PELAYANAN JASA KEAGENAN DALAM HAL MENANGANI KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN KAPAL DI PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA KARYA TULIS
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Diploma Tiga Jurusan Nautika
Disusun oleh :
AHMAD ZAINUDDIN NRP : 135130016
SEKOLAH TINGGI MARITIM DAN TRANSPOR “AMNI” ( STIMART “AMNI” ) SEMARANG 2016 i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul karya tulis
: “PELAYANAN JASA KEAGENAN DALAM HAL
MENANGANI KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN KAPAL DI PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA”
Nama
: AHMAD ZAINUDDIN
NRP
: 135130016
Jurusan
: Nautika Semarang, februari 2016
Disahkan oleh tim penguji : 1. Ketua
: Ir. Siswadi, MT
(
2. Anggota I
:
(
)
3. Anggota II
:
(
)
Mengetahui : Ketua, SEKOLAH TINGGI MARITIM DAN TRANSPOR “AMNI” (STIMART “AMNI”) SEMARA NG
Ir.SISWADI,MT NIDN : 0601085901 0601085901
ii
)
Surat Pernyataan Orisinalitas
Saya menyatakan bahwa karya tulis ilmiah yang berj udul pelayanan jasa keagenan dalam hal hal menangani kedatangan dan keberangkatan kapal di PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA SURABAYA ini sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya sa ya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Semarang, februari , 2016
Penulis
iii
KATA PENGANTAR Dengan segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunankarya tulis ilmiah dengan judul:
“PELAYANAN JASA KEAGENAN DALAM HAL MENANGANI KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN KAPAL DI PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA”
Penyusunan karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi akhirProgram Diploma III Jurusan Nautika di Sekolah Tinggi Maritim dan Transpor “AMNI” (STIMART “AMNI”) Semarang. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan pengahargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis disampaikan kepada: 1. Yth. Bapak Ir.SISWADI, MT selaku ketua Sekolah Tinggi Maritim dan Transpor “AMNI” (STIMART “AMNI” ) Semarang. 2. Yth. Ibu.RENY HERMAWATI,ANT II selaku sekertari jurusan n autika 3. Yth. Ibu.RENY HERMAWATI,ANT II
selaku Dosen Pembimbing karya
tulis. 4. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Maritim Dan Transpor “AMNI” (STIMART “AMNI”) “AMNI”) Semarang yang telah memberi ilmu kepada taruna
iv
selama menempuh studi di Sekolah Tinggi Maritim Dan Transpor “AMNI” (STIMART “AMNI”) Semarang. “AMNI”) Semarang. 5. Kakak yang selalu memberikan semangat. 6. Teman - temanku Angkatan LI,khususnya program DIII Nautika.Terima kasih atas jiwa kebersamaan yang pernah ada dan akan tetap selalu ada. Walaupun penulis telah menerima banyak bantuan namun segala kesalahan dalam karya tulis ilmiah sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Semarang,
Februari 2016 Penulis,
AHMAD ZAINUDDIN NRP. 135130016
v
MOTTO
1. “Di dunia penuh persaingan, penuh persaingan, siapa yang tidak bersiap-siap bersiap-siap dia akan kalah”. 2. “Kembangkan potensimu untuk meraih prestasimu”. 3. “lakukan tanpa nanti. Buat tanpa tapi”.
PERSEMBAHAN
1. Karya tulis ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan menempuh program diploma III 2. Bapak dan Ibu,serta kakak - kakak tercinta yang selama ini menjadi inspirasi dan semangatku. 3. Bapak dan Ibu Dosen STIMART “AMNI “AMNI”” Semarang yang telah memberikan bimbingan dan bersedia memberikan ilmu kepada kepada saya.
vi
Abstraksi
Adapun karya tulis ini penulis susun sebagai berikut : BAB I :
Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Kenggunaan Penulisan.
BAB II :
Dalam bab kedua penulis akan menjelaskan tentang Tinjauan Pustaka, Gambaran Umum Objek Penulisan. Abstract
vii
DAFTAR ISI
JUDUL ..................... .......................................... ................................................................ ....................................... ................. Halaman pengesahan .......................................... ................................................................ ....................................... ................. Surat Pengesahan Orisinalitas ............................................ ................................................................... ......................... Kata Pengantar ........ .......................................... ................................................................ ....................................... ................. Motto dan Persembahan. ............................................ .................................................................. ................................ .......... Abstraksi..................................................................................................... Abstract...................... Abstract...................... .......................................... ................................................................ ....................................... ................. Daftar isi................... .......................................... ................................................................ ....................................... ................. BAB I
PENDAHULUAN.............................. PENDAHULUAN..................................................... ................................ ......... 1.1. Latar Belakang Masalah......................... Masalah.................................................. ............................ ... 1.2. Perumusan Masalah........................ Masalah............................................... .................................... ............. 1.3. Tujuan dan Kegunaan penulisan......................................... penulisan......................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................... .................................................... ......... 2.1. Tinjauan Pustaka............................................ Pustaka................................................................. ..................... 2.2. Gambaran Umum Obyek penulisan ................................... ................................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................... PENELITIAN.......................................... ..... 3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................ ....................................................... ........... 3.2. Metode Pengumpulan ............................................ ......................................................... ............. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......... PEMBAHASAN................................ ................................. ........... 4.1. Diskripsi Objek penelitian........................ penelitian.............................................. .......................... .... 4.2. Pembahasan......................................................................... BAB V PENUTUP.................................. PENUTUP........................................................ ......................................... ................... 4.1. Kesimpulan……………………………………………….. Kesimpulan……………………………………………….. 4.2 Saran……………………………………………………… Daftar Pustaka........................... Pustaka................................................. .............................................. ............................................. ..................... Lampiran-Lampiran........................................ Lampiran-Lampiran.................. ............................................ ............................................ ........................
viii
i ii iii iv vi vii viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari segi geografis negara Indonesia, negara Indonesia berbentuk negara kepulauan. Dengan demikian jalur penghubung antar ant ar pulau satu dengan pulau yang lain adalah melalui laut dan udara. Alat transportasi penghubung untuk pulau - pulau mempunyai dua media yaitu untuk yang media laut adalah kapal dan alat penghubung yang melewati udara adalah pesawat terbang.Dalam kenyataannya, kapal lebih banyak disukai dan lebih menjadi pilahan utama sebagai alat penghubung antar pulau - pulau.Karena kapal memiliki atau mempunyai lebih banyak kelebihan yang lebih daripada pesawat terbang. Pengolahan jasa transportasi angkutan laut pada masa sekarang ini di kelola oleh perusahan pelayaran. Perusahaan pelayaran itu sendiri adalah badan hukum atau badan usaha yang mengusahakan jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal untuk berlayar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Semakin maju dan berkembangnya dunia usaha, sekarang ini perusahan pelayaran menuntut memperluas usahanya dan salah satu cara yaitu membuka kantor cabang di pelabuhan – pelabuhan yang strategis. Dalam upaya itu PT. ASDP INDONESIA FERRY berusaha untuk meningkatkan usaha dalam bidang pelayaran dan melayani pengguna jasa dengan dengan sebaik mungkin, karena perusahaan yang berkualitas menunjukkan profesional
1
2
serta kemampuan perusahan tersebut. Pada perusahan jasa yang menjadi kunci keberhasilan adalah kepercayaan dan kepuasan pihak pemakai jasa terhadap perusahaan tersebut. Maka perusahaan pelayaran PT. ASDP INDONESIA FERRY cabang surabaya selaku sub agen adalah salah satu agen yang telah menerima penunjukan keagenan kapal dari PT.ASDP INDONESIA FERRY Pusat. Yang mana berpusat di jakarta untuk melayani keperluan dan kebutuhan kapal – kapal keagenannya selama di pelabuhan tanjung priok jakarta. Dalam hal ini PT.ASDP INDONESIA FERRY melayani jasa angkutan laut mengangkut penumpang, kedaraan dan barang. Dari uraian tersebut di atas penulis mengambil judul: PELAYANAN JASA KEAGENAN DALAM HAL MENANGANI KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN KAPAL DI PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA. 1.2 Rumusan Masalah
Kantor cabang yang di sebut sebagai sub agen di pelabuhan tertentu yang di tunjuk oleh agen – agen umum, tugasnya adalah untuk menyelesaikan dan melayani semua keperluan dan kepentingan kapal selama berada di pelabuhan atau melakukan kegiatan di pelabuhan. Agar pembahasan lebih terfokus pada pokok permasalahan, penulis membatasi
pembahasan
masalah
pada
:
“PELAYANAN
JASA
KEAGENAN DALAM HAL MENANGANI KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN KAPAL DI PT. ASDP INDONESIA FERRY CABANG SURABAYA”.maka batasannya yaitu :
3
a.
Bagaimanakah prosedur penanganan dan proses pemeriksaan dokumen kapal, serta penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB).
b.
Bagaimanakah
tata
cara
pengawasan
terhadap
kedatangan
dan
keberangkat kapal. c.
Jumlah barang, kedaaraan dan penumpang yang diangkut pada saat kedatangan kapal dan keberangkatan keberangkatan..
1.3
Tujuan Penulisan dan Kegunaan Penulisan
Dalam praktek darat, penulis ingin menerapkan teori – teori dalam perkuliahan. Adapun tujuan dari dari penulisan ini yaitu : a.
Prosedur penanganan dokumen serta proses pemeriksaan dokumen kapal
b.
sebelum di serahkan ke syahbandar
Bagaimanakah tata cara pengawasan terhadap kedatangan kapal dan berangkat.
c.
