DAFTAR ISI BAB 1 ......................................................................................................................1 PENDAHULUAN...................................................................................................1 1.1.
Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3.
Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4.
Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB 2 ......................................................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................4 2.1
Teori Dasar ............................................................................................... 4
2.2
Heat Exchanger ........................................................................................ 4
2.2.1
Jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya ................................ 4
2.2.2
Jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya ................................ 5
2.3
Shell and Tube Heat Exchanger ............................................................... 6
2.4
Tipe Aliran Dalam Alat Penukar Panas ................................................... 8
2.5
Pemilihan Fluida yang Dilewatkan pada Shell dan Tube ......................... 8
2.6
Fouling pada Heat Exchanger .................................................................. 9
2.6.1
Tipe Fouling pada Heat Exchanger ................................................... 9
2.6.2
Lokasi Fouling .................................................................................. 9
2.6.3
Penyebab Fouling pada Heat Exchanger........................................... 9
2.6.4
Kerugian yang Disebabkan Fouling................................................ 10
2.6.5
Cara Mengurangi Terjadinya Fouling ............................................. 11
2.7
Metode Cleaning .................................................................................... 13
2.7.1
Chemical/Physical Cleaning ........................................................... 14
2.7.2
Mechanical Cleaning....................................................................... 14
2.7.3
Gabungan dari Keduanya ................................................................ 15
BAB 3 ....................................................................................................................16 METODOLOGI ...................................................................................................16 3.1
Metode Flushing ..................................................................................... 16
3.2.1 3.2.2
Pengumpulan Data Primer .............................................................. 17 Pengolahan Data ................................................................................. 17
BAB 4 ....................................................................................................................19 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................19
4.1
Hasil........................................................................................................ 19
4.2
Pembahasan ............................................................................................ 20
BAB 5 ....................................................................................................................22 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................22 5.1
Kesimpulan ............................................................................................. 22
5.2
Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23 LAMPIRAN PERHITUNGAN ...........................................................................24
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Heat exchanger adalah peralatan penting yang digunakan pada hampir seluruh industri (kimia, energi, migas, makanan, dan industri proses yg lain). Alat ini merupakan suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari suatu fluida, baik yang digunakan dalam proses pemanasan maupun proses pendinginan. Kondisi operasi yang tepat dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan yang diinginkan dari suatu proses. Kondisi operasinya antara lain yang berkaitan dengan temperatur dan tekanan proses. Untuk memperoleh temperatur yang diinginkan dari suatu proses, maka bahan zat yang direaksikan, dipisahkan, atau dalam proses penyimpanan harus dipanaskan atau didinginkan terlebih dahulu. Pada Crude Distillation Unit (Unit 11) di PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan, crude oil sebelum dimasukkan ke dalam desalter dipanaskan terlebih dahulu di Cold Preheat Train. Cold Preheater Train ini terdiri dari lima buah HE jenis Shell and Tube dengan aliran Counter Current, yaitu 11-E-101, 11E-102, 11-E-103, 11-E-104, 11-E-105. Selain Cold Preheater Train di Unit 11 ini juga terdapat Hot Preheater Train yang terdiri dari 11-E-106, 11-E-107, 11-E-108, 11-E-109, 11-E-110, dan 11-E-111 yang digunakan untuk meringankan beban dari furnace untuk memanaskan crude sebelum masuk Main Fractionator. Pada laporan kali ini yang dibahas adalah Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107. Dimana untuk Heat Exchanger 11-E-105 fluida panas (Atmospheric Residue) dialirkan di shell dan fluida dingin (Crude Oil) dialirkan di tube. Sedangkan untuk Heat Exchanger 11-E-107 fluida panas (Atmospheric Residue) dialirkan di shell dan fluida dingin (Desalted Crude Oil) dialirkan di tube. Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 yang termasuk preheater ini, merupakan suatu alat operasi di industri yang berfungsi untuk menukar panas dari suatu fluida. Tentunya ada jangka waktu tertentu, kapan alat tersebut masih dikatakan berfungsi dengan baik sesuai dengan desain awalnya. Waktu tersebut
Teknik Kimia Universitas Indonesia
1
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
merupakan variabel, tergantung dari fluida yang masuk ke Heat Exchanger tersebut juga komposisi di dalam fluida tersebut. Jika fluida banyak mengandung kotoran (partikel padat atau komponen pengotor) maka semakin cepat alat tersebut harus dibersihkan. Karena tentu saja kotoran akan banyak mengendap di alat tersebut yang dapat mengakibatkan terjadi penurunan efisiensi dan performanya. Jika Heat Exchanger mempunyai efisiensi tinggi, maka kehilangan panas dapat ditekan sekecil mungkin yang pada akhirnya akan mengurangi biaya untuk penyediaan energi suatu pabrik. Nilai efisiensi ini tergantung dari nilai Rd (fouling factor). Evaluasi kinerja Heat Exchanger dilakukan untuk menentukan kapan saatnya alat ini harus dibersihkan. Karena jika dilakukan pembersihan secara berkala dapat menjaga performa dan efisiensi dari alat tersebut. 1.2.Perumusan Masalah Pada umumnya Heat Exchanger didesain untuk mendapatkan perpindahan panas yang diizinkan. Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 di Crude Distillation Unit RU VI Balongan mempunyai tugas/fungsi untuk meringankan beban dari furnace untuk memanaskan crude sebelum masuk ke Main Fractionator. Dengan berkurangnya beban dari furnace, maka kebutuhan fuel yang digunakan untuk pembakaran di furnace juga akan semakin berkurang. Kondisi suhu operasi sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan di dalam Main Fractionator. Oleh sebab itu, performa dari Heat Exchanger khususnya di Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 perlu diperhatikan dan secara berkala terus dievaluasi unjuk kerjanya, agar kondisi suhu dapat dijaga sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
2
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
1.3.Tujuan Mengetahui performa/kinerja dari Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E107 pada Crude Distillation Unit (Unit 11) setelah diflushing pada bulan Maret 2012 dengan menghitung nilai fouling factor pada bulan Februari, Maret, April, Mei dan Juni 2012 dengan menggunakan metode perhitungan Kern dan membandingkan nilai fouling factor Heat Exchanger sebelum diflushing dan sesudah di flushing. 1.4.Manfaat Dengan mengetahui performa/kinerja Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107, maka dapat diperoleh kesimpulan mengenai kinerja dari alat tersebut apakah kinerjanya masih baik/layak dan efisien untuk operasi atau tidak.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
3
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan tetapi hanya dapat diubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk lain atau dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, dan salah satu bentuk energi itu adalah panas. Dalam suatu proses panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat atau perubahan tekanan, reaksi kimia, dan kelistrikan. Perpindahan panas akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda. Panas akan berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Dalam industri Minyak Bumi maupun industri yang lain, proses pertukaran panas penting dalam rangka konvervasi energi, keperluan proses, persyaratan keamanan, dan lindungan lingkungan. Panas dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.2 Heat Exchanger Heat Exchanger merupakan suatu alat yang digunakan sebagai perantara perpindahan panas dari satu fluida ke fluida lain, dimana terjadi proses transfer panas akibat perbedaan suhu kedua aliran fluida tersebut. Keberadaan Heat Exchanger dalam sebuah industri sangatlah penting, karena selain digunakan sebagai alat pemanas umpan agar suhu masuk sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Heat Exchanger juga dapat digunakan sebagai
pendingin
ataupun
mengkondensasikan
uap
hasil
pengolahan.
