LEMBAR PERSETUJUAN Laporan Kerja Praktek dengan judul “Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit Sour
Water
Stripper
840-V2
–
Hydrocracking
Complex
(HCC)”
di
PT.PERTAMINA (persero) RU II Dumai – Riau oleh Mohd Fajri Amrullah dengan Nomor Induk Mahasiswa 1207113638, Program Studi S1 Teknik Fakultas Universitas Riau, telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing.
Pekanbaru, Mei 2016 Ketua Program Studi S-1 Teknik Kimia
Dosen Pembimbing
Zulfansyah, ST., MT NIP. 19691124 199803 2 001
Drs. Syamsu Herman, MT NIP. 19601003 198803 1 003
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Dr. Ir. Bahruddin, MT NIP. 19680804 199703 1 003
LEMBAR PENGESAHAN EVALUASI KINERJA REBOILER E-2 PADA UNIT SOUR WATER STRIPPER 840-V2 – HYDROCRACKING COMPLEX (HCC) 15 Maret- 30 April 2016
Disusun Oleh Nama NIM
: Mohd Fajri Amrullah : 1207113638
Mengetahui,
Menyetujui,
Lead of Process & Engineering Menyetujui,
Pembimbing Kerja Praktek
Senior Officer BP Refinery / Unit HR RU II Ismal Gamar Esti Budi Utami
Mona Silvia
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai. Judul tugas khusus adalah “Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit Sour Water Stripper 840-V2 – Hydrocracking Complex (HCC)”. Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan penyusunan laporan, penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada penulis, salah satunya nikmat sehat sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan ini. 2. Kedua orangtua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis. 3. Bapak Drs, Syamsu Herman, MT. Selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek di Universitas Riau. 4. Bapak Drs. Irdoni, HS, MS. Selaku Kordinator Kerja Praktek di JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 5. Ibu Esti Budi Utami, selaku Senior Officer BP Refinery / Unit HR RU II Dumai. 6. Bapak Ismal Gamar, selaku Lead of Process & Engineering RU II Dumai. 7. Kakak Mona Silvia, selaku Pembimbing Kerja Praktek penulis di Pertamina RU II Dumai. 8. Pak Asri yang telah memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis selama di diklat. 9. Seluruh pegawai dan mitra kerja Pertamina atas keramah tamahannya kepada penulis. 10. Seluruh karyawan yang berada di bagian Process & Engineering atas keramahtamahannya, bimbingannya, dan dukungan moril kepada penulis. 11. Rekan-rekan Kerja Praktek yang berada di bagian Process & Engineering yang banyak membantu dan memberi kontribusi yang signifikan kepada penulis yaitu
Febiran Adhitya, Fadlillahi Hafiz, Peter, Genardus Oktavri, M. Wahyu Nugraha, Wahyu Mey R, Subkhan Maulana dari Universitas Riau (UNRI), Edo Ivanda, Yuda Lubose dari Universitas Pembangunan “veteran” Nasional Yogyakarta (UPN), Riska, Ajeng, Yessie dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Idun, Didit, Farouk dari Universitas Diponegoro (UNDIP). Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan Laporan ini. Semoga dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai proses kilang minyak bumi dan gas di PT. Pertamina RU II Dumai. Dumai, 30 April 2016 Penyusun
(Mohd Fajri Amrullah)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PT. Pertamina RU II Dumai Pada tahun 1960, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan kebijaksanaan, bahwa penambangan minyak dan gas bumi hanya dilaksanakan oleh Negara. Pihak asing yang terlibat di dalamnya hanya berdasarkan kontrak. Dua perusahaan dibentuk pada zaman transisi. Pertamina yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk administrasi, manajemen, dan pengawasan terhadap kerja sama di bidang eksplorasi dan produksi. Permina juga mendapat tanggung jawab untuk mengatur proses distribusi minyak bagi kepulauan Indonesia. Tenaga ahli di bidang perminyakan agar terpenuhi kebutuhannya, Pertamina mendirikan sekolah Kader Teknik di Brandan. Pada tahun 1962 didirikan Akademi Perminyakan di Bandung. Tahun 1968, untuk mengkonsolidasi industri perminyakan dan gas, manajemen, eksplorasi pemasaran, dan distribusi, maka dua perusahaan Permina dan Pertamina menjadi PT. Pertamina. Industri ini mengoperasikan dua buah kilang, kapasitas total sekitar 180 MBSD, sebagai berikut: a.
Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 120 MBSD
b.
Kilang Minyak Sei Pakning, dengan kapasitas 50 MBSD Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina Nomor 334/KPTS/DM/1967, dibangun kilang minyak Pertamina Unit Pengolaham II pada bulan April 1969. Pembangunan ini merupakan hasil kerja sama Pertamina dengan Far East Sumitomo Jepang, atas perjanjian “Turn Key Project”. Pelaksanaan teknis pembangunan dilakukan oleh kontraktor asing, yaitu Ishikawajima Harima Heavy Industries (IHI) yang membangun perrmesinan dan instalasi serta TAISEI Contruction Co yang membangun kontruksi kilang minyak RU II Dumai. Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk mengolah
bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan mendirikan unit-unit baru seperti: a. b. c. d.
Platforming Unit Naphtha Rerun Unit Hydrogen Unit Mogas Component Blending Plant Setelah proyek perluasan selesai di bangun, kilang baru ini di resmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi, yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut: 1.
High Vacuum Distillation Unit (110)
2.
Delayed Coking Unit (140)
3.
Coke Calciner Unit (170)
4.
Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5.
Hydrocracker Unibon (211/212)
6.
Distillate Hydrotreating Unit (220)
7.
Continous Catalyst Regeneration- Platforming Unit (300/310)
8.
Hidrobon Platforming Unit /PL-I (310)
9.
Amine – LPG Recovery Unit (410)
10.
Hydrogen Plant (701/702)
11.
Sour Water Stripper Unit (840)
12.
Nitrogen Plant (940)
13.
Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
14.
Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru Kilang minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969 dengan kapasitas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah kilang Sei Pakning adalah:
1.
Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975
2.
Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSD pada tahun 1977
3.
Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980
4.
Peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh kilang Pertamina RU II Dumai adalah : a.
Premium-88
b.
Aviation Turbin (AVTUR)
c.
Kerosene
d.
Automotive Diesel Oil (ADO) Sedangkan Produk non BBM antara lain: a. LPG b. Green Coke c. Produk lain Tabel 1.1 Produk dan Kapasitas Kilang No
Produk
Kapasitas
1
Fuel Gas
14.93
2
LPG
14.2
3
Premium
81.28
4
Avtur
46.42
5
Kerosene
132.30
6 7
Automative Diesel Oil Low Sulphur Wax Residue
418.05 81.27
8
Coke
41.7
1.2 Lokasi PT. Pertamina RU II Dumai Pertamina RU II terletak di kota Dumai, yang berjarak 180 km dari kota Pekanbaru di tepi pantai Timur Sumatera, Provinsi Riau. Sebelah utara kilang berbatasan dengan Pulau Rupat, sebelah selatan merupakan perkampungan penduduk, sebelah barat terdapat perkantoran dan perumahan karyawan (sekitar 8 km dari kilang), dan sebelah timur terdapat perumahan penduduk. Kota Dumai
dipilih sebagai lokasi kilang minyak disebabkan oleh beberapa faktor yang menguntungkan, yaitu: a. Terletak di tepi pantai (selat Rupat) yang memiliki perairain yang tenang dan luas sehingga dapat dikunjungi oleh kapal-kapal berat dan supertanker, serta merupakan persimpangan lalu lintas dari barat ke timur. b. Letaknya berdekatan dengan daerah pengeboran minyak yang merupakan bahan baku kilang dan tedapat PT. Caltex Pasific Indonesia sebagai penyalur crude oil. c. Daerah Dumai merupakan daerah dataran rendah dan cukup stabil sehingga aman untuk mendirikan dan memperluas kilang. d. Daerah Dumai masih memiliki banyak hutan, sehingga memungkinkan perluasa daerah maupun pengembangan pabrik. e. Daerah Dumai merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah, sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam program pemerataan penyebaran penduduk. f. Tanah Dumai merupakan tanah yang kurang subur, sehingga tidak merugikan apabila mendirikan kilang. 1.3 Garis Besar Proses Pengolahan Crude Oil Minyak mentah diproses dijadikan minyak jadi diperlukan proses fisika dan kimia untuk mengolahnya. Proses produksi dimulai dari proses penerimaan minyak mentah (Crude Oil). Kilang pertamina pada desain awalnya hanya mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC). Kemudian setelah dievaluasi mulai mengolah Minas Crude Oil/Sumatra Light Crude (SLC) sebesar 80-85% volum, Duri Crude oil (DCO) dan Mudi Crude Oil sebesar 15-20% volume yang diperoleh dari PT. Chevron Pasific Indonesia melalui sistim perpipaan. Selanjutnya minyak diolah dalam dua tahap pengolahan. Pada pengolahan tahap I (Primary Processing), setelah diendapkan airnya, minyak mentah didistilasi dalan Crude Distilation Unit (CDU). Produk yang diperoleh yaitu Naftha (8.2%), Kerosene (16.0%), Solar (17.8%), Gas (0.6%), dan Long Residue (57.2%) serta Losses (0.2%). Pada tahap I perolehan BBM masih
sedikit, maka diperlukan pengolahan tahap II untuk mengubah Long Residue menjadi BBM. Pengolahan Tahap II (Secondary Processing), dimulai dengan distilasi vakum long residue di High Vacuum Unit (HVU). Produk distilasi HVU adalah Solar, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), Light Vacuum Gas Oil (LVGO) dan Short Residue. HVGO dan short residue masih perlu direngkah untuk dijadikan BBM. HVGO direngkah secara katalitik dalam Hydrocracker Unibon (HCU) dengan menggunakan katalis dan hidrogen pada tekanan tinggi. HVGO direngkah menghasilkan LPG, Naftha, Kerosin, Avtur, dan Solar. Pada bagian lain, yaitu short residue direngkah secara termal dalam Delayed Cooking Unit (DCU). Pada DCU short residue dipanaskan hingga 500°C agar terengkah menjadi LPG, Naftha, Solar dan Coke. Produk-produk yang dihasilkan berkualitas rendah, sehingga perlu di treating sebelum dipasarkan. Selanjutnya, untuk menghasilkan bensin, memerlukan proses Platforming. Produk Naftha dari CDU, dan HCU merupakan komponen bensin, namun masih memiliki angka oktan yang rendah. Oleh karena itu, nafta harus diolah pada platforming Unit (PL) untuk menghasilkan komponen bensin beroktan tinggi. Pada proses ini membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan yaitu katalis platina. 1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktek Ruang lingkup kerja praktek di PT. Pertamina RU II Dumai di tempatkan pada bagian PE (Eng & Dev). Depatemen ini merupakan bagian proses engineering seluruh unit pengolah Crude Oil. Sedangkan tugas khusus yang diberikan di unit SWS (Sour Water Stripper) Hydrocracking Complex (HCC) dengan melakukan evaluasi reboiler E-2 melalui simulasi Hysys dan perhitungan fouling factor. 1.5 Tujuan Kerja Praktek Tujuan Kerja Praktek yang dilaksanakan di Pertamina Refinery Unit II Dumai: a. Memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
b. Mendapatkan gambaran nyata pengoperasian sistem proses dan utilitas untuk pengolahan minyak dan gas bumi. c. Memahami dan dapat menggambarkan pola inti proses produksi pada Pertamina Refinery Unit II Dumai, meliputi: 1. Bahan baku utama maupun penunjang 2. Proses yang terjadi 3. Produk yang dihasilkan, meliputi produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses pengolahan minyak dan gas bumi. 1.6 Pelaksanaan Kerja Praktek Kerja praktek dilaksanakan di Pertamina RU II Dumai pada bagian PE (Eng & Dev) dari tanggal 15 Maret s.d 30 April 2016 dengan alokasi waktu sebagai berikut: 1. Pembekalan kerja praktek dengan Overview seluruh unit produksi dan pendukung pada tanggal 1 April s/d 5 April 2016. 2. Pertemuan dan perkenalan pembimbing lapangan dengan Mahasiswa di setiap bagian yang sudah ditetapkan, serta penyusunan jadwal kegiatan kerja praktek selama di kilang. 3. Kunjungan ke kilang untuk seluruh unit produksi di Pertamina RU II Dumai yang dilaksanakan pada tanggal 6 April s.d 15 April 2016, meliputi:
HSC (HydroSkimming Complex) – Production HCC (HydroCracking Complex) – Production HOC (Heavy Oil Complex) – Production Utilities – Production OM (Oil Movement) – Production Laboratory – Production
4. Orientasi khusus yang meliputi studi literatur, pengumpulan data, dan pembuatan laporan, presentasi serta pengesahan dan kegiatan administrasi dari tanggal 16 Maret s.d 29 April 2016.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Bumi 2.1.1 Definisi Minyak Bumi Minyak Bumi atau minyak mentah merupakan cairan kompleks yang disusun berbagai macam zat kimia organik yang berubah secara alamiah dan tersimpan dalam lapisan bumi selama ribuan tahun lamanya. Material ini ditemukan dalam jumlah besar dibawah permukaan bumi dan digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan mentah dalam berbagai industri kimia. 2.1.2 Karakteristik Minyak Bumi Komposisi kimia minyak bumi pada dasarnya adalah hidrokarbon. Meskipun demikian sejumlah kecil belerang dan senyawa oksigen sering terdapat dalam minyak bumi. Kandungan senyawa belerang bervariasi, mulai kisaran 0.1 sampai dengan 0.5% berat. Minyak bumi mengandung gas, cairan, dan elemen-elemen padat. Reliabilitas minyak bumi bervariasi mulai dari cairan setipis bensin hingga cairan yang cukup tebal dan sulit mengalir. 2.1.3 Komposisi Minyak Bumi Komposisi kimia dan sifat-sifat fisik minyak mentah sangat bervariasi, tapi komposisis elementalnya pada umumnya tetap, yaitu:
Tabel 2.1 Komposisi Elemental Minyak Mentah Komposisi Carbon
Persentase (%)
(C)
84-87
Hydrogen (H)
11-14
Sulfur
(S)
0-3
Nitrogen (N)
0-1
Oksigen (O) 0-2 Berikut adalah senyawa-senyawa yang terdapat pada minyak bumi: Tabel 2.2 Senyawa Dalam Minyak Bumi Senyawa Hidrokarbon
Senyawa non-Hidrokarbon
1. Seri Parafin (CnH2n+2) 2. Seri Olefin atau Etilen (CnH2n) 3. Seri Naften (CnH2n) 4. Seri Aromatik (CnH2n-6)
Senyawa sulfur Senyawa Nitrogen Senyawa Oksigen Senyawa Logam Garam-garam Karbondioksida Asam Naftalen
2.1.4 Spesific Gravity Density (Sg) Minyak Bumi Tabel 2.3 Specific Gravity Density (Sg) Minyak Bumi Jenis Minyak Bumi Ringan
SG (60/60 °F) 0.830
Medium Ringan
0.830-0.850
39.0-35.0
Medium Berat
0.850-0.865
35.0-32.1
Berat
0.865-0.905
32.1-24.0
Sangat Berat
0.905
°API Gravity 39.0
24.0
Minyak bumi memiliki rentang 10 50˚API, namun pada umumnya berkisar antra 20 45˚API
2.1.5 Sifat Kimia dan Fisika Produk Minyak Bumi 2.1.5.1 LPG (Liquified Petroleum Gas) A. RVP (Reid Vapor Pressure) RVP menunjukkan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam LPG. Kadar C2 maksimum yang diijinkan adalah 0,2% volume. B. Kandungan Fraksi C5 dan Fraksi yang lebih berat Kandungan i-C5, n-C5, dan fraksi yang lebih berat dalam LPG maksimum 2% volum. Apabila kadungan fraksi tersebut melebihi 2% volume, maka nilai kalor LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. 2.1.5.2 Bensin A.