Jumlah barang, kedaaraan dan penumpang yang diangkut pada saat kedatangan kapal dan keberangkatan keberangkatan.. Adapun kegunaan dari penulisan karya tulis adalah sebagai berikut :
1. Penulis dapat mengetahui kegunaan dokumen apa yang diperlukan. 2. Agar mengetahui bagaimana cara pelayanan jasa di pelabuhan khusus 3. Agar dapat memberi saran kepada perusahaan PT. ASDP dalam pengembangan kemajuan suatu daerah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Tinjauan Pustaka
Pengertian PT. ASDP PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan BUMN yang menyelenggarakan jasa angkutan penyeberangan dan pengelola pelabuhan penyeberangan untuk penumpang, kendaraan dan barang. Fungsi utama perseroan adalah menyediakan akses transportasi publik antar pulau yang bersebelahan serta menyatukan pulau-pulau besar sekaligus menyediakan akses transportasi publik ke wilayah yang belum memiliki penyeberangan guna mempercepat pembangunan (penyeberangan perintis). Lokasi Pelayanan PT. ASDP ASDP menyediakan jasa penyeberangan pulau di seluruh wilayah Indonesia dengan lebih dari 100 rute. Berikut ini adalah daftar cabang ASDP di seluruh Indonesia :
- SUMATERA -
JAWA
-
KALIMANTAN
-
SULAWESI
-
NTT, NTB
-
MALUKU
-
PAPUA
5
Kinerja PT ASDP Pada tahun 2013 kinerja perusahaan tumbuh positif. Jumlah trip, penumpang, kendaraan dan barang mengalami peningkatan yang signifikan.
Trip = 193.356
Penumpang = 7.534.834 Kendaraan roda 2&4 = 3.406.104
Kendaraan roda >4 = 1.981.551
Barang = 652.005
Dimulai pada Tahun 1973, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) bernama proyek ASDP Ferry kemudian berubah menjadi Perum ASDP pada tahun 1986 dan selanjutnya tahun 1993 menjadi PT ASDP (Persero). Beralihnya
status
Perum
ASDP
menjadi
Perusahaan
Perseroan
mengartikan bahwa pola usahanya diharapkan mampu bersaing dengan perusahaan
swasta
maupun
badan
usaha
negara
lainnya
tanpa
meninggalkan fungsinya sebagai penyedia penyeberangan perintis. Kini, dengan armada kapal sebanyak 119 unit, 35 pelabuhan dan lebih dari 4.000 profesional, ASDP Indonesia Ferry telah melayani 181 lintasan penyeberangan melalui 30 Kantor Cabang operasiona. ASDP Indonesia Ferry telah merangkai Nusantara dari Sabang sampai Merauke dan Miangas hingga Rote di 28 Provinsi dan 95 Kabupaten.
Tidak pernah berhenti, ASDP Indonesia Indonesia Ferry berkomitmen untuk terus mengembangkan diri, baik dalam membuka akses – akses akses kepulauan Nusantara maupun dalam peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sesuai prinsip-prinsip
6
Tatakelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)
Visi dan Misi Perusahaa Perusahaan n VISI
Menjadi perusahaan jasa pelabuhan dan penyeberangan yang terbaik dan terbesar di tingkat regional, serta mampu memberikan nilai tambah bagi stakeholders.
MISI
1. Menyediakan prasarana pelabuhan dan sarana kapal penyebrangan yang tangguh sebagai pendukung dalam sitem logistic nasional. 2. mengediakan standar pelayanan yang di dukung dukung oleh oleh tenaga professional dan manajemen bisnis modern serta tata kelola perusahaan yang baik. 3. menguasai pangsa pasar nasional dan memperluas jaringan operasional sampai ke tingkat regional untuk memaksimalkan pertumbuhan dan keuntungan. keuntungan. 4. memaksimalkan peran korporasi dan infrastruktur Negara serta agen pembangunan. 2.2.
Gambaran Umum Obyek penulisan
A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Sistematika Penulisan
7
BAB II. Landasan Teori
A. Sumber Data B. Tinjauan Pustaka 1. Kapal cargo 2. Pemuatan 3. Alat - alat bongkar muat 4. Peraturan keselamatan kerja. C. Kerangka Berfikir. D. Hipotesis Penelitian. BAB III. Metode Penelitian
A. Metode Deskriptif B. Metode Kualitatif C. Metode Penarikan Sampel D. Obyek Penelitian E. Metode Pengumpulan Data F. Metode Penarikan Kesimpulan G. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Adanya Keterlambatan Peningkatan Kapasitas Muat dan Bongkar Pupuk Dalam Kemasan Di Pelabuhan. H. Hambatan Yang Sering Terjadi Dalam Peningkatan kapasitas Muat dan bongkar Jika Penanganan Muatan Kurang Baik.
8
I.
Peran Alat Keselamatan Kerja Dalam Mendukung Kelancaran Peningkatan kapasitas Muat dan bongkar Bagi Para ABK.
J. Analisa Data dan Pembahasan. BAB IV. Penutup
A. Simpulan B. Saran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Sumber Data SHIP'S PARTICULARS 1. GENERAL
Ship Name
: KM. CITRA MILENIUM
Owner
:PT. CITRA BARU ADINUSANTARA
Call Sign
:Y C N D
Flag
: INDONESIA
Port Registry
: JAKARTA
Builder
: JAPAN 1971
Kind of Vessel
:GENERAL CARGO
Classification
:BKI ( INDONESIA )
IMO Number
: 7650866
REG. Number
: 1979 Ba. No.465/L
Main engine
: HANSIN1800 pk – pk – 370 370 RPM
AUXILLARY ENGINE
: YANMAR 246 KW
Length Over All (LOA)
: 79,70 M
Length Perpendicular (LBP)
: 75,00 M
Breath Moulded (BM)
: 12,50 M
Depth Moulded (DM)
: 6,25 M
9
10
Gross Tonnage (GT)
:1716 Tons
Netto Tonnage (NT)
:976 TOns
DWT
:3820 Tons
Crew Accommodation
:21 Person
Life Boat
:Cap.25 Person x 2 Unit
Life Raft
:Cap.25 Person x 2 Unit
Life Bouy
:10
Crane / Derrick
: 1&2 = 25 T
Bales Capacity
: 366M3
Fresh Water Capacity
:122,9 T
Fuel Oil Capacity
: 103,155 T
Diesel Oil Capacity
: 14,418 T
NAVIGATIONAL AND COMMUNICATION EQUIPMENT Gyro Compas
Chronometer
: Seiko
Radar
: 1. Furuno 2. Furuno
AIS
: 1. Samyung 2. Furuno
GPS
: Furuno
Garmin Echo sounder
: JMC GMDSS EQUIPMENT
VHF
: San-Vung
11
Navtex
: Furuno
INMPARSAT
: Furuno RC-1800T no.3517-2130
EPIRB 406 MHZ
: MC Murdo no.025022
SARTs
: Nova Marine RT900 no. 9537295
SSB
: Samyung
B. Tinjauan Pustaka 1. Kapal General Cargo
Kapal general cargo adalah kapal yang melakukan pelayaran dengan jadwal tidak tetap (tramper) (tramper) dan biasanya membawa muatan umum (general cargo) atau barang dalam partai yang tidak begitu besar. Setiap kapal general cargo memiliki cara tersendiri dalam pelaksanaan bongkar muat. Ada kapal general kargo yang menggunakan crane milik kapal sendiri yang biasanya disebut deck crane, crane, dan ada juga yang menggunakan conveyor sebagai alat bantu bongkar muatnya. Kapal dengan muatan dalam bentuk kemasan jarang yang menggunakan conveyor sebagai alat bantu bongkar muatnya. Dimana yang dimaksud dengan conveyor telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Deck crane itu sendiri adalah suatu alat bantu bongkar muat yang memiliki boom (lengan pengungkit) dan dijalankan dengan bantuan tenaga listrik. Tidak semua kapal dengan jenis muatan dalam kemasan menggunakan conveyor sebagai alat bantu bongkar muatnya. Sedangkan Deck crane ini pada setiap kapal kargo (general cargo) memilki kemampuan yang berbeda beda, kemampuan yang berbeda - beda ini tergantung dari besar kecilnya
12
DWT sebuah kapal kargo (general cargo). Karena semakin besar DINT sebuah kapal semakin besar pula kekuatan deck crane ini yang biasa disebut dengan SWL (Safety Working Load).Safety Working Load adalah kemampuan sebuah crane atau deck crane untuk mengangkat suatu beban atau benda berat secara aman.Dengan memiliki SWL yang semakin besar, maka kemampuan deck crane ini pun semakin besar pula dan lebih cepat dalam pemakaian karena mampu mengangkat lebih banyak suatu beban.Di kapal kargo ada tipe deck crane yang dilengkapi dengan dua buah boom atau sering disebut boom ganda.Boom ganda ini mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar dari pada deck crane tunggal dalam hal angkat mengangkat barang atau muatan. Tetapi pada kenyataan saat ini kapal yang dijadikan penulis sebagai penelitian selama praktek berlayar menggunakan sistem mesin derek (derrick (derrick system) sebagai alat bantu bongkar muatnya. Derek Untuk Beban Ringan, derek dengan jenis ini memiliki konstruksi terdiri dari tiang derek (derrick post or mast) yang dilengkapi sebuah lengan yang disebut derrick boom, mekanismenya menggunakan beberapa kabel baja yang digerakkan dengan winch, pada ujung kabel baja pengangkatnya dipasang sebuah cargo hook. Jenis ini banyak dipasang pada kapal jenis coaster dengan DWT s/d 6000 ton dengan SWL 5 ton yang dipasang pada setiap antara dua palkah dan didepan palkah no 1 di haluan dan dibelakang palkah terakhir. Derek Untuk Beban Berat, derek untuk beban berat atau twin span
13
tackle derrick for heavy loads, loads, Derek jenis ini banyak dipasang pada kapal barang ocean going dengan DWT 10000t ton atau lebih yang memiliki muatan dengan bobot yang berat, biasanya drek jenis ini memiliki kapasitas SWL sampai dengan 100 ton yang dipasang pada setiap antara dua palkah ditengah kapal dan didepan palkah no 1 di haluan dan di belakang palkah terakhir hanya dipasang jenis derek untuk beban menengah. Kapal general cargo mempunyai banyak kekurangan dibanding dengan jenis kapal yang merupakan satu tipe yaitu kapal dengan jenis kapal cargo. Sehingga beberapa kekurangan pada kapal - kapal general cargo yang ada yang penulis selama melaksanakan praktek laut mengamatinya, kekurangan-kekurangan tersebut antara lain sebagai berikut : a. Peningkatan kapasitas muat dan bongkar tidak dapat dilaksanakan dengan cepat dan aman. b. Terlalu banyak jumlah penggunaan tenaga kerja. c. Proses pemuatan yang terlalu rumit. d. Sering terjadi kerusakan pada muatannya. e. Terlalu banyak memakan biaya. Dalam kenyataan yang seiring dengan kenyataan saat ini, yaitu peningkatan jumlah kebutuhan yang semakin meningkat.Maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut khususnya jenis kapal general cargo, maka kapal general cargo pun di buat dengan bermacam - macam ukuran dan
14
tidak jarang juga di jumpai kapal general cargo yang memiliki tahun pembuatan yang masih baru.Hal ini membuktikan tidak hanya jenis dan ukuran kapal general cargo saja yang meningkat, tetapi jumlah armada untuk kapal general cargo pun mengalami peningkatan. Untuk itu penulis menyebutkan macam - macam kapal general cargo menurut ukurannya.Dan dibawah ini disebutkan dan dijelaskan berbagai macam jenis kapal curah menurut ukurannya. ukurannya. Kapal general cargo mempunyai berbagai macam jenis menurut ukurannya, yaitu : a. small handy size, size, pembawa 20.000 ton panjang bobot mati (DWT) 28.000 DWT b. Handy sized, pembawa sized, pembawa 28.000-40.000 DWT c. Seawaymax, ukuran terbesar yang dapat menelusuri St Lawrence Seaway d. Handymax, pembawa Handymax, pembawa 40.000-50.000 DWT. e. Panamax, ukuran terbesar yang dapat melewati Terusan Panama (umumnya kapal dengan lebar lebih kecil dari 32,2 m).
