Tn. Ogah Usia
: 62 tahun
Jenis kelamin : laki-laki 2. RPS
Keluhan utama
: angota gerak sebelah kanan lemah mendadak
Onset
: 3 jam yang lalu sebelum ke IGD RSMS
Kronologis
: ketika sedang beristirahat 3 jam yang lalu, Tn.
Ogah
mendadak anggota gerak sebelah
kanan lemah, jika dipaksa
hanya
mampu
mengangkat hanya sebentar Kuantitas
:-
Kualitas
: sadar sebelum, saat maupun sesudah kejadian
Faktor memperberat
:-
Faktor memperingan : Gejala penyerta
: Tn. Ogah pelo dan mulutnya menceng ke kiri
3. RPD
a. Riwayat hiperkolesterolemi karena cek kolesterol minggu lalu 313 mg/dl. b. Riwayat mual dan muntah disangkal c. Riwayat DM disangkal d. Riwayat demam atau kejang disangkal e. Riwayat trauma kepala disangkal
f. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal g. Riwayat penyakit jantung disangkal 4. RPK
Ayah Tn. Ogah dahulu pernah mengalami sakit yang sama 5. RPSos
a. Merokok sejak 35 tahun yang lalu, 1 bungkus/hari b. Suka makanan bersantan C. Sasaran Belajar
1. Perbedaan afasia dan disartia Disartria dan Afasia Disartria atau ganggan artikulasi merupakan gangguan pengucapan yang terganggu. Berbeda dengan afasia motorik yang disebabkan oleh kerusakan pada daerah broca, tatabahasa yang dikeluarkan oleh penderita afasia masih baik hanya pengucapannya saja yang tidak jelas (pelo). Pada penderita afasia motorik, penderita mengerti apa yang akan diucapkannya namun tidak dapat mengucapkan kata-kata yang terkandung dalam pikirannya. Umumnya pada afasia motorik kemampuan menulis kata-kata masih utuh, namun bisa juga terjadi agrafia (hilangnya kemampuan untuk ekspresi dengan tulisan) (Mardjono & Sidharta, 2010).
2. Anatomi ot ak
Encephalon (Martini&Nath, 2009)
Cerebrum pada otak orang dewasa dapat dibagi menjadi 2 bagian besar hemisfer, dekstra dan sinistra. Bagian kortex hemisfer disusun oleh substansia grisea yang banyak mengandung badan sel saraf sedangkan bagian medulanya tersusun atas substansia alba yang mengandung akson. Bagian korteks membentuk bagian yang menonjol yang disebut girus. Girus-girus tersebut dipisahkan oleh cekungan yang disebut sebagai sulcus. Fungsi fisiologis cerebrum yang utama yaitu berperan penting dalam fungsi mental. Pikiran sadar, sensasi, intelektual, memori dan pergerakan kompleks seluruhnya diatur di cerebrum (Martini&Nath, 2009). Cerebellum sebagian tersembunyi oleh hemisfer cerebri, namun merupakan bagian terbesar kedua pada otak. Sama halnya dengan cerebrum, cerebellum juga memiliki 2 hemisfer dengan korteks yang disusun oleh substansia grisea dan medulla oleh substansia alba. Fungsi dari cerebellum adalah koordinasi dari gerakan tubuh (Martini&Nath, 2009). Regio anatomi lain dari otak setelah cerebrum dan serebellum adalah diencephalon. Struktur ini terdiri dari thalamus dekstra dan sinistra dengan dasarnya yaitu hypothalamus. Masing-masing thalamus berfungsi dalam memproses informasi sensorik. Sedangkan hipotalamus berfungsi dalam pengaturan emosi, fungsi otonom, dan produksi hormone (Martini&Nath, 2009). Batang otak terdiri atas mesenchephalon, pons dan medulla oblongata. Mesenchephalon terdiri atas nucleus yang memproses informasi visual dan auditori dan mengontrol reflex yang timbul karena stimulus ini. Pons menghubungkan cerebellum dengan batang otak. Pons mengandung nucleus yang berperan dalam control motorik somatic dan visceral. Bagian terakhir batang otak, medulla oblongata, menghubungkan medulla spinalis dengan otak. Medula oblongata sendiri memiliki fungsi penyampaian informasi sensorik menuju thalamus. Selain itu merupakan pusat utama dala mengendalikan fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah dan fungsi digestif (Martini&Nath, 2009).
3. Anatomi saraf kranial a. N. I (N. olfactorius), berjalan masuk ke dalam bulbus olfactorii, berlanjut ke traktus olfactorius sepanjang bawah lobus frontalis ke area periamygdaloidea dan prepiriformis menuju cortex olaktorius primus. b. N.II (N. opticus)
dari lapisan ganglionik retina menuju chiasma
opticum berlanjut ke traktus opticus sekitar pedunculus cerebri dan diteruskan ke corpus geniculatum lateral eke radio optica yang merupakan akson sel saraf corpus geniculatum laterale dan berakhir di korteks visual pada area 17, di bagian atas dan bawah sulcus calcarinus. c. N. III (N. occulomotorius) mempunyai 2 nukeli motorik, utama dan parasimpatis aksesoris. Nucleus utama terletak di anterior substansia grisea yang mengelilingi aqueductus cerebri setinggi colliculus superior. Nukleus parasimpatis accesorius terletak di belakang nucleus utama. d. N. IV (N. trochlearis) nucleus saraf ini terletak di bawah N. III setinggi colliculus inferior. Pada permukaan posterior mesencephalon, muncul dari sisi posterior batang otak dan menyilang melewati fissure orbitalis superior dan mempersarafi muskulus obliquus superior bola mata. e. N. V (N. trigeminus) meniggalkan aspek anterior pons sebagai radiks motorik yang kecil dan radiks sensorik yang besar. f. N. VI (N. abducens) nucleus nervus ini terletak di bawah lantai ventrikulus lateralis bagian atas, dekat garis tengah dan bawah colliculus facialis. g. N. VII (N. facialis) memiliki tiga nucleus, motorik utama, sensorik dan parasimpatis. Nucleus motorik utama terletak di formation reticularis bagian bawah pons. Bagian nucleus yang mempersarafi wajah bagian atas, menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemisfer cerebri. Bagian nucleus yang mempersarafi wajah bagian bawah, hanya menerima
serabut
kontralateral.
