35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi organik dimana suatu senyawa ester diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alkohol dari ester dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Dalam reaksi transesterifikasi, senyawa ester direaksikan dengan suatu alkohol sehingga reaksi transesterifikasi juga disebut reaksi alkoholisis.[1]
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan, oleh karena itu adanya katalis dapat mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan dari reaksi. Sedangkan untuk memperoleh kelimpahan yang besar dari senyawa ester produk, salah satu pereaksi yang digunakan harus dalam jumlah berlebih. Katalis yang biasa digunakan dapat berupa asam kuat atau basa kuat.
Reaksi Trans-Esterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dari minyak atau lemak dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Transesterifikasi terdiri dari tiga reaksi reversibel yaitu konversi trigliserida menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi metil ester dan gliserol. Reaksi ini dibagi atas tiga jenis yaitu:
Interesterifikasi, yaitu pembentukan alkil ester dari ester dengan ester
Alkoholisis, yaitu pembentukan alkil ester dari suatu ester dengan alkohol
Asidolisis, yaitu reaksi antara suatu ester dengan asam karboksilat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi :
Suhu Reaksi
Pengaruh suhu terhadap reaksi transesterifikasi menghasilkan metil ester dengan bahan baku trigliserida dapat dilakukan dalam berbagai suhu reaksi. Panelitian telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan variasi suhu reaksi 50 sampai 100 . Peningkatan suhu menghasilkan peningkatan laju transesterifikasi. Meskipun demikian, suhu yang paling tepat untuk transesterifikasi adalah 80 dengan tidak adanya kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku.[2]
Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak
Perbandingan molar antara metanol dengan minyak merupakan salah satu faktor yang sangat penting dengan adanya asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan baku minyak maupun lemak. Karena transesterifikasi merupakan reaksi yang setimbang, maka dibutuhkan alkohol berlebih agar kesetimbangan mengarah pada pembentukan ester asam lemak. Penelitian telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi mol alkohol dengan minyak yaitu 3 : 1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol / mol) dengan metil ester maksimal yang diperoleh pada perbandingan 12 : 1 (mol / mol).
Konsentrasi Katalis
Konsentrasi katalis yang digunakan bergantung pada bahan baku yang digunakan. Dalam katalis asam heterogen, konsentrasi katalis mengacu pada banyaknya gugus sulfonat yang terikat pada katalis tersebut yang bersifat polar sehingga mampu menkonversi asam lemak bebas dalam bahan baku yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan konsentrasi katalis sebesar 2 – 6,5% (berat) untuk transesterifikasi minyak jarak dengan asam lemak bebas 8,17%.
Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi transesterfikasi maka semakin besar yield yang diperoleh dari reaksi tersebut. Penelitian telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi waktu 1-5 jam. Diperoleh hasil bahwa metil ester meningkat pada waktu reaksi 1 dan 2 jam sedangkan pada 3-5 jam peningkatan kadar metil ester yang terjadi tidak terlalu signifikan.
Reaksi transesterifikasi meliputi pengubahan minyak menjadi senyawa metil ester. Reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis seperti reaksi berikut:
Gambar 1. Skema Reaksi Transesterifikasi
Katalis
Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas baik di alam, laboratorium dan industri. Katalis yang berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan disebut sebagai katalis homogen. Sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda dengan reaktannya (dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur ataupun gas) disebut sebagai katalis heterogen.[3]
Berikut macam-macam katalis yang digunakan untuk suatu reaksi:
Katalis Homogen
Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen dan katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH. Penggunaan katalis ini menimbulkan masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga menghasilkan limbah pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping itu, katalis basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas (ALB) < 0,5%. Jika bahan baku mengandung ALB tinggi, akan terjadi reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas membentuk sabun. Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi misalnya H2SO4, HCl, dan H3PO4. Akan tetapi penggunaan katalis ini memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan korosi pada reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus besar serta memerlukan suhu yang tinggi.