f.
Capesize, kapal yang lebih besar dari panamax dari panamax dan post-panamax, dan post-panamax, dan harus melintasi Tanjung Harapan dan Cape Horn untuk melakukan perjalanan antara samudera.
2. Pemuatan
15
Secara umum penataan pupuk tidak boleh ditata dengan muatan lain atau dengan kata lain muatan pupuk harus disendirikan dari muatan lain. Karena ada beberapa pupuk memiliki kandungan uap air sampai 25 % dan bahan baku utama untuk pupuk urea adalah amoniak. Jika sampai tercampur dengan zat makanan misalkan, maka tidak di ragukan lagi zat makanan tersebut akan mengandung zat racun dari pupuk tersebut. Disamping dari sifat yang ada di atas ada sifat yang lain yang dimiliki oleh muatan yang berjenis pupuk ini. Yaitu bersifat korosif, sehingga menyebabkan mudah berkaratnya besi baja atau pelat -pelat yang ada dikapal.Tidak hanya itu, untuk masalah biaya pemuatan pupuk, pupuk memiliki freight yang rendah.Pupuk hasil dari PT. PETROKIMIA GRESIK yang bahan dasar pembuatan pupuk ini dari bahan kimia atau chemical (amoniak) yang akhirnya disebut chemical fertilizer yang membuat muatan pupuk tidak disukai.
Berikut ini ada pemaparan mengenai prinsip – prinsip – prinsip prinsip pemuatan : Menurut Istopo (1999:1), prinsip pemuatan yang ada diatas kapal adalah sebagai berikut : a. Melindungi kapal. 1) Membagi muatan secara tegak dan mendatar. 2) Menjaga stabilitas.
16
3) Menghitung deck load capacity. 4) Memperhatikan peralatan bongkar muat. b. Melindungi muatan. 1) Agar tidak rusak sewaktu di muat, selama berada di atas kapal, maupun sewaktu di lakukan pembongkaran di pelabuhan tujuan. 2) Memberikan peranginan. 3) Memasang dunnage dan lashing. 4) Menggunakan sling secara baik dan benar. c. Melindungi awak kapal dan buruh pelabuhan dari baha ya muatan. 1) Memakai alat keselamatan. 2) Memasang papan peringatan dan mengadakan tindakan penjagaan
d. Menjaga agar pemuatan maupun pembongkaran dilakukan secara teratur dan sistematis. Sehingga muat bongkar dilakukan dengan cepat dan aman. Dan dilakukan beberapa hal sebagai berikut : 1) Menggunakan tally muatan. 2) Menggunakan tentative dan final stowage. 3) Memanfaatkan dengan baik buruh pelabuhan. e. Mencegah terjadinya ruang kosong / ruang yang tidak terpakai (BS = broken stowage). 1) Menggunakan perhitungan stowage faktor muatan. 2) Menangani pengawasan bongkar muat.
17
3) Mempelajari dan memperhatikan bentuk ruang dan bentuk muatan secara sistematis.
Menurut Jhon R. Immer (1984.- 76-150) : a. Stabilitas adalah ilmu yang mempelajari tentang kemampuan sebuah kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah di sengetkan atau di pengaruhi gaya dari luar. b. Deck Load Capacity Capacity adalah kemampuan geladak antara atau tween deck untuk untuk menahan beban yang ada di atasnya. c. Dunnage Dunnage adalah sesuatu yang digunakan untuk melindungi muatan dari kerusakan seperti udara lembab dan air.
d. Sling adalah adalah tali kawat yang dipergunakan untuk mengangkat barang. e. Palka adalah ruangan terbuka di atas kapal yang dapat melindungi muatan dari badai di laut dan air dalam jumlah yang banyak yang mungkin terlempar ke atas deck. f. Bale capacity adalah capacity adalah isi ruangan palka diukur dari sebelah bawah deck beam, ke tank top dari sisi dalam gading-gading pada masingmasing sisi. g. Grain capacity capacity adalah isi ruangan palka diukur dari pertengahan gading-gading dan dari tank top sampai pertengahan perten gahan deck beam. h. Bulk capacity adalah capacity adalah isi ruangan palka diukur dari dinding ke dinding dan tank top sampai ke atas beam.
18
i.
Stowage Plan Plan adalah rencana yang menunjukkan penempatan penempatan muatan keseluruh kapal.
j.
Broken stowage adalah pemuatan yang penataan muatannya tidak efisien dan banyak ruangan terbuang.
k. Stowage Faktor adalah ruangan yang di perlukan da.lam 1 m3 untuk memadatkan 1 ton muatan.
3. Alat - Alat Bongkar Muat
Pada
waktu
pelaksanaan
kegiatan
bongkar
muat
dikapal,
pemeriksaan-pemeriksaan alat bongkar muat harus senantiasa dilakukan oleh para juru bongkar dan ada pengawasan dari perwira muatan agar kelancaran proses bongkar muat tetap terjaga. Dan target waktu yang disediakan untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat dapat tercukupi dan dapat terlaksana dengan baik. Untuk alat bongkar yang ada di KM. CITRA MILENIUM Terdiri dari beberapa gabungan atau satu perangkat yang saling berkaitan alat bongkar, yaitu antara lain : a. Derrick (alat ini biasanya terletak dibagian tengah kapal, berfungsi untuk mengangkat cargo dari palka kapal, kemudian dipindahkan ke dermaga. lengan dari derek kapal harus cukup panjang, sehingga dapat
19
memindahkan dari palka ke dermaga. sistem yang digunakan pada derek serupa dengan derek pada umumnya, yakni menggunakan kabel baja, dengan motor sebagai penggeraknya dan berbagai ukuran pully sebagai pemindah dayanya). b. Hook ( terletak pada ujung kabel boom derek, dan berfungsi untuk dikaitkan pada beban atau muatan). c. Jala jala kapal (fungsinya tidak kalah penting dalam peningkatan kapasitas muat dan bongkar barang, jala-jala kapal berfungsi dalam kegiatan bongkar muat bag cargo, box cargo, car go, dsb. Jala-jala dihamparkan kemudian cargo diletakkan diatas jala-jala, lalu jala jala ditutup dan dikaitkan pada hook hook derek). Dengan mengetahui macam - macam alat bongkar muat di kapal general cargo, maka akan mengetahui juga mengenai penggunaan atau pengoperasian alat yang benar, perawatan alat yang baik. Tetapi tidak lepas dari semua itu, di kapal seharusnya diadakan yang namanya familirisasi alat- alat tersebut.Dan juga dari setiap crew kapal yang berhubungan dengan kegiatan bongkar muat harus mengetahui tujuan dan maksud dari kegiatan bongkar muat itu sendiri. Tetapi kenyataan yang ada saat ini untuk para crew belum benar - benar melaksanakannya. Menurut pengertian umum, kegiatan bongkar muat adalah merupakan suatu kegiatan membongkar muat barang dari atas deck atau palka kapal dan menempatkannya keatas dermaga atau dari dalam tongkang dan menempatkan keatas deck atau ke dalam palka kapal dengan
20
mempergunakan derek atau crane kapal.