Berdasarkan fungsi dan bentuknya, Heat Exchanger dibagi menjadi beberapa jenis. 2.2.1
Jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya
a. Heater
Teknik Kimia Universitas Indonesia
4
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Alat penukar panas jenis ini berfungsi untuk mentransfer panas dari produk-produk yang masih bersuhu tinggi ke umpan sebelum masuk ke furnace, agar kerja furnace lebih ringan. b. Reboiler Reboiler merupakan alat penukar panas yang bertujuan untuk mendidihkan kembali serta meenguapkan sebagian cairan yang diproses. Media pemanas yang digunakan antara lain uap (steam) dan minyak (oil). Alat penukar panas ini digunakan pada peralatan distilasi (Sitompul, 1993). c. Cooler Cooler adalah alat penukar panas yang digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan menggunakan media pendingin. d. Condensor Condenser merupakan alat penukar panas yang digunakan untuk mendinginkan fluida sampai terjadi perubahan fase dari fase uap menjadi fase cair. e. Chiller Chiller merupakan alat penukar panas yang digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas pada temperatur yang sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam chiller jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendinginan yang dilakukan oleh pendingin air. Media pendingin yang digunakan antara lain freon. f. Evaporator Heat Exchanger jenis ini berfungsi untuk menguapkan sejumlah fluida cair untuk mendapatkan produk yang lebih pekat. Sebagai media pemanas biasanya digunakan steam atau pemanas lainnya. 2.2.2
Jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya
a. Heat Exchanger Susunan Pipa Ganda (double pipe).
Teknik Kimia Universitas Indonesia
5
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan aliran searah ataupun berlawanan arah baik dengan fluida panas maupun fluida dingin yang didalamnya terdapat anulus dan pipa dalam. b. Heat Exchanger Compact. Pemanfaatan exchanger jenis ini sangat cocok digunakan dalam aliran gas yang mempunyai nilai koefisien perpindahan panas (h) yang rendah. c. Plate Heat Exchanger. Plate Heat Exchanger tersusun atas plat tipis dan plat yang berbentuk halus yang mempunyai beberapa bentuk konfigurasi. Heat Exchanger jenis ini didesain untuk digunakan pada tekanan dan temperatur sedang. d. Heat Exchanger Jenis Shell dan Tube. Heat exchanger yang terdiri dari shell dan tube ini dihubungkan secara paralel dalam sebuah pipa mantel (selongssong). Fluida yang satu mengalir didalam pipa tersebut sedangkan fluida yang lain mengalir diluar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Untuk meningkatkan efisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas shell and tube dipasang sekat (baffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal, namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur. 2.3 Shell and Tube Heat Exchanger Tipe shell and tube Heat Exchanger merupakan alat penukar panas yang paling umum digunakan dalam industri kimia. Komponen-komponen utama berdasarkan TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) standar pada shell and tube Heat Exchanger adalah tube, baffle, front head, rear head, tube sheet, dan nozzle. Shell and tube Heat Exchanger bergantung pada nilai variabel operasi antara lain temperatur, tekanan, thermal stress, karakteristik fluida terhadap korosi, fouling, cleanability, dan biaya.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
6
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Gambar 2.1. Shell and Tube Heat Exchanger 1. Tube Tube merupakan
komponen dasar dalam
Heat
Exchanger,
memberikan perpindahan panas di permukaan antara kedua fluida. Variabel-variabel penting dapat ditentukan dalam pemilihan tube antara lain outside diameter tubes, ketebalan dinding tube, pitch tubes, tata letak/pola tube. Jenis tube yang umum digunakan yaitu : a. Tube yang mempunyai strip pada bagian luar tube (finned tube). b. Tube dengan permukaan yang rata (bare tube). 2. Baffle Baffle berfungsi sebagai penyangga tube, menjaga jarak antar tube, menahan vibrasi yang disebabkan oleh fluida dan agar terjadi aliran turbulen di dalam shell. Berdasarkan garis aliran, baffle dibagi menjadi 2 tipe, yakni : a. Plate Baffle Plate baffle terdiri dari beberapa tipe diantaranya segmental baffle, disk and doughnut, dan orifice baffles. b. Rod Baffle Pada rod baffle penggolongan tipe baffle berdasarkan penurunan tekanan. 3. Shell Shell merupakan suatu silinder yang dilengkapi dengan inlet/outlet noozle. Shell terbuat dari bahan karbon dan alloy dengan tebal tertentu untuk menahan beban berat, temperatur, dan tekanan fluida.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
7
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
4. Tube Sheet Tube sheet merupakan ujung-ujung tube sehingga menjadi satu bagian (tube bundle). Secara struktur tube sheet bergantung terhadap tube (tube hole dan tube pitch). Jika jarak tube kecil maka tube hoke tidak dapat dilubangi terlalu dekat. Jarak paling dekat antar 2 tube disebut clearence dan ligament, yang mempunyai ukuran standar di dalam suatu shell pada Heat Exchanger. 5. Tie Rods Tie rods adalah komponen yang berfungsi untuk memasang baffle dan tube support pada jarak tertentu. Jumlah tie rods tergantung dari ukuran dan konstruksi Heat Exchanger. 2.4 Tipe Aliran Dalam Alat Penukar Panas Tipe aliran di dalam alat penukar panas ini ada 4 macam aliran yaitu : 1. Counter current flow (aliran berlawanan arah). 2. Paralel flow/co current flow (aliran searah). 3. Cross flow (aliran silang). 4. Cross counter flow (aliran silang berlawanan). 2.5 Pemilihan Fluida yang Dilewatkan pada Shell dan Tube 1. Fluida yang kotor (mudah menimbulkan kerak) a. Melalui tube karena tube-tube dengan mudah dibersihkan. b. Melalui shell, bila tube tidak dapat dibersihkan atau sejumlah besar dari coke atau reruntuhan ada yang dapat terkumpul di shell dan dapat dihilangkan melalui tempat pembuangan pada shell. 2. Fluida bertekanan tinggi, corrosive, dan water dilewatkan melalui tube karena ketahanan terhadap korosif, relatif murah, dan juga kekuatan dari shell diameter tube melebihi shell. 3. Fluida yang mempunyai volume besar dilewatkan melalui tube karena adanya cukup ruangan. Sedangkan fluida yang mempunyai volume kecil dilewatkan melalui shell karena dapat dipasang baffle untuk menambah transfer rate tanpa menghasilkan kelebihan pressure drop.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
8
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan melalui shell karena dapat digunakan baffle. 2.6 Fouling pada Heat Exchanger Fouling adalah akumulasi endapan yang tidak diinginkan pada permukaan perpindahan panas. Pada Shell and Tube Heat Exchanger, fouling dapat terjadi baik pada bagian dalam (inner) tube maupun luar (outside) tube dan dapat terjadi pula pada bagian dalam (inner) shell. Fouling juga dapat menyebabkan pengurangan cross sectional area, dan meningkatkan pressure drop, sehingga dibutuhkan energi ekstra untuk pemompaan. Walaupun tidak secara umum, masalah peningkatan pressure drop lebih serius daripada peningkatan thermal resitance atau tahanan panas. 2.6.1
Tipe Fouling pada Heat Exchanger Atmospheric Residue biasanya masih banyak mengandung metal Nikel (Ni),