Katalis Heterogen
Katalis heterogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang bersifat asam dan katalis heterogen yang bersifat basa. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa. Katalis basa heterogen yang paling umum digunakan adalah senyawa oksida logam seperti logam alkali, alkali tanah sebagai katalis transesterifikasi minyak nabati. Oksida logam alkali tanah (MgO, CaO, SrO, dan BaO) dikenal sebagai oksida logam tunggal (single metal oxides). Penelitian telah menggunakan CaO pada reaksi transesterifikasi minyak bunga matahari dengan yield 98%.
Katalis basa heterogen juga dapat berupa pencampuran atau pendopingan oksida logam untuk meningkatkan kebasaannya seperti logam Na, Li, dan K yang didoping pada CaO, MgO dan BaO pada reaksi tranesterifikasi minyak lobak dengan yield 96,7% dan oksida campuran antara Na, Li, dan La2O3 untuk transesterifikasi minyak kacang tanah menghasilkan metil ester asam lemak dengan yield> 99%.
Selain katalis basa heterogen, katalis asam heterogen juga telah banyak digunakan untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi. Sintesis asam polianilin sulfonat sebagai katalis transesterifikasi dan esterifikasi menghasilkan biodiesel yang menunjukkan kereaktifan dan kestabilan katalis yang tinggi. Katalis senyawa karbon dengan basis sulfonat menjadi katalis yang paling diminati saat ini karena memiliki gugus –SO3H dengan kerangka karbon yang stabil sehingga mudah dipisahkan dari sistem reaksi.
Katalis heterogen memiliki keuntungan dibandingkan dengan katalis homogen yaitu: mudah dipisahkan dari produk reaksi, lebih tahan terhadap asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan baku tanpa melalui reaksi saponifikasi sehingga memungkinkan untuk melakukan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi sekaligus dengan bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi, baik bahan baku yang berasal dari hewan maupun yang berasal dari tumbuhan.
Katalis Enzim
Reaksi transesterifikasi secara enzimatis mencegah terbentuknya sabun, reaksi terjadi pada pH netral, suhu reaksi yang lebih rendah sehingga lebih bersifat ekonomis. Beberapa metode secara enzimatis bertujuan untuk memecah ikatan kovalen, ikatan silang (cross linking) dan enkapsulasi mikro. Lipase merupakan enzim yang paling banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi, karena harganya lebih murah dibandingkan dengan enzim yang lain dan mampu mengkatalisis baik reaksi hidrolisis maupun transesterifikasi trigliserida dalam kondisi biasa untuk menghasilkan biodiesel.
Penggunaan katalis enzim dalam reaksi transesterifikasi memiliki permasalahan yaitu selain harga enzim yang mahal juga adanya asam lemak bebas pada bahan baku yang bereaksi dengan alkohol rantai pendek (seperti metanol dan etanol) menyebabkan enzim terdenaturasi. Gliserol sebagai salah satu produk reaksi, memberi efek negatif pada enzim yang digunakan.
Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari sumber energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan menjadi bahan bakar yang digunakan pada alat transportasi untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi sehingga menyebabkan banyaknya polusi udara. Biodiesel dapat dibuat dari minyak murni tumbuhan, limbah minyak setelah pemakaian maupun minyak yang berasal dari lemak hewan. Minyak tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu edibel dan non edibel. Beberapa jenis minyak baik edibel maupun non edibel seperti minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak kemiri telah ditransesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel.[4]
Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui. Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan minyak kedelai. Namun terjadi perdebatan karena bahan bakar ini terutama minyak kedelai termasuk dalam pangan sehingga hal ini tidak wajar mengingat semakin meningkatnya populasi manusia.
Proses Pembuatan Biodiesel
Gambar 2. Proses Pembuatan Biodiesel
Tahapan proses dari pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:
Jika kandungan asam lemak bebas dan air terlalu tinggi, hal ini akan mengakibatkan pembentukan sabun (saponifikasi) dan menimbulkan masalah pada pemisahan gliserol nantinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan pendahuluan bahan baku dilakukan proses degumming dan refined.[5]
Katalis dilarutkan dalam methanol dengan menggunakan mixer atau agitator standar.