4. Peraturan Keselamatan Kerja
Undang - undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja terdiri dari 11 Bab dan 18 pasal. Walaupun Undang - undang ini disebut UU keselamatan Kerja, namun mated yang tercakup di dalamnya juga mencakup materi tentang kesehatan kerja. Jadi peraturan tentang keselamatan kerja dan kesehatan tercakup tercakup menjadi satu. Undang undang ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai berikut : a. Memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat dalam melaksanakan pekerjaan untuk meningkatkan
kesejahteraan
prodiksi
nasional.
Memberikan
perlindungan terhadap orang lain yang berada di tempat kerja agar selalu selamat dan sehat. b. Memberikan perlindungan terhadap sumber produksi agar selalu dapat di pakai dan di gunakan secara aman dan efisien. c. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan atau akibatnya. d. mengamankan mesin, pesawat, instalansi, alat peralatan kerja, bahan dan hasil produksi. Tujuan - tujuan diatas menjadi pendorong mengapa di lakukan usaha keselamatan kerja dan penjaminan kesehatan bagi ABK. Usaha keselamatan kerja dapat berhasil dengan baik apabila dapat diketahui penyebab terjadinya suatu keadaan, karena dengan mengetahui penyebab
21
terjadinya suatu keadaan dapat ditentukan langkah - langkah apa yang seharusnya di ambil untuk mencegah atau bahkan menghindari hal - hal tersebut. Unsur - unsur utama yang merupakan bagian dari sub sistem dalam keseluruhan sistem perusahaan yang di tinjau dari unsur keselamatan kerjanya adalah :
a. Manusia. Karena tidak ada satu kegiatan apapun yang terlepas dari unsur manusia. b. Peralatan. Karena dipergunakan manusia dalam seluruh aktivitas kegiatannya, baik berupa mesin - mesin maupun alat - alat lain. c. Bahan - bahan. Merupakan suatu bahan baku maupun suatu bahan tambahan yang di gunakan selama proses produksi, guna menghasilkan suatu barang akhir. d. Lingkungan kerja. Yaitu lingkungan alam dimana manusia bekerja, antara lain: Bangunan, Keadaan udara, Penerangan, Kebisingan, kelembaban, dan lain - lain. e. Manajemen (Sebagai Proses). Yaitu : suatu proses koordinasi terhadap ke-empat sistem yang lain,
22
sehingga sedemikian rupa agar dapat di capai tujuan organisasi (Perusahaan). Untuk mencegah hal - hal yang merugikan bagi semua pihak, maka keputusan yang di keluarkan melalui Undang - undang di atas wajib di jalankan bagi pekerja maupun bagi perusahaan.Ada banyak sekali peralatan kerja yang harus disediakan jika harus sesuai dengan pasal pasal di atas. Alat-alat keselamatan kerja atau pelindung diri yang harus ada di atas kapal antara lain : a. Alat pelindung kepala ; yaitu helm pelindung kepala dari benda benda keras. b. Alat pelindung anggota badan : 1) Tangan ; untuk menghindari dari benda - benda tajam dan barang barang kotor. Biasanya sarung tangan t angan yang memenuhi persyaratan adalah sarung tangan terbuat dari kulit atau bisa juga kulit sintetik. 2) Safety shoes ; menghindarkan kaki dari benda - benda yang tajam yang nantinya mungkin akan terinjak oleh kaki. Safety shoes ini bisa dari kulit maupun berbahan dasar plastik. c. Alat pelindung pernafasan ; yaitu berupa masker pelindung mulut dan hidung dari bau - bau yang sangat menyengat dan akan berakibat mengganggu pernafasan.
23
C. Kerangka Berpikir
Dalam kerangka berpikir ini penulis ingin mencoba membahas permasalahan yang dihadapi serta mencari penyelesaian yang baik dari permasalahan dalam penelitian ini.Dalam aspek keselamatan tentunya terdapat hambatan-hambatan baik itu faktor manusia atau faktor alat.Hambatan pertama disebabkan karena faktor manusia yaitu awak kapal yang kurang disiplin dalam menggunakan alat keselamatan kerja, kurangnya pemahaman / kesadaran awak kapal tentang keselamatan kerja, kurang familirisasi bagi awak kapal baru dan kurangnya pengawasan dari perwira. Dalam hal ini peranan perwira sangat penting, perwira harus
24
memberikan peringatan dam teguran kepada awak kapal yang tidak disiplin dalam menggunakan alat keselamatan kerja, familirisasi bagi awak kapal yang baru naik memberikan motivasi dengan cara safety meeting, memutar film tentang keselamatan kerja, menempelkan poster dan melakukan pengawasan terhadap awak kapal yang sedang bekerja. Hambatan kedua berasal dari faktor alat yaitu kurangnya peralatan keselamatan kerja yang tersedia dikapal dan peralatan kerja yang digunakan oleh awak kapal untuk bekerja sudah rusak dan ticlak layak pakai lagi.Dalam hal ini pihak kapal harus segera melaporkan kekurangankekurangan
yang
ada
dan
segera
meminta
pemenuhan
alat-alat
keselamatan kerja.Apabila kedua faktor tersebut dapat diatasi maka keselamatan kerja dapat terpenuhi dan dapat meminimalkan kecelakaan akibat kerja. Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan keselamatan kerja adalah dengan kesadaran diri sendiri dari masing - masing individu ABK, familirisasi pada waktu kontrak pertama kerja dan beberapa waktu sekali secara berkala, motivasi dari perwira dikapal dengan memberikan penjelasan - penjelasan tentang pentingnya alat keselamatan kerja agar para ABK terdorong untuk mengikuti apa yang di sarankan, serta yang terakhir dengan penyediaan peralatan keselamatan yang cukup serta memenuhi persyaratan atau sesuai standar internasional.
25
D. Hipotesis Penelitian
Menurut Nawawi (1998:161), hipotesa adalah dalil atau prinsip yang logis dan dapat diterima secara rasional tanpa mempercayainya sebagai kebenaran sebelum diuji atau disesuaikan dengan fakta-fakta atau kenyataankenyataan yang mendukung atau menolak kebenarannya. Menurut Hadi (1981:63), hipotesis juga mengandung arti dugaan sementara yang mungkin benar atau mungkin salah. Dia akan ditolak karena akan salah atau palsu dan akan diterima jika fakta - faktanya jelas membenarkan. Adapun variable atau fenomena yang dinyatakan sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Adanya pengaruh yang ditimbulkan apabila anak buah melakukan penyimpangan terhadap aspek keselamatan dalam bekerja terhadap kegiatan lainnya yang pada waktu tersebut sedang berlangsung khususnya yang akan dibahas penulis ketika kejadian itu kapal akan melakukan proses bongkar muat. 2. Pengawasan dari perwira, kesadaran dari awak kapal akan pentingnya keselamatan kerja dan pihak perusahaan sebagai pihak yang membuat kebijakan tentang keselamatan kerja dan peralatan kerja yang lengkap menjadikan faktor penting dalam menunjang terlaksananya keselamatan dalam bekerja.
26
Jadi menurut penulis, pengertian hipotesis penelitian yang cocok adalah suatu dugaan sementara sebagai jawaban dari masalah yang mana jawaban tersebut masih harus diuji lagi kebenaran dan keabsahannya.
BAB III METODE PENELITIAN DAN PROSES BONGKAR MUAT DI KAPAL
A. Metode Deskriptif
Penelitian
diskriptif
adalah
kegiatan
penelitian
dengan
cara
mengumpulkan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan status atau kondisi obyek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian. Penelitian diskriptif berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan data yang diperoleh melalui survey secara langsung, wawancara (interview), atau observasi.Khususnya dalam hal kegiatan bongkar muat diatas kapal. Menurut Riduwan (2003:164), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang tidak membandingkan dan menghubungkan dengan variabel lain hanya menggambarkan variable satu saja. Dimana tujuan dari penelitian deskriptif dalam penulisan ini adalah menggambarkan secara sistematis atau suatu kenyataan dalam proses kegiatan operasional bongkar muat.
B. Metode Kualitatif
Dalam Moleong (1990,-3), Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. C. Metode Penarikan Sampel
Di dalam satu kapal ada satu kelompok orang yang mempunyai tugas
27
28
dan tanggung jawab yang berbeda- beda sesuai dengan jabatan tiap - tiap orang. Atau kata lain dari kelompok adalah suatu populasi, dimana yang dimaksud dengan populasi adalah suatu kumpulan dari beberapa individu disuatu tempat. . D. Obyek Penelitian
1. Master (Nahkoda). Master mempunyai tugas dan tanggung jawab tertinggi diatas kapal, selain mengkoordinir dan membuat rencana kerja sekaligus bertanggung jawab jug terhadap operasional operasional proses bongkar muat. 2. Mualim I. Sebagai kepala kerja deck yang dibantu oleh perwira yang lain dalam pelaksanaannya. Mualim I yang bertanggung pada kelancaran kerja dalam proses bongkar muat dikapal. Mualim I membuat rencana kerja serta membuat perhitungan muatan yang akan di muat dan dibongkar diatas kapal atas persetujuan dari Master atau Nahkoda. 3. Juru Bongkar. ABK (Anak Buah Kapal) diatas kapal yang mempunyai tugas dalam kegiatan bongkar muat dikapal.Dalam pelaksanaannya para juru bongkar mendapat pengawasan dan bimbingan dari perwira muatan atau Mualim I. 4. Perusahaan PT. PETROKIMIA GRESIK selaku pemilik maupun agen dari
29
pengapalan muatan pupuk dalam kemasan. Dimana dalam kegiatan proses pendistribusian pupuk selalu mengawasi dengan cara selalu mengecek langsung kelapangan dalam hal ini langsung ke kapal - kapal pengagkut pupuk.