kortikonuklearis
dari
hemisfer
cerebri
sisi
h. N. VIII (N. vestibulocochlearis) bagian saraf ini meninggalkan permukaan anterior otak di antara pinggir bawah pons dan medulla oblongata. Semua berjalan ke lateral di fossa crania posterior da masuk lewat meatus akustikus internus. i. N. IX (N. glossofaringeus) meniggalkan pemukaan anterolateral bagian atas medulla oblongata sebagai rangkaian akar kecil dalam alur antara olive dan peduncularis cerebellaris inferior. j. N. X (N. vagus) meniggalkan pemukaan anterolateral bagian atas medulla oblongata sebagai rangkaian akar kecil dalam alur antara oliva dan peduncularis cerebellaris inferior. k. N. XI (N. accesorius) merupakan saraf motorik gabungan antara radix kranialis dan radix spinalis. l. N. XII (N. hipoglossus) serabut saraf ini muncul dari permukaan anterior medulla oblongata di antara pyramis medullae oblongata dan oliva. Saraf kranialis merupakan saraf perifer yang berpangkal pada otak dan batang otak. Fungsi saraf cranial adalah sensorik, motorik dan khusus. Yang dimaksud dengan fungsi khusus adalah fungsi yang bersifat pancaindra seperti, penghiduan, penglihatan, pengecapan, pendengaran dan keseimbangan. Saraf kranialis terdiri atas 12 pasang. Saraf kranialis pertama langsung berhubungan dengan otak. Saraf kranialis kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf kranialis keempat, kelima, keenam dan ketujuh berpangkal di pons dan saraf kranialis kedelapan sampai keduabelas berasal dari medula oblongata (Martini dan Nath, 2009).
Gambar 3.
Nervus kranialis beserta fungsinya (Sumber : Martini dan
Nath, 2009) Fungsi dan sifat nervus kranialis dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel . Nervus kranialis, sifat dan fungsinya (Martini dan Nath, 2009) Nervus Cranial
Sifat
Fungsi
Olfactorius (N. I)
Sensorik
Penghidung
Opticus (N. II)
Sensorik
Penglihatan
Occulomotorius
Motorik
Pergerakan
(N. III)
bola
mata,
pergerakan pupil
Trochlear (N. IV)
Motorik
Pergerakan bola mata
Trigeminus
Sensorik dan motorik
Mengatur
(N.
V)
refleks
kornea,
otot – otot pengunyah
Abducens (N. VI)
Motorik
Pergerakan bola mata
Facial (N. VII)
Sensorik dan motorik
Persarafi 2/3 anterior lidah, otot – otot ekspresi wajah, sekresi kelenjar ludah
Vestibulocochlear Sensorik
Keseimbangan
(N. VIII)
pendengaran
dan
Glossopharyngeal
Sensorik dan motorik
(N. IX)
Persarafi 1/3 posterior lidah, sebagai
reseptor
tekanan
darah Vagus (N. X) Accessorius
(N.
Sensorik dan motorik
Hearth rate, sistem digestif
Motorik
Musculus
XI)
trapezius,
musculus sternocleidomastoideus
Hypoglossus (N.
Motorik
XII)
Pergerakan
otot
intrinsik
lidah
4. Fungsi korteks serebri a. Lobus Frontalis 1) Kontrol motorik gerak volunter 2) Kontrol berbagai emosi, moral, tingkah lagu, dan etika. Terdapat 2 kortek : 1) Korteks somato motorik primer : mengawali emua gerak volnter 2) Korteks premotor : pusat sistem ekstrapiramidal b. Lobus temporalis Punya ungsi pendengaran, keseimbangan, dan sebagian emosimemori. Terdapat korteks auditivus primer. c. Lobus oksipitalis Memiliki korteks visual primer yaitu sebgaai pusat visualisasi. d. Lobus parietalis Untuk evaluasi sensorik umum, dan rasa kecap, dimana selanjutnya akan di intergrasi dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan eksternal. Terdapat korteks somato sensorik primer. e. Lobus insula Diduga mempunyai peranan pada organ gastrointestinal dan organ viseral lain. 5. Fungsi saraf kranial
Berbagai komponen saraf otak, fungsi, serta celah di cranium yang dilewati oleh
saraf-saraf tersebut untuk meninggalkan cavum crania
diringkas sebagai berikut: Saraf-Saraf Kranial (Nervi Craniales)
No
Nama
Komponen
Fungsi
Tempat keluar di otak
I
Olfactorius
Sensorik (SVA)
Penghidu
Celah-celah
di
lamina cribrosa ossis ethmoidalis II
Opticus
Sensorik (SSA)
III
Oculomotorius
Motorik
Penglihatan
Canalis opticus
(GSE, Mengangkat
GVE)
kelopak Fissura
mata
atas, superior
menggerakkan
bola
orbitalis
mata ke atas, bawah, dan medial; konstriksi pupil; akomodasi mata IV
Trochlearis
Motorik (GSE)
Membantu
Fissura
menggerakkan mata
ke
bola
bawah
orbitalis
superior
dan
lateral V
Trigeminus Divisi ophtalmicus
Sensorik (GSA)
Kornea, kulit dahi, kulit
Fissura
orbitalis
kepala, kelopak mata, superior dan
hidung;
juga
membran mukosa sinus parasanal
dan
rongga
hidung Divisi maxillaris
Sensorik (GSA)
Kulit
wajah
maxilla;
gigi
di
atas Foramen rotundum geligi
rahang atas; membrane mukosa hidung, sinus dan lempeng maxilla
Divisi mandibularis
Motorik (SVE)
Otot-otot
pengunyah,
Foramen ovale
M. mylohyoideus, m. digastricus
venter
anterior, m. tensor veli palatini, dan m. tensor Sensorik (GSA)
tympanicum. Kulit pipi; kulit di atas mandibula
dan
kepala,
gigi
rahang
bawah
articulation
sisi geligi dan
temporo
mandibularis; membrane mulut
mukosa
dan
bagian
anterior lidah VI
Abducens
Motorik (GSE)
M.