Campuran methanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup baru kemudian ditambahkan minyak nabati. Sistem harus tertutup total untuk menghindari penguapan methanol.
Reaksi dijaga pada suhu diatas titik didih alkohol (sekitar 70 ) guna mempercepat reaksi meskipun beberapa sistem merekomendasikan suhu kamar. Lama reaksi adalah 1 – 8 jam. Pemberian methanol berlebih diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna.
Meskipun densitas gliserol lebih tinggi daripada biodiesel sehingga gliserol tertarik ke bawah karena gravitasi, alat sentrifugal masih diperlukan untuk mempercepat pemisahan kedua senyawa tersebut. Setelah terjadi pemisahan gliserol dan biodiesel , kelebihan methanol diambil dengan proses evaporasi atau distilasi.
Produk samping gliserol yang masih mengandung katalis dan sabun selanjutnya dinetralkan dengan larutan asam sulfat.
Setelah biodiesel dipisahkan dari gliserol selanjutnya dimurnikan lagi dengan air hangat untuk membuang sisa-sia katalis atau sabun. Lalu dikeringkan dan dikirim ke tangki penyimpan biodiesel.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Biodiesel
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu diinginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa variabel operasi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.[6]
Pengaruh katalis
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH). Penambahan katalis NaOH sebesar 10 ml memberikan yield tinggi sebesar 96,27 % dibandingan dengan katalis NaOH sebesar 8 ml yield yang diperoleh 94,77 %.
Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Pada suhu 60 merupakan suhu optimum untuk produksi biodiesel.
Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistim dengan fase tunggalpun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi. Setelah sistem tunggal terbentuk maka pengudukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap reaksi. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Pengadukan transesterifikasi 1500 rpm.
Standar Mutu Biodiesel
Dari peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan dirjen migas No. 002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional Indonesia) dapat dianalisa :
Angka Setana
Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48, berarti angka Setana biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar. Tetapi angka Setana dari biodiesel yang dihasilkan masih termasuk dalam kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51. Pada mesin diesel udara dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40 kg/cm2, akibat pembakaran maka tekanan yang ada di dalam ruang bakar mencapai 60 sampai 65 kg/cm2. Disini diharapkan tidak ada keterlambatan dari nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu tinggi. Kenaikan tekanan yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi. Hambatan lain yaitu proses pembakaran tidak sempurna sehingga terbentuk jelaga.[7]
Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki Angka Setana 46,95 berarti bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada campuran 46,95 bagian normal angka Setana dan 53,05 bagian methyl naphtalena. Apabila dilihat dari angka Setana biodiesel yaitu 51 maka dapat digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 70). Makin tinggi angka setananya maka makin rendah titik penyalaannya.
Viskositas Kinematik
Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.
Massa jenis (specific gravity)
Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 600F ini juga dapat ditentukan.
Nilai Kalor
Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 Btu/lb.
Angka Asam
Penentuan angka asam sampel biodiesel dilakukan dengan metode analisa standart untuk angka asam. Biodiesel menurut SNI-04-7182-2006, yaitu 0,8 mg KOH/g minyak. Angka asam yang tinggi dapat menyebabkan endapan dalam sistem bakar dan juga merupakan indikator bahwa bahan bakar tersebut dapat berfungsi sebagai pelarut yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas pada sistem bahan bakar. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitas biodieselnya.
Analisa angka penyabunan
Angka penyabunan adalah banyaknya milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram contoh biodiesel. Angka penyabunan dalam penelitian ini ditentukan dengan proses titrimetri. Angka sabun biodiesel dari masing-masing sampel harus sesuai dengan syarat mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 sebesar < 500, yaitu antara 267,7–354,2 mg KOH/gram.