E. Metode Pengumpulan Data
Menurut Riduwan (2003:51), metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan nyata.Untuk memperoleh data-data tersebut, antara lain wawancara, kelebihan
observasi, dan
dan
kekurangan
kepustakaan.Masing-masing sendiri-sendiri.
Karena
data itu
memiliki
lebih
baik
mempergunakan suatu pengumpulan data lebih dari satu, sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain untuk menuju kesempurnaan karya tulis. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain:
1. Riset Lapangan.
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan observasi langsung ke objek penelitian yaitu dengan melaksanakan praktek laut selama 12 bulan diatas kapal KM. CITRA MILENIUM, sehingga data-data yang dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian
30
berlangsung. Dengan demikian akan didapatkan data yang diyakini kebenarannya, observasi yang penulis lakukan pada penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: a. Metode wawancara Menurut
Riduwan
(2003:56),
wawancara
adalah
suatu
cara
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara merupakan proses tanya jawab secara lisan yang dilakukan seseorang saling berhadapan dan saling menerima serta memberikan informasi. b. Metode Observasi Menurut Riduwan (2003:57), observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), serta proses kerja. Teknik observasi digunakan dengan maksud untuk mendapatkan atau mengumpulkan data secara langsung selama melaksanakan praktek laut diatas KM. CITRA MILENIUM operasional kapal terutama dalam kegiatan bongkar muat.
2. Studi Dokumenter
Teknik dokumenter adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis , seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum dan lain-lain yang berhubungan
31
dengan masalah penelitian. Dalam penyampaian hasil penelitian ke dalam sebuah tulisan tentunya harus disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.
F. Metode Penarikan Kesimpulan
Dalam karya tulis ini penulis menggunakan dua metode penarikan kesimpulan yaitu: 1. Induktif, yaitu berfikir dari hal - hal yang khusus kemudian dibawa kepada kesimpulan yang bersifat umum. 2. Deduktif, berfikir dari hal - hal yang umum kemudian dibawa kepada kesimpulan khusus. Pemaparan
dari
metode
menjabarkan didalam BAB IV.
penarikan
kesimpulan
diatas
penulis
G. Faktor - Faktor Yang Menimbulkan Adanya Keterlambatan Peningkatan Kapasitas Muat Dan Bongkar.
Pada kapal general cargo, khususnya kapal yang bermuatan pupuk dalam kemasan milik PT. PETROKIMIA GRESIK, pengawasan pada waktu pelaksanaan proses bongkar muat merupakan faktor f aktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pengapalannya. Agar bisa mencapai tujuan dari sistem transportasi laut atau tujuan dari pelayaran yaitu melaksanakan pengangkutan dengan aman, cepat, dan efisien.Karena kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan maksud dan tujuan dari prinsip prinsip pemuatan. Yang mana sudah di terangkan di dalam bab II, antara lain : melindungi kapal, melindungi muatan, melindungi ABK, memperoleh proses bongkar muat yang lancar, cepat, aman, dan efisien, serta menghindari muatan yang tidak efisien. Perusahaan memang mengadakan pengawasan terhadap kapal - kapal pengangkut pupuk milik perusahaan.Kegiatan tersebut dilakukan sebelum kapal melaksanakan kegiatan bongkar muat dan setelah kegiatan bongkar muat, hal ini dilakukan karena kapal melakukan bongkar muat di pelabuhan milik sendiri (pelabuhan khusus). Tetapi apa dilakukan hanya sebuah formalitas, kenyataan ini penulis mengamati sendiri selama melaksanakan praktek. Pihak perusahaan mengirim agen yang mengurusi perkapalan.Agen naik ke kapal, dan hanya mengambil sertifikat serta dokumen kapal.Pihak agen yang naik ke atas kapal tidak mengadakan pengawasan dan pengecekan selama kegiatan bongkar muat berlangsung.Apa yang dilakukan oleh
32
33
perusahaan dalam hal ini PT. PETROKIMIA GRESIK kurang tepat. Karena untuk mencapai kegiatan bongkar muat yang sesuai dengan harapan yaitu cepat, aman, dan efisien, prinsip dari pemuatan harus selalu diterapkan dalam setiap kegiatan pengapalan.Salah satunya dengan mengadakan pengawasan kegiatan bongkar muat. Untuk mendapatkan kegiatan bongkar muat yang sesuai dengan prinsip - prinsip pemuatan, perusahaan harus menganalisa semua keadaan dan kejadian yang terjadi. Dan akan dibahas lebih lanjut mengenai proses bongkar muat dalam memuat muatan curah yang sesuai dengan materi penulisan ini. Agar mendapat hasil yang memuaskan pada waktu melaksanakan kegiatan bongkar muat, perlu menyadari tentang adanya faktor - faktor yang menghambat kegiatan bongkar muat. Dengan begitu dapat membuat suatu solusi - solusi yang tepat untuk mengurangi bahkan menghilangkan faktor faktor yang yang mengganggu kegiatan peningkatan kapasitas muat dan bongkaran tersebut. Karena dalam kegiatan bongkar muat itu sendiri hal yang paling berkaitan adalah mengenai alat bongkar muat, maka disini akan dilaksanakan penganalisaan mengenai faktor - faktor penghambat proses bongkar muat.
Faktor - faktor yang menimbulkan keterlambatan proses peningkatan muat dan bongkar adalah sebagai berikut : 1. Manusia (ABK = Anak Buah Kapal / juru bongkar). a. Kurangnya kemampuan dan ketrampilan ABK (juru bongkar) dalam
34
pengoperasian alat bongkar muat. b. Kurangnya perawatan oleh juru bongkar terhadap alat - alat bongkar muat sehingga timbul masalah terhadap alat bongkar muat, sehingga peningkatan kapasitas muat dan bongkar bongkar tidak lancar. c. Kurangnya kerja sama tim, kerja sama tim yang kurang dapat menyebabkan terjadinya ketidaklancaran proses bongkar muat. Karena tanpa adanya kerjasama yang baik antara crew maka akan timbul sifat individu sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak semestinya, awak kapal yang sedang tidak bertugas atau tidak bekerja akan acuh dan tidak mau untuk membantu untuk menangani masalah yang terjadi. Dengan begitu masalah yang terjadi akan teselesaiakan secara lambat dan mengakibatkan keterlambatan peningkatan kapasitas muat dan bongkart. Hal semacam ini sering terjadi, karena hubungan yang terbina diatas kapal tidak harmonis. d. Kurangnya kesadaran dari crew dalam menggunakan alat keselamatan kerja, yang akhirnya jika terjadi kecelakaan kerja akan menghentikan kegiatan bongkar muat. 2. Peralatan (peralatan bongkar muat). Kapal KM. CITRA MILENIUM sudah tergolong kapal tua.Jadi alat bongkar yang ada di atas kapal pun juga tergolong sudah tua dan karena kurangnya perawatan yang dilakukan oleh para ABK atau dalam hal ini oleh juru bongkar, maka kerusakan alat tidak dapat terhindarkan. Artinya apabila selama proses bongkar muat alat bongkar muat sering
35
mengalami kerusakan, maka proses bongkar muat pun menjadi terhambat. Hal ini biasanya disebabkan oleh perawatan alat bongkar muat yang berhubungan langsung dengan peningkatan kapasitas pupuk dalam kemasan sangat kurang, hal ini dapat dipastikan dengan melihat langsung adanya peralatan yang rusak tersebut. Bukan hanya dari kurangnya perawatan saja yang menjadi penyebab terjadinya keterlambatan dalam peningkatan kapasitas muat dan bongkar, tetapi juga karena penyediaan spare part atau suku cadang dari perusahaan yang sering kali terlambat.Perwira dikapal juga mengeluhkan atas kejadian ini. Seperti kutipan wawancara yang pernah penulis lakukan pada waktu melaksanakan praktek sebagai berikut :
Penulis
:
"Apakah dikapal tidak ada suku cadang untuk peralatan bongkar muat jika sewaktu proses bongkar muat berjalan terjadi kerusakan alat dan perlu adanya penggantian kerusakan dari alat tersebut?"
Mualim I
:
"Tidak ada. Jika ada kerusakan alat dan perlu adanya penggantian suku cadang, maka kita baru mengajukan surat permohonan. Dan untuk proses pengiriman spare part juga memakan waktu yang lama."
36
Dalam kenyataan yang terjadi selama penulis ikut dalam kegiatan bongkar muat pada waktu melaksanakan praktek diatas kapal, sering terjadi adanya keterlambatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar pada waktu dilaksanakan. Yang disebabkan dari beberapa faktor yang antara lain disebutkan diatas dan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya keterlambatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar adalah faktor manusia. Dan dalam dala m suatu percakapan yang penulis pernah menanyakan dengan mualim jaga pada saat itu, yakni mualim l. Menyatakan sebagai berikut : Penulis
:
"Kenapa dikapal kita sering terjadi keterlambatan dalam peningkatan kapasitas muat dan bongkar, terutama yang disebabkan oleh ABK dikapal?"
Mualim I
:
"Salah satunya yang menjadi penghambat adalah faktor manusia yaitu juru bongkar itu benar. Karena para juru bongkar yang bekerja kurang memiliki rasa tanggung jawab.Mereka merasa sudah menjadi senior atau
mempunyai
pemikiran
bahwa
mereka
mempunyai masa kerja yang lebih.Sehingga mereka menyepelekan tanggung jawab yang semestinya harus dikerjakan."