rectus
lateralis
menggerakkan mata ke
Fissura
orbitalis
superior
lateral VII
Facialis
Motorik (SVE)
Otot-otot kulit
Sensorik (SVA)
wajah kepala,
dan Meatus
acusticus
m. interna,
canalis
stapedius, m. digastricus
facialis,
venter posterior, dan m.
sylomastoideus
stylohyoideus. Pengecapan dari dua pertiga bagian anterior
Sekretomotorik
lidah, dari dasar mulut
parasimpatis (GVE)
dan palatum. Kelenjar
ludah
submandibula sublingual,
dan kelenjar
lakrimalis, dan kelenjar hidung dan palatum.
foramen
VIII Vestibulocochlear Vestibular
Sensorik (SSA)
Dari utriculus, sacculus, Meatus dan
acusticus
canalis internus
semicircularis-
posis
dan gerakan kepala Cochlear
IX
Glossopharyngeus
Sensorik (SSA)
Motorik (SVE)
Organ
Corti- Meatus
acusticus
pendengaran
internus
M.stylopharingeus-
Foramen jugulare
membantu menelan. Sekretomotorik
Kelenjar parotis.
parasimpatis (GVE) Sensorik
(GVA,
SVA, GSA)
Sensasi pengecap
umum
dan
dari
dua
pertiga bagian posterior lidah dan faring; sinus carotis
(baroreseptor);
corpus
carotis
(kemoreseptor) X
Vagus
Motorik
(GVE,
SVE)
Jantung dan pembuluh
Foramen jugulare
darah besar di toraks; laring, trakea, bronkus,
Sensorik
(GVA,
SVA, GSA)
dan
paru;
traktus
alimentary dari faring ke fleksura
splenicus
kolon; hepar, ginjal, dan pankreas XI
Accessorius Radix cranialis
Motorik (SVE)
Otot-otot palatum molle (kecuali m. tensor veli palatini), faring (kecuali m.
stylopharyngeus),
dan laring (kecuali m.
Foramen jugulare
cricothyroid) di cabangcabang n. vagus Radiks spinalis
Motorik (SVE)
M.
Foramen jugulare
sternocleidomastoideus dan m. trapezius XII
Hypoglossus
Motorik (GSE)
Otot-otot lidah (kecuali m.
Canalis hypoglossus
palatoglossus)
mengatur
bentuk
dan
pergerakan lidah Keterangan : GSA: aferen somatik umum, SSA: aferen somatik khusus,
GVA: aferen viseral umum, SVA: aferen visceral khusus, GSE: eferen somatik umum, GVE: eferen viseral umum, SVE: eferen viseral khusus. ( snell, 2007) 6. Jaras piramidalis a.
Tractus Corticospinal Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua pertigaserabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabutdesendens tersebut lalu mengumpul
di
corona
radiata,
kemudian
berjalan
melalui
crusposterius capsula interna. Pada medulla oblongata tractus corticospinal nampak padapermukaan ventral yang disebut pyramids. Pada
bagian
corticospinal
caudal
medulla
menyilang
ke
sisi
oblongata
tersebut85%
kontralateral
pada
tractus
decussatio
pyramidalissedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap bersinaps padaneuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla spinalis. Tractus corticospinalisyang menyilang pada ducassatio akan membentuk tractus corticospinal lateral dan yangtidak menyilang akan membentuk tractus corticospinal anterior (Snell, 2006).
b.
Tractus Corticobulbar Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir
sama
dengan
tractuscorticospinal,
namun
tractus
corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialisIII, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus coricobulbar menjalankan fungsi kontrolvolunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot pada faringdan leher. Seperti halnya dengan tractus corticospinal, tractus corticobulbar punmengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya motorneuron tersebut. (Martini&Nath, 2009). c.