Reaksi transesterifikasi penggunaan katalis basa yang berlebih dan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan pada pembuatan biodiesel. Hal ini terjadi karena minyak (trigliserida) telah tersabunkan pada saat penggunaan konsentrasi katalis konsentrasi katalis dan suhu tinggi, sehingga HCl yang dibutuhkan untuk mengetahui KOH berlebih juga semakin kecil (angka penyabunan semakin kecil).
Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan senyawa yang sangat melimpah di alam dalam bentuk lipida. Minyak dan lemak berbentuk triester dari reaksi kondensasi antara tiga molekul asam lemak dengan sebuah molekul gliserol. Triester tersebut umumnya dikenal dengan trigliserida.
Lemak dan minyak yang dijumpai di alam terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair. Pada umumnya minyak berwujud cair pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan lemak umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam lemak jenuh seperti stearat, palmitat, dan laurat. Minyak dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan lemak dapat diperoleh dari hewan. Ada beberapa reaksi penting pada minyak dan lemak yaitu hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterifikasi / transesterifikasi.
Minyak dan lemak yang diperdagangkan merupakan campuran-campuran dari lipid, mayoritas tersusun atas triasilgliserol (umumnya >95%) bersama dengan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak bebas. Namun, minyak dan lemak juga mengandung fosfolipida, sterol bebas dan ester-ester sterol, tokols (tokoferol dan tokotrienol), triterpen alkohol, hidrokarbon dan vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak.
Kebanyakan minyak dan lemak biasanya dinamai berdasarkan sumber biologisnya (seperti minyak kedelai) tetapi masing-masing minyak dan lemak memiliki rentang parameter fisika, kimia, dan komposisinya sehingga dapat dikenali.[8]
Mekanisme Reaksi Trans-Esterifikasi
Berikut mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa :
Gambar 3. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Diagram Alir
Diagram alir pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
Gelasbeker
Gelasbeker
1 gr NaOH
41 ml Metanol
Gelasbeker Diaduk dan dipanaskan
Gelasbeker
200 ml minyak sayur
Dipanaskan sampai suhu 45° C
dan diaduk 45 menit
Mendinginkan campuran 10 menit
Corong Pemisah
Corong Pemisah
Biodiesel Gliserol
Dicuci air panas
Dipanaskan 15 menit pada suhu 100°C
Biodiesel Murni
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Berikut ini merupakan alat-alat yang digunakan pada percobaan sintesis trans-esterifikasi :
Agitator 1 Buah
Alumunium Foil 1 Buah
Batang Pengaduk 1 Buah
Buret 1 Buah
Bulb 1 Buah
Corong 1 Buah
Corong Pemisah 1 Buah
Gelas Piala 500 ml 1 Buah
Gelas Piala 250 ml 1 Buah
Gelas Ukur 100 ml 1 Buah
Gelas Ukur 50 ml 1 Buah
Gelas Ukur 25 ml 1 Buah
Kaca Arloji 1 Buah
Labu Erlenmeyer 250 ml 2 Buah
Lumping Porselindan Mortar 1 Buah
Neraca Analitik 1 Buah
Pipet Tetes 1 Buah
Piknometer 1 Buah
Stopwatch 1 Buah
Spatula 1 Buah
Statif dan Klem 1 Buah
Termometer 1 Buah
Viskometer Ostwald 1 Buah
Water Bath 1 Buah
3.2.2 Bahan
Berikut ini merupakan alat-alat yang digunakan pada percobaan sintesis trans-esterifikasi :
Aquades
Indikator Phenoftalein 3 tetes
Metanol 41 ml
Minyak Sayur 200 ml
NaOH 1,5 gram
Metode Percobaan
Berikut ini merupakan prosedur percobaan sintesis trans-esterifikasi :
A.Pembuatan biodiesel
Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali menimbang 1,5 gram NaOH yang telah dihaluskan dan di larutkan dengan 41 ml metanol dalam gelas beker 250 ml selanjutnya mengaduk larutan hingga homogen di dalam water bath dengan suhu 70 C. Kemudian mencampurkan 200 ml minyak sayur secara perlahan ke dalam larutan Natrium Metoksida yang telah homogen dan melakukan pencampuran secara perlahan sambil melakukan pengadukan kira-kira ± 200 rpm yang dipanaskan selama 45 menit. Setelah itu mendinginkan larutan selama 10 menit dan memisahkan biodiesel dengan corong pisah kemudian melakukan pengukuran volume serta pengujian mutu biodiesel yang di dapat.