H. Hambatan Yang Sering Terjadi Dalam Peningkatan kapasitas muat dan bongkar Jika Penanganan Muatan Kurang Baik.
37
Dalam setiap kegiatan pengapalan, kapal mengadakan kegiatan bongkar muat.Dan di setiap melakukan kegiatan bongkar muat para awak kapal harus melaksanakan prosedur - prosedur yang sesuai aturan.Prosedur yang biasa dilakukan adalah melakukan persiapan - persiapan sebelum kegiatan bongkar muat dilaksanakan.Tetapi kenyataan yang terjadi, pihak kapal dalam melakukan prosedur - prosedur tersebut belum melaksanakan secara normal atau berkala. Hal ini yang akan penulis jabarkan dan penulis juga akan membahasnya serta memberikan masukan yang dapat menjadi solusi untuk mengurangi hambatan atau hal-hal yang menjadi penghambat dalam peningkatan kapasitas kegiatan muat dan bongkar. Pada awal tujuan dari kegiatan pengapalan adalah pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain secara aman, cepat, efisien. Maka harus diketahui sebelum hal itu dilakukan harus mengetahui urutan - urutan yang benar.Kegiatan bongkar muat dimulai dengan kegiatan pemuatan.Kegiatan pemuatan dilkakukan di pelabuhan muat, untuk pemuatan khususnya muatan mua tan pupuk dalam kemasan dilakukan di pelabuhan milik sendiri (khusust) yaitu PT. PETROKIMIA GRESIK yang ada di Gresik. Pemuatan dilakukan langsung dari pabrik milik PT.
PETROKIMIA
GRESIK
keatas
kapal.Setelah
pemuatan
selesai
dilaksanakan, muatan yang ada diatas kapal sudah menjadi tanggung jawab dari pihak kapal, terutama Mualim I selaku perwira yang bertanggung jawab atas penanganan muatan diatas kapal serta yang memberikan perintah kepada para ABK dalam pengaturan muatan di kapal. kapal.
38
Pada pelayaran dari Gresik menuju Ketapang tanggal 27Desember 2013 terjadi kerusakan pada wire. Ditemukan pada waktu diadakan persiapan pembongkaran muatan dengan menurunkan menurunkan boom untuk membuka tutup palka terlihat wire yang sudah keropos pada batang pemuat (boom). Bagaimanapun juga pada saat itu proses pembongkaran tetap harus berlangsung, tetapi harus dengan bantuan Bosun dan ABK lain untuk membantu memperbaiki atau mengganti wire tersebut. Jika tidak, wire tersebut akan membahayakan ABK dan buruh. Peningkatan muat dan bongkar pun menjadi lebih lama. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata wire yang digunakan untuk menarik muatan dan tutup palka tersebut berkarat dan tidak ada greasn ya. Hambatan - hambatan yang terjadi jika penanganan muatan kurang baik adalah pembongkaran muatan akan terganggu sehingga menyebabkan waktu melaksanakan pembongkaran bertambah. Dari contoh kejadian diatas, pembongkaran yang biasanya dilakukan dalam waktu 72 jam (3 hari) bisa menjadi tiga kali lipat dari waktu biasanya. Selain kejadian diatas adapula kerusakan pupuk disebabkan karena sirkulasi udara dalam ruang muat tidak lancar.Seperti pada kejadian yang terjadi pada waktu kapal berangkat dari pelabuhan muat yaitu Gresik menuju Ketapang pada tanggal 7Februari 2014. Kapal mengalami kebocoran ruang muat yang berasal dari tampungan got yang belum sempat dibuang pada waktu kapal berjalan. Aturan untuk melaksanakan pembuangan got maupun sampah dari kapal baik setelah proses pembakaran dan juga sampah sa mpah yang dapat diurai adalah setelah lepas dari garis pantai.
39
Dari contoh kejadian diatas dapat diambil pemikiran, bahwa hambatan yang biasa terjadi pada saat proses pembongkaran muatan yang disebabkan karena penanganan muatan kurang baik adalah sebagai berikut :
1. Terjadi kerusakan alat bantu bongkar muat. Kerusakan pada alat bantu bongkar muat terjadi karena faktor perawatan dan usia alat. Hal ini terjadi karena faktor manusia sebagai operator untuk menghindari hal ini terjadi, tetap harus diadakan pengecekan pada saat dan sebelum pelaksanaan kegiatan bongkar muat berlangsung. 2. Muatan pupuk rusak. Terjadi kejadian seperti ini karena ada kebocoran didalam ruang muat yang disebabkan karena plat - plat rusak.Atau bisa juga pada waktu menutup tutup palka tidak tertutup rapat, sehingga pada waktu cuacu buruk air laut ataupun air hujan masuk dalam ruang muat.
I. Peran
Alat
Keselamatan
Kerja
Dalam
Mendukung
Peningkatan
Kapasitas Muat Dan Bongkar Bagi Para ABK.
Pada saat pelaksanaan kegiatan bongkar muat muatan pupuk dalam kemasan, banyak dampak negatif yang ditimbulkan baik yang menyerang organ dalam maupun kulit.Alat keselamatan kerja yang dapat membantu mengurangi dampak dari efek yang ditimbulkan adalah masker dan kaca mata pelindung.Karena mauatan pupuk dalam kemasan ini mengandung gas yang
40
beracun, dan menghasilkan banyak debu.Para ABK yang melaksanakan kegiatan bongkar muat pupuk dalam kemasan di kapal KM. CITRA MILENIUM mengabaikan penggunaan dari alat keselamatan kerja ini.Para ABK dikapal belum mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat menghirup udara yang bercampur uap dari muatan. Pupuk dalam kemasan secara langsung dan apabila kulit terkena pupuk dalam kemasan ini. Dampak yang ditimbulkan jika menghirup udara secara langsung dan terus menerus, maka organ dalam khususnya alat pernafasan akan terganggu. Dan jika terkena kulit akan mengalami iritasi apabila tidak segera dicuci dengan air. Pada kejadian tersebut penulis mengamati, dan timbul suatu jawaban kenapa para ABK kapal tidak menggunakan alat keselamatan pada saat melakukan kegiatan bongkar muat. Hal ini dikarenakan alat keselamatan kerja yang berupa masker serta kacamata atau alat keselamatan kerja lain persediaannya terbatas dan mudah cepat rusak. Bagi para ABK kapal yang mempunyai kesadaran tentang pentingnya kesehatan serta keselamatan saat bekerja, mereka menyediakan sendiri dengan cara membeli alat - alat keselamatan kerja tersebut sendiri. Pada saat peningkatan kapasitas muat dan bongkar sering kali dijumpai masalah-masalah atau hambatan-hambatan yang menyebabkan kerugian waktu atau keterlambatan pada waktu proses bongkar muat dilaksanakan baik yang disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan atau kejadian lainnya, seperti kejadian dibawah ini yang dituturkan oleh Nahkoda KM. CITRA MILENIUM yaitu sebagai berikut :
41
"Selama saya jadi Nahkoda disini, pernah terjadi kecelakaan seperti yang dialami oleh salah satu awak kapal KM. CITRA MILENIUM Ketika mempersiapkan proses bongkar muat, karena tergesa-gesa dan menganggap hal sepele alat pelindung diri, tidak memakai helm. Sehingga setelah memeriksa elmot (electric motor), motor), pada saat akan berdiri kepala terbentur penyangga elmot mengakibatkan mengakibatkan kepalanya berdarah sehingga harus diberi pertolongan pertama dan dibawa ke hospital kapal".(Wawancara kapal".(Wawancara bulan Februari 2014).
J. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Dari semua masalah-masalah sebelumnya, penulis mendapat beberapa yang harus dievaluasi dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah.Yaitu dalam menganalisa pelaksanaan kegiatan bongkar muat di atas kapal agar tidak perlu lagi terjadi kerusakan terhadap alat - alat bongkar muat. Dan pada saat kegiatan bongkar muat agar kerusakan tidak terjadi karena dapat menghambat proses jalannya pembongkaran, sehingga perlu adanya ketelitian dan kerjasama yang baik antara perwira dengan juru bongkar sehingga pengoperasian alat bongkar tersebut bekerja dengan baik dan dalam kondisi yang baik pula dengan keterlibatan dan kerjasama yang baik dalam penggunaan alat bongkar tersebut maka akan tercapai peningkatan kapasitas muat dan bongkar yang lancar.