Vanadium (V), dan Carbon (C) dalam jumlah yang tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya coke. Lapisan tebal coke ditemukan pada dinding tube dalam zone yang temperaturnya tinggi sangat keras dan kuat menempel dan seringkali mempunyai ketebalan lebih dari 2-5 mm. Lapisan ini bertambah seiring dengan waktu. Tipe deposit yang ditemukan tergantung pada : a. Lokasi dalam Heat Exchanger. b. Temperatur. c. Waktu tinggal dari deposit. 2.6.2
Lokasi Fouling Fouling yang paling sering terjadi yaitu didalam tube dengan yang
dikarenakan temperatur dinding yang tinggi dan kecepatan yang rendah. 2.6.3
Penyebab Fouling pada Heat Exchanger Penyebab utama terjadinya fouling pada tube side pada unit ini adalah
terjadinya fraksi berat yang mengkerak yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut : a. Temperatur operasi yang tinggi.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
9
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Temperatur permukaan sangat berpengaruh dalam pembentukan fouling. Pada normal solubility salt solution (kelarutan normal larutan garam) peningkatan konsentrasi garam akan naik seiring dengan naiknya temperatur, contohnya adalah NaCl dan NaNO3. Untuk garam yang memiliki karakteristik inverse solubility (kelarutan terbalik), kelarutan garam-garam tersebut akan turun ketika temperatur naik atau kelarutan garam akan naik bila temperatur diturunkan, contohnya adalah garam-garam CaCO3, Ca(OH)2, Ca3(PO4)2, CaSO4, CaSiO3, LiCO3, Mg(OH)2, NaSO4, dan lain-lain. Air sungai (river water) umumnya banyak mengandung garam-garam, dan tiap-tiap sungai memiliki konsentrasi garam yang berbeda-beda. Biofouling juga tergantung pada temperatur tinggi, reaksi kimia dan reaksi enzim akan berjalan cepat, dengan begitu terjadi peningkatan pertumbuhan sel. Namun begitu, pada beberapa jenis organisme yang sensitif, peningkatan temperatur justru akan membuat organisme tersebut tidak aktif (deactive). b. Waktu tinggal yang lama, terutama pada daerah yang temperaturnya tinggi. c. Flow velocity. Dengan kecepatan yang tinggi dapat meminimalkan pembentukan fouling (untuk segala jenis fouling), namun yang harus diperhatikan juga bahwa menjalankan STHE (Shell and Tube Heat Exchanger) pada kecepatan alir tinggi dapat menyebabkan tingginya pressure drop, kecepatan tinggi juga dapat mengakibatkan erosi dan juga memerlukan energi pemompaan yang besar. d. Material konstruksi dan permukaan yang halus. Pemilihan material tube sangat penting, beberapa tipe biofouling dapat terhambat
pembentukannya
dengan
menggunakan
copper-bearing
alloy,
permukaan bahan atau materi tube yang halus dapat mengurangi laju pembentukan fouling. Copper dan alloy-nya dapat mengurangi pembentukan biofouling dikarenakan materi atau bahan ini bersifat racun terhadap organisme tersebut. 2.6.4
Kerugian yang Disebabkan Fouling
Berikut beberapa kerugian yang disebabkan oleh fouling :
Teknik Kimia Universitas Indonesia
10
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
1. Peningkatan capital cost Heat Exchanger dengan fouling yang tinggi akan menyebabkan pengurangan overall coefficient heat transfer. Dengan demikian dibutuhkan luas area perpindahan yang lebih (bila dibandingkan dengan fouling yang lebih rendah). Luas Heat Exchanger yang lebih besar mengakibatkan peningkatan cost. 2. Energi tambahan sehubungan dengan peningkatan energi pompa dan efisiensi termodinamika yang rendah pada kondensasi dan siklus refrigerasi. 3. Maintenance cost untuk antifoulant, chemical treatment dan untuk pembersihan. Permukaan perpindahan panas yang tertutup oleh fouling. 4. Pengurangan output atau keluaran (rate) dikarenakan pengurangan cross sectional area. 5. Downtime cost (downtime adalah kerugian waktu produksi yang diakibatkan oleh peralatan tidak dapat dioperasikan dengan semestinya dikarenakan oleh maintenance, power failure atau power trip, breakdown). 2.6.5
Cara Mengurangi Terjadinya Fouling Pemilihan Heat Exchanger yang tepat dapat mengurangi pembentukan
fouling dikarenakan area dead space yang lebih sedikit dibandingkan dengan tipe yang lainnya, seperti plate dan spiral heat exchanger, namun begitu Heat Exchanger tersebut hanya dapat menangani desain pressure sampai 20-25 bar dan desain temperatur 250 0C (plate) dan 400 0C (spiral). Untuk penggunaan Heat Exchanger tipe shell and tube (STHE) ada beberapa ketentuan, yaitu : 1. Fluida yang ditempatkan pada tube. a. Gunakan diameter tube yang lebih besar. STHE umumnya didesain dengan ukuran tube dari 20 mm/25mm, untuk penggunaan fluida yang kotor (fouling resistance > 0,0004 h-m2 0C/kal gunakan tube dengan outside diameter, OD minimum 25 mm. b. Kecepatan tinggi, dengan mengoperasikan Heat Exchanger dengan kecepatan yang tinggi mengakibatkan pressure drop lebih cepat daripada kenaikan koefisien perpindahan panas maka perlu dicari kecepatan yang optimum.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
11
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
c. Margin Pressure Drop yang cukup. Pada Heat Exchanger yang digunakan untuk fluida yang berpotensi terbentuk fouling tinggi disarankan menggunakan margin 30-40% antara pressure drop yang diizinkan (allowable) dari pressure drop terhitung (calculated). Hal ini dilakukan untuk antisipasi pressure drop yang tinggi akibat penggunaan kecepatan tinggi. d. Gunakan tube bundle dan Heat Exchanger cadangan. Jika penggunaan Heat Exchanger untuk fluida yang berpotensi membentuk fouling sangat ekstrim maka tube bundle cadangan sebaiknya digunakan. Jika fouling telah terjadi cukup cepat (setiap 2-3 bulan) maka sebaiknya digunakan Heat Exchanger cadangan. STHE cadangan juga diperlukan untuk tipe STHE Fixed tubesheet (pembentukan fouling yang tinggi pada tube, seperti pada reboiler thermosiphon vertical yang menggunakan fluida polimer seperti pada butadiene plant). e. Gunakan 2 shell yang disusun secara paralel. Dengan penggunaan STHE dimana shell disusun secara seri, maka jika salah satu STHE telah terjadi penumpukan (akumulasi) fouling (dimana STHE tersebut disservice) maka STHE yang salah satunya lagi dapat digunakan, walaupun tentunya terjadi penurunan output, sebaiknya kapasitas yang digunakan masing-masing antara 60-70% dari kapasitas total. f. Gunakan wire fin tube. Penggunaan wire fin tube, dapat mengurangi terbentuknya fouling, pada awalnya penambahan wine fin tube ini digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas tube pada aliran laminar. Wire fin dapat menaikkan pencampuran radial (radial mixing) dari dinding tube hingga ke bagian centre (tengah), efek gerakan pengadukan inilah yang dapat meminimalisasikan deposit pada dinding tube. 2. Fluida yang ditempatkan pada shell. a. Gunakan U-Tube atau Floating Head. Kelemahan penggunaan U-Tube adalah kesulitan pembersihan pada bagian U. b. Gunakan susunan tube secara square atau rorate square. Susunan square menyediakan akses yang lebih sehingga cleaning Heat
Teknik Kimia Universitas Indonesia
12