Medial Pathway Medial
Pathway
(jalur
medial)
mempersarafi
dan
mengendalikan tonus otot dan pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron jalur
medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio retikularis. (Martini&Nath, 2009). Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di vestibulumuntuk mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Tractus descendens yang berasal darinukleus tersebut ialah tractus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk menjaga postur tubuh dan keseimbangan. (Martini&Nath, 2009). Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus descendens yang berasal daricolliculus superior disebut tractus tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk mengaturrefleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan (Snell, 2006). Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang membentuk jejaring (retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat darimedulla spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir semuaseluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio retikularis turunmelalui traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral. Fungsi dari tractusreticulospinalis ini ialah untuk menghambat atar memfasilitasi
gerakan
voluntar
dankontrol
simpatis
parasimpatis hipotalamus (Martini&Nath, 2009) (Snell, 2006).
dan
d. Lateral Pathway Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisipergerakan dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor neurondari nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal. Pada manusia tractus rubrospinalkecil dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical. (Martini, 2006). 7. Pemeriksaan neurologi umum a. Menguji tingkat kesadaran 1) Secara Kualitatif a) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ) 1) Menilai respon membuka mata (E) (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon 2) Menilai respon Verbal/respon Bicara (V) (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon 3) Menilai respon motorik (M) (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1 Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3) c.
Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak Adalah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual – muntah, kejang 1) Pemeriksaan Kaku kuduk 2) Pemeriksaan Kernig 3) Pemeriksaan Brudzinsky
d.
Pemeriksaan nervus cranialis 1) Nervus I, Olfaktorius (pembau) 2) Nervus II, Opticus (penglihatan) 3) Nervus III, Oculomotorius 4) Nervus IV, Trochlearis 5) Nervus V, Trigeminus 6) Nervus VI, Abducent 7) Nervus VII, Facialis 8) Nervus VIII, Auditorius/vestibulococlearis 9) Nervus IX, Glosopharingeal 10) Nervus X, Vagus 11) Nervus XI, Accessorius 12) Nervus XII, Hypoglosus
e.
Memeriksa fungsi motorik 1) pengamatan a) Gaya berjalan dan tingkah laku
b) Simetri tubuh dan extermitas c) Kelumpuhan badan dab anggota gerak 2) Gerakan volunter Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya a)
Mengangkat kedua tangan dan bahu
b)
Fleksi dan extensi artikulus kubiti
c)
Mengepal dan membuka jari tangan
d)
Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul
e)
Fleksi dan ekstansi artikulus genu
f)
Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki
g)
Gerakan jari-jari kaki
3) Palpasi a)
Pengukuran besar otot
b) Nyeri tekan c)
Kontraktur
d)
Konsistensi (kekenyalan)
e)
Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan
f) Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot f. Memeriksa fungsi sensorik Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata 1)
Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam.
2)
Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
3)
Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
4)
Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.
g.
Memeriksa reflek kedalaman tendon a. Reflek fisiologis b. Reflek patologis
h.
Siriraj sccore (
)
(Bahrudin,2009) 8. Diagnosis Banding dan alasan a. Stroke Non Hemoroid b. Stroke Hemoroid c. Transient Ischemic Attack Stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien (TIA) yang serupa dengan keadaan angina pada jantung. TIA merupakan serangan defisit neurologik fokal yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam waktu kurang dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005). Tanda dan gejala umum TIA, yaitu:
1) Defisit neurologic fokal 2) Sembuh sempurna 3) Biasanya berlangsung selama beberapa menit (atau kurang dari 24 jam) Keadaan TIA merupakan suatu peringatan penting akan kemungkinan datangnya stroke karena kejadian TIA ini mendahului stroke trombotik pada 50-75% pasien yang terkena(Price& Lorraine, 2005). Keadaan lain dengan gejala yang mirip TIA adalah Reversible Ischaemic Neurologic Deficit (RIND). Istilah ini sudah jarang digunakan, kadang disebut juga dengan istilah stroke ringan. Perbedaannya dengan TIA adalah deficit neurologic berlangsung selama lebih dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005). Transient Ischaemic Attack (TIA / Serangan Iskemik Transien) sering disebut sebagai stroke ringan atau mini stroke dengan gejala yang sama dengan yang terjadi pada stroke. TIA terjadi ketika supply darah menuju ke otak terputus untuk sementara.Hal ini biasanya disebabkan karena adanya blokade pada pembuluh darah yang membawa oksigen menuju otak, baik karena penyempitan maupun karena sumbatan yang berasal dari bagian lain tubuh. Sebagai hasilnya, otak tidak mampu memberikan sinyal yang tepat kepada tubuh dan akan mengalami gejala sementara dari stroke. Hal-hal yang menjadi factor resiko utama terjadinya TIA adalah: 1) Kolesterol tinggi 2) Tekanan darah tinggi (hipertensi) 3) Merokok 4) Diabetes 5) Alkoholik 6) Penyakit yang akibatkan jendalan darah, misalnya atrial fibrilation (heart flutter)
Pada saat dating ke dokter, tanda dan gejala yang dialami bisa jadi sudah hilang dan penetapan TIA hanya didasari pada hasil anamnesis yang dilakukan. Subclavian steal syndrome, suatu bentuk TIA adalah contoh klasik obstruksi di arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran darah melalui system arteri vertebrobasilaris. Bila arteri subklavia tersumbat di dekat pangkalnya, maka aliran darah menuju arteri basilaris yang akan menuju sirkulus wilisi akan terganggu dan perdarahan otak akan terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemui perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah (>20mmHg) di antara kedua lengan. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan angiografi (Price& Lorraine, 2005). Pemeriksaan yang dapat diperlukan yaitu: 1) CT scan atau MRI. 2)
Pemeriksaan darah lengkap (termasuk di dalamnya profil lipid serta pemeriksaan diabetes).