Octane Number (ON) Octane Number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas antiknocking bensin. Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan campuran uap bensin dan udara dalam silinder mesin Otto sebelum busi menyala, dimana peristiwa ini mengurangi daya mesin tersebut. Bensin premium mempunyai spesifikasi bilangan oktan minimum 88, Pertalite 90 minimum dan Pertamax plus minimum 95.
B.
Engine Deposit Deposit yang terbentuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh angka oktan bensin, sehingga tedensi pembentukan deposit merupakan faktor yang sangat penting.
2.1.5.3 Kerosene A. Smoke Point (Titik Asap) Tolak ukur pembakaran kualitas kerosene adalah kemampuan untuk terbakar tanpa menghasilkan asap. Smoke Point adalah tinggi nyala maksimal yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosene tanpa membangkitkan asap
hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar senyawa aromatik, makin tinggi kadar senyawa aromatik, makin rendah titik asapnya. Kerosene yang baik memiliki titik asap minimal 17 mm. B. Flash Point Flash point adalah temperatur terendah yang membuat uap diatas minyak mulai berkilat saat disodori api kecil. 2.1.5.4 Jet Fuel (Bahan Bakar Pesawat Jet) A. B. C. D.
Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38°C Rentang Pendidihan/Distilasi Titik Beku (Freezing Point)
2.1.5.5 Minyak Diesel atau Solar Dalam mesin diesel peletupan dapat terjadi, hal tersebut disebabkan karena nyala minyak diesel panas yang disemprotkan kedalam silinder yang berisi udara panas bertekanan. Oleh karena itu, minyak diesel diharapkan memiliki kecenderungan cukup kuat untuk menyala sendiri. Tolak ukur kualitas ini adalah bilangan etana. 2.2 Proses Pengolahan Minyak Bumi Pengilangan minyak bumi berfungsi untuk mengubah atau mengkonversikan minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk yang ekonomis dan dapat dipasarkan. Proses pengolahan dalam kilang minyak bumi dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
Pengolahan Pertama (Primary Process) Proses pengolahan pertama yang utama adalah distilasi atmosferik, distilasi vakum, ekstraksi, adsorpsi, dan kristalisasi.
b.
Pengolahan Lanjut (Secondary Process) Proses pengolahan lanjut yang utama adalah perekahan termis, dan katalitis (thermal/catalytic cracking), hydrocracking, pengubahan termis dan katalitis
(thermal/catalytic performing), polimerisasi dan alkilasi. c.
Proses Treating Proses Treating yang utama, yaitu Hydrotreating, mercaptan oxidation, acid/caustic treating, doctor treating dan amine treating. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengolahan minyak bumi: 1. Desulfurisasi Keberadan sulfur pada umpan platforming dapat mengganggu selektifitas dan stabilitas katalis. Kandungan maksimum yang diizinkan 0.5 ppm (sering digunakan 0.2 ppm). Reaksi desulfurisasi berlangsung baik pada temperatur 315 340°C dan sulfur terpisah dalam bentuk H2S. 2. Denitrifikasi Kandungan nitrogen maksimum adalah 0.5 ppm, dimana kelebihan kandungan nitrogen akan menganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran overhead akibat pembentukan NH4Cl. 3. Hidrogenasi Olefin Olefin menganggu kestabilan temperatur dalam platformer karena akan terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE. Selain itu senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis. 4. Penghilangan Senyawa Oksigen Oksigen yang berada dalam bentuk senyawa phenol dapat menyebabkan fouling pada reaktor dan unit HE. 5. Dekomposisi Halida Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sedikit dibandingkan dekomposisi sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90%, namun sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. 6. Penghilangan Senyawa Logam Logam yang terkandung antara lain logam arsenik, besi, fosfor, silikon, timah, tembaga, dan natrium. Logam-logam ini akan terkumpul dan melekat pad katalis, sehingga katalis perlu diganti apabila kandungan logam telah
mencapai 2% berat katalis. Senyawa logam dapat dihilangkan, yaitu reaktor harus berada pada temperatur hingga 315°C. 7. Proses Pengubahan Struktur Molekul (Reforming Katalitik) Reformasi katalitik adalah perubahan struktur molekul yang diperlancar dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naphta dan bensin yang memiliki rentang titik didih 100 180°C dan berbilangan oktan rata-rata dibawah 60°C. menjadi bensin berbilangan oktan 85. Karena komponen aktif katalis adalah platina, maka salah satu prosses reforming katalik yang terkenal bernama platforming. Reaksi-reaksi penting yang terjadi pada proses reforming katalitik adalah sebagai berikut: a.
Dehidrogenasi nafta menjadi aromatik
b.
Isomerisasi nafta
c.
Dehidrosiklisasi
d.
Hydrocacking parafin berantai panjang
8. Proses Kombinasi Molekul Molekul-molekul dihrokarbon yang molekulnya kecil digabungkan menjadi senyawa yang bermolekul agak besar dan memiliki titik didih pada rentang yang diinginkan. Jika senyawa yang dirangkai adalah dari molekul yang sama, maka prosesnya diberi nama polimerisasi. Jika yang digunakan adalah molekul alkane ke molekul hidrokarbon tak jenuh, maka nama prosesnya adalah alkilasi. 9. Steam Reforming Secara umum reaksi yang terjadi adalah, reaksi penggeseran CO, absorbsi CO2, dan reaksi metanasi
BAB III DESKRIPSI PROSES DAN INSTRUMENTASI Berdasarkan jenis bahan baku serta proses yang terjadi di dalamnya, proses pengolahan umpan berupa minyak mentah yang masuk ke kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai terbagi ke dalam tiga area proses. Ketiga area proses tersebut adalah :
3.1
1. Proses I
: HSC (Hydro Skimming Complex)
2. Proses II
: HCC (Hydro Cracking Complex)
3. Proses III
: HOC (Heavy Oil Complex)
Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex) Hydro Skimming Complex (HSC) meliputi kilang lama (existing plant) dan
kilang baru (new plant). HSC ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama (primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process). Pada pengolahan tingkat pertama fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan secara fisika kemudian pengolahan tingkat kedua dilakukan untuk menyempurnakan produk dari pengolahan tingkat pertama. Unit-unit yang terdapat dalam HSC meliputi: 1. Primary Unit : Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit/Unit 100 Naphtha Rerun Unit (NRU)/Unit 102 2. Secondary Unit Hydrobon Platforming Unit (PL-I)/Unit 301Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)/Unit 200 Platforming II (PL-II)-Unit 300 Continuous Catalyst Regeneration (CCR)-Platforming II (PL-II)/Unit 300. 3.1.1 Crude Distillation Unit (CDU)/Topping Unit-Unit 100 Unit ini berfungsi memisahkan minyak mentah (crude oil) atas fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing pada tekanan 1 atm. Proses
pemisahan yang digunakan berupa distilasi atmosferik dengan temperatur aliran masuk kolom distilasi sebesar 330oC. Kapasitas pengolahan unit CDU di kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-II Dumai hingga saat ini adalah sebesar 127 MBSD, dengan kapasitas total pada perancangan sebesar 130 MBSD. Umpan minyak mentah yang diolah oleh kilang Dumai berasal dari Minas Crude Oil/Sumatra Light Crude (SLC) sebesar 80-85% volum, Duri Crude oil (DCO) dan Mudi Crude Oil sebesar 15-20% volume. Sementara kilang yang berada di Sungai Pakning mengolah umpan minyak mentah sebanyak 50 MBSD dengan komposisi umpan 90% volume Duri Crude Oil dan sisanya minyak dari sumber lain (mixing oil). Produk yang dihasilkan unit ini berupa Off gas, Naptha, Light Gas Oil(LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan Long Residu. Off gas dapat digunakan sebagai fuel gas sementara sisanya dibakar di Flare, sebagian naptha diambil sebagai produk, sedangkan sisanya diumpankan ke NRU (Naphtha Rerun Unit) untuk diolah lebih lanjut. LGO dan HGO diambil sebagai produk untuk komponen campuran Automotive Diesel Oil (ADO), sedangkan Long Residu sebagian besar diumpankan ke HVU (Heavy Vacum Unit) untuk diolah lebih lanjut dan sisanya diambil sebagai komponen campuran Low Sulfur Waxy Residu (LSWR) yang dapat digunakan dalam fuel oil ataupun dijual sebagai umpan industri lainnya. Fraksi-fraksi crude oil yang dihasilkan antara lain : a. Gas 0.5% volume on feed sebagai bahan bakar kilang. b. Straight Run Naphtha 7,75% volume on feed diolah lebih lanjut di NRU. c. Kerosene 15,7% volume on feed merupakan produk jadi light gas oil volume on feed sebagai komponen kerosene dan
automotive diesel oil (ADO).
d. Heavy Gas Oil (HGO), komponen ADO 11,05% volume on feed. e. Long residu 56% volume on feed sebagai bahan bakar kilang. f. Kapasitas design pengolahan unit ini sebesar 100.000 BBL/hari. Tabel 3.1 Trayek Didih Produk CDU
(LGO) 9%
No . 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produk
Trayek didih, 0C
LPG Naphtha Kerosene LGO HGO LSWR
<30 40-150 150-250 250-300 300-350 >350
Crude oil yang akan diolah di CDU dipompakan oleh pompa 100-P-1 A/B/C dari tangki penyimpanan. Crude oil dialirkan ke dalam serangkaian heat exchanger (100-E-1 s.d 7) untuk dipanaskan oleh aliran produk. Fungsi preheater ini adalah,
Meringankan beban heater 100-H-1 dalam memanaskan crude sampai ke
temperatur pemisahan yang diinginkan. Mengurangi kebutuhan utilities untuk mendinginkan produk ke tangki.
Untuk pengaturan pemanasan, bisa dilakukan dengan mengatur laju alir media pemanas dari panel dengan mengatur laju alir media pemanas kerosin, LGO, dan HGO produk. Jika terjadi kenaikan aliran crude oil, maka jumlah media pemanas yang digunakan bisa ditambah untuk mencapai temperatur outlet exchanger ke 100H-1 yang sama. Temperatur outlet exchanger dimonitor untuk mengetahui tingkat kinerja exchanger. Jika temperatur yang dapat dicapai menurun, maka ada indikasi HE mulai kotor oleh fouling, dan harus dilakukan cleaning. Indikator lain yang selalu di monitor adalah tekanan outlet exchanger. Indikator ini berfungsi sebagai pengaman exchanger dan heater 100-H-1 dari overpressure akibat tingginya kandungan air dalam crude oil. Selama pemanasan di exchanger, air yang terkandung dalam crude akan menguap dan berekspansi sehingga menaikkan tekanan. Nilai tekanan diharapkan tidak lebih dari 17 kg/cm2. Di lapangan, untuk melindungi HE dari overpressure, line outletcrude oil pada HE dilengkapi dengan Pressure Savety Valve (PSV). Kandungan air di tiap tangki crude berbeda. Oleh karena itu, panel selalu memonitor crude oil yang digunakan dari tangki mana (tarik full atau tarik gandeng
dari dua tangki) dan kandungan airnya. Jika kandungan air dari crude oil yang digunakan terlalu tinggi (diharapkan kurang dari 0,5%-vol), maka tindakan yang diambil adalah dengan mengurangi jumlah intake feed agar tekanan di exchanger tidak melonjak dan beban dapur tidak meningkat. Namun, dengan turunnya intake crude, maka akan mengurangi produk dan feed untuk unit lain. Oleh karena itu, tindakan ini perlu dikoordinasikan dengan unit lain. Di 100-H-1, crude oil dari exchanger masuk dalam 8 pass yang alirannya dikontrol oleh FC-102 s.d FC-109. Saat ini, posisi kontrol aliran crude inlet 100-H-1 dibuat manual dengan bukaan yang disesuaikan agar flow (laju alir) balance.Crude dinaikkan temperaturnya sampai 330oC agar pemisahan di 100-T-1 berlangsung dengan baik. Control fuel yang digunakan pada 100-H-1 saat ini adalah control fuel oil. Jumlah fuel oil dikendalikan dari tekanannya, sehingga jika bukaan control valve terlalu besar dapat menyebabkan tekanan fuel oil turun dan dapat mempengaruhi bentuk flame pada burner. Diharapkan, tekanan fuel oil memiliki nilai antara 24kg/cm2 agar bentuk flame bagus dan tidak menyentuh tube. Oleh karena itu, untuk pengaturan fuel oil biasanya dikombinasikan dengan pengaturan bukaan valve fuel oil di lapangan.Kenaikan fuel oil juga diiringi dengan penambahan atomizing steam. Trip sistem di 100-H-1 menerima sinyal dari Pass 1 (FC-102), Pass3 (FC-104), Pass 5 (FC-106), dan Pass 7 (FC-108). Jika keempat Pass ini terindikasi too low flow, maka selenoid akan jatuh dan heater akan trip untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tube. Jika hanya satu atau dua yang terindikasi low flow, alarm akan berbunyi dan segera dilakukan tindakan untuk mengatur bukaan control valve crude inlet. Jika aliran belum tercapai, dapat dibantu dengan bukaan valve bypass. Kemudian, crude yang telah dipanaskan masuk ke 100-T-1 untuk difraksinasi menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan rentang titik didihnya. Proses fraksinasi dilakukan pada tekanan atmosferik dan temperatur sekitar 330 oC.Fraksi Crude oil yang diperoleh antara lain Overhead gas yang nanti dipisahkan menjadi Offgas dan naphtha, kerosene, Light Gas Oil (LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan
Residu sebagai produk bottom. Pemisahan di 100-T-1 juga dibantu dengan menggunakan stripping steam untuk menurunkan tekanan parsial fraksi ringan sehingga lebih mudah menguap. Kolom 100-T-1 juga dilengkapi dengan pumparoundreflux untuk menjaga temperatur pemisahan di side draw. Aliran overhead gas didinginkan oleh kondesor 100-E-8 dengan media sea water sehingga menjadi aliran dua fasa dan kemudian ditampung di 100-D-1. Fasa cair adalah naphtha yang dipompakan oleh 100-P-2 A/B sebagian ke tangki dan sebagian lagi kembali ke kolom sebagai refluks yang berfungsi untuk menjaga temperatur top kolom 100-T-1. Fasa gas dialirkan ke suction JoyCompressor 100-C-1 A/B untuk kemudian dialirkan ke Fuel Gas System dan sejumlah kecil dibuang ke flare untuk menjaga tekanan kolom 100-T-1. Fraksi kerosene, LGO, dan HGO dari 100-T-1 masuk ke Stripper 100-T-2 A/B/C untuk dimurnikan dari fraksi-fraksi ringan yang terikut. Kemudian, dialirkan ke preheater untuk didinginkan dan dialirkan ke tangki penyimpanan. Residu sebagai produk bottom sebagian dialirkan ke 100-H-2 oleh 100-P-9 untuk direboil dan dikembalikan ke kolom 100-T-1 untuk menjaga temperatur pemisahan di flash zone dan memperbanyak kontak uap-cair agar pemisahan lebih tajam. Sisa residu dipompakan oleh 100-P-6 A/B untuk diolah di Heavy Vacuum Unit dan sebagian disimpan di tangki. 3.1.2 Naphtha Rerun Unit (NRU)-Unit 102 Unit ini berguna memisahkan fraksi ringan dari straight run naphtha pada topping unit menjadi Light Naphtha dan Heavy Naphtha serta gas untuk bahan bakar kilang (feed gas). Light Naphtha tersebut disebut juga dengan istilah Low Octane Mogas Component(LOMC)yang tidak mengandung olefin atau banyak mengandung parafin. Light Naphtha yang dihasilkan digunakan sebagai blending component premium dengan jarak titik didih 30-80oC, sedangkan Heavy Naphtha digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming Unit dengan jarak titik didih 80-160oC. Prinsip dasar proses ini sama dengan Topping Unit yaitu pemisahan berdasarkan titik didih.
