LAPORAN OPERASI LAPAROTOMI KISTEKTOMI
Pembimbing : dr. dean Wahjudy Satyaputra, Sp.OG (K) Oleh : Ferio Joelian 030.05.095
PENDAHULUAN •
Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah dimana pada kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan ruang bila kehamilan mulai membesar. Indung telur merupakan sumber hormonal perempuan yang paling utama, sehingga mempunyai peranan dalam mengatur proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur ( ovum ) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri.
KLASIFIKASI Tumor Non Neoplastik • Tumor akibat radangTumor lain • Kista folikel • Kista korpus luteum • Kista lutein • Kista inklusif germinal • Kista endometrium • Kista stein-leventhal
KLASIFIKASI Tumor Neoplastik Jinak •
Tumor Kistik – Kistoma ovarium simpleks – Kista denoma ovarium serosum – Kista endometrioid – Kista dermoid
•
Solid – Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, limfangioma. – Tumor brenner – Tumor sisa adrenal (maskulinovoblastoma)
LAPAROTOMI •
Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
•
Insisi pada garis tranversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision)
•
Insisi Gridiron (muscle-splitting incision)
•
Kebutuhan luas daerah pemaparan
•
Lokasi penyakit
•
Keadaan dinding abdomen dan jaringan parut operasi sebelumnya
•
Tingkat penyembuhan yang diharapkan
•
Kenyamanan pasca bedah
•
Kemudahan dan kecepatan prosedur tindakan
JENIS INSISI
•
Paparan bidang pembedahan yang baik
•
Dapat diperluas ke cephalad ( kearah “kranial” )
•
Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
•
Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
•
Dipilih pada kasus gawat-darurat
JENIS INSISI •
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi. :
•
Jarang terjadi herniasi pasca bedah
•
Kosmetik lebih baik
•
Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik :
•
Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
•
Tehnik relatif lebih sulit
•
Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
JENIS INSISI TRANSVERSAL •
Insisi – Kekuatan pasca bedah : BAIK – Paparan bidang bedah : KURANG
•
Insisi – Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal – Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal – Dibanding insisi MIDLINE : • Nyeri pasca bedah kurang. • Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun • Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
JENIS INSISI TRANSVERSAL • Insisi – Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis. – Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.
•
Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara tranversal dengan gunting “Mayo” atau “scalpel”.
•
Tepi atas fascia rectus dijepit dengan “kocher ” dan dipisahkan dari m .rectus abdominalis serta m .pyramidalis secara tumpul dan waspada terhadap trauma pembuluh darah disekitar garis tengah.
•
Setelah pemisahan diatas sudah lengkap – tepi bawah fascia rectus dijepit dengan “kocher ” dan dipisahkan dari m .pyramidalis secara tumpul sampai mencapai simfsis pubis.
•
m .Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia tranversal dan peritoneum terpapar.
•
Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
•
Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
•
Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada pasca pembedahan intra abdominal – endometriosis atau infeksi intra abdominal.
•
Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting “Metzenbaum”.
•
Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke kaudal secara tajam.
•
Hati-hati mencederai vesica urinaria.
•
Lakukan pemeriksaan “transilluminasi” untuk menghindari cedera pada kandung kemih
•
Untuk pemapaparan bidang operasi m .pyramidalis perlu dipisahkan digaris tengah.
•
Bila langkah-langkah ditas sudah dilakukan, operator dapat masuk ke rongga abdomen.
•
Bila pemaparan masih kurang optimal maka lakukan insisi CHERNEY ( jangan melakukan insisi Maylard !!!! ).
•
Insisi melintang kulit 2 – 3 cm diatas simfisis pubis dan diperdalam sampai fascia rectus (seperti pada PFANNENSTIEL)
•
Identifikasi fascia rectus – dijepit – dibuka secara tajam bilateral.
•
Perbedaan dengan PFANNENSTIEL : m.rectus abdominalis ti dak perlu dipisahkan dari fascia rectus.
•
Identifikasi arteria epigastrica inferior – sisihkan dari jaringan ikat sepanjang tepi lateral m.rectus : – Identifikasi dengan palpasi dan pemisahan secara tumpul – Setelah identifikasi – ikat secara ganda dan potong
•
Transeksi secara “zig-zag” m .rectus abdominalis kira-kira 3 – 5 cm diatas origo di simfsis pubis.
•
Bila perlu elevasi masing-masing m.rectus abdominalis dengan “ penrose drain ” untuk memudahkan transeksi dan melindungi jaringan dibawah otot.
•
Setelah transeksi – m .rectus disisihkan ke kranial dan kaudal dan peritoneum dibuka secara TRANVERSAL (seperti insisi pada kulit) dengan tehnik yang sama.