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Exchanger secara mechanical dengan menggunakan rodding atau hydrojetting baik pada susunan triangel. Namun begitu, tube yang disusun secara square memberikan koefisien heat transfer yang rendah. Untuk situasi seperti ini, maka rotate square dapat diguanakan. c. Meminimalisasikan dead space dengan desain baffle secara optimum. STHE lebih mudah mengalami fouling dikarenakan adanya dead space. Oleh sebab itu, penentuan jarak antar baffle (baffle spacing) dan baffle cut sangat penting, kedua variabel tersebut sangat berpengaruh dalam penentuan besar kecilnya koefisien perpindahan panas pada shell. Nilai baffle cut sebaiknya dugunakan antara 20-30%, dimana baffle cut sebesar 25% adalah nilai yang cukup baik sebagai starter. Untuk perpindahan panas yang hanya melibatkan panas sensible (seperti heater atau cooler) disarankan tidak menenpatkan posisi baffle secara vertikal, untuk perpindahan panas yang melibatkan panas laten atau terjadinya perubahan fase (seperti condenser dan vaporizer) disarankan untuk menempatkan posisi baffle secara vertikal. Rasio antara baffle-space/shell, nilai rasio antara 0,3-0,6 dapat digunakan sebagai starter. Pemilihan baffle cut dan spacing yang baik sebaiknya yang dapat menghasilkan stream B (cross flow) yang besar dan meminimalisasikan kebocoran (leakage) dan bypass stream. d. Kecepatan tinggi, sama seperti tube, penggunaan kecepatan tinggi pada shell akan dapat mengurangi pembentukan fouling, dan dapat menaikkan koefisien perpindahan panas shell. Kecepatan pada shell umumnya (disamping faktor lain seperti tube pitch dan lain-lain). e. Gunakan tube pitch yang lebih besar untuk fouling yang lebih sangat tinggi. Umumnya tube pitch yang digunakan adalah sebesar 1,25 kali dari OD untuk triangular pitch dan 6 mm lebih dari OD untuk square. 2.7 Metode Cleaning Ada 3 tipe cleaning yang mungkin dilakukan pada Heat Exchanger ini adalah sebagai berikut : 1. Chemical/Physical Cleaning.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
13
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
2. Mechanical Cleaning. 3. Gabungan dari keduanya. 2.7.1
Chemical/Physical Cleaning Chemical Cleaning adalah suatu metode dimana pembersihan dilakukan
dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan. Salah satu cara metode ini adalah dengan flushing. Keuntungannya : a. Tidak perlu membongkar alat sehingga menghemat waktu dan buruh. b. Tidak ada kerusakan mekanik pada tube. Kerugiannya : a. Pembersihan beberapa tipe deposit, dalam hal ini coke sukar dilakukan. b. Tube yang tersumbat penuh disarankan dilakukan mechanical cleaning terlebih dahulu, karena sirkulasi dari cleaning agent tidak mungkin dilakukan. c. Sangat sukar untuk meyakinkan bahwa peralatan benar-benar telah bersih. d. Deposit kemungkinan dapat terakumulasi di tempat dimana aliran relatif lambat. 2.7.2
Mechanical Cleaning Ada 3 tipe mechanical cleaning yang biasa dilakukan yakni :
1. Drilling atau Turbining Pembersihan ini dilakukan dengan mendrill deposit yang menempel pada dinding tube. Pembersihan ini paling dianjurkan untuk tube yang tertutup total. Drilling paling baik dilakukan secara bertahap dengan kenaikan mata bor. 2. Hidrojetting Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan air ke dalam tube pada tekanan yang tinggi. Pembersihan dengan cara ini untuk jenis deposit lunak. 3. Sandblasting
Teknik Kimia Universitas Indonesia
14
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan campuran air dengan pasir ke dalam tube pada tekanan tinggi. 2.7.3
Gabungan dari Keduanya Cara yang paling umum untuk metode ini adalah chemical cleaning diikuti
dengan mechanical cleaning.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
15
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
BAB 3 METODOLOGI 3.1
Metode Flushing Proses flushing berfungsi untuk membersihkan senyawa hidrokarbon yang
menempel atau mengendap di Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107. Proses akumulasi endapan yang tidak diinginkan pada permukaan perpindahan panas ini disebut fouling. Pada Shell and Tube Heat Exchanger, fouling dapat terjadi baik pada bagian dalam (inner) tube maupun luar (outside) tube dan dapat terjadi pula pada bagian dalam (inner) shell. Maka dari itu, untuk mengurangi atau menghilangkan fouling perlu dilakukan proses flushing pada bagian shell dan tube. Pada proses ini biasanya dilakukan sebelum stop unit. Stop unit dapat berupa start up maupun shutdown. Sebelum crude oil masuk, maka semua sistem diisi oleh flushing oil. Standarnya setiap Heat Exchanger yang besar dilengkapi dengan fasilitas flushing oil dengan menggunakan gas oil. Tetapi berbeda pada proses flushing yang dilakukan pada Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 yaitu menggunakan hot kerosene. Produk hot kerosene ini didapatkan dari kolom 5 yang berasal dari 11-E108. Sebelum produk hot kerosene dialirkan ke Heat Exchanger terdapat line (T) yang akan memisahkan aliran produk hot kerosene ke 11-E-105 dan 11-E-107. Laju alir dari proses flushing ini lebih kecil daripada laju alir crude oil yang mengalir di tube dan laju alir atmospheric residu yang mengalir di shell karena ada pembatasan flow kerosene. . Pada proses
flushing
di
Heat
Exchanger
ini
termasuk proses
Chemical/Physical Cleaning karena pada proses ini tidak terjadi reaksi kimia tetapi hanya berfungsi mengencerkan kerak yang menempel atau mengendap pada tube dan shell dengan laju alir tertentu. Salah satu komponen yang dapat mengakibatkan fouling adalah komponen asphaltene yang tidak stabil yang berada di crude oil. Produk hot kerosene digunakan pada proses flushing karena alasan sebagai berikut :
Teknik Kimia Universitas Indonesia
16
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Secara teori flushing oil baik dilakukan untuk memflushing fluida yang pour point nya lebih rendah daripada pour point residu. Pada proses flushing ini harus menggunakan fluida yang panas sehingga digunakan produk hot kerosene dalam temperatur yang tinggi, karena keluar dari kolom. Sedangkan flushing oil (gas oil) temperaturnya rendah, karena keluar dari tangki. Meluruhkan hidrokarbon yang menempel atau mengendap dengan mengalirkan hidrokarbon yang lebih ringan untuk mengencerkan kerak yang mengendap. Dalam hal ini, hot kerosene berperan sebagai hidrokarbon yang lebih ringan daripada crude oil dan atmospheric residu. Dengan mengalirkan hot kerosene, maka akan menurunkan viskositas crude oil yang terdapat pada 11-E-105 dan 11-E-107 agar mudah diflushing.
3.2
Metode Perhitungan Langkah pertama yang dilakukan dalam mengevaluasi performance Heat
Exchanger setelah di flushing yaitu dengan mengumpulkan data primer maupun sekunder. 3.2.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer diperoleh dari Heat Exchanger Data Sheet Crude Distillation Unit, PERTAMINA RU VI Balongan. Data primer ini digunakan sebagai dasar analisa Evaluasi Performance Preheat Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 setelah di flushing dengan menentukan nilai fouling factornya. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data-data dan grafik literatur serta Shifly Report bulan Febuari, Maret, April, Mei dan Juni berupa data-data temperatur masuk dan temperatur keluar serta data-data laju alir masingmasing fluida yang mengalir, baik di shell maupun di tube.