Naphtha Rerun Unit (NRU) merupakan unit yang berfungsi memisahkan naphta produk CDU menjadi Light Naphtha dan Heavy Naphtha melalui proses distilasi. Light naphtha memiliki rentang titik didih 30-80oC sedangkan heavy naphtha 80-160oC. Light Naphtha diambil sebagai produk yang langsung disimpan ke dalam tangki, sedangkan Heavy Naphtha akan menjadi umpan untuk pengolahan lebih lanjut dalam unit Hydrobon Platforming (PL-1). Kedua komponen ini nantinya menjadi komponen yang digunakan dalam proses blending premium. Kapasitas pengolahan NRU sebesar 8 MBSD dengan umpan nafta yang dihasilkan oleh CDU, baik dari kilang Dumai maupun kilang Sungai Pakning. Produksi dari unit antara lain:
Gas, sebagai bahan bakar kilang (feed gas). Off gas yang digunakan sebagai fuel gas atau dibuang ke flare Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component (LOMC) Heavy Naphtha, sebagai umpan Hydrobon Platforming unit(PL-I). Naptha dari tangki ditarik dengan pompa NR P-1 dan dialirkan ke heat
exchanger (HE) ke tower T-1. Bottom produk dipompa dengan pompa P-2 kembali ke HE yang semula berfungsi untuk memanfaatkan panas, kemudian dilanjutkan ke cooler dan diperoleh hasil Heavy Naptha. Sebagian dari bottom produk dikembalikan ke kolom yang sebelumnya masuk di boiler. Dari atas kolom, gas dimasukkan ke kondensor dan cairannya ditampung dalam drum D-1 kemudian dipompakan kembali ke atas kolom dan sebagian didinginkan pada cooler dan hasilnya diperoleh sebagai Light Naptha. Gas masuk ke condenser, liquidnya ditampung dalam drum D-1 dan dikembalikan ke top splitter dengan pompa untuk sirkulasi saja. 3.1.3 Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT)-Unit 200 Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) berfungsi menghilangkan impurities seperti sulfur, oksigen dan nitrogen, serta menjenuhkan olefin yang terdapat dalam stabilized naphtha dari Delayed Coker dan naphtha dari Hydrocracker dengan
bantuan katalis TK-527, TK 431, TK 10. Kandungan sulfur dan nitrogen maksimal dalam umpan platformer masing-masing 0.5 ppm untuk mencegah keracunan katalis. Umpan NHDT adalah cracked naphtha dari Delayed Coking Unit (DCU), Heavy Naphtha dari Hydrocracker Unibon (HCU) dan Naphtha dari Destillate Hydrotreating Unit (DHDT). Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah sebagai berikut:
Penghilangan Sulfur : RSH + H2 → RH + H2S Penghilangan Nitrogen : CH3NH2 + H2 → CH4 + NH3 Penghilangan Oksigen : C6H5OH + H2 → C6H6 + H2O Penjenuhan Olefin : R = R + H2 → RH – RH Penghilangan Klorida : R – Cl + H2 → RH + HCl
Kapasitas pengolahan NHDT sebesar 10,1 MBSD. Produk yang dihasilkan oleh unit ini adalah:
Gas yang dimanfaatkan sebagai fuel gas. Light Naphtha, sebagai Low Octane Mogas Component untuk campuran
bensin Heavy Naphtha, sebagai umpan CCR-Platforming Unit (PL-II).
Naphtha berupa umpan cair yang dipompakan dari Feed Surge Drum yang dicampur dengan gas kaya hidrogen dan melalui ’Combined Feed Reactor Effluent Exchanger’ dimana umpan menerima panas dari reaktor effluent mengalami pendinginan. Kemudian umpan berupa gas dipanaskan lagi di Charge Heater hingga mencapai temperatur reaksi. Naphtha dari tangki diatur berdasarkan level yang terbaca oleh LC-7 pada 200V-4 Feed Surge Drum. Jika level belum mencapai set point (65%), maka ditambahkan naphtha dari tangki (TK-05). Level ini dijaga agar operasi di NHDT stabil dan menjaga NPSH pompa 200-P-1 A/B. Crack naphtha dari Coker memiliki kandungan impurities dan olefin yang tinggi dibandingkan naphtha dari Unibon. Oleh karena itu, jumlahnya dibatasi sekitar 30% dari komposisi umpan NHDT.
Press 200-V-4 dijaga oleh PC-6 (11 kg/cm2) dengan sistem split valve. PCV-6 A mengalirkan gas dari 200-V-8 ke 200-V-4, sedangkan PCV-6 B mengalirkan gas dari 200-V-4 ke Fuel Gas System.
Pada rentang bukaan control 0-50 %, valve A berada pada posisi open
sedangkan valve B akan berada pada posisi close. Pada rentang bukaan control 50-100 %, valve A akan berada pada posisi close sedangkan valve B berada pada posisi open. Tujuan dari penggunaan split valve ini adalah agar perubahan-perubahan yang
terjadi saat press dijaga berjalan dengan smooth dan operasi berjalan dengan stabil. Press 200-V-4 dijaga untuk melindungi pompa dari kavitasi, dan membantu meringankan beban 200-P-1 A/B untuk menaikkan press feed ke press yang dibutuhkan untuk reaksi. Naphtha umpan reaktor kemudian dialirkan oleh 200-P-1 A/B untuk dipanaskan di 200-E-1 Combine Feed Exchanger dengan memanfaatkan panas produk reaksi dan dipanaskan di 200-H-1 Charge Heater sampai ke temperatur yang dibutuhkan reaksi (300oC). Sebelum masuk ke 200-E-1, naphtha umpan dicampur dengan Recycle Gas yang berasal dari kompresor 200-C-1 A/B. Jika flow recyclegas terlalu rendah (<6300 Nm3/jam) maka Charge Heater 200-H-1 akan trip. Fungsi recycle gas adalah menyediakan hydrogen untuk konsumsi reaksi hydrotreating dan menjaga stabilitas katalis dengan menurunkan coking rate akibat adanya reaksi hydrocraking. Jika pompa 200-P-1 A/B trip dan gagal untuk over pompa NHDT akan trip, maka feedPL-II ditarik dari TK-06 yang dipompakan oleh 200-P-8. Pada kondisi ini, unit PL-II berada pada minimum capacity. Naphtha dari TK-06 merupakan tratednaphtha produk NHDT yang diisikan sebagian ke TK-06 selama operasi normal sampai pada level tertentu (90%) untuk keperluan startup dan emergency. Kemudian campuran umpan masuk ke reaktor 200-V-1 dan mengalami reaksi hydrotreating. Reaksi terjadi pada permukaan fixed bed katalis dan berlangsung dalam fasa uap. Reaksi bersifat eksotermis sehingga terjadi kenaikan temperatur dari inlet ke outlet reaktor karena panas yang dihasilkan reaksi diserap oleh fluida proses.
Dengan sifat reaksi yang eksotermis, maka jika kenaikan temperatur tidak dikendalikan dapat menyebabkan temperatur run away dan dapat merusak katalis dan material vessel. Untuk melindungi reaktor dari temperatur run away, reaktor dilengkapi dengan aliran gas quench yang merupakan recycle gas hasil kompresi di 200-C-1 A/B. Delta temperatur reaktor dijaga agar tidak lebih dari 45oC. Produk reaksi dari reaktor dialirkan ke 200-V-5 untuk memisahkan gas hasil dan sisa reaksi dari cairan naphtha pada tekanan tinggi (50 kg/cm2). Gas merupakan gas kaya hydrogen dengan sedikit kandungan hidrokarbon ringan produk cracking di dalam reaktor. Gas ini dialirkan ke 200-V-9 untuk dikompresi di Recycle GasCompressor 200-C-1 A/B dan dialirkan kembali untuk dimix dengan naphtha umpan dan untuk aliran quenching reaktor. Gas dari 200-V-5 dikompresi di 200-C-1 A/B untuk dinaikkan tekanannya agar dapat dicampur dengan naphtha umpan. Selain itu, gas juga digunakan untuk quenching reaktor dan sebagian dikirim kembali ke 200-V-4 untuk menjaga tekanannya. Kekurangan gas akibat konsumsi reaksi disupply dengan make up gas dari unit 300-Platforming dengan acuan tekanan 200-V-5 tetap 50 kg/cm2. Produk cair dari reaksi kemudian di alirkan ke 200-V-2 Naphtha Stripper untuk memisahkan gas-gas impurities (H2S, NH3) dari naphtha. Gas-gas ringan (H2, C1, C2) telah dipisahkan di 200-V-5 pada tekanan tinggi untuk menjaga gas-gas impurities tetap berada dalam fasa cair dan bercampur dalam aliran naphtha sehingga tidak berikut ke suction RecycleGasCompressor 200-C-1 A/B. Pemisahan di dalam Naphtha Stripper terjadi pada tekanan yang lebih rendah dari 200-V-5 dan temperatur yang lebih tinggi dari 200-V-5. Kondisi ini dibuat sedemikian rupa karena sifat gas yang terlarut dalam cairan akan lebih mudah menguap pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Dengan demikian, gas-gas impurities akan lebih mudah terpisah dari aliran naphtha. Pada aliran overhead Naphtha Stripper, diinjeksikan Unicor untuk mencegah korosi line akibat gas-gas impurities yang bersifat asam.
Gas top produk Naphtha Stripper dikirim ke unit Amine LPG untuk ditreatment lebih lanjut. Sedangkan treatednaphtha yang merupakan bottom produk Naphtha Stripper dialirkan ke 200-V-3 Naphtha Splitter untuk memisahkan Light Naphtha dan Heavy Naphtha. Pada kolom inilah pengaturan RVP Light Naphtha yang menjadi target operasi di NHDT. Pemisahan dilakukan pada tekanan lebih rendah dari tekanan pada kolom 200-V-2. Naphtha Stripper agar Light Naphtha lebih mudah teruapkan. Uap light naphtha di overhead kolom dibagi menjadi dua aliran, aliran pertama masuk ke kondensor sebelum masuk ke receiver, dan aliran kedua langsung masuk ke receiver dalam fasa uap melalui suatu control valve. Beda tekanan antara kedua aliran tersebut dijaga dengan memainkan bukaan control valve sehingga tekanan kolom terjaga. Hal ini dilakukan karena umpan yang masuk ke 200-V-3 sudah tidak mengandung gas. 3.1.4 Hydrobon Platforming Unit (PL-I)-Unit 301 Heavy Naphtha yang dihasilkan Naphtha Rerun Unit masuk sebagi umpan dalam Platforming I (PL-I). Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Hydrobon dan Platforming. Hydrobon berfungsi untuk memurnikan Heavy Naphtha dari NRU dengan cara hidrogenasi untuk menghilangkan kontaminan seperti senyawa-senyawa olefin dan logam-logam lain yang dapat meracuni katalis. Platforming bertujuan untuk mengubah nafta oktan rendah (54) menjadi nafta oktan tinggi melalui penataan ulang struktur molekul hidrokarbon menggunakan panas dan katalis. Proses dalam subunit ini berlangsung pada reaktor bertekanan 28-30 atm dengan temperatur ± 487oC. Kapasitas pengolahan Hydrobon sebesar 6,2 MBSD. Hydrobon Platforming Unit ini memproduksi LPG dan reformat. Reaksi utama yang terjadi pada unit platforming adalah dehidrogenasi, Hydrocracking parrafin, isomerisasi, dehidrosiklisasi paraffin.Berikut persamaan reaksinya: 1. Dehidrogenasi : C6H11CH3 → C6H5CH3 + H2 2. Hydrocracking paraffin : C8H8 + H2 → C5H12 + C3H8
3. Isomerisasi : C6H12 → C2H5 – CH(CH3) – C2H5 4. Dehidrosiklisasi paraffin : C7H16 → C7H14 + H2 Umpan yang diolah unit ini berupa heavy naphtha yang berasal dari NRU. Produk yang dihasilkan di antaranya: off gas yang digunakan untuk fuel gas dan sisanya dibuang ke flare, gas H2 dengan kemurnian 75 % yang digunakan sebagai recycle gas dalam proses, LPG (Liquefied Petroleum Gas), yang dikirim ke LPG Recovery Unit, dan yang utama berupa reformate (ON:93), sebagai komponen campuran premium. 3.1.5 Platforming II (PL-II)-Unit 300 Unit ini direncanakan untuk mengolah Heavy Naphtha dari Naphtha Hydrocrakcer agar menghasilkan mogas komponen beroktan tinggi (93) dengan bantuan katalis UOP R-164. Reactor Platforming mempunyai 3 buah reaktor yang tersusun seri secara vertikal dengan temperature 525oC dan tekanan 10 kg/cm2. Kapasitas pengolahan ini sebesar 8,9 MBSD. Reaksi-reaksi yang terjadi di dalam reaktor ini adalah Dehydrogenasi, Hydrocracking, Isomerisasi, dan Dehydrosklisasi. Pada CCR, unit ini dirancang untuk meregenerasi katalis bimetalik R-164 yang digunakan di Platforming secara terus menerus karena selama proses yang terjadi di Platforming, katalis mengalami deaktivasi akibat keracunan dan pembentukan coke. CCR dirancang dengan kapasitas sebesar 136 kg/jam. Produk-produk yang dihasilkan PL-II:
Gas sebagai umpan Hydrobon Plant, NHDT, DHDT.
LPG.
Reformate/ komponen utama pembentukan mogas.
H2.