Untuk mengurangi faktor - faktor penyebab keterlambatan peningkatan
42
kapasitas muat dan bongkar perlu dilakukan hal - hal sebagai berikut : 1. Faktor dari manusia Untuk mengurangi keterlambatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar yang disebabkan karena faktor manusia perlu dilakukan hal - hal sebagai berikut : a. Pada waktu perekrutan atau penerimaan tenaga kerja baru dalam hal ini juru bongkar, perlu diadakan pembinaan atau training agar pada waktu bergabung dikapal dan pada waktu melaksanakan tugasnya mengoperasikan alat bongkar muat tidak mengalami masalah dan mengoperasikan sesuai dengan prosedur. Yang bertujuan untuk : 1) Memperkenalkan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh ABK tersebut. 2) Memberitahukan cara pengoperasian peralatan dan apa - apa yang harus dikerjakan, karena jika terjadi kesalahan akan berakibat fatal. 3) Memberitahukan masalah - masalah yang sering terjadi dan cara penanggulangannya serta cara perawatannya. b. Selalu mengadakan pengawasan pada waktu kegiatan bongkar muat berlangsung, baik dari agen maupun maupun perwira yang ada dikapal. 2. Faktor dari peralatan. Untuk mengurangi faktor - faktor penyebab keterlambatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar yang ditinjau dari segi peralatan, peral atan, perlu dilakukan pelaksanaan perawatan rutin yang dilakukan unloader dengan cara :
43
a. Melancarkan semua block-block alat bongkar dengan pemberian greas atau gemuk pada alat bongkar tersebut. b. Memberikan greas atau gemuk pada wire-wire alat bongkar. c. Melakukan pengecekan dan memastikan semua block-block dan wirewire sebelum melakukan pemuatan dalam kondisi baik, sehingga pada waktu alat bongkar tersebut nantinya digunakan untuk pembongkaran muatan tidak menimbulkan masalah yang menghambat kegiatan tersebut. d. Mengecek dan mengganti wire yang sudah rusak atau aus. e. Dalam perawatan alat-alat bongkar muat seharusnya mempergunakan sistem perawatan berencana dan berkala atau periodik yang bertujuan untuk memperkecil timbulnya kerusakan dan memperkecil beban kerja dari suatu pekerjaan perawatan yang diperlukan. Karena alat - alat yang sudah tergolong tua dan kurangnya perawatan, maka hal - hal yang dilakukan untuk mengurangi hambatan yang terjadi pada saat akan melaksanakan kegiatan pembongkaran muatan karena kurang bekerjanya alat yang mendukung kegiatan bongkar muat dapat dilakukan dengan : 1. Tetap mengadakan pengecekan ruang muat sebelum pelaksanaan pemuatan dilaksanakan. Dengan melakukan pemeriksaan rutin setiap kali kapal selesai melakukan kegiatan bongkar. 2. Memberikan peranginan yang cukup dalam ruang muat. Yang dimaksud memberikan peranginan yang baik adalah pada waktu
44
didalam ruang muat ada muatan pupuk urea curah sirkulasi udara harus ada. Dilakukan dengan cara menghidupkan blower yang ada di bagian depan. Agar didalam ruang tidak ada uap dari muatan pupuk yang nantinya akan membuat ruang muat menjadi lembab. Atau yang lebih parahnya menjadi udara yang mengandung uap dari muatan tersebut yang kadar dari udara itu adalah menjadi udara beracun. Sehingga dapat membahayakan crew jika sampai masuk kedalam ruang akomodasi. 3. Pada saat kapal berjalan, mengecek kembali tutup t utup palka, jika salah satu tutup palka ada yang belum tertutup rapat dan juga sistem peranginannya. Dengan menerapkan strategi perawatan seperti diatas terhadap alat bongkar
muat
di
kapal
yang
dikerjakan
secara
normal,
maka
pengoperasian kapal akan menjadi lancar. Perawatan alat bongkar di atas kapal merupakan salah satu bagian penting dari salah satu perawatan kapal.Oleh karena itu harus dilakukan secara rutin sehingga dengan sendirinya perawatan alat bongkar di kapal menjadi lancar. Tetapi sebaliknya bila perawatan alat-alat bongkar ini tidak dilaksanakan dengan baik, tidak mustahil kapal akan mengalami hambatan-hambatan di dalam melaksanakan kegiatan bongkar tersebut. Jalan untuk mencapai sasaran dalam hal perawatan alat-alat bongkar di atas kapal tersebut, adalah dengan adanya penyusunan kerja yang terkoordinir dengan baik. Salah
satunya
dengan
melakukan
persiapan
sebelum
45
pemuatan.Yang di maksud adalah mempersiapkan ruang muat atau palka, dalam hal ini Mualim I memberikan perintah kepada bosun agar memimpin anak buahnya untuk melakukan persiapan pemuatan muatan. Persiapan yang seharusnya dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengecekan tutup - tutup palka, dilakukan dengan cara mencoba dengan membuka dan menutupnya. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada kendala pada sistemnya yaitu dari motor ke roda - roda tutup palka, apakah wire ada yang sudah rusak, atau juga apakah tutup palka dapat tertutup rapat. 2. Juru bongkar mengecek mesin - mesin derek, apakah ada kerusakan. Jika ada, maka pemuatan ditunda dan segera melakukan perbaikan. 3. Mualim satu menanyakan kepada bagian mesin apakah mesin angin atau commpresor mempunyai kendala atau tidak. Karena nanti pada waktu pembongkaran muatan, menggunakan kerja sistem pneumatik. Sistem kerja pneumatik adalah sitem kerja mesin atau alat - alat yang dikendalikan dengan bantuan tenaga angin yang dihasilkan dari mesin commpressor. 4. Mengecek blower untuk sistem peranginan di dalam ruang muat, agar muatan yang ada di dalam palka tidak menjadi lembab. Pengecekan yang dilakukan dengan mengecek aliran listrik maupun keadaan blower secara langsung untuk mengetahui apakah ada benda - benda yang mengganggu. Pembersihan ruang muat atau palka harus dilaksanakan sesegera
46
mungkin dan dilakukan pada waktu selesai melaksanakan pembongkaran muatan. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah menempelnya sisa muatan pada dinding palka yang nantinya nantinya akan mengeras atau menggumpal. Pada kesempatan ini, penulis akan memecahkan masalah yang telah diuraikan diatas serta memberi solusi-solusi atau cara pemecahan masalah tersebut. 1. Meningkatkan kedisiplinan awak kapal dalam menggunakan alat keselamatan kerja. Untuk meningkatkan kedisiplinan anak buah kapal bukanlah suatu hal yang mudah tanpa disertai usaha-usaha yang keras.Adapun langkah-langkah yang perlu diambil adalah harus dapat memotivasi anak buah kapal tersebut dalam menggunakan alat keselamatan kerja, peranan seorang perwira sangat dituntut agar tujuan di atas dapat tercapai dan berhasil dalam pelaksanaannya.Oleh karena itu setiap perwira harus selalu memberi contoh dan disiplin kepada anak buah kapal,
baik
secara
lisan
maupun
tindakan
sehari-hari
dalam
melaksanakan pekerjaan di atas kapal. Maksud dari secara lisan maupun tindakan, yaitu dalam hal ini seorang perwira harus mampu menyampaikan kegunaan dan bagaimana cara menggunakan serta menyediakan segala peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Jika anak buah kapal melakukan suatu tindakan ceroboh, bekerja tanpa memakai alat pelindung keselamatan kerja misalnya tanpa memakai pakaian kerja,
47
topi pengaman (helm), masker dan kacamata khusus kerja.Maka sebagai Perwira harus memanggil dan memberi peringatan seluruh awak kapal guna mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam keselamatan kerja. Anak buah kapal bekerja tanpa memakai alat pelindung keselamatan kerja, karena ia berfikir bahwa hal itu tidak perlu. Hal ini suatu petunjuk bahwa kepatuhan atau disiplin anak buah kurang, kalau sikap anak buah kapal yang seperti ini dapat membahayakan dirinya sendiri dan rekan sekerjanya maka perlu tindakan-tindakan untuk penegakan disiplin, salah satu pencegahan kecelakaan
adalah
melengkapi
dan
menyediakan
perlengkapan
pengaman bagi awak kapal, sesuai peraturan yang berlaku. Dengan adanya kedisiplinan dalam menggunakan perlengkapan kerja, maka akan berperan dalam keselamatan awak kapal dan pencegahan kecelakaan di atas kapal serta akan memberikan jaminan kesehatan bagi setiap pekerja. Adanya penegasan sangsi - sangsi terhadap anak buah kapal yang menyalahi aturan tentang keselamatan kerja di atas kapal, adalah salah satu faktor untuk meningkatkan keselamatan kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Karena dengan
dipatuhinya
peraturan
itu
maka
segala
sesuatu
yang
berhubungan dengan dengan pekerjaan akan selalu lancar dan aman. Bukan tindakan negatif yang menjatuhkan anak buah kapal yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki sikap, tindakan dan cara kita untuk bekerja untuk waktu yang akan
48
datang dan bukannya menghukum menghukum apa yang terjadi dimasa lalu. Dengan itu diharapkan usaha untuk meningkatkan kedisiplinan dapat dicapai.Pengawasan dan pengontrolan terhadap anak buah kapal dalam
menggunakan
perlengkapan
keselamatan
kerja
dalam
melaksanakan kerja adalah hal yang penting dalam meningkatkan keselamatan kerja.Oleh sebab itu usaha untuk menangani masalah keselamatan
kerja
di
atas
kapal
tidak
lepas
dan
para
perwiranya.Sehubungan dengan hal itu maka seorang perwira wajib menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk memberi disiplin, contoh dan pengawasan terbaik dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun tujuan itu adalah anak buah kapal bisa mengikuti apa yang dianjurkan atau dicontohkan oleh seorang perwira dan selanjutnya anak buah kapal dapat melakukan sendiri segala kegiatan serta pekerjaanya tanpa meninggalkan unsur keselamatan kerja yang pernah di dapatnya dan perwiranya. perwiranya. 2. Familiarisasi awak kapal. Awak kapal yang akan memulai pekerjaan diatas kapal harus ada kerja sama dari awak kapal lainnya untuk menjelaskan kepadanya mengenai segala sesuatu mengenai kondisi kapal tersebut, tugas tugasnya dan bahaya-bahaya yang akan dihadapinya serta cara - cara untuk menghindari dengan melakukan pekerjaan secara baik dan mematuhi keselamatan kerja. Petunjuk - petunjuk keselamatan harus
49
dijelaskan dan ia harus mematuhi keseluruhan penjelasan tersebut.