3)
Pemeriksaan tekanan darah.
4)
Scanning Doppler dari pembuluh darah di leher.
5)
ECG untuk mengetes fungsi jantung.
d. Tumor Otak Tumor otak dapat disebabkan oleh : 1) Herediter : seperti meningioma 2) Radiasi 3) Virus 4) Sisa-sisa embrional 5) Substansi karsinogenik 6) Trauma kepala (Mahar, 2000). Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa : a. Nyeri kepala hebat, biasanya pada pagi hari b. Kejang c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, afasia.
d. Dapat pula dikenal dengan trias klasik berupa pupil edema, muntah proyektil, nyeri kepala. e. Perubahan kepribadian f. Gangguan memori g. Penurunan kesadaran (Mahar, 2000). Pemeriksaan neurologis tumor otak : a. Pemeriksaan motorik : ditemukan kelemahan sendi, hiperekstensi. b. Pemeriksaan visual : didapatkan pandangan kabur atau penurunan fungsi penglihatan. c. Pemeriksaan pendengaran : ditemukan tinitus, fungsi pendengaran berkurang. d. Pemeriksaan saraf cranial : kadang ditemukan kerusakan pada nervus fascialis yang kemudian menyebabkan kelemahan otot wajah (Reeves, 2001). 9. Interpretasi Info 3 e. Parese N. VII Kanan Tipe Sentral Penjelasan anatomi N.VII Korteks serebri akan memberi persarafan bilateral pada nucleus N. VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya menberikan persarafan kontralateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralisis otot wajah ipsilateral bagian atas dan bawah, sedangkan pada lesi LMN akan menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontralateral. Sudut mulut sisi lumpuh akan tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka hanya sudut mulut yang sehat saja yang akan terangkat. f. Parese N. XII kanan tipe sentral Yaitu nervus hipoglosus yang berjalan kontralateral sehingga ketika yang terkena parese kanan tipe, kelemahan otot terjadi sebelah kanan dan kemungkinan lesi sebelah kiri. Gambaran klinis ketika penderita menjulurkan lidah, akan menceng ke arah yang lemah sehingga akibatkan kesulitan mengucap kata. g. Fungsi motorik
1) Gerak : ruang gerak ektremitas kanan terbatas ,sedangkan kiri normal (bebas). 2) Kekuatan:terjeadi kelemahan otot ekstremitas kanan dan normal pada ektremitas kiri. 3) Reflek Fisiologi : Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal, jadi pada kasus terdapat adanya hipereflek pada ekstrimitas superior dan inferior dextra (Tim Blok NSS). 4) Reflak Patologis 5) Tonus
kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki tonus
yang masih normal. 6) Trofi : kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki trofi yang masih normal dikarenakan serangan termasuk akut sehingga belum memberikan efek pada trofi otot. 10. Eliminasi diagnosis dan alasan a.
Tumor otak : Pengeliminasian diagnosis tumor otak : 1) Keluhan lumpuh yang dirasakan pasien datang secara mendadak, sedangkan onset tumor otak memerlukan waktu yang lebih lama oleh karena perkembangan sel tumornya, yang nanti dapat menimbulkan manifestasi klinis. 2) Pasien tidak mengeluh kejang. 3) Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah. 4) Pasien menyangkal adanya trauma kepala, karena trauma kepala dapat menjadi salah satu etiologi dari tumor otak. 5) Pada pemeriksaan mata, didapatkan hasil pupil isokor dan diameter 2mm/2mm, yang artinya dalam keadaan normal dan tidak ada pupil edema.
b.
Stroke Hemoragik pada stroke hemoragik terjadi peningkatan tekanan intracranial sehingga cenderung menyebabkan sakit kepala dan mual muntah pada penderita serta terjadi penurunan kesadaran. Cara yang paling akurat
untuk membedakan stroke hemoragik dengan non hemoragik adalah dengan CT scan dan pungsi lumbal (Prigurna, 2009) c.
TIA TIA dimasukkan dalam jenis stroke non hemoragik sehingga diagnosis TIA dihilangkan.