Umpan adalah Heavy Naphtha dari NHDT dengan spesifikasi : 1. Kandungan senyawa sulfur di bawah 200 ppm
2. Kandungan senyawa nitrogen di bawah 14 ppm 3. Initial Boiling Point 82-85oC Umpan yang dicampur dengan recycle gas mengalami pemanasan sampai pada temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi (290oC). Aliran combine feed kemudian dipanaskan di 300-E-1 Combine Feed Exchanger untuk mengurangi beban Charge Heater 300-H-1 dalam menaikkan temperatur umpan mencapai temperatur reaksi yang dibutuhkan. Pemanasan dilakukan dengan memanfaatkan panas yang dimiliki oleh aliran produk hasil reaksi di reaktor No. 3 300-V-3. Laju alir naphtha dikendalikan oleh FV-68. Pada inlet 300-E-1, terdapat line SUBP yang pada kondisi normal, kerangan SUBP berada dalam kondisi terblok. Line SUBP terhubung langsung ke kolom Debutanizer 300-V-6 dan digunakan saat startup selama sirkulasi feed sebelum mencapai temperatur cut in,dan saat keadaan emergency yang menyebabkan supply gas terhenti. Heater 300-H-1/2/3 berfungsi untuk memanaskan umpan reaktor agar reaksi konversi menjadi senyawa aromatik dapat berlangsung dengan baik. Panas yang dibawa oleh aliran umpan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh reaksi endotermis. Interheater 300-H-2/3 berfungsi untuk menaikkan kembali temperatur fluida proses karena selama reaksi terjadi penurunan reaksi akibat panas yang dikandung fluida proses diserap untuk reaksi. Jika temperatur tidak dikembalikan ke 290oC, konversi kesetimbangan reaksi akan menurun dan reaksi berjalan lambat sehingga dengan LHSV yang sama konversi reaksi akan rendah. Heater 300-H-1/2/3 memiliki sistem trip sebagai berikut,
Karena flow inlet ke 300-H-1/2/3 berupa gas, maka trip sistemnya tergantung dari flow recycle gas dari Recycle Gas Compressor 300-C-1. Jika flow recycle
gas kurang dari 6300 Nm3/jam, maka heater trip. Jika flow air umpan boiler Steam Generator kurang dari 60 m3/jam, maka
heater trip. Jika tekanan atomizing steam rendah, maka burner Fuel Oil akan trip. Namun, tidak mentripkan dapur karena masih ada burner Fuel Gas.
Jika tekanan pilot gas rendah, heater trip. Di dalam reaktor, terjadi reaksi konversi senyawa paraffin menjadi naphthen
dan senyawa naphthen menjadi aromatic. Kandungan senyawa aromatic ini yang menyebabkan Octane Number dari reformat tinggi. Selain reaksi tersebut, terjadi juga reaksi hydrocracking, demetilasi, dan dealkilasi yang laju reaksinya bergantung pada kondisi keseimbangan katalis (Pt-Cl), dan kondisi operasi yang digunakan. Jika diamati, dari reaktor No.1 sampai No.3, temperatur outlet reaktor semakin tinggi sehingga delta temperatur reaktor semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh ;
Reaksi yang diharapkan banyak terjadi di dalam reaktor Platforming adalah reaksi dehidrogenasi naphthen dan dehidrosiklisasi paraffin yang dapat meningkatkan Octane Number. Kedua reaksi ini bersifat endotermis. Namun, terjadi juga reaksi samping yaitu reaksi hydrocracking yang menkonversi
paraffin menjadi hidrokarbon ringan dan reaksi ini bersifat eksotermis. Pada reaktor 1 dan 2, reaksi dehidrogenasi dan dehidrosiklisasi terjadi sangat dominan dan cepat, sehingga secara keseluruhan kinetika reaksi besifat endotermis. Reaksi endotermis membutuhkan energi untuk bereaksi. Energi tersebut diambil dari panas yang dikandung oleh fluida proses itu sendiri,
sehingga fluida proses mengalami penurunan temperatur. Pada reaktor 3, jumlah paraffin yang dapat terkonversi menjadi naphthen berkurang dan naphthen telah terkonversi semua menjadi aromat. Dengan demikian, reaksi hydrocraking yang bersifat eksotermis mulai menyeimbangi reaksi dehidrogenasi dan dehidrosiklisasi. Kinetika reaksi secara keseluruhan di reaktor 3 ini tergantung dari keadaan katalis dan kondisi operasi, sehingga bisa jadi kinetika total bersifat endotermis atau eksotermis. Karena jumlah reaksi hydrocraking mulai banyak, panas yang dihasilkan oleh reaksi hydrocracking diserap oleh fluida proses sehingga menaikkan temperatur outlet dan menurunkan delta temperatur di reaktor 3. Produk keluaran reaktor 300-V-3 kemudian didinginkan di 300-E-1 sehingga
terbentuk dua fasa, cair dan gas. Produk reaksi dari reaktor Platformer adalah:
1. Gas produk reaksi: H2, C1, C2, C3, C4, Cl (Kaya H2) 2. Liquid produk reaksi: C3, C4, C5+ (Kaya C5+) Pemisahan pertama produk gas dan produk liquid dilakukan di 300-V-4. Sebagian gas masuk ke suction Recycle Gas Compressor 300-C-1 untuk dikirim ke inlet 300-E-1 untuk dicampur dengan feed Heavy Naphtha reaktor dan dikirim ke 310-CCR untuk purging katalis. Sebagian gas dikirim ke 300-V-14 untuk dikurangi kadar HCl-nya dan kemudian dikompresi di 300-C-2 A/B untuk dialirkan ke 300-V-5. Sedangkan produk liquid dialirkan ke suction pompa 300-P-1 A/B dan dicampur dengan aliran discharge kompresor 300-C-2 A/B untuk dialirkan ke 300-V-5. 300-V-5 HP separator memiliki dua fungsi yaitu, 1. Untuk merecovery LPG dari aliran gas sehingga gas hydrogen lebih murni dan jumlah LPG produk meningkat. 2. Memberikan tekanan pada gas yang akan dialirkan sebagai make up gas unit lain. Gas yang keluar dari 300-V-5 adalah Net gas dengan kemurnian hydrogen lebih tinggi yang nantinya akan dikirim ke NHDT, DHDT, CCR dan H2Plant. Produk cair dialirkan ke
kolom Debutanizer 300-V-6 untuk merecovery LPG dari reformat.
Pemisahan dilakukan pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan 300-V-5 agar fraksi LPG dalam reformat lebih mudah menguap. Pada section ini dilakukan pengaturan untuk RVP Reformat dan kandungan C2/C5+ dalam LPG agar sesuai spesifikasi.
3.1.6 Continuous Catalytic Regeneration (CCR)-Unit 310 Continuous Catalytic Regeneration (CCR) merupakan unit yang berfungsi untuk meregenerasi katalis yang digunakan dalam platforming (PL-II) secara kontinu. Hal ini dilakukan karena terjadinya deaktivasi katalis akibat racun dan pembentukan coke. Kapasitas regenerasi katalis dalam unit CCR adalah sebesar 136 kg/jam dengan peralatan utama yaitu Regen Tower , Lock Hopper 1&2, dan Lift Engagers 1&2.
Proses regenerasi katalis ini dimulai dengan pengumpulan katalis dari Platformer Reactor di Catalyst Collector untuk selanjutnya masuk ke Lock Hopper 1. Lift Engagers 1 berfungsi untuk menaikkan katalis ke Regen Tower. Lift gas yang digunakan adalah N2. Di dalan Regent Tower , katalis dibakar dengan O2 sampai dengan 510 oC. Lock Hopper 1 & 2 digunakan untuk mengatur ketinggian katalis di Reactor dan di Regen Tower. Untuk menaikkan katalis hasil regenerasi, digunakan Lift Gas Hydrogen di Lift Engagers 2. Aliran gas bakar, gas
purging dan fungsinya: Sistem pemindahan dan Sistem
regenerasi
Sistem pemindahan 1. Gas yang digunakan dalam sistem pemindahan adalah Recycle gas dari kompresor 300-C-1, nitrogen, dan booster gas dari kompresor 300-C-2 A/B. Gas ini digunakan untuk purging dan mengatur tekanan. 2. Pada pemindahan spent katalis, katalis kolektor dan LH 1 diberikan tekanan oleh recycle gas agar perbedaan tekanan di kedua vessel tersebut sebesar 0,09 kg/cm2. Tujuannya supaya katalis turun dari katalis kolektor ke LH 1 dengan melayang sehingga mengurangi gesekan yang akan mengurangi surface area katalis. Aliran recycle gas yang masuk ke katalis kolektor juga mencegah turunnya katalis dari reaktor selam proses loading LH 1. 3. LH 1 melakukan loading sampai pada level yang ditentukan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Jika dalam waktu yang ditetapkan level tidak tercapai, maka long cycle alarm akan berbunyi dan loading katalis akan terhenti jika waktu long cycle sudah habis. 4. Sebelum melakukan unloading, katalis dalam LH 1 akan dipurge menggunakan gas nitrogen untuk mengusir uap-uap hidrokarbon agar tidak terbawa ke regen tower. Jika ada uap hidrokarbon terbawa ke regen tower, maka akan meningkatkan temperatur di regen tower karena uap hidrokarbon akan ikut terbakar dalam regen zone. Akibatnya, kandungan karbon yang keluar dari regen zone tidak sesuai spesifikasi dan akan
terbawa ke chlorination zone, terbakar, dan menaikkan temperatur regen tower. 5. Katalis kemudian dipindahkan ke sistem regenerasi menggunakan gas nitrogen dengan cara difluidisasikan. 6. Pada pemindahan regenerated katalis, purging dilakukan menggunakan booster gas yang memiliki kemurnian hydrogen tinggi. Sebelum unloading LH 2, katalis di purge dengan menggunakan nitrogen untuk menghilangkan oksigen. Kemudian katalis dipindahkan oleh LE 2 ke reduction zone menggunakan boster gas yang sekaligus akan mereduksi
sisi metal katalis. Sistem regenerasi 1. Gas yang terlibat dalam sistem regenerasi adalah nitrogen dan udara. 2. Nitrogen digunakan untuk, Menjaga beda tekan antara DH dengan regen zone agar katalis tetap bisa mengalir secara gravitasi. Nitrogen yang digunakan adalah aliran dari LE 1 yang membawa katalis ke DH, kemudian diisap oleh blower 310CM-3 untuk sebagian dikembalikan ke LE 1 melewati Dust Collector untuk mengendapkan debu-debu katalis, dan sebagian lagi dikembalikan ke DH untuk menjaga tekanan di dalamnya. Purging SH untuk menghilangkan oksigen yang terikut katalis. Atomizing PDC yang diinjeksikan ke chlorination zone. 3. Udara diinjeksikan untuk melangsungkan reaksi pembakaran, mensuplai kebutuhan oksigen di chlorination zone dan mengeringkan katalis yang sudah diregenerasi. 4. Laju alir udara diatur dengan menggunakan acuan O 2Analyzer (AR-383) di regen zone 1,3%-mol untuk menjaga temperatur regen tower. Kandungan oksigen di regen tower telah terkondisikan sesuai dengan kebutuhan operasi dengan mensirkulasikan gas hasil bakar. Gas hasil bakar dari regen zone diisap oleh blower 310-CM-2 dan dikembalikan ke regen tower setelah sebagaian gas diventing untuk menjaga level oksigen dan tekanan di regen tower. Sebelum dikembalikan, gas didinginkan terlebih dulu
menggunakan udara yang diisap oleh 310-CM-4 dan kemudian dipanaskan oleh 310-H-2 untuk menyesuaikan dengan temperatur masuk ke regen tower. Gas hasil bakar dari chlorination zone diisap oleh blower 310-CM-1 dan dikembalikan ke tower setelah dipanaskan di 310-H-1 dan dicampur dengan uap PDC. Sebagian gas dari chlorination zone dialirkan ke regen zone untuk diventing. 5. Udara dapat diinjeksikan di dua lokasi, yaitu di zona pengeringan dan di aliran suction 310-CM-2. Dua lokasi injeksi ini berkaitan dengan sistem regenerasi katalis yaitu Upper air dan Lower air. Regenerasi dengan menggunakan upper air dilakukan jika umpan dikategorikan sebagai Black Catalyst dengan kandungan karbon sekitar 4%-wt. Jika kandungan karbon pada katalis sudah turun sekitar 2%-wt, maka regenerasi dilakukan dengan menggunakan Lower air. Injeksi udara untuk upper air dilakukan di suction 310-CM-2 dan injeksi udara untuk lower air dilakukan di zona pengeringan. Perbedaan kondisi antara upper air dan lower air terletak pada kandungan oksigen di regen zone. Jika kandungan karbon cukup tinggi, maka perlu dilakukan pembakaran lebih banyak untuk menguranginya. Dengan injeksi di suction 310-CM-2, kandungan oksigen dapat lebih tinggi dan pembakaran bisa ditingkatkan. B. Master control: Level Red zone-DH Kerja LH baik LH 1 maupun LH 2 dilakukan berdasarkan acuan level katalis di reduction zone dan DH. Level di kedua lokasi ini harus balance agar operasi di reaktor dan regenerator berjalan dengan baik. Pada saat LH 1 ready, LH menunggu perintah pengisian katalis ke DH jika level katalis di DH sudah rendah. Begitu pun saat LH 2 ready, LH menunggu perintah pengisian katalis ke reductionzone jika level katalis di reduction zone rendah. Namun, jika level katalis di reduction zone terlalu rendah, maka sistem di LH 1 terhenti untuk menjaga level katalis di reaktor sehingga reaksi di reaktor berlangsung dengan baik. Pada kondisi ini, walaupun level di DH rendah LH 1 tidak akan bekerja untuk memindahkan katalis ke DH.
C. Trip system Unit 310-CCR memiliki sistem yang mengautotrip unit jika terjadi kegagalan. Penyebab-penyebab unit 310-CCR trip antara lain, 3.2
Temperatur gas regenerasi mencapai nilai maksimum. Temperatur gas klorinasi mencapai nilai maksimum. Aliran gas regenerasi terlalu rendah. Aliran gas klorinasi terlalu rendah. Perbedaan tekanan antara DH dan regen tower terlalu rendah. Aliran purge ke SH terlalu rendah. Udara pembakaran yang rendah. Analyzer hydrogen-hydrocarbon.
Proses II : HCC (Hydrocrakcing Complex) Hydrocrakcing Complex merupakan salah satu proyek perluasan Kilang.
Pertamina RU-II Dumai, HCC ini didesain oleh Universal Oil Product (UOP). Unit-unit yang terdapat dalam HCC : 1. Hydrocracking Unibon (HCU)-Unit 211 dan Unit 212 2. Amine and LPG Recovery-Unit 410 3. Hydrogen Plant-Unit701 dan Unit 702 4. Sour Water Stripper-Unit 840 5. Nitrogen Plant-Unit 300 3.2.1 Hydrocracking Unibon (HCU)-Unit 211/212 Unit Hydrocracking Unibon berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang berasal dari DCU menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking dengan bantuan gas Hidrogen (H2) yang berasal dari H2 plant. Produk-produk yang dihasilkan unit ini diantaranya off gas, LPG, Light naphtha, Heavy naphta, Light kerosene (sebagai komponen blending kerosene/avtur), Heavy kerosene (sebagai komponen kerosin/avtur), Automotive Diesel Oil (ADO), dan Bottom fractinator/recycle feed.
Hydrocracking Unibon terdiri dari dua unit yang identik dengan kapasitas pengolahan sebesar 31,5 MBSD per unit. Unit tersebut adalah HCU-Unit 211 dan HCU-Unit 212.Unit ini dioperasikan pada tekanan 170 kg/cm 2 (dengan tekanan rancangan sebesar 176 kg/cm2). Peralatan yang terdapat pada HCU digolongkan menjadi reaktor dan kolom fraksinasi. Untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi, pada unit ini digunakan katalis berjenis DHC 8. Katalis DHC 8 terdiri dari acid site dan metal site.Acid site katalis ini berupa Al2O3.SiO2 sebagai sumber power cracking, sedangkan metal site berupa Ni dan W yang berfungsi untuk mengarahkan reaksi hidrogenasi. Proses pengolahan pada Hydrocracker Unibon diawali dengan reaksi pembentukan ion karbonium dari olefin pada acidic center, dan pembentukan oleffin dari paraffin pada metallic center. Kecepatan reaksi Hydrocracking ini berbanding lurus dengan kenaikan berat molekul umpan paraffin. Dalam proses ini perlu dilakukan pencegahan terbentuknya fraksi C4 dalam isobutana, akibat kecenderungan terbentuknya tersier butyl carbonium yang cukup tinggi. Reaksi Hydrocracking sikloparafinik bertujuan untuk menciptakan produk siklik isobutana dengan menghilangkan gugus metil secara selektif tanpa menimbulkan perubahan pada cincin. Hydrocracking alkil aromatik ini menghasilkan produk berupa senyawa aromatik dan parafin. Reaksi samping dari isomerisasi ini adalah dealkilasi, siklisasi, penghilangan N, S, O2, halida, penjenuhan olefin, dan pengusiran logam. Keseluruhan rangkaian reaksi tersebut bersifat melepaskan panas (eksotermis). Di dalam Hydrocracker Unibon proses pengolahan diklasifikasikan menjadi proses yang berlangsung dalam reaktor dan proses yang berlangsung di bagian fraksinasi.
