Laporan Kasus
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
Disusun oleh:
Ari Julian Saputra, S. Ked
04054821618100 04054821618100
Annisa Sarie Husni, S. Ked
04084821618212 04084821618212
Nuari Indiyani, S. Ked
04054821719050 04054821719050
Pembimbing: dr. Erwin Sukandi, SpPD-KKV, FINASIM
BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Angina pektoris adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh iskemia miokard akibat penurunan suplai kronis dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman di dada atau substernal agak di kiri, yang dapat menjalar ke leher, rahang, bahu atau punggung kiri sampai dengan lengan kiri dan jari-jari bagian ulnar. Salah satu penyebab angina pektoris paling sering adalah aterosklerosis, sedangkan penyebab lain yang dapat menimbulkan angina pektoris di antaranya adalah kelainan bawaan pada arteri koronaria, myocardial bridging , arteritis koroner, suatu keadaan yang ditemukan pada vaskulitis sistemik, atau adanya penyakit koroner akibat akibat radiasi. 1 Angina pektoris merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang dialami oleh banyak orang. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 9,8 juta orang yang telah mengalami angina pektoris dengan 500.000 kasus baru setiap tahunnya. Angina pektoris lebih sering bermanifestasi pada perempuan daripada laki-laki dengan perbanding kejadian angina pektoris antara perempuan dan laki-laki sebesar 1,7:1. Selain itu, prevalensi angina pektoris diketahui meningkat sejalan dengan pertambahan usia. 2 Penegakan diagnosis angina pektoris didasarkan terutama berdasarkan anamnesis sehingga lebih bersifat subjektif. Keluhan intensitas nyeri pada angina pektoris yang dialami dial ami oleh setiap orang dapat berbeda-beda. Pada sebagian kecil penderita, angina pektoris bahkan dapat terjadi pada saat beristirahat. Penegakan diagnosis angina pektoris yang cepat dan tepat sangatlah penting karena angina pektoris dapat berkembang menjadi m enjadi sindrom koroner akut, yaitu unstable angina pektoris, non-ST- elevation MI atau atau ST- elevation MI. 3 Angina pektoris dapat terjadi pada seluruh kelompok masyarakat. Komplikasi yang ditimbulkan oleh angina pektoris dapat menyebabkan keadaankeadaan yang sulit untuk ditangani dan dapat menyebabkan gangguan aktivitasi
2
sehari-hari. Selain itu, penyakit ini juga menunjukkan peningkatan angka kejadian tidak hanya pada negara-negara maju namun juga pada negara-negara berkembang.4
3
BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. SE
Umur
: 57 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Sidorejo, Banyuasi
Tanggal masuk
: 30 Juni 2017
Nomor RM
: 1011885
B. ANAMNESIS (Auto dan Alloanamnesis 03 Juli 2017)
Keluhan Utama:
Nyeri dada kiri yang bertambah lama sejak ±1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
±2 tahun SMRS, pasien merasakan nyeri dada kiri hilang timbul dengan durasi <15 menit, nyeri seperti ditekan di daerah dada kiri, tidak menjalar dan tidak tembus ke belakang, tidak dipengaruhi gerakan tubuh atau tekanan, nyeri dirasakan ketika beraktivitas terutama aktivitas berat dan menghilang ketika beristirahat, keringat dingin (-), berdebar (-), sesak napas (-), mual muntah (-), rasa terbakar (-). Pasien tidak berobat. ±1 bulan SMRS, nyeri dada kiri dialami bertambah sering, durasi <15 menit, nyeri seperti ditekan di daerah dada kiri dan tembus ke belakang, tidak dipengaruhi gerakan tubuh atau tekanan, nyeri dirasakan ketika beraktivitas dan menghilang dengan istirahat, keringat dingin (-), berdebar (-), sesak napas (-), mual muntah (-), rasa terbakar (-). Pasien belum berobat.
4
±2 minggu SMRS, nyeri dada kiri dirasakan semakin sering disertai keringat dingin, berdebar, durasi <15 menit dan menghilang ketika istirahat. ±1 hari SMRS, nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban berat pada daerah dada kiri, tembus ke belakang, dan menjalar ke lengan kiri dengan durasi sekitar 20-30 menit. Nyeri dada muncul pada saat beraktivitas, tidak menghilang dengan istirahat. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin, berdebar, dan sesak napas. Pasien berobat ke RS Pelabuhan dan dirawat kemudian dirujuk ke RSMH untuk dilakukan tindakan.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat hipertensi disangkal 2. Riwayat merokok ada sejak 20 tahun lalu, sebanyak 1-2 bungkus/hari. 3. Riwayat diabetes mellitus tidak ada 4. Riwayat dislipidemia tidak diketahui
D. FAKTOR RISIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi: Laki-laki 63 tahun. Riwayat nyeri dada sebelumnya. b. Dapat dimodifikasi
: Merokok
E. PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan tanggal 03 Juli 2017) 1. Keadaan Umum
: Sakit sedang/Overweight/Compos Mentis
a.