B.Pengujian Density
Pada percobaan ini ,yang dilakukan pertama kali menimbang labu piknometer yang bersih dan kering sebagai a gram. Setelah itu piknometer diisi dengan contoh dan diimpitkan pada suhu t C. Kemudian timbang sebagai b gram. Lalu labu di bersihkan dengan sabun.
C.Pengujian Viskositas
Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali membersihan terlebih dahulu alat ostwald dengan contoh 2-3 kali mengambil sampel 5 ml dan memasukkan ke dalam alat ostwald. Kemudian tetapkan berapa waktu yang diperlukan untu mengalirkan sampel dengan jalan menghisapnya sampai melebihi tanda garis atas. Bila miniskus berhimpit perhitungan di mulai lagi dengan tanda garis bawah. Lalu pengamatan dilakukan 2 kali kemudian mencatat suhu pada saat pengamatan.
D.Pengujian Asam Lemak Bebas.
Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali menimbang 2-5 gram metil ester, menambahkan larutan 50 ml metanol 95% netral dan 3 tetes phenoftalein. Kemudian melakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna merah muda dan mencatat banyaknya NaOH yang digunakan.
Gambar Alat
Berikut adalah alat yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel :
1 Keterangan :
1
2Agitator
2
Gelas beker
3Waterbath
3
Gambar 5. Alat Percobaan Transesterifikasi
Variabel Percobaan
Variabel dalam percobaan sintesis trans-esterifikasi berupa variabel terikat dan berubah.Variabel terikat meliputi minyak sayur yang di tambahkan yaitu 200 ml ke dalam pembuatan biodiesel, waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan campuran selama 10 menit, waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan biodiesel selama 45 menit lebih kurang dengan suhu 100 C. Adapun variabel berubah pada percobaan ini adalah jenis katalis basa menggunakan NaOH.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Percobaan
Berikut hasil dari percobaan transesterifikasi biodiesel :
Tabel 1. Data Hasil Percobaan
Data
Densitas (gr/mL)
0,93
Bilangan Asam (mg KOH/gr biodiesel)
0,022
Viskositas Kinematik (cSt)
57,463
Pembahasan
Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan lemak hewan merupakan bahan bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai pengganti solar karena kemiripan karakteristiknya, biodiesel diperoleh dari proses transesterifikasi.
Gambar 6. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan reaksi organik dimana suatu senyawa ester diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alkohol dari ester dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Sedikit berbeda dengan reaksi hidrolisis, pada reaksi transesterifikasi pereaksi yang digunakan bukan air melainkan alkohol.
Larutan alkali (NaOH) dan metanol (CH3OH) dicampurkan untuk membentuk larutan Natrium metoksida (Na+ŌCH3). Ketika larutan Natrium metoksida ini dicampurkan dengan minyak sawit, ikatan polar yang kuat dari natrium metoksida memecah trigliserida menjadi gliserin dan rantai ester (biodiesel), bersama-sama juga terbentuk sabun bila tidak berhati-hati dalam pembuatannya.