11. Alasan Monitoring GDS pada penderita stroke: sebagai faktor resiko 12. Penegakan diagnosis neurologis Untuk mendiagnosis neurologis, harus berdasarkan 3 diagnosis, yaitu: a. Diagnosis etiologi b. Diagnosis klinis c. Topis Apabila diterapkan ke kasus, akan menjadi sebagai berikut: a. Diagnosis etiologi : Stroke non Hemorragik b. Diagnosis klinis
: Parase nervus VII dextra tipe sentral Parase nervus XII dextra tipe sentral Hemiparase ekstrimitas dextra superior et inferior
c. Topis
: Lesi capsula interna
Ganglion basalis (nukleus basalis) terletak di area subkorteks. Secara khusus ganglia basalis penting dalam: (1) menghambat tonus otot seluruh tubuh, (2) memilih dan mempertahankan aktivitas motorik yang diinginkan dan menekan pola motorik yang tidak diinginkan, (3) mengkoordinasi kontraksi-kontraksi menetap yang lambat. Secara umum ganglia basalis berfungsi dalam inhibisi aktivitas motorik (Sherwood, 2006). Pada aktivitas UMN (jaras koltikospinalis), apabila terdapat lesi pada area subkorteks maka fungsi inhibisi akan terganggu sehingga akan terjadi hiperrefleks. Sedangkan pada aktivitas LMN (jaras di perifer), lesi tidak akan mempengaruhi fungsi inhibisi di ganglia basalis sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada pasien akan terjadi hiporefleks. Pada pasien, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan hiperefleks sehingga disimpulkan bahwa lesi yang terjadi adalah lesi UMN. Perbedaan lesi korteks dan subkorteks
Korteks
Subkortex
Afasia
++
-
Astereogenesis
++
-
2
++
-
++
-
-
++
point
discrimination
terganggu
Kelumpuhan lengan dan tungkai yang tidak sama
Gangguan sensibilitas
Pada pasien ditemukan kelumpuhan lengan dan tungkai yang sama menunjukkan lesi berada pada daerah subkortex. Area subkortex terdiri atas (Sherwood, 2011): 1) Thalamus : berfungsi menerima seluruh impuls sensorik 2) Hipothalamus : fungsional dalam aktivitas endokrin tubuh 3) Ganglia basalis : dilalui oleh serabut sensorik maupun motorik pada area kapsula interna. Pada kasus, manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah pada aktivitas motorik. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadi iskemia/infark pada kapsula interna hemisfer sinistra. 13. Larutan Asering adalah cairan isotonis untuk reussitasi dehidrasi berat. Pada kasus strike juga dapat menjaga agar tetap hipotermi sehingga mencegah edem cerebri. 14. Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg (antiplatelet) : kombinasi ketiganya meningkatkan efektifitas kerja masing-masing dalam mencegah agregasi trombosit yang dapat akibatkan aterotrombosis. 15. Semua tentang Stroke Non Hemoragik a. Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah stroke setiap tahunnya meningkat. Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada
perempuan dengan usia > 18 tahun diantara orang kulit hitam dan orang kulit putih paling banyak didominasi oleh orang berkulit hitam. (Misbach dkk,2007) Berdasarkan survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8% usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan di atas 65 tahun 33,5%. Data-data ini dari ASNA stroke collaborative study diperoleh angka kematian sebesar 24,5%. (Misbach dkk,2007) Di Indonesia, penyebab kematian utma pada semua umur adalah stroke (15,4). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1000 penduduk) daj terendah di Papua (3,8 per 1000 penduduk) (Depkes,2009). b. Etiologi Pada stroke iskemik penyumbatan biasanya terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya, suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada
penderita
kelainan
katup
jantung
atau
irama
jantung.
(Air,E.L,2007) Emboli lemak yang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak yang menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tibatiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang
biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.(Air,E.L,2007) c. Faktor resiko Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi, dan sangat dapat dimodifikasi. 1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : a. Hipertensi b. Hiperlipidemia c. Merokok d. Diabetes mellitus e. Arterial fibrillation f. Kenaikan kadar kolesterol atau lemak darah g. Kurangnya aktivitas fisik h. Riwayat stroke i.
Peminum alcohol
j.
Obesitas
k. Obat-obat kontrasepsi l.
Diet yang buruk
b) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a) Usia b) Ras, orang amerika keturunan afrika kulit hitam memiliki angka yang lebih tinggi daripada orang kulit putih c) Jenis Kelamin, pria lebih banyak daripada wanita (sebelum menopause) d) Faktor keturunan c)
Faktor yang sangat bisa dimodifikasi a) Metabolic sindrom b) Pemakaian alcohol c) Drug abuse d)
Pemakaian obat-obat kontrasepsi
e) Gangguan pola tidur f) Kenaikan hemocystein g) Kenaikan lipoprotein (Goldstein, dkk, 2006) d. Gejala Klinis Gejala ini tergantung pada area otak yang mengalami ischemik (Baehr, 2010) : 1. Arteri serebri anterior a. Gangguan BAK b. Paresis dan hilangnya kemampuan sensoris tungkai kontra lateral 2. Arteri serebri media (superior) a. Hemiparesis kontra lateral wajah, lengan, tangan b. Hemisensorik kontra lateral c. Jika mengenai hemisfer dominan maka terjadi afasia broca
3. Arteri serebri media (inferior) a. Homonimus hemianopia b. Gangguan
sensoris
kontra
lateral
:
agraphestesia
dan
stereognosis c. Gangguan visuospasial, anosognosia d. Dressing apraxia, contructional apraxia e. Afasia wernicke
4. Bifurcatio a. Hemiparesis dan gangguan sensoris kontra lateral b. Homonim hemianopsia c. Jika terjadi di Hemisfer dominan maka akan terjadi afasia
global 5. Pangkal arteri serebri media a. Paresis kontra lateral pada wajah, lengan, tungkai, tangan b. Hemianestesi, defek lapang pandang
6. Arteri serebelli inferior a. Ataksia ipsilateral
b. Hilang
sensai
pada
wajah
ipsilateral
dan
ekstermitas
kontralateral c. Vertigo, nistagmus, tuli d. Paresis N VII dan sindroma Horner ipsilateral e.
Pemeriksaan penunjang 1) CT Scan kepala Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik. Pada stroke non hemoragik stadium awal sampai 6 jam biasanya tidak tampak kelainan. Setelah itu terdapat lesi hipodens (warna hitam) tetapi batas belum tegas. Pada fase lanjut gambaran semakin hipodens dengan batas semakin tegas. 2) Angiografi otak Dengan menyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar x ke dalam arteri-arteri otak. Gambaran dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Pemeriksaan ini digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan patologis lain pada arteri dan vena. 3) EKG Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua penderita stroke akut. Biasanya terdapat perpanjangan interval QT pada 38% penderita stroke non hemoragik. 4) Kadar gula darah Pemeriksaan ini penting karena diabetes mellitus merupakan salah satu factor resiko utama stroke. 5) Profil lipid LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan resiko atherosclerosis. 6) Darah lengkap 7) Ronsen Thorax Pemeriksaan ini untuk menilai besar jantung, adanya kalsifikasi katup jantung maupun edema paru (Bahrudin, 2009).