3. Pihak perusahaan menambah peralatan keselamatan kerja Perlengkapan keselamatan kerja yang sudah tersedia diatas kapal selama ini tidak lengkap, tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja disebuah kapal dan pihak perusahaan tidak memperhatikan kenyataan yang ada dilapangan atau ditempat kerja.Untuk itu sebaiknya prasarana yang menyangkutan keselamatan kerja ditambah sebagai cadangan, sehingga jika terjadi sesuatu maka lebih mudah untuk mengatasinya. Berikut ini adalah peralatan keselamatan kerja yang seharusnya digunakan bila melakukan kegiatan bongkar muat maupun melakukan tugas harian kapal lainnya, antara lain: a. Pakaian Kerja. Pakaian
kerja
sering
tidak
memadai
untuk
dipakai
kerja.Disini sering dijumpai dan terlihat, anak buah kapal bekerja memakai pakaian kerja dengan menggunakan kaos dan celana panjang yang sudah usang dalam melakukan pekerjaan seharihari. Begitu juga ada crew yang memakai wear pack yang hampir sudah tak layak untuk dipakai, karena pada bagian kaki dan punggung sudah ada yang robek. Keadaan seperti ini akan mengurangi tingkat keselamatan kerja. Dalam hal ini seorang Perwira yang
50
bertanggung jawab atas anak buahnya itu harus menegur dan memberi arahan ataupun memberi pakaian kerja pengganti, sehingga anak buah kapal tersebut memakai peralatan kerja yang layak dipakai. Perwira kapal harus bisa menunjukkan kepada anak buah kapal tersebut bahwa ia berpakaian kerja yang layak pakai setiap melakukan pekerjaan. b. Sepatu Keselamatan Kerja (Safety Shoes). Sepatu
pengaman
harus
dapat
melindungi
terhadap
kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh benda-benda berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lainnya yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya.Syarat sepatu yang benar adalah terbuat dari kulit yang berat dan ujungnya dilapisi baja.Sepatu kerja juga harus dapat digunakan pada tempat-tempat yang licin akibat air, minyak lumas maupun bahan bakar.Tapi kenyataan dilapangan kebanyakan para awak kapal tidak memakai sepatu tapi mereka Cuma memakai sandal sebagai pengganti sepatu. c. Topi Keselamatan (Safety Helmet). Topi pengaman harus dipakai oleh awak Kapal dalam bekerja yang mungkin dapat tertimpa benda pada kepala.Topi pengaman harus cukup keras dan kokoh tetapi ringan untuk dipakai.Selama penelitian yang dilihat penulis adalah para awak kapal sudah memakai topi pengaman tapi topi pengamannya udah
51
usang dan tidak layak pakai. d. Kacamata Kerja (glasses). Harus ditanamkan betapa perlunya penggunaan kacamata pelindung, terutama pada saat menciping, menggerinda, mengebor, mengelas dan pekerjaan lainnya. Apabila sudah terbiasa dalam melakukan pekerjaan memakai kacamata pelindung, niscaya mata akan terlindung dan benda-benda maupun kotoran sehingga keselamatan kerja dapat ditingkatkan. e. Sarung Tangan (Hand Glove). Sarung tangan harus diberikan dengan pertimbangan pertimbangan
akan
bahaya-bahaya
dan
persyaratan
yang
diperlukan. Macam-macam sarung tangan tergantung kepada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, benda panas, terkena bahan kimia, aliran listrik dan sebagainya. Harus diingat bahwa memakai sarung tangan ketika bekerja pada mesin pengebor, mesin pengepres dan mesin-mesin lainnya dapat menyebabkan tertariknya sarung tangan kemesin, hal itu sangat berbahaya. f. Masker (Penutup Hidung). Paru-paru harus dilindungi dan udara tercemar dan ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara.Pencemaran pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lain sebagainya.Terutama dikapal yang mempunyai muatan yang
52
menguap dan bersifat racun. g. Pelindung telinga (Ear Mufler). Bila kita sedang mengerjakan suatu pekerjaan yang menimbulkan suara yang sangat bising, contohnya ketika sedang menggunakan chipping gun, maka adalah perlu melindungi telinga dengan pelindung telinga. h. Sabuk Keselamatan (safety belt) Sabuk pengaman harus dipakai pada tempat bekerja yang memungkinkan kita terjatuh.Misalnya melakukan pekerjaan pada tiang-tiang lampu kapal.Sabuk pengaman harus terbuat dari bahan yang cukup kuat dan mudah untuk dipakai ataupun dilepaskan. 4. Memotivasi awak kapal tentang keselamatan kerja dapat diberikan melalui: a. Safety meeting (Pengarahan Untuk Keselamatan). Merupakan membahas
suatu
tentang
pertemuan
yang
kegiatan-kegiatan
dilakukan keselamatan
untuk dan
mengeroksinya apabila terjadi kesalahan dalam melaksanakan keselamatan dengan tujuan untuk keselamatan awak kapal sendiri yang dipimpin oleh Nahkoda dan dibantu oleh perwira lainnya. Tetapi kenyataan dilapangan safety meeting dilaksanakan setiap terjadi kecelakaan kerja atau setiap akan ada inspeksi dari perusahaan dan tidak dilaksanakan setiap bulan. b. Memutar film atau slide.
53
Film dan slide dapat memperlihatkan seluruh cerita tentang suatu
kejadian
kecelakaan
kerja
dan
akibat-akibat
yang
ditimbulkannya sehingga dapat memberikan motivasi awak kapal untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. c. Poster . Poster
dapat
membantu
meningkatkan
keselamatan
kerja.Poster digunakan untuk meniadakan kebiasaan-kebiasaan buruk, memberikan keuntungan jika melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku atau dapat memberikan keterangan yang lebih terperinci serta sebab akibat dari penyimpangan prosedur atau aturan keselamatan kerja dikapal, nasehat atau pengarahan terhadap masalah-masalah tertentu. Poster dipasang ditempat-tempat yang mudah dilihat oleh awak kapal seperti : 1) Kamar ganti pakaian. 2) Tempat berkumpul. 3) Pintu masuk. 4) Engine control room. 5) Office. 6) Anjungan kapal. 7) Lorong-lorong. 8) Serta tempat - tempat yang terlihat.
54
5. Pengawasan kapal. Anak buah kapal biasanya paling menggampangkan hal-hal yang
merupakan
pengawasan.Padahal
pekerjaan hal
ini
rutinitas, sangat
termasuk
penting
sekali
dalam
hal
mengingat
keselamatan atau kesehatan bekerja di sebuah kapal dengan muatan yang beracun, terutama terhadap anak buah yang paling sering ceroboh dengan masalah alat keselamatan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab IV maka dapat ditarik kesimpulan yang sesuai dengan kondisi dan kenyataan yang terjadi saat ini. Mengenai faktor-faktor yang menjadi penghambat kegiatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja yang kurang produktif. Misalnya, banyak ABK (juru bongkar) yang dijumpai dijumpai dalam bekerja tidak sesuai prosedur. 2. Hambatan - hambatan yang dijumpai pada waktu kegiatan bongkar muat yaitu adanya penanganan muatan dalam palka yang kurang baik. 3. Peranan alat keselamatan kerja yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi para ABK (juru bongkar) yang diabaikan dalam pelaksanaan kegiatan bongkar muat diatas kapal.
B. Saran
Mengenai permasalahan yang terjadi, maka penulis memberi saran -
55
56
saran sebagai berikut : 1. Untuk masalah faktor tenaga kerja. a. Pada waktu penerimaan ABK baru dalam hal ini juru bongkar, perusahaan perlu sekali mengadakan pembinaan atau trainning mengenai peralatan bongkar muat. b. Pada waktu pelaksanaan kegiatan bongkar muat, perwira harus selalu mengadakan pengawasan. Dengan begitu bisa diketahui kemampuan dan hasil kerja dari masing-masing juru bongkar. 2. Untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam kegiatan peningkatan kapasitas muat dan bongkar di pelabuhan. a. Melakukan pemeriksaan ruang muat sebelum pelaksanaan pemuatan dilakukan. b. Melakukan pemeriksaan dari sistem peranginan yang ada di dalam ruang muat saat muatan berada di dalam palka. 3. Untuk mengatasi permasalahan mengenai peran dari alat keselamatan kerja. a. Sebaiknya para perwira lebih meningkatkan kedisplinan awak kapal dalam menggunakan alat keselamatan dan melakukan pengawasan yang lebih ketika awak kapal bekerja untuk mempersiapkan bongkar muat.
b. Sebaiknya upaya - upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja lebih dioptimalkan dengan melaksanakan prosedur
57
atau aturan tentang keselamatan kerja dengan sungguh - sungguh dan penuh tanggung jawab dan memberikan teguran / hukuman kepada awak kapal yang tidak memakai alat keselamatan kerja dan menambah peralatan keselamatan kerja.
DAFTAR PUSATAKA
1.
Arwinas Dirgahayu; Petunjuk Dirgahayu; Petunjuk Penanganan Kapal dan Barang di Pelabuhan, Pelabuhan , PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Jakarta,1999.
2.
http/grrynaval.blogspot.com; perlengkapan http/grrynaval.blogspot.com; perlengkapan bonkar muat (cargo gear) maret, gear) maret, 27 2011.
3.
Istopo, Capt; Kapal Capt; Kapal dan Muatannya, Muatannya , Koperasi Karyawan BP3IP, Jakarta, 1999.
4.
John.R Immer; Cargo Handling , Hauma Lousiana, 1984.
5.
Moleong; Metodologi Moleong; Metodologi Penelitian Kualitatif , PT.Remaja Rosdakarya, Rosdakarya, Bandung, Bandung, 1990.
6.
Riduwan; Dasar-dasar Riduwan; Dasar-dasar Statistika, Statistika , Alfabeta, Bandung, 2003.
7. Nawawi, Metodologi Nawawi, Metodologi penelitian, Gramedia, penelitian, Gramedia, 1984 8.
Hadi, Metodologi Hadi, Metodologi peneliltian ilmiah, Gamedia, 1981