3.2.2
Pengolahan Data
Teknik Kimia Universitas Indonesia
17
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari data yang diperoleh dapat dilakukan pengolahan data dengan cara perhitungan Kern dan langkah perhitungannya dapat dilihat seperti berikut :
Menghitung LMTD
Menghitung Corrected LMTD Menghitung Neraca Panas (Q) Menghitung Temperatur Kalorik (Tc dan tc) Menghitung Koefisien Transfer Film ( hi dan hio)
Menghitung flow area (a)
Menghitung mass velocity (G)
Menghitung bilangan Reynold (Re)
Menghitung koefisien transfer (h)
Menghitung tube wall temperature (t)
Menghitung corrected coefficient (h)
Menghitung overall heat transfer (Uc) coefficient (Uc)
Menghitung design overall
coefficient (Ud)
Menghitung fouling factor (Rd) Gambar 3.1 Diagram alir perhitungan untuk mendapatkan nilai Rd.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
18
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Heat Exchanger 11-E-105 Pada Heat Exchanger 11-E-105, crude oil merupakan fluida yang ingin dipanaskan. Oleh karena itu, crude oil bertindak sebagai fluida dingin dan atmospheric residue merupakan fluida pemanas crude oil pada Heat Exchanger. Data-data dari hasil perhitungan pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.6 merupakan perbandingan perhitungan sebelum diflushing dan setelah diflushing pada Heat Exchanger 11-E-105. Dari perhitungan nilai Rd Heat Exchanger pada tiap waktu tertentu yaitu pada waktu sebelum dan sesudah dilakukan proses flushing maka kita dapat membuat trend nilai Rd terhadap waktu yang dapat dilihat seperti gambar berikut :
Trend Nilai Rd HE 11-E105 0.005 0.004
Nilai Rd
0.003 Sesudah diflushing 0.002
Sebelum diflushing
0.001 1.1E-17 12/23/11 -0.001
2/11/12
4/1/12
5/21/12
7/10/12
Tanggal HE diflushing
Gambar 4.1 Grafik perbandingan nilai Rd terhadap jangka waktu pemakaian
Teknik Kimia Universitas Indonesia
19
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Heat Exchanger 11-E-107
Trend Nilai Rd 11-E-107 0.003 0.0025
Nilai Rd
0.002 0.0015
Sebelum flushing
0.001
Sesudah flushing
0.0005 0 02/01/12 02/21/12 03/12/12 04/01/12 04/21/12 05/11/12 05/31/12 06/20/12
Tanggal HE di Flushing
Gambar 4.2 Grafik perbandingan nilai Rd terhadap jangka waktu pemakaian 4.2 Pembahasan Heat Exchanger 11-E-105 Dengan melihat Gambar Grafik 4.1 di atas, kita dapat melihat adanya penurunan nilai Rd sebelum diflushing dan sesudah diflushing. Pada perhitungan sebelum diflushing yaitu pada tanggal 5 Maret 2012 diperoleh nilai Rd sebesar 0.00459 m2.jam.0C/Kcal. Sedangakan data perhitungan setelah diflushing yaitu pada tanggal 14 April, 20 Mei, dan 9 Juni 2012 diperoleh nilai Rd masing-masing sebesar 0.00214 m2.jam.0C/Kcal, 0.00250 m2.jam.0C/Kcal, dan 0.00275 m2.jam.0C/Kcal. Hasil ini menunjukkan bahwa deposit kontaminan pada Heat Exchanger 11-E-105 sebelum diflushing cukup tinggi, karena memiliki selisih harga Rd yang besar bila dibandingkan dengan nilai Rd setelah diflushing. Maka proses flushing unit memiliki dampak yang baik untuk menurunkan fouling factor. Bila melihat Gambar Grafik 4.1, dari tanggal 5 Maret 2012 ke tanggal 14 April 2012 mengalami penurunan yang cukup drastis karena sudah dilakukan proses flushing. Akan tetapi, mengalami kenaikan yang signifikan pada tanggal 20
Teknik Kimia Universitas Indonesia
20
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Mei dan 9 Juni 2012. Dengan melihat nilai Rd yang semakin lama semakin naik, maka kita dapat memprediksi kapan Heat Exchanger ini harus dilakukan flushing kembali yaitu dengan menggunakan persamaan leastsquare yang didapat pada grafik. Persamaan leastsquarenya adalah y = 1E-05x + 0,001. Dengan memasukkan nilai Rd pada tanggal 5 Maret 2012 (0.00459 m2.jam.0C/Kcal) pada y di persamaan, maka kita akan mendapatkan nilai sebesar 359. Nilai ini adalah prediksi jumlah hari yang menunjukkan nilai Rd yang sama dengan nilai Rd sebelum diflushing, terhitung mulai dari tanggal 5 Maret 2012. Maka proses flushing ini harus dilakukan kembali pada tanggal 27 Februari 2013. Heat Exchanger 11-E-107 Berdasarkan grafik 4.2 diatas terlihat bahwa adanya perbedaan nilai Rd sebelum flushing dan sesudah flushing. Nilai Rd pada sebelum flushing yaitu sebesar 0.00260 hr m2 oC/kcal pada tanggal 25 Februari. Dan setelah heat exchanger di flushing nilai Rd mengalami penurunan yaitu sebesar 0.00148 hr m2 o
C/kcal 14 April. Namun setelah penggunaan untuk beberapa lama nilai Rd
kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 0.00156 hr m2 oC/kcal 17 Mei dan 0.00158 hr m2 oC/kcal pada tanggal 9 Juni. Hal ini menunjukkan bahwa deposit kontaminan pada heat exchanger 11-E-107 sebelum di flushing cukup tinggi dan setelah di flushing deposit kontaminan berkurang sehingga proses flushing baiknya dilakukan secara berkala agar kinerja heat exchanger dapat berjalan efektif dan maksimal. Dari persamaan linear grafik 4.2 diatas kita juga dapat memprediksi sampai kapan heat exchanger perlu di flushing kembali. Dan dari perhitungan persamaan linear yaitu y = 2E-06x – 0.0014 didapatkan hasil bahwa nilai Rd akan mencapai kembali pada nilai Rd awal (sebelum di flushing) setelah 600 hari. Maka proses flushing pada heat exchanger 11-E-107 dapat dilakukan kembali pada tanggal 17 Oktober 2013.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
21
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Performance heat exchanger 11-E-107 pada Crude Distillation Unit sebelum diflushing memiliki nilai Rd yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai Rd pada heat exchanger bulan Febuari (sebelum diflushing) dengan bulan April (sesudah diflushing). Nilai Rd bulan Febuari lebih besar daripada nilai Rd bulan April. 2. Nilai Rd dari bulan April, Mei dan Juni makin meningkat dapat disebabkan oleh
timbulnya endapan (fouling) pada tube dengan
pemakaian beberapa lama. 3. Untuk menurunkan nilai Rd (meminimalisir endapan/fouling pada tube) dapat dilakukan flushing secara berkala agar kinerja dari heat exchanger makin efektif. 4. Nilai UD setelah diflushing yang lebih besar daripada nilai UD sebelum diflushing. Ini menandakan bahwa kinerja Heat Exchanger tidak dapat maksimal. Hal ini dapat disebabkan karena telah terjadi fouling dan korosi yang dapat memberikan tahanan tambahan terhadap aliran panas yang dapat menurunkan heat load. 5.2 Saran Untuk melancarkan operasi pada pengolahan produksi baiknya dilakukan perhitungan kinerja dari heat exchanger dalam jangka waktu tertentu secara berkala sehingga dapat diketahui kapan heat exchanger harus di flushing, di cleaning ataupun diganti.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
22
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
DAFTAR PUSTAKA
1. Kern, D. Q., 1965, Process Heat Transfer, International Student Edition, Mc Graw Hill Book Co., Tokyo. 2. Perry, R . H., 1965, Chemical Engineering Hand Book, 6th ed., Mc Graw Hill Book Co., Tokyo. 3. PERTAMINA, Pedoman Op. Kilang Unit 11 Crude Distillation Unit. 4. Holman, J.P., 1991, Perpindahan Kalor Edisi Keenam., Mc Graw Hill. Jakarta. 5. Grafik Viscosity of Mid-Continent Oils J.B, Maxwell.
Teknik Kimia Universitas Indonesia
23
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
LAMPIRAN PERHITUNGAN Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-105 (sesudah di flushing) Tanggal 14 April 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-105 215.623 0C 182.925 0C 154.689 0C 133.506 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 1552783.689 lb/jamx0.55 BTU/lb.0Fx(310.4-272.3)0F = 32563429.7 lb/jam AR
(
: QHot =
)
= 980644.097 lb/jamx0.63 BTU/lb.0Fx(420.1-361.26)0F = 36362212.74 lb/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 420.122 361.265 58.857
Higher Temperature Lower Temperature Difference
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
310.439
109.683
272.310
88.955
38.129
20.728
35 0F
Teknik Kimia Universitas Indonesia
24
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.9625 LMTD terkoreksi (dt)
= = 98.95735 x 0.9625 = 95.24644 0F
3. Caloric Temperature 2 Kc = 0.515 Fc = 0.445 (
)
= 361.265 0F + 0.445 x (420.122 - 361.265) 0F = 387.45655 0F (
)
= 272.310 0F + 0.445 x (310.439 – 272.310) 0F = 289.27768 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area
4.
4.
= 1.76299 ft2 = 1.74375 ft2 Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 562375.4185 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 880769.0995 lb/jam.ft2
25
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 387.45655 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 289.27768 0F
= 4 cP = 9.68 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 1.9 cP = 4.598 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
=12482.9896
= 4792.97232 7. jH = 38
7. jH = 65
8. Pada Tc = 387.456655 0F
8. Pada tc = 289.27768 0F
c = 0.6 BTU/lb.0F
c = 0.56 BTU/lb.0F
k = 0.0652 BTU/jam.ft.0F
k = 0.0705 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
4.46608 ( ) ( )
9.