Berat badan
: 70 kg
b.
Tinggi badan : 165 cm
c.
Indeks massa tubuh: 25,7 kg/m 2
2. Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 72 x/menit, regular
5
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6C (aksilla)
3. Kepala
Mata
: Anemis (-), ikterus (-)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: JVP 5-2 cmH2O
4. Dada
Inspeksi
: Statis dinamis simetris kiri=kanan, normochest, sela iga
melebar
Palpasi
:Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus
kiri=kanan -
Perkusi : Sonor kiri = kanan Batas paru-hepar
: ICS V dekstra
Batas paru belakang kanan
: CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri
: CV Th. IX sinistra
Auskultasi
: BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/-
5. Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
: Pekak Batas atas jantung: ICS II sinistra Batas kanan jantung: IC IV linea parasternalis dextra Batas kiri jantung: ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)
6. Abdomen
Inspeksi
: Datar, venektasi (-), skar (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Nyeri tekan (-). Massa tumor (-) Hepar,Lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani (+)
7. Ekstremitas
6
Ekstremitas superior kanan dan kiri:
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, CTR <2 detik
Ekstremitas inferior kanan dan kiri:
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada. Edema pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-), CTR <2 detik
8. PEMERIKSAAN EKG
Irama
: Sinus
Heart Rate
: 60x/menit
Regularitas
: Reguler
Axis
: Normoaxis
P wave
: Normal
PR interval
: 0,16 s
7
QRS complex
: 0,08 s
ST Segment
: isoelektrik
S di V1 + R di V5/6 <35 mm
Kesimpulan: -
Irama sinus normal rate
- Normoaksis
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM TEST
RESULT
NORMAL VALUE
Hb
17,2 g/dL
13,48-17,4 g/dL
WBC
12,2 x 103 /mm3
4,73-10,89 x 103/ mm3
RBC
6,70 x 106 /mm3
4,40-6,40 x 106/ mm3
HT
51,0%
41,0-51,0 %
Diff. Count
0/0/89/7/4 %
0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %
GDS
117 mg/dl
<200 mg/dl
Ureum
53 mg/dl
16,6-48,5 mg/dl
Creatinin
1,15 mg/dl
0,5-0,9 mg/dl
PLT
334 x 103 /uL
170-396 x 103/l
CK-MB
21 U/L
7-25 U/L
Troponin T
<50 ng/L
<50 ng/ml
SGOT
20 U/L
<38 U/L
SGPT
16 U/L
<41 U/L
Total Cholesterol
223 mg/dl
200 mg/dl
51 mg/dl
M(>55);F(>65) mg/dl
144 mg/dl
<130 mg/dl
147 mg/dl
200 mg/dl
HDL LDL TG
8
Uric Acid
9,4 mg/dl
2,4-5,7 mg/dl
Elektrolit Natrium Kalium Kalsium
136 4.2 8,7
135 – 155 3,5 – 5,5 8,7 – 9,7
10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks PA
- Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak ttampak proses spesifik pada kedua paru - CTR <50%, jantung tidak membesar - Diafragma dan sudut kostofrenikus kanan kiri baik - Tulang-tulang dan jaringan lunak baik Kesan: Normal
11. DIAGNOSIS BANDING
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL NSTEMI STEMI
12. DIAGNOSIS
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
13. PENGOBATAN •
Bed rest
•
Edukasi
•
O2 2-4 LPM via Nasal Canule
•
•
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam Nitrat : Fasorbid 10 mg/8 jam/oral Isosorbid Dinitrat 5mg/SL (bila nyeri dada)
•
Anti-agregasi platelet:
9
Aspilet 80 mg / 24 jam/oral Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral •
Antit-coagulant: Arixtra 2,5mg/24 jam/Subkutan
•
Anti hipertensi: Candesartan 16mg/24 jam/oral
•
Statin: Atorvastatin 10mg/24 jam/oral Laksatif: Laxadine syr 2C/12 jam/oral
•
Rencana pemeriksaan: -
Echocardiography
-
Kontrol enzim jantung
-
Coronary Angiography
-
EKG serial tiap 6 jam
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Angina Pektoris Tidak Stabil
Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 2 Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark (robbin)
2. Faktor Risiko
Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori. 3 Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2 Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
11
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2 Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin. 1,2 Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.5
3. Patologi Ruptur plak
Kejadian angina pektoris tak stabil diawali dengan terbentuknya aterosklerosis
yang
kemudian
ruptur
dan
menyumbat
pembuluh
darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.5 Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja
12
sebagai vasodilator, anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel. 5 Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa ( foam cell ).Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.5 Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.5 Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. 5 Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
13
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.5 Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh
14
darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus. Erosi Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.
Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil
15
4. Gejala Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda iskemik yaitu ST depresi atau inversi T. 2
5.1. Anamnesis
1.
Nyeri dada:
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
-
Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
-
Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas, dipelintir.
-
Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan kanan bawah.
- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat. -
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
-
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas, lemas.
2.
Sesak napas (Dispneu): Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
16
-
Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
-
Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.
-
Penyakit deformitas dinding toraks
-
Sakit otot pernapasan
-
Obesitas
-
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibat gagal jantung kiri.
Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri
dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:
-
Dyspnea on Effort (DOE)
-
Orthopnea
-
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
-
Dyspnea at rest
5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit dengan ekstremitas pucat kadang disertai keringat dingin dan mual muntah.
5. 3. Pemeriksaan Penunjang
EKG Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri
dada
atau
keluhan
yang
dicurigai
sindroma
koroner
17
akut.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. 2
5.4. Biomarker kerusakan jantung 6
Alat diagnostik selanjutnya adalah pelepasan dan dan peningkatan penanda biokimiawi serum pada cedera sel jantung. Penanda tersebut adalah kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya Creatinin Kinase-MB, dan troponin: cardiac specific troponin T (cTnT) dan cardiac specific troponin I (cTnI). Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola peningkatan dan penurunan. Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) merupakan protein regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang bersifat spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam setelah cedera miokardium dan akan menetap hingga 10 hari setelah peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik pada peningkatan CK yang hanya sedikit. Sebaliknya, tidak adanya peningkatan CK cenderung menyingkirkan adanya infark miokardium.
18
Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum) Penanda Creatinin Kinase (CK) Creatinin KinaseMB (CK-MB) Cardiac specific troponin T (cTnT) Cardiac specific Troponin I
Meningkat 4-6 jam
Memuncak 18-24 jam
Durasi 2-3 hari
4-6 jam
18-24 jam
2-3 hari
4-6 jam
18-24 jam
10 hari
4-6 jam
18-24 jam
10 hari
6. Terapi2,7
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal berikut: a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus
intrakoroner untuk mencegah serangan jantung b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik. c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi
gangguan hemodinamik yang menyertai. d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan. e. Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar (lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan
19
methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5 mg) secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan β - blocker. β-blocker short acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat, β-
blocker, dan CCB. β -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya diberikan sesudah kondisi stabil.
Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg/hari (dosis tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien AP tak stabil diikuti 75 mg/hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena cara pembriannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari tergantung preparat selama 5 hari.
Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia diberi trasfusi darah, dan seterusnya.
20
Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.
7. Prognosis 7
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1 poin, dengan total poin 0-7: - Umur ≥ 65 tahun - penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir - telah diketahui menderita stenosis coroner ≥ 50% - peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus, perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner, hipertensi, hiperkolesterolemia) - gejala angina yang berat (dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam terakhir) - Deviasi segmen ST pada EKG Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan kateter jantung dini.
21
BAB IV ANALISIS KASUS
Angina Pektoris Stabil
Angina
NSTEMI
STEMI
Pektoris Tidak Stabil Kelainan Klinis
Nyeri tumpul seperti rasa
Angina saat istirahat , durasi ≥ 20
Presentasi klinis menyerupai
tertindih/berat di dada, rasa
menit; atau
SKA pada umumnya. Namun,
desakan yang kuat dari dalam
Angina pertama kali hingga
kadang pasien datang dengan
atau dari bawah diafragma,
aktivitas fisik menjadi sangat
gejala atipikal nyeri pada
seperti diremas-remas atau dada
terbatas; atau
lengan atau bahu, sesak napas
mau pecah dan biasanya pada
Angina progresif: pasien dengan
akut, pingsan, atau aritmia.