REAC TO R CHARG E H EATER
FRESH FEED REAC TO RS
R EC YC LE REAC TO R
HP SEPARATO R
RECYCLE CO M PRESSO R
1ST
2N D 3R D STAG E S U C T IO N D R U M S
FLARE
M P FLASH D R U M
A M IN E L P G
H P FLASH D RU M
A M IN E L P G
C -1 V -8
V -9
V -2 7
V -1
V -2
V -1 0
V -2 9
V -2 8
To D e b u t C o lu m n a t F r a c t.S e c tio n
V -3
H -1 E -4
PO W ER R EC YC LE T U R B IN
P -3
E -3
E -1
E -1
C -2
E -2
C -2
C -2
C A T A L Y S T : D H C -8 C o M o & T u n g s te n o n S i li c a A l u m i n a B a s e
F la r e
F ilt e r FRESH V -2 4 F E E D SURG E DR UM
V -2 5
V -2 6
BAC KW ASH DR UM
sw s H VG O & H CG O F ro m B o t t . F r a c t io n a t o r
R EC YC LE FEED SU RG E D RU M
H 2 M ake U p f r o m H y d r o g e n P la n t s F e e d P r o p e r tie s G r a v 3 1 S 0 .3 1 % A r o m a tic s 0 .0 6 % B R , H V G O 6 9 0 - 1 0 8 0 F (3 6 2 -5 7 6 ) H C G O 5 8 5 - 9 3 0 F (3 0 4 -4 9 4 )
H C U N IB O N /U N IT 2 1 1 -2 1 2 R E A C T O R S E C T IO N r s /p e - e n j.b a n g
Gambar 3.1 Diagram Alir Hydrocracking Unibon- Unit Reactor Section
3.2.2
Amine andLPGRecovery-Unit 410 Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang
dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H 2plant serta mencegah terjadinya korosi ditangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-produk LPG degan kadar C3 dan C4 yang diinginkan. Proses ini menggunakan absorbent MEA (Mono Ethanol Amine). Pemilihan larutan ini berdasarkan pada kemampuan aktivitas MEA yang tinggi tehadap H2S serta kelarutan terhadap hdrokarbon yang rendah.
Umpan berasal dari Platforming unit, NHDT, DHDT, dan HCU serta Debutenizer liquid dari CCR-Platforming dengan produk berupa LPG. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 1,7 MBSD dan dibagi menjadi 2 bagian :
Absorben Section(off gas amine absorberand LPG amine absorber), untuk
menghilangkan H2S dari off gas dan LPG. Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk merecovery lean amine dan rich amine. Gas dari umpan unit-unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan cairan
yang terbawa bersama gas. Cairan dialirkan ke Sour Water Stripper (SWS) sistem sedangkan gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1 sebelum masuk bagian atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk pemanasan di E-3 dan didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi V-8. Cairan low pressure dimasukkan ke Debutanizer untuk menghilangkan gas hidrogen. Bottom product Debutanizer sebagian dikembalikan ke Naphtha Splitter. Hasil bawah splitter dedinginkan dan diambil sebagai produk Naphtha berat dari Splitter Drum LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan larutan soda kaustik. LPG yang telah ditreating di deetanizer didinginkan. Produk dasar dialirkan ke sphere tank sistem dengan terlebih dahulu membersihkan panas untuk memanasi umpan di deetanizer feed/bottom exchanger dan selanjutnya di pendingin E-15.
3.2.3 Hydrogen Plant (H2 Plant)-Unit 701/702 Hydrogen Plant adalah unit yang menghasilkan hidrogen dengan menggunakan sistem reforming dan gas yang kaya hidrogen. Unit ini terdiri dari 2 buah train dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diperlukan pada proses Hydrocracking Unit. Umpan yang diolah berasal dari :
H2 rich gas dari Platformer (70-80% H2 dan sedikit methane).
Saturated gases dari recovery (30-50% H2 dan sedikit methane dan ethane).
LPG (propane dan butane). Tahapan yang terjadi di Hydrogen Plant adalah desulfurisasi, steam reforming,
shift convention, absorbsi CO2 dan metanasi (Pertamina, 1984). Kapasitas unit ini sebesar 43.914 Nm3/hr setiap satu train per hari. Produk yang dihasilkan adalah gas hydrogen. a. Desulfurisasi Feed hidrokarbon harus dihilangkan sifatnya untuk melindungi katalis di reformer. Tipe dari desulfurisasi dipengaruhi oleh feed stock dari senyawa sulfur pada feed. Hydrogen sulfida dan komponen sulfur reaktif dapat dihilangkan dengan absorbsi karbon aktif atau absorbsi Zinc Oksida panas. Komponen sulfur yang tidak reaktif pada feed stock dapat dihilangkan dengan hidrogenasi menjadi hidrogen sulfida memakai Zinc Oksida. Katalisator Zinc Oksida sangat baik untuk penghilangan senyawa sulfur pada feed stock. Adapun reaksinya sebagai berikut : ZnO + H2S
ZnS + H2O
Katalis Zinc Oksida digunakan pada suhu sampai 454oC, tatapi paling efektif pada suhu 340oC dan tekanan atmosfer sampai 50 kg/cm2. Sedangkan space velocity antara 200/jam sampai 2000/jam dan kandungan H2S maksimum 50 ppm.
b. Steam Hydrocarbon Reforming Hidrokarbon setelah diproses pada desulfurizer dicampur dengan steam dan selanjutnya diproses pada reformer dengan bantuan katalis nikel dan alumina yang ditempatkan didalam tube reformer. Adapun reaksinya sebagai berikut: CnHm + nH2O CO + H2O
nCO2 + m(n+2)H2 CO2 + H2
CO + 3H2
CH4 + H2O
Burner digunakan untuk memanaskan feed sampai mencapai suhu reaksi. Suhu operasi 850 oC dan tekanan 18 kg/cm2, sedangkan steam/ carbon sebasar 2,5-8 mol. Jika umpannya methane, diperlukan steam carbon ratio yang lebih kecil dibandingkan dengan buthane. Disamping kebutuhan steam untuk kebutuhan proses I Shift Catalyst. Kebutuhan steam harus seimbang agar effluent dari reformer jangan ada yang terbentuk methane. c. Shift Converter Karbon monoksida pada reformer tidak akan terabsorb pada absorbersystem dan karbon monoksida ini harus dikonversi menjadi karbon dioksida pada Shift Converter. Ini merupakan fungsi dari Shift Converter untuk mereaksikan karbon monoksida dengan steam menjadi bentuk tambahan antara hidrogen dengan karbon dioksida. Reaksi pada shift converter adalah: CO + H2O
CO2 + H2 + Heat
Walaupun reaksi ini eksotermis, namun berlangsung pada suhu rendah, konsentrasi steam yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh tekanan. Reaction rateakan terjadi pada suhu yang lebih tinggi, jika suhunya rendah konversinya lebih sempurna tetapi reaction rate lambat.Oleh sebab itu dibutuhkan dua stage konversi, yaitu :
High Temperature Shift Converter (HTSC) dengan suhu operasi 330510oC dan tekanan 50 kg/cm2, tetapi pada tekanan pada 121 kg/cm2masih memungkinkan untuk beroperasi , sedangkan normal wet gas space velocity antara 1000 hingga 5000 per jam.
Low Temperature Shift Converter (LTSC) yang beroperasi pada suhu 193-250oC dan tekanan 51 kg/cm2. Katalis memiliki thermal stability yang tinggi tetapi sangat dipengaruhi oleh senyawa sulfur dan klorida serta normal wet gas space velocity antara 2000-5000 per jam.
d. CO2 Absorbtion Beberapa sistem absorbsi yang digunakan untuk menghilangkan CO 2 dari produksi gas, yaitu :
a.
Mono Ethanol Amine (MEA)
b.
UCAR Amine Guard System (Actived MEA)
c.
Hot Potassium Carbonat seperti Vetrocoke, Catacarb, Benfield process
d.
Sulfinol process Hot Potassium Carbonat dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan MEA dan Sulfinol, oleh sebab itu biayanya lebih murah dibandingkan MEA dan sulfinol.MEA dan Sulfinol solution mengabsorb pada suhu 35
o
C
sedangkan Hot Potassium Carbonate pada suhu 125oC. Untuk memilih proses yang mana yang dipakai, tergantung pada spefikasi produk dan steam balance. Reaksi yang terjadi pada Potassium Carbonate (K2CO3) dan CO2 sebagai berikut : K2CO3 + CO2 + H2O
2KHCO3
Reaksi ini terjadi 2 langkah : 1. Hydrolisis Potassium Carbonate K2CO3 + H2O
KOH + KHCO3
2. Potassium Hydroxide direaksikan dengan CO2 menjadi Potassium Bicarbonate. KOH + CO2
KHCO3
Untuk menaikkan aktivitas dari Potassiun Carbonate digunakan amine borate dimana proses ini disebut Catacarb, sedangkan proses benfield menggunakan Hot Potassium Carbonate dengan actived agent DEA. e. Methanation Sisa-sisa dari karbon oksida yang keluar dari absorber sistem dirubah ke bentuk methane dengan bantuan katalis. Karbon oksida dihidrogenasi menjadi methane tejadi pada reaksi yang mana keduanya secara eksotermis. Adapun reaksinya adalah : CO + 3H2 CO2 + 4H2
CH4 + H2O CH4 + 2H2O
Sisa karbon oksida bisa dikurangi sekitar 5-10 ppm pada proses methanasi. Suhu operasi antara 232-454oC dan tekanan hingga 60 kg/cm2, namun bisa
beroperasi hingga 250 kg/cm2. Katalis harus dilindungi dari sulfur, chlorine, dan arsenic.Space velocity 5000-12000 volume gas pada STP per jam, per volume katalis. 3.2.4 Sour Water Stripper (SWS)-Unit 840 Unit Sour Water Stripper berfungsi untuk mereuse air dari refinery sour water dengan menurunkan kadar kontaminan berupa H2S dan NH3 yang terkandung di dalamnya. Sejumlah 97 % volume H2S dan 90 volum NH3 dari umpan dengan kapasitas pengolahan 10.3 MBSD dapat dihilangkan dalam unit ini. Umpan unit Sour Water Stripper berasal dari Hydrocracker Unibon, Delayed Coking Unit, Distillate Hydrotreating Unit, Naphtha Hydrotreating Unit, dan Vacuum Distillation Unit. Sebelum masuk ke SWS, umpan unit ini dipanaskan terlebih dahulu dengan low pressure steam (LPS). Dalam unit SWS terjadi proses pemanasan dalam kolom pada tekanan 0,6 kg/cm2 sampai mencapai temperatur 120 oC. Di tahap selanjutnya, sebelum dibuang ke alam bebas (laut), air diproses terlebih dahulu di biotreatment. 3.2.5 Nitrogen Plant-Unit 300 Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada proses start up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media blanketting tangki-tangki. Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar 12.000 Nm3/hari. Prinsip operasinya adalah pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara berdasarkan titik embunnya. Pemisahan ini berlangsung pada temperatur operasi -180 oC. Proses ini menggunakan molecular sieve absorber untuk menyerap uap air dalam udara. Udara bebas bersama udara recycle dihisap dengan screw compressor C-81A/B yang masing-masing terdiri dari dua stage. Udara yang telah dimanfaatkan kompresor stage satu didinginkan di intercooler kemudian di stage kedua dimanfaatkan hingga tekanannya mencapai 6 kg/cm2, selanjutnya udara dialirkan ke cooler. System Fresh Refrigerant di E-94 dengan media pendingin air garam menurunkan suhu udara. Embun yang dihasilkan dipisahkan dalam pemisah V-84.
Sebelum diumpankan ke kolom udara, udara didinginkan pada pendingin udara E-58. Di dalam pendingin ini udara proses dibagi 2: pertama; udara tekanan tinggi keluar dari E-85 dialirkan menuju engine turbine untuk diambil tenaga kinetiknya. Kedua; keluar dari E-85 pada titik cairnya temperatur mencapai 160 oC dan diumpankan ke kolom rektifikasi (V-83) dari bagian bawah kolom. Nitrogen yang mempunyai titik didih lebih rendah dari oksigen akan menguap, dan mengalir kebagian atas kolom dan oksigen akan mengumpul didasar kolom sebagai cairan. Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke HE (E-86) untuk didinginkan. Cairan dingin ini kemudian mengalir masuk ke E-95 untuk diembunkan. Nitrogen cair dikembalikan ke kolom sebagai refluks, sebagian lagi diambil sebagai produk yang dialirkan ke tangki penyimpanan nitrogen cair keluar pengembun E-95 (tangki V18A/B). Sebelum dikirim ke unit yang memerlukan, N2 cair diuapkan terlebih dahulu dalam penukar panas. 3.3
Proses III : HOC (Heavy Oil Complex) Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah : a. High Vacuum Distillation Unit (HVU) b. Delayed Coking Unit (DCU) c. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) d. Coke Calciner Unit (CCU) e. Waste Heat Boiler (WHB)
3.3.1 High Vacuum Distillation Unit (HVU) Unit ini berfungsi memisahkan umpan LSWR dari CDU berdasarkan perbedaan titik didih. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 106 MBSDatau 702 m3/jam. Prinsip operasi unit HVU adalah distilasi pada kedaan vakum, karena penurunan tekanan menyebabkan penurunan titik didih hingga proses pemisahan dapat dilakukan tanpa terjadi thermal cracking. Kondisi vakum diperoleh dengan menarik produk gas dibagian atas kolom menggunakan tiga buah steam jet ejector. Proses pemisahan
berlangsung pada kondisi operasi dengan tekanan 18-22 mmHg dan temperature operasi 410oC. Umpan dari CDU ditampung di feed surge drum (V-3), lalu diolah di V-5A untuk penghilangan garam (desalting). Sebelum masuk ke vacuum tower (V-1), umpan dipanaskan di H-1 A/B/CN. Produk atas didinginkan dan dipisahkan dari air dan gas di V-2. Produk samping berupa HVGO & LVGO, sedangkan produk bawah berupa LSWR dari CDU ditampung sementara di V-3 lalu diolah stage desalter di V5A dan V-5B untuk dikurangi kadar garamnya. Setelah itu, umpan dibagi menjadi dua aliran yang masing-masing dipanaskan di H-1A/B/CN sebelum masuk kekolom distilasi vakum V-1. Kondisi vakum di V-1 dibuat dengan MP steam ejector agar tekanan atas kolom sebesar 20 mmHg. Setelah didinginkan, produk atas kolom ditampung di V-2 untuk dipisahkan dari air, minyak, dan gas (fuel gas). Aliran produk samping adalah LVGO dan HVGO. Panas dari HVGO dimanfaatkan untuk panas MP steam (E-5 & E-6). Produk bawah berupa short residu dan diumpankan ke Delayed Coking Unit. Short residu sebagi umpan untuk DCU. Produk yang dihasilkan unit ini, seperti :
Light Vacum Gas Oil (LVGO), digunakan sebagai komposisi blendingsolar.