(
3.31784 ( ) ( )
9.
(
)
)
= 233.30977
= 134.1231 10. Tube Wall Temperature
10.
= 192.76977 11. Pada tw = 289.68798
= 289.68798 0F 11. pada tw = 289.68798 0F µw = 11 cP = 26.62 lb/ft.jam ( ) =(
µw = 1.9 cP = 4.598 lb/ft.jam ( ) (
)
)
=1
= 0.86795 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
39
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient 12.
( ) (
Corrected Coefficient 12.
(
)
)
= 116.4118 BTU/jam.ft2.0F
= 192.76977 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 72.5809 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 8886.08294 ft2
=
BTU/h.ft2.0F
15. Dirty Factor Rd
= 0.010405 jam.ft2.0F/BTU = 0.002138 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
40
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-105 (sesudah di flushing) Tanggal 20 Mei 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-105 214.6095 0C 179.6006 0C 145.3001 0C 123.8157 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 1561905.927 lb/jamx0.55 BTU/lb.0Fx(293.5-254.9)0F = 33220935.64 lb/jam AR
(
: QHot =
)
= 908632.284 lb/jamx0.63 BTU/lb.0Fx(418.3-355.28)0F = 36072785.82 lb/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 418.297 355.281 63.01602
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
293.540
124.757
254.868
100.413
38.67179
24.34423
F
41
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.9625 LMTD terkoreksi (dt)
= = 112.14487 x 0.9625 = 107.93944 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.6 Fc = 0.44 (
)
= 355.2811 0F + 0.44 x (418.297 – 355.281) 0F = 383.00814 0F (
)
= 254.868 0F + 0.44 x (293.540 – 254.868) 0F = 271.88389 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.76299 ft2 = 1.74375 ft2 Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 521078.404 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 885943.4099 lb/jam.ft2
42
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 383.00814 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 271.88389 0F
= 4.3 cP = 10.406 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 2.2 cP = 5.324 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
=10844.09821
= 4131.17128 7. jH = 34
7. jH = 56
8. Pada Tc = 383.00814 0F
8. Pada tc = 271.88389 0F
c = 0.59 BTU/lb.0F
c = 0.57 BTU/lb.0F
k = 0.0645 BTU/jam.ft.0F
k = 0.0705 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
4.56589 ( ) ( )
9.
(
3.50462 ( ) ( )
9.
(
)
)
= 212.32097
= 121.36964 10. Tube Wall Temperature
10.
= 175.428 11. Pada tw = 272.29282 0F
= 272.29282 0F 11. pada tw = 272.29282 0F µw = 14.5 cP = 35.09 lb/ft.jam ( ) (
µw = 2.15 cP = 5.203 lb/ft.jam ( ) (
)
)
= 1.00322
= 0.84352
Teknik Kimia Universitas Indonesia
43
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient 12.
Corrected Coefficient
( ) (
12.
(
)
)
= 102.37741 BTU/jam.ft2.0F
= 175.99353 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 64.72573 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 8886.08294 ft2
=
BTU/h.ft2.0F
15. Dirty Factor Rd –
= 0.01218 jam.ft2.0F/BTU = 0.00250 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
44
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-105 (sesudah di flushing) Tanggal 9 Juni 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-105 224.0104 0C 189.5513 0C 151.9961 0C 129.3128 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 1563195.034 lb/jamx0.55 BTU/lb.0Fx(305.6-264.8)0F = 35103800.1 lb/jam AR
(
: QHot =
)
= 990300.334 lb/jamx0.63 BTU/lb.0Fx(435.2-373.19)0F = 38697607.44 lb/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 435.219 373.192 63.02641
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
305.593
129.626
264.763
108.429
40.82990
21.19651
F
45
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.97 LMTD terkoreksi (dt)
= = 118.71229 0F x 0.97 = 115.15092 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.515 Fc = 0.45 (
)
= 373.19227 + 0.45 x (435.219 – 373.192 = 401.10415 0F (
)
= 264.763 + 0.45 x (305.593 – 264.763) = 283.13646 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.76299 ft2 = 1.74375 ft2 Mass Velocity
Mass Velocity 5.
5. = 886674.6167 lb/jam.ft2 = 567913.034 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
46
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 401.10415 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 283.13646 0F
= 3.7 cP = 8.954 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 2.15 cP = 5.203 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
=10844.09821
= 5232.61395 7. jH = 40
7. jH = 60
8. Pada Tc = 401.104150F
8. Pada tc = 283.13646 0F
c = 0.61 BTU/lb.0F
c = 0.55 BTU/lb.0F
k = 0.065 BTU/jam.ft.0F
k = 0.07 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
4.38004 ( ) ( )
9.
(
3.44487 ( ) ( )
9.
(
)
)
= 222.02231
= 138.03755 10. Tube Wall Temperature
10.
= 183.44362 11. Pada tw = 283.56584 0F
= 283.56584 0F 11. pada tw = 283.56584 0F µw = 11.5 cP = 27.83 lb/ft.jam ( ) (
µw = 2 cP = 4.84 lb/ft.jam ( ) (
)
)
= 1.01018
= 0.8532
Teknik Kimia Universitas Indonesia
47
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient 12.
Corrected Coefficient
( ) (
12.
(
)
)
= 117.77356 BTU/jam.ft2.0F
= 185.3104 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 72.00865 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 8886.08294 ft2
=
BTU/h.ft2.0F
15. Dirty Factor Rd –
= 0.01337 jam.ft2.0F/BTU = 0.00275 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
48
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-105 (sebelum flushing) Tanggal 5 Maret 2012 Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-105 pada 251 0C 207 0C 153 0C 125 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 1128772.68 lb/jamx0.55 BTU/lb.0Fx(307.4-257)0F = 31289578.69 lb/jam AR
(
: QHot =
)
= 720915.3641 lb/jamx0.63 BTU/lb.0Fx(483.8-404.6)0F = 35970793.01 lb/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 483.8 404.6 79.2
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
307.4
176.4
257
147.6
50.4
28.8
F
49
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.975 LMTD terkoreksi (dt)
= = 161.57243 0F x 0.975 = 157.53312 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.6 Fc = 0.445 (
)
= 404.6 + 0.445 x (483.8 – 404.6) = 439.844 0F (
)
= 257 + 0.445 x (307.4 – 257) = 279.428 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.76299 ft2
= 1.74375 ft2
Mass Velocity
Mass Velocity 5.
5.
= 647323.5399 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 408917.2113 lb/jam.ft2
50
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 439.844 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 279.428 0F
= 2.7 cP = 6.534 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 2.25 cP = 5.445 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
= 4893.989275
= 8173.27702 7. jH = 43
7. jH = 38
8. Pada Tc = 439.844 0F
8. Pada tc = 279.428 0F
c = 0.625 BTU/lb.0F
c = 0.575 BTU/lb.0F
k = 0.064 BTU/jam.ft.0F
k = 0.0702 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
3.99601
(
( ) ( )
9.
( ) ( )
9.
3.54631
(
)
)
= 145.16817
= 133.29715 10. Tube Wall Temperature
10.
= 119.94369 = 279.95437 0F 0
11. pada tw = 279.95437 F µw = 12 cP = 29.04 lb/ft.jam ( ) (
)
= 0.81153
Teknik Kimia Universitas Indonesia
11. Pada tw =279.95437 0F µw = 2.2 cP = 5.324 lb/ft.jam ( ) (
)
= 1.00315
51
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient 12.
Corrected Coefficient
( ) (
12.