keadaan yang berat disertai
angina stabil terjadi perburukan:
Pasien dengan STEMI
keringat dingin dan sesak napas.
frekuensi lebih sering, durasi
biasanya telah memiliki
Nyeri berhubungan dengan
lama, muncul dengan aktivitas
riwayat angina atau PJK usia
aktivitas, hilang dengan
ringan.
lanjut, dan kebanyakan laki-
istirahat; tapi tak berhubungan
Angina pada SKA sering disertai
laki
dengan gerakan pernapasan atau
keringat dingin (respon simpatis) ,
gerakan dada ke kiri dan
mual dan muntah (stimulasi vagal),
kekanan. Nyeri dapat
serta rasa lemas. Pada populasi
dipresipitasi oleh stres fisik
lanjut usia ( ≥ 75 tahun)
ataupun emosional.
perempuan, dan diabetes kadang
Nyeri yang pertama sekali
tidak khas.
timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 2l menit. Lokasi: di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung pundak kiri
22
Pemeriksaan Fisik
Tak ada hal-hal yang
Sering kali normal , pada beberapa
Penilaian umum: kecemasan,
khusus/spesifik pada
kasus dapat ditemui tanda-tanda
sesak, keringat dingin, tanda
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
kongesti dan instabilitas
Levine⃰ , kadang normotensif
fisis yang dilakukan waktu nyeri
hemodinamik .
atau hipertensif. Pemeriksaan
dada dapat menemukan adanya
fisis lainnya dapat berupa
aritmia, gallop bahkan murmug
tanda perburukan gagal
split S2 paradoksal, ronki basah
jantung. Klasifikasi Killip
dibagian basal paru, yang
dapat digunakan untuk
menghilang lagi pada waktu
mengevaluasi hemodinamik
nyeri sudah berhenti
dan rognosis pasien dengan SKA.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (10 menit pertama)
Perubahan ke arah faktor risiko
Gambaran depresi segmen ST,
Elevasi segmen ST≥0,1 mV,
seperti LVH dan adanya Q
horizontal maupun downsloping,
yang dihitung mulai dari titik J
abnormal. Gambaran EKG
yang ≥0,05 mV pada dua atau lebih
pada dua atau lebih sadapan
lainnya tidak khas seperti
sadapan sesuai regio dinding
sesuai regio dinding
aritmia, BBB, bi atau trifasikular
ventrikelnya. dan/atau inversi
ventrikelnya. namun lebih
blok, dan sebaginya. EKG saat
gelombang T≥0,1mV pada dengan
khusus pada sadapan V2-V3.
istirahat mungkin normal
gelombang R prominen atau rasio
Batasan elevasi menjadi
R/S<1.
≥0,2mV pada laki-laki usia
Pada keadaan tertentu EKG 12
≥40 tahun; ≥0,25 mV pada
sadapan dapat normal , terutama
laki-laki usia <40 tahun, atau
pada iskemia posterior (sadapan V7-
≥0,15 mV padaperempuan.
V8) atau ventrikel kanan (sadapan
Perlu dicatat bahwa EKG pada
V3R-V4R) yang terisolasi.
STEMI merupakan EKG yang
Dianjurkan pemeriksaan EKG
berevolusi sehingga harus
serial setiap 6 jam untuk
dipertimbangkan dalam
mendeteksi kondisi iskemia yang
diagnostik.
dinamis. Pemeriksaan Biomarka Jantung
Tidak ada peningkatan Troponin
Tidak ada
Peningkatan
Peningkatan troponin T (untuk
T dan atau CKMB
peningkatan
troponin T
diagnosis akut) dan/atau
23
Troponin T dan
dan/atau CKMB
CKMB (untuk diagnosis dan
atau CKMB
(4-6 jam setelah
melihat luas infark).
onset) Keterangan: CKMB, creatinine kinase myoglobin; EKG: elektrokardiografi; SKA: Sindrom koroner akut; STEMIL ST-elevated myocardial infarction.
⃰ Tanda Levine: gambaran pasien yang mengepalkan tangan di atas dada karena nyeri angina pektoris.
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V . Jakarta: Interna Publishing. 2010. 3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005; 147: 6-9 4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. 5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s
Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008 6. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit edisi ke-6 . Jakrta: EGC. 2010 7. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/ Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive summary (J Am Coll Cardiol 2007;50:652 – 726; Circulation 2007;116:803 – 877)
25