Heavy Vacum Gas Oil (HVGO), digunakan sebagai umpan hydrocracker unibon (HC Unibon).
Short residu, digunakan sebagai umpan Delayed Coking Unit (DCU).
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Heavy Vacuum Unit di RU II Dumai 3.3.2 Delayed Coking Unit (DCU) Delayed Coking Unit ini berfungsi untuk mengolah short residu dari Vacuum Distillation Unit (HVU) menjadi coke (kokas), fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dan gas. Unit ini memiliki kapasitas produksi sebesar 35,4 MBSD atau 233 m3/jam. Prinsip reaksi adalah thermal cracking, yaitu perengkahan hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon
rantai
pendek
pada
temperature
tinggi
(480-530oC).Tingginya
temperature menyebabkan terjadinya polimerisasi. Proses pembentukan green coke dari polimer : 1.
Proses coking, feed HC masuk ke chamber selama 24 jam
2.
Steaming out untuk membuang fraksi ringan yang tersisa selama 1 jam
3.
Steaming out to blowdown system selama 2 jam.
4.
Water quenching, selama 5 jam dengan menggunakan campuran air dan steam ( ± 22 m3/jam air ditambah ± 8 ton/jamsteam).
5.
Water filling, pendinginan dengan air pada temperatur dibawah 100oC, selama 2 jam.
6.
Pengeluaran coke dari chamber dengan menggunakan air
7.
Warming up, setelah selesai dilakukan pembongkaran coke ( ± 5 jam sebelum switch).
Pada unit DCU ini, short residu yang panas ditampung sementara di V-5 untuk kemudian diumpankan ke V-2 (fraksinator). BottomV-2 dipanaskan ke 140-H-1 dan terjadi reaksi thermal cracking di 140-V-1. Thermal cracking mengakibatkan perengkahan hidrokarbon rantai panjang menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Fraksi-fraksi didinginkan di E-8, produk atas V-2 ditampung di V-6 untuk dipisahkan dari air. Dalam fraksinator tersebut, dihasilkan produk atas berupa gas, LPG, cracked naphtha. Dari aliran samping, setelah melalui stripper V-3 & V- 4 diperoleh LCGO & HCGO. Dari V-6 campuran cairan dan gas dengan bantuan kompressor dialirkan ke HP seperator V-16 untuk memisahkan cairan hidrokarbon dari fasa gas. Fasa gas dari V16 digunakan sebagai absorber LCGO di V-17. Fasa cair dari V-16 dimasukkan ke kolom debutanizer V-18 sehingga diperoleh produk bawah berupa cracked naphtha dan produk atas berupa gas-gas fraksi ringan (C 1 – C6) yang selanjutnya dipisahkan di LPG splitter V-20 menghasilkan unsaturated LPG. Produk terakhir V-1 adalah coke yang dikeluarkan 2 kali dalam 1 hari ( DCU beroperasi 2 train AB/CD).Produk yang dihasilkan berupa : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Gas sebagai fuel gas LPG Naphtha sebagai umpan NHDT Light Coker Gas Oil (LCGO) sebagai umpan DHDT Heavy Coker Gas Oil (HCGO) sebagai umpan HC Unibon Green Coke.
FRACTIONATOR
LIGHT & HEAVY COMP. SURGE DRUM FRACT. OH GAS COMP. INTERSTAGE COKER OIL RECEIVER STRIPPERS FRACT. OH RECEIVER
V15
GAS TO FLARE GAS TO FLARE, FUEL GAS SYSTEM
V23
V6
FEED SURGE DRUM
DEBUT. OH RECEIVER
V19
2nd
1st
V21
C1
LPG SPLITTER OH RECEIVER
SWS SWS V3 V5
COLD COND. EX T-3
HP SEPARATOR SWS
V4
V2
GAS TO FUEL GAS SYSTEM
V16
ABSORBER DEBUTHANIZER
V17
LPG SPLITTER
V18
E24 E19
CRACK SLOP EX T-4
CHARGE FEED FROM HVU
V20
HCGO QUENCH
UNSATURATED LPG
LCGO CIRCULATION
NAPHTHA TO TANK, NHDT
V1 ABCD H1 ABCD
BLOWDOWN CONDENSOR
LCGO TO TANK, DHDT
V7 V13 SWS
HEATER
HCGO TO TANK, HCU 211/212 BOC SEPARATOR V14
GAS TO FLARE V12 BOC KO DRUM CRACK SLOP TO TANK
COKING CHAMBERS
DELAYED COKING UNIT UNIT 140 rs/pe-enj.bang
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Delayed Cooking Unit di RU II Dumai 3.3.3 Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) Unit ini berfungsi mengolah light coker gas oil (LCGO) dari delayed coker unit (DCU) dan CN (coker naphtha) dari DCU dan Tangki dengan cara menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil dan membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen bertekanan. Reaksi yang terjadi dalam reaktor dalah penjenuhan olefin, penghilangan sulfur, penghilangan nitrogen, penghilangan
oksigen, penghilangan logam, dan penghilangan halida. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper dan splitter. Unit ini berkapasitas produksi sebesar 84,6 m3/jam. LCGO dari coking unit ditampung sementara di V-1 lalu dipanaskan di H-1. Sebelum dipanaskan, umpan terlebih dahulu dicampur dengan gas H 2 dari kompressor C-1AB. Setelah pemanasan, pereaksian dilakukan di V-2 & V-3. Setelah didinginkan di E-1 ABCD, keluaran V-3 diinjeksikan dengan air untuk mengambil NH3 dan H2S yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan kondensasi di E-2 dan kondensat ditampung di HP separator (V-4). Fraksi atas V-4 diumpankan ke V-5 dan masuk ke aliran recycle. Fraksi bawah V-5 diumpankan kekolom stripper V-8 untuk memisahkan naphtha dan komponen LPG. Produk bawah V-8 diumpankan ke kolom splitter V-10 menghasilkan light kerosene dan heavy kerosene. Produk yang dihasilkan berupa : 1. 2. 3. 4.
Gas sebagai fuel gas Naphtha sebagai umpan HC Unibon Light Kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel Heavy kerosene sebagai campuran kerosin dan diesel.
3.3.4 Coke Calciner Unit (CCU) Coke Calciner digunakan untuk mengolah green coke menjadi calcined coke. Pada saat ini, coke calciner unit Pertamina RU-II Dumai tidak lagi beroperasi. Proses pengolahannya adalah pembakaran pada suhu 1250oC untuk menghilangkan material karbon yang mudah menguap dan kandungan air. Unit ini menghasilkan calcined cokesebesar 1.344 ton perhari. Green coke dari DCU dipanaskan pada temperatur 1250 oC menggunakan calciner rotary kiln untuk menghilangkan semua zat volatil dan air. Rotary kiln dengan kemiringan tertentu digunakan untuk mendinginkan coke panas. Spray water dikontakkan langsung dengan coke panas. Panas gas hasil pembakaran coke di insenerator dilewatkan di Waste Heat Boiler (WHB)untuk menghasilkan steam.
WHB (waste heat boiler) saat ini tetap dioperasikan dengan modifikasi penambahan burner dan WHB beroperasi seperti boiler (unit pembangkin steam).
BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 4.1
Utilitas Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, utilitas merupakan suatu
bagian yang penting guna menunjang operasi karena sebagian besar jalannya operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini. Utilitas yang terdapat pada PT. PERTAMINA RUII Dumai adalah: 1. Plant Water, yang berfungsi sebagai : a.
Air Pendingin Pompa
b.
Air umpan Boiler
c.
Air minum
d.
Water Hydrant
e.
Air bersih untuk perumahan
2. Steam, yang berfungsi sebagai : a.
Penggerak Turbin
b.
Pemanas
c.
Atomizing steam (steam pembakaran)
3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai : a.
Instrumen Air, untuk menjalankan instrumen pengontrol
b.
Plant Air, untuk pembersihan alat-alat
4. Sea Water, yang berfungsi sebagai : a.
Air Pendingin pada cooler dan condensor
b.
Pendingin mesin-mesin di power plant
c.
Fire safety
Unit-unit proses yang merupakan bagian dari Unit Utilitas adalah :
4.1.1Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant) Sumber
air
tawar
diperoleh
dari
sungai
Rokan.
Pengolahan
air
inibertujuanuntukmemperoleh air yang memenuhisyaratsebagai air minum, air pendingin, dan air umpan boiler (Boiler Feed Water/BFW). Untuk memperoleh BFW harus dilakukan demineralisasi. Air sungai Rokan diolah untuk menghilangkan kekeruhan, COD, padatan terlarut, danwarna. Penambahan larutan NaOH dilakukan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh pH air yang rendah. Penambahan desinfektan seperti Cl2 dan Ca(OCl)2 dilakukan untuk mensterilkan air minum. Air sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment Plant) Bukit Datuk yang berjarak 45 Km, kemudian ditampung dalam raw water pond. Di dalam raw water pond terjadi pengendapan lumpur, pasir, dan partikulat. Kemudian air ini dipompa menuju clearator dan diinjeksikan Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O), Soda Kaustik (NaOH) dan Coagulant Aid. Di dalam clearator ini, air dan bahan kimia diaduk dengan rapid mixer hingga terjadi koagulasi antara bahan kimia dengan kotoran kemudian terbentuk flok. Reraksi yang terjadi adalah: Al2(SO4)3.18H2O + 3Na2CO33 Al2(SO4)3.18H2O + Ca(HCO3)2
Na2 SO4 + 2Al(OH)3 + 18H2O 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 18H2O
Flok-flok yang terbentuk diendapkan dan dibuang secara periodik. Air jernih yang mengalami over flow ditampung dalam intermediate pond. Intermediate pond hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Air jernih lalu dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok dari clearator. Air jernih dari sand filter secara gravitasi dialirkan menuju treated water pond. Dari treated water pond air didistribusikan dengan pompa melalui sistem manifold. Manifold untuk kilang diinjeksikan corrosion inhibitor, sedangkan air untuk perumahan dan dok diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk desinfektan. Refinery water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant dan dikirim kesand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank. Dari tangki tersebut sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju : 1. Portable WaterTank
2. Plant Water Calciner 3. Demineralizer 4. Make Up Cooling Water 5. Plant Water and House Station 4.1.2 Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant) Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karenadalam air masih terdapatzat-zat yang biasmembentukkerakpadatube boiler danzat-zat yang korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan oleh garam-garam silikat dan karbonat. Kerak ini menyebabkan over heating karena menghambat transfer panas. Korosi pada pipa disebabkan adanya gas-gas korosif seperti : O2, CO2, pH air yang rendah, oleh karena itu gas-gas harus dihilangkan dan pH air dijaga tetap netral di dalam BFW. Garamgaram mineral yang larut dalam air bisa mengakibatkan buih sehingga perlu dihilangkan dengan demineralizer yang terdiri dari kation dan anion. Outlet demineralizer ditampung dalam tangki lalu dipompakan ke deaerator guna mengurangi kandungan O2 terlarut. Air yang keluar deaerator diinjeksikan hydrazine untuk menghilangkan O2 sisa kemudian didistribusikan ke boiler dengan pompa. Steam yang dihasilkan terbagi menjadi tiga jenis : 1. High Pressure Steam (HPS), P = 41 Kg/cm2 2. Middle Pressure Steam (MPS), P = 11 Kg/cm2 3. Low Pressure Steam (LPS), P = 3,5 Kg2 4.1.3 Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit) Unit ini berfungsi untuk menampung air yang akan digunakan sebagai air pendingin pompa dan kompressor. Air yang digunakanadalah air tawardari WTP Bukit Datuk. Cooling tower di new plant berpusat di Utilities Circulation.Air daritangkididistribusikankecooling
tower
sebagaimake-up.Untukmempertahankan
level cooling tower makadiperlukanmake-up karena air yang kembali(return cooling tower) sangat sedikit. Untuk membuang sludge dan lumpur dilakukan dengan blow down. Untuk menghindar ipertumbuhan jasad renik (algae dan lumut), diinjeksikan
chlorine kedalam cooling tower sebanyak 10 Kg selama 6 jam dalamsatuhari. Di samping itu, diinjeksikan juga corrosion inhibitor berupadulcam 704 (untuk satu shift diberikan sebanyak 37.5 Liter) yang berfungsi untuk membentuk lapisan pada pipa sehingga tidak terjadi kontak langsung antara air dengan material pipa yang bias mengakibatkan perkaratan. 4.1.4 Unit Penyedia Udara Bertekanan Fungsi dari udara bertekanan yang dihasilkan oleh unit ini adalah : 1. InstrumentAir Udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor masuk ke dalam receiver. Udara biasa masuk melalui filter dihisap oleh kompresor dan ditekan keluar melalui pendingin dan cyclone untuk memisahkan air, setelah itu masuk ke receiver. Tekanan udara dijaga dengan pressure recorder controller (PRC) sebesar 6.5 Kg/cm2. 2. Plant Air Digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa. Di dalam unit kompresor juga terdapat cooling tower untuk mengatur air pendingin yang mendinginkan pompa dan kompresor. Untuk menjaga agar suhu air tetap rendah digunakan fan. Untuk mencegah korosi, diinjeksikan polycrin I dan polycrin AI (merupakan corrosion inhibitor). 4.1.5 Unit Penyediaan Fuel Sistem penyediaan fuel oil di new plant berpusat di utilitas. Fuel oil dari tangki penampungan sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju : 1. Boiler Utilitas 2. Vacuum Unit 3. Platforming Unit 4. Naphtha Hydrotreating Unit 5. Distillate Hydrotreating Unit 6. Hydrocracking Unibon
4.1.6 Unit Penyediaan Power (Power Plant) Merupakan unit yang penting dalam operasi kilang. Unit ini berfungsi sebagai penyedia tenaga listrik untuk kebutuhan kilang maupun perumahan karyawan. Unit ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Power Generation 2. Power Distribution 3. Bengkel Listrik Pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik perumahan, kantor dan pabrik adalah :
Kilang lama (existing plant), mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan empat buah engine kapasitas masing-masing 3.5 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terdapat dua buah dengan kapasitas masing-masing 17,5 MW.
Kilang baru (new plant), terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terdiri dari lima steam generator dengan kapasitas masing-masing 14 MW dengan tegangan 11 kV, dengan supply steam dari boiler.