(
)
)
= 108.17488 BTU/jam.ft2.0F
= 120.32165 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 56.9627 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 8886.08294 ft2
=
BTU/h.ft2.0F
15. Dirty Factor Rd –
= 0.02236 jam.ft2.0F/BTU = 0.00459 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
52
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-107 (sesudah diflushing) Tanggal 14 April 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-107 241.600 0C 215.623 0C 189.792 0C 173.451 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 704327.154 kg/jam x 590 cal/kg0C x (189.792-173.451) 0C = 6790861614 cal/jam = 26946138.8848 BTU/jam AR
(
: Qhot =
)
= 444810.3561 kg/jam x 670 cal/kg0C x (241.6-215.623)0C = 7741750616.3 cal/jam = 30719266.4454 BTU/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 466.880 420.122
46.758
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
373.626346
93.254507
344.211205
75.910995
29.415141
17.343512
F
53
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.99 LMTD terkoreksi (dt)
= = 84.28556 x 0.99 = 83.44271 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.3 Fc = 0.45 (
)
= 420.12220 0F + 0.45 x (466.88085 -420.12220) 0F = 441.16360 0F (
)
= 344.21120 0F + 0.45 x (373.62635 – 344.21121) 0F = 357.44802 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.68864 ft2
= 2.39500 ft2
Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 580726.13297 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 648340.35003 lb/jam.ft2
54
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 441.16359 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 357.44802 0F
= 2.4 cP = 5.808 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 1.15 cP = 2.783 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
= 8248.95075
=15181.60100
7. jH = 50
7. jH = 68
8. Pada Tc = 441.16359 0F
8. Pada tc = 357.44802 0F
c = 0.635 BTU/lb.0F
c = 0.6 BTU/lb.0F
k = 0.064 BTU/jam.ft.0F
k = 0.069 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
3.86254
( ) ( )
9.
(
2.89248
( ) ( )
9.
)
(
= 149.81989
)
= 208.25818
10. Tube Wall Temperature
10.
= 162.85938 0
= 357.92718 F 11. Pada tw = 357.92718 0F µw = 4.9 cP = 11.858 lb/ft.jam
11. Pada tw = 357.92718 0F µw = 1.15 cP = 2.783 lb/ft.jam
( ) =(
( ) )
= 0.90490 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
(
)
=1
55
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient
( )
12.
(
Corrected Coefficient 12.
(
)
)
= 135.57250 BTU/jam.ft2.0F
= 162.85938BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 73.98423 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 7544.78727 ft2
BTU/h.ft2.0F
=
15. Dirty Factor Rd
= 0.00718 jam.ft2.0F/BTU = 0.00148 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
56
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-107 (sesudah di flushing) Tanggal Mei 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-107 250.102 0C 220.078 0C 187.893 0C 168.544 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 714335.4 kg/jam x 590 cal/kg0C x (187.893-168.544) 0C = 8154746490 cal/jam = 32358034.0740 BTU/jam AR
(
: Qhot =
)
= 434161.9 kg/jam x 670 cal/kg.0C x (250.102-220.078) 0C = 8733635513 cal/jam = 34655065.7170 BTU/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 482.18324 428.14004 30.02400
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
370.20758
111.97566
335.37956
92.76048
19.34890
19.21518
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
F
57
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.985 LMTD terkoreksi (dt)
= = 104.06679 x 0.985 = 83.44271 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.25 Fc = 0.445 (
)
= 428.14004 0F + 0.445 x (482.18324 - 428.14004) 0F = 452.189264 0F (
)
= 335.37956 0F + 0.445 x (370.20758 – 335.37956) 0F = 350.87803 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.68864 ft2
= 2.39500 ft2
Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 566823.9461 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 657553.0431 lb/jam.ft2
58
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 452.189264 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 350.87803 0F
= 2.45 cP = 5.929 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 1.4 cP = 3.388 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
= 7887.16066
=12647.73907
7. jH = 46
7. jH = 60
8. Pada Tc = 452.189264 0F
8. Pada tc = 350.87803 0F
c = 0.63 BTU/lb.0F
c = 0.59 BTU/lb.0F
k = 0.064 BTU/jam.ft.0F
k = 0.068 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
3.87895
( ) ( )
9.
(
3.08623
( ) ( )
9.
)
(
= 138.41969
)
= 193.22507
10. Tube Wall Temperature
10.
= 151.10261 0
= 351.29540 F 11. Pada tw = 351.29540 0F µw = 5.1 cP = 12.342 lb/ft.jam
11. Pada tw = 351.29540 0F µw = 1.15 cP = 2.783 lb/ft.jam
( ) =(
( ) )
= 0.90245 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
(
)
=1
59
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient
( )
12.
(
Corrected Coefficient 12.
(
)
)
= 124.91693 BTU/jam.ft2.0F
= 151.10261BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 68.38383 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 7544.78727 ft2
BTU/h.ft2.0F
=
15. Dirty Factor Rd
= 0.00759 jam.ft2.0F/BTU = 0.00156 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
60
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-107 (sesudah di flushing) Tanggal 9 Juni 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-107 253.524 0C 224.01 0C 192.944 0C 174.399 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 709049.63 kg/jam x 590 cal/kg0C x (192.944-174.399) 0C = 7758151199 cal/jam = 30784343.96 BTU/jam AR
(
: Qhot =
)
= 449190.3 kg/jam x 670 cal/kg.0C x (253.524-224.01) 0C = 8882240578 cal/jam = 35244730.6146 BTU/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 488.342562 435.218675 29.51327
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
379.299533
109.043029
345.918322
89.300353
18.54512
19.7427
F
61
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.99 LMTD terkoreksi (dt)
= = 98.843 x 0.99 = 97.8548 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.5 Fc = 0.45 (
)
= 435.218675 0F + 0.45 x (488.342562 - 435.218675) 0F = 459.12442 0F (
)
= 345.918322 0F + 0.445 x (370.20758 – 345.918322) 0F = 360.93987 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.68864 ft2
= 2.39500 ft2
Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 586444.4453 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 652687.4429 lb/jam.ft2
62
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 459.12442 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 360.93987 0F
= 2.25 cP = 5.445 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 1.25 cP = 3.025 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
= 8152.75102
= 13967.00148
7. jH = 50
7. jH = 64
8. Pada Tc = 459.12442 0F
8. Pada tc = 360.93987 0F
c = 0.635 BTU/lb.0F
c = 0.595 BTU/lb.0F
k = 0.064 BTU/jam.ft.0F
k = 0.069 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
3.78033
( ) ( )
9.
(
2.96573
( ) ( )
9.
)
(
= 146.63126
)
= 200.97158
10. Tube Wall Temperature
10.
= 162.40578 0
= 361.93987 F 11. Pada tw = 361.93987 0F µw = 4.1 cP = 9.992 lb/ft.jam
( ) =(
11. Pada tw = 361.93987 0F µw = 1.1 cP = 2.662 lb/ft.jam
( ) )
= 0.91942 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
(
)
= 1.01806
63
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient
( )
12.
(
Corrected Coefficient 12.
(
)
)
= 134.81629 BTU/jam.ft2.0F
= 165.33842 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 74.26275 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 7544.78727 ft2
BTU/h.ft2.0F
=
15. Dirty Factor Rd
= 0.00769 jam.ft2.0F/BTU = 0.00158 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
64
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Perhitungan Aktual Heat Exchanger 11-E-107 (sebelum diflushing) Tanggal 25 Febuari 2012. Profil Suhu Heat Exchanger 11-E-107 259.95 0C 230.9 0C 188.33 0C 168.57 0C
1. Neraca Panas (
Crude Oil : Qcold =
)
= 535510 kg/jam x 590 cal/kg0C x (188.33-168.57) 0C = 6243189784 cal/jam = 24772977.06 BTU/jam AR
(
: Qhot =
)
= 409910 kg/jam x 670 cal/kg0C x (259.95 – 230.9)0C = 7978283285 cal/jam = 31657828.07 BTU/jam
2. Log Mean Temperature Differensial (LMTD) Hot Fluid (0F) 499.91 447.62 52.29
Higher Temperature Lower Temperature Difference 0
Teknik Kimia Universitas Indonesia
Cold Fluid (0F)
Difference (0F)
370.994
128.916
335.426
112.194
35.568
16.722
F
65
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Dari nilai R dan S diperoleh Ft = 0.99 LMTD terkoreksi (dt)
= = 120.36146 x 0.99 = 119.15785 0F
3. Caloric Temperature
Kc = 0.56 Fc = 0.45 (
)
= 447.62 0F + 0.45 x (499.91 - 447.62) 0F = 471.1505 0F (
)
= 0F + 0.45 x (370.994 – 335.426 344) 0F = 351.4316 0F
SHELL
TUBE
Atmospheric Residue, Hot Fluid
Crude Oil, Cold Fluid
Flow Area
Flow Area 4.