8) Pungsi Lumbal a) menunjukan adanya tekanan normal b) tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya pendarahan. (Marilynn, 2000). f.
Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan Fungsi Motorik a) Ketangkasan gerak , pada penderita stroke akan terjadi gangguan ketangkasan gerak. b) Tenaga/ kekuatan otot. Derajat kekuatan motorik dapat dinilai sebagai berikut : 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Di samping dapat melawan gaya berat, dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal). c) Trofi/ ukuran otot : eutrofi/ atropi / hipertropi d) Tonus otot : kekejangan, kekakuan, kelemahan Reflek fisiologis 1. Refleks Biceps Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi
siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku. 2. Refleks Triceps Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respon : ekstensi lengan bawah ada sendi siku. 3. Refleks Periostoradialis Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis. 4. Refleks Periostoulnaris Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus 5. Refleks Patela Cara : ketukan pada tendon patella. Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris. 6. Refleks Achilles Cara : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius. 7. Refleks Klonus Lutut Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung. 8. Refleks Klonus Kaki Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung. Reflek patologis 1. Refleks Babinsky Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.
2. Refleks Chadock Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti Babinsky. 3. Refleks Oppenheim Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal. Respon : seperti Babinsky. 4. Refleks Gordon Cara : penekanan betis secara keras. Respon : seperti Babinsky. 5. Refleks Schaefer Cara : memencet tendon achilles secara keras. Respon : seperti Babinsky. 6. Refleks Gonda Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4. Respon : seperti Babinsky. 7. Refleks Stransky Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5. Respon : seperti Babinsky. 8. Refleks Rossolimo Cara : pengetukan pada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal. 9. Refleks Mendel-Beckhterew Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os. coboideum. Respon : seperti Rossolimo. 10. Refleks Hoffman Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi. 11. Refleks Trommer Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respon : seperti Hoffman. 12. Refleks Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas . Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku. 13. Refleks Mayer Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari. g. Patomekanisme
Mekanisme stroke (Price, 2005)
h.
Tatalakasana Prinsip penangan Stroke Non Hemoragik: 1) Menetapkan diagnosis iskemi dan etiologinya seceoat mungkin. 2) Menyadari suatu periode iskemi besifat reverisble, rencanakan terapi atas dasar tersebut. 3) Pemberian terapi spesisfik sesuai patogenesis iskemi. 4) Mencari
dan
menangani
keadaan-keadaan
lain
yang
memperberat iskemi. Manajemen terhadap pasien SNH di rumah sakit (medika mentosa) 1) Stabilisasi pasien dengan ABC
a) Airway, hidung dan mulut, cegah lidah turun pake gudel/mayo b) Breathing . Tidak nafas pernafasan buatan dengan metode lift chin dan open jaw c) 2)
Circulation
Terapi umum (5B) a) Breathing jagta jalan nafas bebas. Berikan O2 bila kadar O2 darah kurang b) Brain. Atasi dan cegah : Edema otak : mengantuk, bradikardi, dengan funduskopi, berikan manitol. Kejang diphenylhydantoin atau carbamazepin c) Blood Jaga tekanan darah adekuat. Pengobatan hipertensi yang adekuat akan mengurangi tekanan perfusi menuju otak, hal ini dapat menyebabkan memperburuknya iskemik. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga mcukup baik untuk metabolism otak. Cegah infuse glukosa
>> asidosis daerah infark
mempermudah edema. Jaga elektrolit Tekanan darah diturunkan bila mencapai lebih dari 180/100 mmHg pada stroke hemoragik,dan lebih dari 220/120 mmHg pada sroke iskemik. d)
Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan Obstipasi Nutrisi harus cukup
e)
Bladder Jangan sampai terjadi retensio urun, berikan kateter (Kwon & Sandercock, 2004).
Indikasi pasien SNH boleh pulang dari rumah sakit a) Faktor resiko sudah dapat dikendalikan
b) Tidak ada perburukan c) Tidak ditemukan adanya komplikasi.
Terapi yang diberikan kepada pasien SNH rawat jalan/rawat di rumah? Jawab: Keluarga pasien sering mengira meminum obat yang diresepkan oleh dokter sudah cukup menyelesaikan masalah dan melupakan bagian bagian penting dalam pemulihan stroke seperti fisioterapi, nutrisi, dan kesehatan jiwa penderita stroke . fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisioterapis maupun keluarga dirumah sesering mungkin. Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien jatuh dalam kondisi gizi buruk bahkan dehidrasi yang dapat mengganggu pemulihan, pasien-pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat menelan. Pasien stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan, dukungan,serta semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan. 1) Bila penderita mengalami lumpuh sebelah: a. Lakukan latihan gerak secara rutin, terutama bagian yang lemah dengan 2 cara, yaitu: 1.Tekuk dan luruskan siku tangan yang lemah 2.Duduk tegak, tangan yang lemah diganjal bantal’ b. Latih penderita untuk mandiri melakukan kegiatan sehari-hari (makan, minum, dll) 2) Bila pasien sulit menelan: a. Duduk tegak lurus di kursi atau di tempat tidur saat makan b. Gunakan sendok kecil c. Letakkan makanan pada sisi yang sehat d. Leher dan kepala agak ditekuk e. Saat menelan, kepala menengok kearah sisi yang lemah f.