Untuk menggerakkan turbin generator digunakan steam yang dihasilkan oleh boiler, sedangkan untuk operasi pembangkit listrik di dua kilang tersebut diintegrasikan dengan trafo integrasi. Untuk keperluan perumahan, PLTG dengan tegangan 10,5 kV dinaikkan menjadi 11 kV dan dinaikkan lagi menjadi 27 kV. 4.2
Pengolahan Limbah Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, sama halnya dengan utilitas,
pengolahan limbah merupakan suatu bagian yang penting guna menjaga pencemaran terhadap lingkungan karena sebagian besar limbah cair dibuang ke laut. Tahap
pengolahan limbah pada PT. PERTAMINA RU-II Dumai adalah: Unit Separator, Unit Biotreatment, Unit Sedimentasi. 4.2.1 Unit Separator Hasil limbah buangan cair dari berbagai unit ditampung pada unit separator. Unit ini berfungsi untuk memisahkan minyak dan air yang ada pada limbah karena minyak yang ada pada limbah jika tidak dipisahkan maka akan mengakibatkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada ekosistem laut. Pada alat ini limbah dari berbagai unit tadi ditampung kemudian dipisahkan antara lapisan minyak dan air. Lapisan air berada di bawah sedangkan minyak berada di atas kemudian lapisan air dialirkan ke Biotreatment sedangkan lapisan minyak dialirkan ke tempat penampungan minyak limbah yang kemudian bisa diolah lagi. 4.2.2 Unit Biotreatment Pada unit ini limbah cair dari separator ditambahkan dengan mikroba atau desinfektan supaya zat-zat yang berbahaya bisa dihilangkan oleh mikroba tersebut. Kemudian limbah cair tadi dialirkan ke bak sedimentasi agar dapat kandungan limbah cair tersebut memiliki minyak yang dibawah batas yang telah ditetapkan. 4.2.3 Unit Sedimentasi Pada unit ini limbah cair dari biotreatment tadi dibiarkan mengendap. Kandungan minyak mengendap di permukaan sedangkan air di bawah. Kemudian minyak yang menggumpal di permukaan dipompakan ke tempat penampungan limbah cair minyak supaya dapat diolah kembali. Sedangkan limbah cair tadi diambil sampel untuk diuji kandungan zat berbahaya kemudian baru dibuang ke laut.
Tabel 4.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi Kadar Maks. Beban Pencemaran No. Parameter (mg/L) Maks. (gr/m3) 1 BOD5 80 80 2 COD 160 160
3 4 5 6 7 8 9
Minyak dan lemak Sulfida terlarut Ammonia terlarut Phenol total Temperatur
20 0,5 8 0,8 45oC
PH 6,0-9,0 3 Debit limbah 1000 m /m3 bahan baku maks. minyak (Sumber:Kep.Men.Neg.LH no.42/menLH/X/1996)
20 0,5 8 0,8 45oC 6,0-9,0 1000 m /m3 bahan baku minyak 3
BAB V SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN 5.1
Visi dan Misi Pertamina
5.1.1 Visi Pertamina : “Menjadi perusahaan minyak nacional kelas dunia” 5.1.2 Misi Pertamina : Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat. 5.1.3 Visi Pertamina RU II Dumai “Menjadi kilang minyak dan petrokimia yang kompetitif di Asia Tenggara” 5.1.4 Misi Pertamina RU II Dumai: ”Melakukan usaha di bidang pengolahan minyak bumi dan petrokimia yang dikelola secara profesional dan kompetitif berdasarkan tata nilai 6 C (Clean, competitive, confident, costumer focus, commercial & capable) untuk memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan lingkungan. ” 5.2
Struktur Organisasi Pertamina Refinery Unit II Dumai PT.Pertamina (persero) RU II Dumai dipimpin oleh seorang General Manager
yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur PT Pertamina (Persero) Pusat di Jakarta. Diagram struktur organisasi PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II Dumai diperlihatkan pada Gambar 5.1 berikut ini:
General Manager sendiri membawahi kepala-kepala bidang atau manager yang membawahi bidang-bidang tertentu, antara lain: 1. Refinery Planning & Optimization Secara
umum,
peran
Refinery
Planning
&
Optimizationadalah
merencanakan pengolahan kilang dengan melakukan optimasi antara konsumsi crude oil dan gross margin yang positif. Tugas-tugas yang dimiliki oleh bidang ini adalah: a. Merencanakan pola operasi kilang untuk memperoleh batasan keuntungan yang optimal. b. Menyalurkan hasil produksi serta mengatur penerimaan crude dan intermediet. c. Menyediakan data dan informasi untuk proses pengolahan dan produksi. d. Mengatur pengolahan di unit-unit operasi. Refinery Planning & Optimization ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Refinery Planning,Supply Chain,dan Budget & Performance. a. Bagian Refinery Planning bertugas menyusun Rencana Kerja (RK) tahunan, STS (Short Term Schedule), rencana harian, GMH (Gross Margin Harian), dan kemudian membandingkan hasil real yang diperoleh di lapangan dengan RK dan STS yang telah disusun sebelumnya. b. Bagian Supply Chain, bertugas mengatur perencanaan pembuatan produk akhir melalui blending serta pengiriman produk ke konsumen, baik melalui pengapalan ataupun menggunakan sarana lainnya. c. Bagian Budget & Performance, bertugas mengatur budget dan performa kilang. 2. Engineering & Development Bidang Engineering & Development memiliki tugas-tugas sebagai berikut: a. Memberikan rekomendasi kepada bagian kilang mengenai kondisi operasi optimum dalam hal unjuk kerja peralatan, keekonomisan, dan keamanan. b. Mengevaluasi kondisi operasi, bahkan bila diperlukan memberikan rekomendasi untuk memodifikasi peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan.
c. Mengevaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi operasi sebelum dan sesudah Turn Around (TA). d. Memberikan saran mengenai maintenance system instrumentasi. e. Melaksanakan studi/modifikasi pada peralatan atau pada proses terkait. Bagian-bagian yang dibawahi oleh Engineering & Development adalah: a. Process Engineering Bagian ini dibagi ke dalam empat seksi, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Seksi Primary Seksi Secondary Seksi Process Control Seksi Safety dan Environmental Seksi Expert
b. Facility Engineering Bagian ini bertanggung jawab terhadap kehandalan peralatan kilang melalui sudut pandang enginering mengenai hal-hal nonproses, contohnya rotating equipment dan nonrotating equipment yang meliputi masalah pada peralatan operasi dan analisis rencana pengembangan suatu alat operasi. c. Project Engineering Bagian ini bertanggung jawab terhadap pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi peralatan produksi, pembuatan paket kontrak, dan pengawasan proyek-proyek. d. Energy Conservation &Loss Control Bagian ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian energi konservasi dan bagian loss control. Bagian energi konservasi dan loss control bertugas melakukan optimasi terhadap konsumsi energi di Pertamina RU II Dumai dan mengusahakan penggunaan bahan baku dan produk intermediet semaksimal mungkin sebelum sisanya dibuang menjadi limbah. 3. ProductionDumai
Secara umum, bidang ini berperan sebagai penanggung jawab kegiatan pengolahan minyak dari bahan baku hingga menjadi produknyauntukkilang di Dumai. Bidang ini membawahi beberapa bidang, yaitu: a. Hydroskimming Complex (HSC) Bagian HSC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut: 1) Crude Distillation Unit (CDU) 2) Platforming I (Existing) 3) Naphtha RerunUnit (NRU) 4) Platforming II/ CCR (PL II-CCR) 5) Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) b. Hydrocracking Complex (HCC) Bagian HCC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut : 1) Hydrocracking Unibon 2) Hydrogen Plant 3) Amine LPG Recovery 4) Nitrogen Plant 5) Sour Water Stripper (SWS) 6) Fuel Gas System c. Heavy Oil Complex (HOC) Bagian HOC bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut: 1) Heavy Vacuum Unit (HVU) 2) Delayed Coking Unit (DCU) 3) Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) 4) Waste Heat Boiler (WHB) d. Utilities
Bagian Utilities bertanggung jawab terhadap unit-unit penunjang operasi kilang yang meliputi : 1) Pembangkit uap 2) Pembangkit listrik 3) Fasilitas penyediaan air tawar 4) Fasilitas penyediaan udara untuk memenuhi keperluan instrumentasi. e. Oil Movement Bidang ini berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan penampungan produk dan pengapalan (distribusi). Dalam pelaksanaannya bidang ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu: 1) Tank Farm (TF) 2) Put Loading f. Laboratory Laboratorium merupakan tempat dilakukannnya analisis yang mencakup sifat fisik dan kimia suatu komponen seperti densitas, viskositas, flash point, komposisi, titik didih, impuritis, pH, dan lain-lain. Laboratorium dibagi ke dalam tiga seksi,yaitu : 1) Crude Environment dan Maintenance 2) Cair dan Coke 3) Analitika dan Gas 4. Production Sungai Pakning Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja operasi kilang RU II Sungai Pakning yang dipimpin oleh seorang Manajer Produksi BBM Sungai Pakning. 5. Health, Safety & Environment Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Environmental b. Fire&Insurance c. Safety
d. OccupationalHealth 6. Maintenance Execution Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Maintenance Area 1 b. Maintenance Area 2 c. Maintenance Area 3 d. General Maintenance e. Workshop 7. Maintenance Planning & Support Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Planning & Scheduling b. Stationary Engineer c. T/A Coordinator d. Electrical & Instrumental Engineer e. Rotating Equipment Engineer 8. Area Pangkalan Brandan 9. Procurement Bagian ini berperan sebagai penanggung jawab terhadap kegiatan penyediaan, pengadaan material, serta suku cadang yang diperlukan bagi operasi perusahaan.Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Inventory Control b. Purchasing c. Service &Warehousing d. Contract Office 10. Reliability Bagian ini bertanggung jawab atas kondisi peralatan mekanik unit-unit proses pada waktu operasi maupun perbaikan, melakukan pemeriksaan kondisi peralatan produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan, serta
pemeriksaan kualitas material suku cadang. Bidang ini membawahi bagianbagian: a. Equipment Reliability b. Plant Reliability 11. General Affairs Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Legal b. Public Relation c. Security 12. Coordinator OPI Bidang ini membawahi bagian-bagian: a. Workstream Efinery HSE b. Port Integration Network 5.3
Peraturan Kerja Untuk memfasilitasi pengaturan pembagian kerja, maka Pertamina RU II
Dumai membuat suatu peraturan kerja yang meliputi jam kerja, keamanan dan keselamatan kerja serta kesejahteraan dan jaminan sosial. Peraturan ini telah mendapat persetujuan dari Departemen Tenaga Kerja. 1. Jam Kerja Pada dasarnya jumlah jam kerja karyawan PT Pertamina RU II Dumai adalah 8 jam kerja per hari atau empat puluh jam kerja per minggu dengan 5 hari efektif kerja per minggu. Untuk memenuhi aturan jam kerja dalam menangani segala aktivitas kilang, Pertamina RU II Dumai membagi karyawannya menjadi dua golongan, yaitu karyawan shift dan nonshift (harian). Karyawan non shift bekerja 8 jam perhari mulai hari Senin sampai dengan hari Kamis dengan waktu kerja dimulai pukul 07.00 wib sampai 15.30 wib, diselingi waktu istirahat selama satu jam pada pukul 12.00 wib sampai 13.00 wib. Khusus untuk hari Jumat, waktu kerja dimulai pukul 07.00 wib sampai 16.00 wib, diselingi waktu istirahat selama
dua jam pada pukul 11.30 wib sampai 13.30 wib. Sedangkan karyawan shift bekerja dengan pembagian shift sebagai berikut : a. Shift I : 24.00 – 08.00 wib b. Shift II : 08.00 – 16.00 wib c. Shift III : 16.00 – 24.00 wib 2. Keamanan dan Keselamatan Kerja Kilang minyak PT Pertamina RU II Dumai mempunyai resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, Pertamina RU II Dumai menempatkan keamanan dan keselamatan kerja di peringkat pertama (safety first). Berikut halhal yangberhubungan dengan keamanan dan keselamatan kerja di Pertamina RU II Dumai: a. Perusahaan bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja karyawan, terutama pada jam-jam kerja. b. Perusahaan memberikan dan menyediakan perlengkapan/pelindung kerja sesuai dengan kebutuhan. c. Perusahaan
mengikutsertakan
seluruh
karyawan
dalam
program
JAMSOSTEK. d. Perusahaan memasang rambu-rambu tanda bahaya dan petunjuk-petunjuk praktis untuk mencegah kecelakaan kerja. 3. Kesejahteraan dan Jaminan Sosial Kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan kepada semua pegawai tetap. Kesejahteraan dan jaminan sosial ini meliputi : a. Perawatan Kesehatan Perawatan kesehatan para karyawan tetap PT Pertamina ditanggung oleh perusahaan, melalui dana khusus untuk pengobatan setiap karyawan. b. Pakaian Dinas Pakaian dinas diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan tetap. c. Koperasi
Koperasi didirikan sebagai sarana penunjang ke arah peningkatan kesejahteraan karyawan. Dalam hal koperasi ini perusahaan ikut mendorong dan membantu tumbuh dan berkembangnya koperasi karyawan di perusahaan. d. Pendidikan Dalam hal pendidikan, perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan rutin bagi para operator. e. Fasilitas Perusahaan Rumah ibadah (mesjid dan gereja) dan kantin. f. Pembinaan Sumber Daya Manusia Beberapa hal yang dapat diperoleh karyawan dalam rangka pembinaan sumber daya manusia diantaranya pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dari perusahaan. Kegiatannya meliputi: 1. Pendidikan dan pelatihan secara in-house : berada di lingkungan Pertamina 2. Mengirim karyawan untuk belajar di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri.
BAB VI TUGAS KHUSUS 6.1 Latar Belakang Reboiler adalah heat exchanger atau alat perpindahan panas yang biasa digunakan pada kolom destilasi. Reboiler digunakan untuk menguapkan cairan yang masuk sehingga uap yang dihasilkan masuk kembali dan naik ke kolom, dan cairan sisanya akan tertinggal dibagian bawah kolom sebagai residu. Pemakaian alat perpindahan panas secara kontinyu selama berlangsungnya proses produksi pada pabrik dapat mengakibatkan kemampuan kerja dari alat perpindahan panas menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya kerak atau kotoran yang terbentuk dari fluida yang digunakan, sehingga menghambat jalannya proses perpindahan panas. Menurunnya kinerja alat di pabrik dapat diatasi dengan penggantian peralatan dan cleaning (pembersihan) perlatan atau kegiatan ini disebut dengan turn around. Turn around (TA) adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana dengan menghentikan seluruh atau sebagian proses di pabrik untuk melaksanakan tindakan pemeriksaan,
perawatan,
pemeliharaan,
modifikasi,
penggantian
peralatan,
pembersihan peralatan, penggantian katalis, dan lain sebagainya. Setelah dilakukan turn around di pabrik, perlu dilakukan evaluasi dengan membandingkan kinerja alat sebelum dan sesudah turn around. Hasil evaluasi akan memberikan gambaran mengenai dampak turn around terhadap kinerja alat di pabrik. 6.2 Rumusan Masalah Evaluasi yang akan dilakukan adalah membandingkan kinerja reboiler E-2 pada kolom Sour Water Stripper 840-V2 di PT. Pertamina RU II sebelum dan sesudah turn around dengan menggunakan data aktual kondisi operasi. Parameter yang digunakan adalah nilai Fouling Factor.