•
Saat menutup luka operasi: m .rectus tidak perlu didekatkan dengan menjahit oleh karena akan sembuh secara spontan.
•
Perbedaan dengan MAYLARD : m.rectus tidak di transeksi ; tetapi dipotong pada origo di simfisis pubis
•
m .rectus abdominalis disisihkan ke kranial
•
Saat penutupan luka origo m .rectus abdominalis di simfisis pubis dijahit kembali
•
Penyembuhan dengan hasil yang kuat dan paparan bidang pembedahan yang memadai
•
Persamaan dengan MAYLARD : paparan bagian atas abdomen terbatas
•
Insisi kulit sampai fascia musculus rectus dilakukan dengan cara yang sama dengan insisi Pfannestiel atau insisi Cherney
•
Fascia m.rectus dijepit di garis tengah kemudian dilakukan insisi tranversal
•
Potongan inferior fascia m.rectus dijepit dengan “kocher Clamps” – di elevasi dan dibebaskan dari m .rectus abdominalis dan m .pyramidalis secara tumpul dan tajam ke arah simfisis pubis sehingga apponeurosis m .rectus dan m .pyramidalis dapat di identifikasi
•
Tendon dipotong dengan gunting “MAYO” untuk membebaskan otot dari origo pada simfisis pubis
•
M .rectus abdominalis mengalami rektraksi ke superior
•
Fascia tranversalis serta peritoneum dibuka dengan cara yang sama
•
Penutupan luka : tendon m .rectus abdominalis dan m .pyramidalis didekatkan denfgan jahitan terputus permanen
•
Bila pada insisi Pfannenstiel bidang pembedahan kurang luas – dapat dilakukan perubahan ke arah insisi CHERNEY tanpa menggangu intergritas muskulatur di garis tengah.
• Pada insisi Pfannenstiel, peritoneum dan fascia ditutup secara terpisah sebagaimana halnya dengan penutupan pada insisi mid-line. • Jaringan lemak subkutis ditautkan dengan 2 – 3 jahitan terputus untuk menghindari dead space. • Kulit ditutup dengan jahitan jelujur subkutikuler dengan plain cat-gut atau benang lainnya # 0-3 • Bila m.rectus dipotong, penutupan peritoneum dilakukan secara tranversal dan menyambung otot bersamaan dengan fascia dengan jahitan “angka 8” ; kemudian jaringan subkutis dan kulit ditutup dengan cara yang sama dengan metode insisi Pfannenstiel.
LAPORAN OPERASI KISTEKTOMI •
Pasien tidur terlentang di atas meja operasi dengan spinal anestesi
•
Dilakukan asepsis dan antisepsis pada daerah abdomen dan seki tarnya, sampai 1/3 proksimal tungkai atas, lalu lapangan operasi diperkecil dengan doek steril
•
Insisi Pfanestiel diperdalam lapis demi lapis, setelah peritoneum dibuka tampak kista pada ovarium sebesar ... x.... cm
•
Kesan kista ovarium dekstra, diputuskan untuk aspirasi cairan peritoneum, kistektomi dekstra
•
Aspirasi cairan peritoneum .... cc, periksa sitologi
•
Dilakukan insisi secara hati-hati kista ovarium dekstra, cairan kista dibebaskan dari jaringan ovarium sehat. Berhasil diluksir, massa kistik in toto
•
Perdarahan dikontrol dengan beberapa simpul chromic cat gut 2/0 satu-satu dan jelujur
•
Diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
•
Peritoneum dengan chromic cat gut 2/0 jelujur
•
Fascia dengan polysorb no. 2/0 satu-satu
•
Subkutan dengan chromic cat gut 2/0 satu-satu
•
Kulit dengan chromic cat gut 2/0 jelujur subkutikuler
•
Operasi selesai
•
Manuaba. 2005. Dasar – Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : EGC.
•
Nugroho,Taufan. 2010. Buku Ajar Ginekologi . Yogyakarta : Nuha Medika.
•
Wiknjosastro, H.2009. Ilmu Kandungan . Jakarta: YBP-SP.
•
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. “Ilmu kandungan ”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
•
Sastrawinat, Sulaiman.1981. “Ginekologi ”. Bandung: Elstar Offset
•
Fitzpatrick JK: Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed) “The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis, Missouri, Mosby, 1997
•
Matingly RF: Te Linde’s Operative Gynecology 5th ed, Philadelphia-Toronto, JB Lippincot Company, 1977
•
Nichols DH , editor : Gynecologic and Obstetric Surgery, St Louis, 1993, Mosby