4.
= 1.68864 ft2
= 2.39500 ft2
Mass Velocity 5.
Mass Velocity 5.
= 535161.6614 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
= 492942.4331 lb/jam.ft2
66
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Reynold Number 6. Pada Tc = 471.1505 0F µ
Reynold Number 6. Pada tc = 351.4316 0F
= 2.2 cP = 5.324 lb/ft.jam
µ
De = 0.99 inch = 0.0825 ft
= 1.2 cP = 2.904 lb/ft.jam
D = 0.782 inch = 0.06517 ft
= 8292.79434
= 11061.7821
7. jH = 44
7. jH = 58
8. Pada Tc = 471.1505 0F
8. Pada tc = 351.4316 0F
c = 0.645 BTU/lb.0F
c = 0.6 BTU/lb.0F
k = 0.063 BTU/jam.ft.0F
k = 0.069 BTU/jam.ft.0F
( )
( )
3.79157
( ) ( )
9.
(
2.89248
( ) ( )
9.
)
(
= 127.39675
)
= 179.16427
10. Tube Wall Temperature
10.
= 140.10706 0
= 348.68262 F 11. Pada tw = 348.68262 0F µw = 5.05 cP = 12.221 lb/ft.jam
11. Pada tw = 348.68262 0F µw = 1.2 cP = 2.904 lb/ft.jam
( ) =(
( ) )
= 0.89018 lb/jam.ft2
Teknik Kimia Universitas Indonesia
(
)
=1
67
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Corrected Coefficient
( )
12.
(
Corrected Coefficient 12.
(
)
)
= 113.40618 BTU/jam.ft2.0F
= 140.10703 BTU/jam.ft2.0F
13. Clean Overall Coefficient UC
= 62.67525 BTU/h.ft2.0F
14. Desain Overall Coefficient UD a” = 0.2618 ft2/lin ft Total Surface, A = 7544.78727 ft2
BTU/h.ft2.0F
=
15. Dirty Factor Rd
= 0.01267 jam.ft2.0F/BTU = 0.00260 jam.m2.0C/Kcal
Teknik Kimia Universitas Indonesia
68
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
LAMPIRAN HASIL Dari perhitungan Evaluasi Performance Preheat Heat Exchanger 11-E-105 dan 11-E-107 setelah diflushing pada Crude Distillation Unit didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.1 Data perbandingan perhitungan HE 11-E-105 tanggal 14 April 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Ud (kcal/hr m2 oC)
Q (kcal/hr)
Rd (hr m2 oF/kcal)
5 Maret
14 April
5 Maret
14 April
5 Maret
14 April
35970793.01
36362212.74
121.93212
201.2508
0.00459
0.00214
Tabel 4.2 Kondisi HE 11-E-105 tanggal 14 April 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi 5 Maret
14 April
5 Maret
14 April
Flow rate (kg/hr)
327000
444810.35605
512000
704327.1537
Temperature inlet
251
215.62344
125
133.50569
Temperature outlet
207
182.9251
153
154.99606
ΔT (oC)
44
32.69834
28
21.49037
Tabel 4.3 Data perhitungan HE 11-E-105 tanggal 20 Mei 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Q (kcal/hr)
Ud (kcal/hr m2 oC)
Rd (hr m2 oF/kcal)
5 Maret
20 Mei
5 Maret
20 Mei
5 Maret
20 Mei
35970793.01
36072785.82
121.93212
176.17150
0.00459
0.00250
Teknik Kimia Universitas Indonesia
69
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Tabel 4.4 Kondisi HE 11-E-105 tanggal 20 Mei 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi 5 Maret
20 Mei
5 Maret
20 Mei
Flow rate (kg/hr)
327000
412146.5178
512000
708464.9094
Temperature inlet
251
214.60951
125
123.81572
Temperature outlet
207
179.60061
153
145.30005
ΔT (oC)
44
32.0089
28
21.48433
Tabel 4.5 Data perhitungan HE 11-E-105 tanggal 9 Juni 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Ud (kcal/hr m2 oC)
Q (kcal/hr)
Rd (hr m2 oF/kcal)
5 Maret
9 Juni
5 Maret
9 Juni
5 Maret
9 Juni
35970793.01
38697607.44
121.93212
178.53519
0.00459
0.00275
Tabel 4.6 Kondisi HE 11-E-105 tanggal 9 Juni 2012 dengan tanggal 5 Maret 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi
5 Maret
9 Juni
5 Maret
9 Juni
Flow rate (kg/hr)
327000
449190.3286
512000
709049.6356
Temperature inlet
251
224.01038
125
129.31278
Temperature outlet
207
189.55126
153
151.99606
ΔT (oC)
44
34.45912
28
22.68328
Teknik Kimia Universitas Indonesia
70
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Tabel 4.7 Data perhitungan HE 11-E-107 pada tanggal 14 April dengan 25 Februari 2012 Ud (kcal/hr m2 oC)
Q (kcal/hr)
Rd (hr m2 oF/kcal)
25 Februari
14 April
25 Februari
14 April
25 Februari
14 April
6243189.74
7741750.616
169.98971
235.10204
0.00260
0.00148
Tabel 4.8 Kondisi HE 11-E-107 pada tanggal 14 April dengan 25 Februari 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi 25 Februari
14 April
25 Februari
14 April
Flow rate (kg/hr)
409910
444810.35605
535510
704327.15374
Temperature inlet
259.95
241.60047
188.33
173.45067
Temperature outlet
230.9
215.62344
168.57
189.79241
ΔT (oC)
29.05
25.97703
19.76
16.34174
Tabel 4.9 Data perhitungan HE 11-E-107 pada tanggal 17 Mei dengan 25 Februari 2012 Q (kcal/hr)
Ud (kcal/hr m2 oC)
Rd (hr m2 oF/kcal)
25 Februari
17 Mei
25 Februari
17 Mei
25 Februari
17 Mei
6243189.74
8733635.51335
169.98971
219.01860
0.00260
0.00156
Teknik Kimia Universitas Indonesia
71
Laporan Kerja Praktek PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Tabel 4.10 Kondisi HE 11-E-107 pada tanggal 17 Mei dengan 25 Februari 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi 25 Februari
17 Mei
25 Februari
17 Mei
Flow rate (kg/hr)
409910
434161.9
535510
714335.4
Temperature inlet
259.95
250.10180
188.33
168.54420
Temperature outlet
230.9
220.07780
168.57
187.8931
ΔT (oC)
29.05
30.02400
19.76
19.34890
Tabel 4.11 Data perhitungan HE 11-E-107 pada tanggal 9 Juni dengan 25 Februari 2012 Ud (kcal/hr m2 oC)
Q (kcal/hr)
Rd (hr m2 oF/kcal)
25 Februari
9 Juni
25 Februari
9 Juni
25 Februari
9 Juni
6243189.74
8882240.57830
169.98971
230.00946
0.00260
0.00158
Tabel 4.12 Kondisi HE 11-E-107 pada tanggal 9 Juni dengan 25 Februari 2012 Atmospheric Residue
Crude Oil
Kondisi 25 Februari
9 Juni
25 Februari
9 Juni
Flow rate (kg/hr)
409910
449190.32860
535510
709049.63562
Temperature inlet
259.95
253.52365
188.33
174.39907
Temperature outlet
230.9
224.01038
168.57
192.94419
ΔT (oC)
29.05
29.51327
19.76
18.54512
Teknik Kimia Universitas Indonesia
72