Pada pembuatan biodiesel ini, hal pertama yang dilakukan adalah penyiapan larutan natrium metoksida. Larutan natrium metoksida ini dibuat dengan mencampurkan natrium hidroksida (NaOH) dan metanol (CH3OH). Pencampuran ini dilakukan hingga semua natrium hidroksida larut dalam metanol. Natrium hidroksida larut dalam metanol karena memiliki kepolaran yang sama. Sambil melarutkan, campuran diaduk agar natrium hidroksida lebih cepat larut. Pengadukan disini dapat menambah kelarutan karena dengan pengadukan maka interaksi atau tumbukan antar partikel larutan meningkat. Dengan adanya pengadukan, energi kinetik masing-masing partikel akan bertambah sehingga partikel-partikel mudah bergerak dan interaksi serta tumbukannya semakin kuat. Pengadukan ini merupakan metode konvensional yang dapat meningkatkan kelarutan. Reaksi antara semua natrium hidroksida dengan metanol merupakan reaksi eksoterm (menghasilkan panas) membentuk molekul polar (Na+ŌCH3).
Gambar 7. Proses Pengadukan dan Pemanasan Natrium metoksida dan minyak
Pemanasan dilakukan pada suhu 45oC, suhu yang digunakan di sini tergolong rendah dibanding dengan titik didih pelarutnya yaitu metanol. Ini berfungsi agar konversi yang dihasilkan semakin besar meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya.
Pemisahan antara biodiesel dengan gliserol dilakukan menggunakan corong pemisah. Untuk memisahkannya, biodiesel dicuci dengan air panas. Tujuannya yaitu untuk membawa gliserol turun bersama dengan air yang keluar sehingga terpisah dari biodiesel. Gliserol akan turun ke permukaan corong pemisah, sedangkan biodiesel sendiri akan berada di atasnya. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki massa jenis yang berbeda.
Pada pembuatan biodiesel dengan katalis basa mengisi NaOH sebanyak 1,0 gram. Penambahan NaOH tersebut berfungsi sebagai katalisator basa untuk mempercepat reaksi. Setelah itu menambahkan methanol sebanyak 41 ml yang berfungsi sebagai reaktan pembentukan biodiesel dan sebagai pelarut NaOH, yang membentuk larutan natrium etoksida karena pada proses sintesis metil ester ini semua bahan harus bebas dari air. Hal ini disebabkan karena air akan bereaksi dengan katalis (NaOH) sehingga jumlah katalis akan berkurang. Lalu, dipanaskan pada suhu 45˚C.
Gambar 8. Proses Dekantasi
Pada penentuan bilangan asam menambahkan etanol 100% yang berfungsi sebagai pelarut. Lalu dengan menambahkan indikator PP berfungsi sebagai indikator yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi dengan menunjukkan perubahan warna.
.
Gambar 9. Proses Titrasi dengan larutan NaOH
Biodiesel yang diperoleh dipanaskan kembali dengan suhu 100 untuk menghilangkan kandungan air dari proses pemurnian.
Gambar 10. Proses pencucian Biodiesel dengan pemanasan
Dari percobaan, diperoleh massa jenis biodiesel sebesar 0,93 gr/ml, bilangan asam sebesar 0,022 mg KOH/g biodiesel, dan viskositas kinematik sebesar 57,463 cst. Perbedaan harga densitas dengan standar SNI yang sebesar 0,85-0,89 gr/ml dikarenakan adanya kandungan air di dalam biodiesel. Karena NaOH bersifat higroskopis sehingga NaOH menyerap air dari udara dan hasilnya tidak murni biodiesel 100%. Sedangkan harga viskositas yang tinggi diakibatkan karena adanya asam lemak yang masih terdapat dalam produk transesterifikasi dan tidak berubah menjadi metil ester. Selain itu, proses pemisahan yang tidak sempurna dan reaktan tidak terkonversi seluruhnya menyebabkan nilai densitas dan viskositas percobaan tidak sesuai dengan literatur. Bilangan asam yang diperoleh sangat kecil dibandingkan literatur karena minyak yang digunakan adalah minyak baru sehingga asam minyak bebas yang terkandung hanya sedikit dan proses pembuatan biodiesel dapat langsung melalui reaksi transesterifikasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Diperoleh biodiesel dengan densitas sebesar 0,93 gr/ml ; viskositas sebesar 57,463cSt dan Bilangan asam sebesar 0,022 mg KOH/g biodiesel.