Minum dengan sendok, jangan minum dengan gelas langsung atau sedotan
3) Makananan yang dianjurkan untuk pasien stroke a. Banyak makan ikan, tempe, sayur dan buah b. Batasi konsumsi lemak, minyak goreng dan santan c. Minum 8 gelas perhari (kecuali ada gangguan jantung dan gagal ginjal) d. Hilangkan lemak yang ada pada daging e. Pilih susu rendah lemak f.
Batasi penggunaan garam
4) Jaga kebersihan mulut 5) Cegah terjadinya komplikasi radang paru: a. Berhenti merokok b. Ubah posisi tidur pasien (miring kanan, terlentang, miring kiri) setiap 2 jam sekali c. Seimbangkan antara duduk, berjalan dan berbaring 6) Bila penderita mempunyai kencing manis: a. Pakailah sepatu dengan ukuran yang cocok dan hak sepatu yang datar b. Periksa kaki setiap hari, bila ada luka diobati sesegera mungkin c. Kenakan alas kaki anti selip (alas karet) baik didalam maupun diluar rumah 7) Bila pasien sulit bicara: a. Gunakan kalimat langsung b. Beri kesempatan pasien untuk berbicara c. Gunakan alat bantu dalam berkomunikasi (berkomunikasi dengan tulisan) 8) Minum obat dan periksa kesehatan secara teratur 9) Hindari kondisi stress (Kwon & Sandercock, 2004). i. Komplikasi
1) Trombosis vena dalam 2) Emboli paru 3) Disfagia
4) Pneumonia 5) Infeksi traktus urinarius 6) Disfungsi urologis 7) Disfungsi seksual 8) Clinical depression 9) Stroke rekurens (Langhorne, et al ., 2000). j. Prognosis
Tergantung pada: 1)
Tipe stroke
2)
Seberapa luas jaringan otak yang terkena
3)
Seberapa banyak fungsi tubuh yang terganggu
4)
Seberapa cepat stroke tersebut ditindaklanjuti (Furie, et al ., 2011). Manifestasi klinis berupa gangguan gerak, berpikir dan bicara
biasanya dapat sembuh setelah beberapa minggu atau bulan. Pasien stroke non-hemoragik memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi daripada stroke hemoragik (Furie, et al ., 2011). Selain beberapa point tersebut, prognosis dari stroke juga tergantung dari tingkat keparahan stroke, usia pasien, basal disability, jenis kelamin dan onset admission interval (OAI). Tingkat keparahan stroke berhubungan dengan imobilitas yang merupakan konsekuensi dari kerusakan neurologis. Penambahan usia yang semakin tua serta OAI dengan interval pendek telah diketahui sebagai faktor yang memperburuk prognosis stroke (Paolucci, et al ., 2003).
III.
KESIMPULAN
1. Diagnosis Klinis I : hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N XII dextra sentral 2. Diagnois Klinis II : Hipertensi 3. Diagnois Topik
: Kpasula Interna sinistra
4. Diagnois Etiologi : Stroke Non Hemoragik 5. Diagnosis Banding: stroke hemoragik 6. Penatalaksanaan kasus ada 2 bagian : di IGD (suportif) dan Bangsal 7. Farmakoterapi : pemberian anti platelet, oksigenasi, cairan rahidrasi, obat untuk kausa (hipertensi), dan neuroprotektan. 8. Non Farmakologi : rehiabilitatif fungsi gerak, tirah baring, pengendalian faktor resiko.
DAFTAR PUSTAKA
Air,E.L., and Kissela, B.M. 2007. Diabetes t he Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke: Epidemiolgoy and Possible Mechanisms. Diabetes Care. Bahrudin, Moch. 2009. Diagnosa Stroke. Staf Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Baehr, Mathias. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta Fredirich;Nath, Judi. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson Education Inc. Furie, K.L., Kasner S.E., Adams R.J., et al . 2011. Guidelines for the prevention of stroke in patients with stroke or transient ischemic attack: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. Vol. 42 : 227-76. Goldstein, D.E., Little, R.R., Lorenz, R.A., Malone, J .I., Nathan, D., and Peterson, C.M. 2006. Iskandar, Japardi. 2004. Nervus Facialis. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kwon,S., Hatzema, A.G., Duncan, P.W., and Lai S.M. 2004. Disabili ty Measures in Stroke. Stroke. 35:918-23. Langhorne, P., D.J. Stott, L. Robertson, et al . 2000. Medical Complications After Stroke. Stroke. Vol. 31 : 1223-9. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta.2001 Mahar, M. 2000. Neurologi Klinis Dasar . Jakarta : Dian Rakyat.Martini, Mardjono, M dkk, 2009. Neurologi Klinis Dasar . PT.Dian Rakyat, Jakarta. Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam : Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajmen Stroke Secara Komphresif. pp. 1-9. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana asuhan keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC. Martini, Frederic H., Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology Eighth Edition. San Francisco: Pearson Education. Paolucci, Stefano, Gabriella Antonucci, Maria Grazia Grasso, et al . 2003. Functional Outcome of Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients After Inpatient Rehabilitation. Stroke. Vol. 34 : 2861-5. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit . Jakarta : EGC. Reeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta : EGC. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2009. Jakarta : Dian Rakyat Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC. Snell, Richard. 2010. Neuroanatomi Klinik Edisi 7 . Jakarta:EGC Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 5. Jakarta : EGC