6.3 Tujuan Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui kinerja reboiler E-2 sebelum dan sesudah turn around. 6.4 Tinjauan Pustaka 6.4.1 Perpindahan Panas Penukar panas atau heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Penukar panas dirancang agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antar fluida dengan dinding yang memisahkannya maupun antar fluida dengan fluida lainnya. Ada tiga cara proses perpindahan panas, yaitu dengan konduksi, konveksi dan radiasi. a. Perpindahan panas secara konduksi, adalah proses perpindahan panas tanpa disertai perpindahan partikel bahan. b. Perpindahan panas secara konveksi, adalah proses perpindahan panas akibat adanya gerakan partikel-partikel fluida yang melewati suatu permukaan. c. Perpindahan panas secara radiasi, adalah perpindahan panas karena adanya gelombang elektromagnetik yang bergerak dalam kecepatan cahaya. Faktorfaktor yang mempengaruhi perpindahan panas adalah: 1. Perbedaan temperatur kedua fluida (∆T) 2. Thermal conductivity (k) 3. Luas permukaan bidang pemaparan panas (A) 4. Kecepatan aliran fluida (W) 5. Arah aliran fluida
6.4.2 Reboiler
Reboiler adalah heat exchanger atau alat perpindahan panas yang biasa digunakan pada kolom destilasi. Reboiler digunakan untuk menguapkan cairan yang masuk sehingga uap yang dihasilkan masuk kembali dan naik ke column, dan cairan sisanya akan tertinggal di bagian bawah column sebagai residu. Tangki reboiler vertical dan horizontal bekerja dengan sirkulasi natural, dimana aliran yang mengalir ke reboiler disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik antara cairan di dalam tower dan campuran di dalam tube reboiler. Prinsip kerja reboiler pada dasarnya sama dengan Heat Exchanger secara umum, namun reboiler sebagai suatu sistem memerlukan peralatan tambahan lebih daripada sekedar Heat Exchanger sebagai instrumen, sehingga reboiler tidak dapat berdiri sendiri. Reboiler terdiri atas beberapa sistem yang berhubungan, misalnya sistem heat exchanger dan sistem kolom (destilasi, evaporasi, dan yang sejenisnya). Kedua sistem itu terhubung menjadi sebuah sistem reboiler dengan adanya pengembalian fluida (panas) ke dalam kolom dari reboiler.
Gambar 6.1 Typical reboiler horisontal thermosyphon
6.5 Evaluasi Kinerja Reboiler
Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 pada kolom Sour Water Stipper 840-V2 dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap nilai parameternya. Untuk mendapatkan nilai kondisi operasi seperti flowrate dan temperature pada reboiler E-2, perlu dilakukan simulasi menggunakan simulator ASPEN HYSYS V 8.6. Data yang dimasukkan kedalam simulator adalah data aktual pada kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah turn around pabrik. Tabel 6.1 Data Aktual Sebelum dan Sesudah TA Keterangan Flow Feed Ammonia Feed Sulfida Feed Flow Refluk Pressure Top V-2 Pressure Bottom V-2 Flow Steam E-2 Pressure Steam Temperature Steam Flow Produk Ammonia Produk Sulfida Produk
Sebelum TA (Minggu ke-3 Desember 2015) 47,42 1900 1820 34,56 0,56 0,70 8,71 3,70 151,25 44,22 101,10 4,40
Sesudah TA (Minggu ke- 4 Maret 2016) 57,66 5200 6140 121,07 0,56 0,70 10,96 3,53 149,90 52,17 61,65 2,955
Satuan m3/jam ppm ppm m3/jam kg/cm2 kg/cm2 ton/jam kg/cm2 Deg C m3/jam ppm ppm
6.5.1 Hasil Simulasi Hysys Kondisi operasi pada reboiler E-2 yang didapat menggunakan simulator ASPEN HYSYS V 8.6 dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Kondisi operasi Reboiler E-2 Keterangan
Jenis Fluida Laju Alir (lb/Hr)
Sebelum TA (Minggu ke-3 Desember 2015) Shell Tube Sour Water Steam (Cold Fluid) (Hot Fluid) 101500,704 19202,24
Sesudah TA (Minggu ke- 4 Maret 2016) Shell Tube Sour Water Steam (Cold Fluid) (Hot Fluid) 129080,501 24162,6352
T masuk (˚F) T keluar (˚F) Q Reboiler (kcal/h)
192,308 192,794
304,34 284,18 653200
192,974 301,82 192,974 281,3 3092000
Nilai flooding, pressure drop, tempereature, dan vapor rate tiap tray kolom Sour Water Stipper 840-V2 yang didapat dari simulasi Hysys dapat diihat pada tabel 6.3.
Tabel 6.3 Kondisi tiap tray kolom Sour Water Stipper 840-V2 Flooding (%) No
Befor e TA
Tray 1
36,70
Tray 2
36,69
Tray 3
36,63
Tray 4
36,57
Tray 5
36,50
Tray 6
31,96
Tray 7
50,21
Tray 8
51,75
Tray 9
52,36
Tray 10
52,93
Tray 11
53,49
Tray 12
54,05
Afte r TA 69,3 9 69,9 5 70,0 6 70,1 5 70,2 4 47,0 6 75,7 9 76,6 1 76,7 0 76,7 5 76,7 7 76,7 7
Delta P (bar) Before TA 0,00571 8 0,00572 4 0,00572 2 0,00572 0,00571 7 0,00452 8 0,00761 9 0,00786 8 0,00797 7 0,00808 3 0,00818 9 0,00829 5
After TA 0,0112 2 0,0113 6 0,0114 0,0114 4 0,0114 8 0,0076 5 0,0138 7 0,0141 2 0,0141 8 0,0142 2 0,0142 5 0,0142 8
Temperature (C) Befor Afte e TA r TA 81,9 83,23 8 82,3 83,5 5 82,7 83,77 1 83,0 84,02 7 83,4 84,27 3 83,7 84,52 8 84,7 85,03 6 85,1 85,27 7 85,5 85,5 4 85,8 85,73 7 86,1 85,96 7 86,4 86,19 5
Vapor Rate (kg/h) Before After TA TA 4056,7 9009,8 1 4 9171,6 4079,7 9 4096,9 9249,4 5 4 4113,6 3 9325,6 4129,9 9402,0 3 4 4145,9 9475,8 8 5 5043,0 789,79 9 5140,3 833,49 7 5178,3 854,18 1 5212,6 874,22 2 5244,2 894,08 8 5273,9 913,79 2
Tray 13
54,59
Tray 14
55,12
Tray 15
55,64
Tray 16
56,15
Tray 17
56,66
Tray 18
57,15
Tray 19
57,64
Tray 20
58,11
Tray 21
58,58
Tray 22
59,05
Tray 23
59,49
Tray 24
59,95
Tray 25
60,41
Tray 26
61,15
76,7 5 76,7 1 76,6 7 76,6 3 76,5 7 76,5 2 76,4 6 76,4 0 76,3 4 76,2 8 76,2 2 76,1 6 76,1 0 76,3 6
0,00840 2 0,00850 8 0,00861 5 0,00872 2 0,00882 8 0,00893 5 0,00904 2 0,00914 9 0,00925 5 0,00936 3 0,00946 7 0,00957 7 0,00968 8 0,00984 5
0,0143 0,0143 2 0,0143 3 0,0143 5 0,0143 6 0,0143 7 0,0143 8 0,0143 8 0,0143 9
86,42
0,0144
88,38
0,0144 0,0144 1 0,0144 2 0,0144 9
88,59
86,64 86,86 87,08 87,3 87,52 87,74 87,95 88,16
88,81 89,06 89,16
86,7 2 86,9 7 87,2 2 87,4 5 87,6 9 87,9 1 88,1 4 88,3 6 88,5 8 88,7 9 89,0 1 89,2 2 89,4 3 89,4 3
972,17
5302,0 1 5328,9 2 5354,9 1
991,38 1010,4 7 1029,4 5
5380,2 5404,9 4 5429,2 7
1048,3
5453,3 5476,9 5 5500,1 1 5522,9 1
933,37 952,83
1067 1085,6 1104,2 7 1122,4 1131,1 6 1159,9 8 1180,2
5546 5569,5 7 5592,3 3 5615,4 5
6.5.2 Hasil Perhitungan Dari Tabel 6.2 dapat dihitung nilai Rd (Fouling Factor) pada reboiler E-2 dengan mengacu pada buku Process Heat Transfer, Donal Q.Kern; International Edition; Mc- Graw Hill.
Tabel 6.4 Nilai Uc, Ud, dan Rd hasil perhitungan pada reboiler E-2 Keterangan
Sebelum TA Sesudah TA (Minggu ke-3 Desember (Minggu ke- 4 Maret
2015) Uc (Btu/hr(ft2)oF) Ud (Btu/hr(ft2)oF) Rd (hr(ft2)oF/Btu)
2016) 153,05 61,21 0,009801
269,71 262,52 0,0001016
6.5.3 Pembahasan Faktor pengotor (Fouling) merupakan
besarnya
terbentuk fouling
(Pembentukan kerak) pada dinding heat exchanger yang berkontak dengan fluida. Pengotoran ini merupakan pengendapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger. Selama heat exchanger ini dioperasikan faktor pengotoran akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut, dapat mempengaruhi temperatur fluida yang mengalir serta menurunkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut. Nilai Rd (Fouling Factor) dipengaruhi oleh Uc (heat transfer clean coeffisient) dan Ud (heat transfer design coeffisient). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Rd sebelum TA sebesar 0,009801 hr(ft2)oF/Btu dan nila Rd sesudah TA sebesar 0,0001016 hr(ft2)oF/Btu. Nilai Rd sesudah TA lebih kecil dari nilai Rd sebelum TA. Fouling pada reboiler akan menyebabkan perpindahan panas menjadi tidak efektif dan akan mempengaruhi nilai Q (heat flow) pada reboiler. Dari simulasi menggunakan Hysys didapatkan nilai Q reboiler sebelum TA yaitu 653.200 kcal/h, sedangkan nilai Q reboiler sesudah TA yaitu 3.092.000 kcal/h. Hal ini menunjukkan bahwa pembersihan peralatan selama Turn Around membuat proses perpindahan panas pada reboiler E-2 menjadi lebih efektif. Q (heat flow) pada reboiler memiliki peranan yang penting terhadap pemisahan di kolom Sour Water Stipper 840-V2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah pressure drop, temperature dan flooding pada tiap tray. Perbandingan nilai pressure drop tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.2.
∆P (bar)
0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0 0 0
Sebelum TA Sesudah TA
1 0
3 2
5 4
7 6
9 11 13 15 17 19 21 23 25 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Gambar 6.2 Pressure Drop Vs Tray Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai pressure drop tiap tray sesudah TA lebih besar dari sebelum TA. Nilai pressure drop maksimum sesudah TA adalah 0,01449 bar, sedangkan nilai pressure drop maksimum sebelum TA 0,009845 bar. Nilai pressure drop sebelum dan sesudah TA pada tiap tray ini sangat kecil (mendekati 0) sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pemisahan pada kolom Sour Water Stipper 840-V2. Perbandingan nilai temperature tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.3.
92 90 88 86
Teperature (C) 84
Sebelum TA
82
Sesudah TA
80 78
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Gambar 6.3 Temperature Vs Tray Tempereture maksimum sebelum TA adalah 89,16
0
C sedangkan nilai
temperature maksimun sesudah TA adalah 89,43 0C. Jika dilihat dari grafik nilai temperature tiap tray sebelum dan sesudah TA tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Nilai Flooding adalah besaran yang menyatakan banyaknya liquid yang tertahan pada tray sehingga dapat menahan vapor yang akan menuju ke top stage. Nilai flooding maksimum yang diizinkan adalah 80% dengan nilai range best practice berkisar antara 60-80% (Ludwig, 1994). Perbandingan nilai flooding tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.4.
90.00 80.00 70.00
Flooding (%)
60.00
Sebelum TA Sesudah TA
50.00
Minimum Maksimum
40.00 30.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Gambar 6.4 Flooding Vs Tray Dari grafik dapat dilihat nilai flooding tiap tray sesudah TA lebih besar dari nilai flooding sebelum TA. Nilai flooding maksimum sesudah TA adalah 76,36 %, sedangkan nilai flooding maksimum sebelum TA adalah 61,15 %. Nilai flooding sebelum TA pada tray 1 hingga tray 24 berada dibawah nilai batas minimum. Nilai flooding yang kecil menunjukkan sedikitnya jumlah liquid yang berada pada tray. Jumlah liquid yang sedikit akan menyebabkan perpindahan panas dan massa pada tray menjadi tidak efektif. Reboiler memiliki peranan yang penting dalam pemisahan dalam suatu kolom. Kinerja reboiler dapat dilihat pada nilai Q (heat flow) nya. Nilai Q reboiler sesudah TA lebih besar yaitu 3.092.000 kcal/h, sedangkan nilai Q reboiler sebelum TA yaitu 653.200 kcal/h. Nilai Q reboiler akan mempengaruhi laju vapor pada tiap tray kolom destilasi.
10000 9000 8000 7000 6000
Vapor Rate (kg/h)
5000 4000 Sebelum TA 3000
Sesudah TA
2000 1000 0
1 0
3 2
5 4
7 6
9 8
11 13 15 17 19 21 23 25 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Gambar 6.5 Vapor Rate Vs Tray Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai laju vapor tiap tray sesudah TA lebih besar dari nilai sebelum TA. Perbedaan laju vapor tiap tray ini cukup besar meskipun nilai feed yang masuk ke dalam kolom tidak jauh berbeda. Feed yang yang masuk ke kolom sebelum TA adalah 47,42 m3/h, sedangkan nilai feed yang masuk ke kolom sesudah TA adalah 57,66 m3/h. Besarnya nilai laju vapor akan membuat impuritis yang diuapkan menjadi lebih banyak sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai impuritis (amonia dan sulfida) pada produk yang dihasilkan. Sebelum TA konsentrasi ammonia dan sulfida pada produk adalah 101,1 ppm dan 4,4 ppm, sedangkan sesudah TA konsentrasi ammonia dan sulfida pada produk lebih rendah yaitu 61,65 ppm dan 2,95 ppm
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Pada laporan ini terdapat beberapa kesimpulan mengenai PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai yang didapatkan selama Kerja Praktek berlangsung, yaitu : 1.
PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai merupakan salah satu direktorat (kilang) dari PT. Pertamina (Persero) yang melaksanakan proses pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimia yang memiliki tugas dalam memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun Non Bahan Bakar
2.
Minyak (NBBM) dalam negeri. Proses pengolahan minyak dan gas bumi di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai dilaksanakan dalam tiga unit utama, yaitu Hydroskimming Complex (HSC),
3.
Hydrocracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC). Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai adalah produk BBM (Premium, Kerosene, Automotive Diesel Oil (ADO), Aviation Turbin (Avtur) dan produk non-BBM (LPG, Lube Base Oil (LBO), dan Green Coke). Green coke merupakan produk akhir dari proses pengilangan minyak bumi di PT.
4.
Pertamina (Persero) RU II Dumai. Dari hasil evaluasi dengan menghitung nilai fouling factor dan simulasi menggunakan Hysys, dapat diketahui bahwa kinerja reboiler E-2 sesudah TA lebih baik dari sebelum TA. Nilai fouling factor sebelum dan sesudah TA adalah 0,009801 hr(ft2)oF/Btu dan 0,0001016 hr(ft2)oF/Btu, sedangkan nilai Q reboiler sebelum dan sesudah TA adalah 653.200 kcal/h dan 3.092.000 kcal/h. 7.2 Saran Untuk meningkatkan dan menjaga kinerja reboiler disarankan untuk melakukan maintenance secara berkala dan tidak menjalankan reboiler melebihi batas designya.
DAFTAR PUSTAKA Kern, Donald Q.1983.Process Heat Transfer International Student Edition.Japan: Mc.Graw-Hill Book Company. Perry, Robert H.1997.Perry’s Chemical engineer’s Handbook.United State Of America:Mc.Graw-Hill Book Company. Yaws, C. L., 1999, “Chemical Properties Handbook”, McGraw Hill Company, Inc., New York Ludwig
LAMPIRAN A DATA DESIGN REBOILER E-2