Pembuatan biodiesel berhasil namun tidak memenuhi SNI.
Perbedaan data hasil percobaan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk biodiesel disebabkan oleh faktor pemanasan dan pengadukan yang menyebabkan biodiesel tidak 100% murni.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :
Jumlah volume larutan yang dibutuhkan harus akurat.
Periksa kondisi alat sebelum melakukan percobaan.
Teliti dalam melakukan percobaan agar data hasil percobaan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Fessenden, Ralp J dan Joan S Fessenden.1996.Kimia Organik jilid 2.
Jakarta:Erlangga
[2] Sitorus, Marham.2010.Kimia Organik Umum.Yogyakarta:Graha Ilmu
[3] Hart, H.1987.Kimia Organik, suatu kuliah singkat.Jakarta:Erlangga
[4] Triana Kusumaningsih dkk.2006.Pembuatan Bahan BAkar Biodiesel dari Minyak Jarak; Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH pada Reaksi Transesterifikasi Berbasis Katalis Basa. No.3 volume I, http://jurnal-mipa-uns, diakses pada 14 Mei 2016.
[5] Renita Manurung.2006.Transesterifikasi Minyak Nabati. No.5 volume I, http://Jurnal-Teknologi-Proses-usu, diakses pada 14 Mei 2016.
[6] Nixon Poltak Frederic.2006.Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapok dengan Proses Esterifikasi Transesterifikasi. No.1 volume IV, http://jurnal-teknik-kimia_Undip, diakses pada 14 Mei 2016.
[7] HS, Syamsidar , 2013. "Pembuatan & Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah" http://www.uin-alauddin.ac.id/download-6.%20Syamsidar-Pembuatan%20dan%20Uji.pdf
[8] Said M, , 2010." Studi Kinetika Reaksi pada Metanolisis Minyak Jarak Pagar" http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/95/96
LAMPIRAN
Contoh Perhitungan
Densitas
M piknometer kosong = 17,3 gram
M piknometer + sampel = 40,6 gram
M sampel = (massa piknometer + sampel) – (massa piknometer kosong)
= 40,6 – 17,3
= 23,3
V sampel = 25 mL
ρ sampel = m sampelv sampel
= 23,3 gram25 ml
= 0,93 gram/mL
Viskositas
K = 1,438 mm2/s2
T1 = 37,22 s
T2 = 42,7 s
T rata-rata = 39,96 s
V kinematik = k x t
= 1,438 x 39,96
= 57,463 mm2/s
= 57,463 cSt
Keterangan :
1 mm2/s = 1 cSt
Bilangan asam minyak sayur
M = 56,1 gram/mol
T = 0,1 N
V = 0,9 mL
m = 23,3 gram
Bil. Asam = M.V.T10.m
= 56,1.0,9.0,110.23,3
= 0,022 mg KOH/g Biodiesel
Mekanisme Reaksi Transesterifikasi
Blangko Percobaan
Biodiesel
Hari/Tanggal : Sabtu/14 Mei 2016
Kelompok : B-9
Nama Anggota : 1. M. Aria Mandalika
2. Riska Maisyanti
3. Rhoma Dhianah
Jurusan : Teknik Kimia
Asisten : Andriano
Data Praktikum
No
Waktu (t)
Suhu (T)
1
0-5
36
2
5-10
41
3
10-15
45
4
15-20
46
5
20-25
47
6
25-30
48
7
30-35
49
8
35-40
49
9
40-45
49
Penentuan densitas Amil Asetat
Massa sampel = 23,3 gram
Volume sampel = 5 mL
Densitas = 0,93 gr/mL
Penentuan viskositas kinematik
K = 1,438 mm2/s2
t1 = 37,22 s
t2 = 42,7 s
Penentuan bilangan asam
Volume titran = 0,9 mL