Pembunuhan Anak Sendiri Skenario
Sesosok mayat bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyarakat melaporkannya kepada polisi. Mereka juga melaporkan melaporkan bahwa semalam melihat seorang perempuan perempuan yang menghentikan menghentikan mobilnya di dekat sampah tersebut dan berada di sana cukup lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut. Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai dokter direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang dicurigai sebagai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus mengatur segalanya agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan mem-briefing mem-briefing para para dokter yang akan menjadi pemeriksa. Perluasan latar belakang skenario : Seorang ibu yang berusia 20 tahun membunuh bayi yang baru dilahirkannya dari hasil hubungan seksual diluar pernikahan dengan cara melakukan melakukan pembekapan pembekapan terhadap bayi tersebut. Ibu yang masih muda ini mengambil mengambil tindakan tersebut karena takut diketahui oleh keluarganya dan merusak nama baik keluarga. Definisi
Yang dimaksud dengan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang di Indonesia adalah pembunuhan pembunuhan yang dilakukan dilakukan oleh seorang seorang ibu atas atas anaknya pada pada ketika dilahirkan dilahirkan atau atau tidak berapa berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. 1 Aspek Hukum
Pasal 341 KUHP Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun. Pasal 342 KUHP Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama
1 | Tinjauan Pustaka
kemudian daripada itu, dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selamalamanya 9 tahun. Pasal 343 KUHP Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makat mati atau pembunuhan. Pasal 181 KUHP Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut, atau menghilangkan mayat dengan maksud hendak menyembunyikan kematian atau kelahiran orang itu, dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4500 rupiah. Pasal 304 KUHP Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, perjanjian, dihukum dihukum penjara penjara selama selama 2 tahun 8 bulan atau denda denda sebanyak-bany sebanyak-banyaknya aknya empat empat ribu lima ratus rupiah. rupiah.
Pasal 305 KUHP Barang siapa menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain, atau dengan maksud akan terbebas dari pada pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, dihukum penjara sebanyak banyaknya banyaknya 5 tahun 6 bulan. Pasal 306 KUHP (1)
Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 304 dan 305 itu menyebabkan luka berat, maka di tersalah dihukum penjara selama-lamanya 7 tahun 6 bulan
(2)
Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati, si tersalah itu dihukum penjara selamalamanya 9 tahun.
Pasal 307 KUHP Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam pasal 305 adalah bapak atau ibu dari anak itu, maka baginya hukuman hukuman yang yang ditentukan ditentukan dalam pasal 305 dan dan 306 dapat dapat ditambah ditambah dengan dengan sepertiganya sepertiganya 2 | Tinjauan Pustaka
Pasal 308 KUHP Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain tidak lama sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang ia melahirkan anak atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, maka hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi seperduanya. 2,6 Dari undang – undang di atas kita dapat melihat adanya 3 faktor penting, yaitu: 1. Ibu Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia kawin atau tidak. Sedangkan bagi orang lain yang melakukan at au turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu penjara 15 tahun (ps 338:tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (ps.339 dan 340, dengan rencana) 2. Waktu Dalam undang – undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya. 3. Psikis Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui orang telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dibunuh tersebut didapat dari hubungan yang tidak sah. 1,2 Pemeriksaan Medis
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu ( separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan bayi yang cukup bulan atau belum cukup bulan, maupun viable atau nonviable. Dokter memeriksa mayat bayi, bila diminta bantuannya oleh penyidik, diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini1: 1. Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup? 2. Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
3 | Tinjauan Pustaka
3. Apakah bayi tersebut sudah dirawat? 4. Apakah sebab kematiannya?
Lahir Mati atau Lahir Hidup
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang. Lahir Mati Lahir mati adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan dari ibunya tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan) Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut nadi, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.
Tanda maserasi adalah proses pembusukan intrauterin yang berlangsung dari luar ke dalam dan baru terlihat setelah 8-10 hari kematian inutero. Bila kematian baru 3 atau 4 hari, hanya terlihat perubahan kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi cairan kemerahan.
Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma setinggi iga ke -4. Sukar dinilai bila mayat telah membusuk.
Pemeriksaan makroskopik paru Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau telah mengisi rongga dada. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura longgar (slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70 x berat badan.
Uji apung paru Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila pada potongan kecil paru tetap mengapung, letakkan di antara 2 karton dan ditekan untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu 4 | Tinjauan Pustaka
masukkan kembali ke dalam air. Bila masih mengapung berarti masih berisi udara residu yang tidak akan keluar. Pada bayi lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatif (tenggelam)
Mikroskopik paru-paru Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah di fiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig. Tanda khas untuk paru bayi belum bernapas adalah adanya tonjolan ( projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada ( club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Lahir hidup (live birth) Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan. Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
Pemeriksaan makroskopik paru Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan pleura yang tegang (taut pleura), dan menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau jelas terisi karena halang-an paling minimal. Konsistensi seperti spons, teraba derik udara. Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 x berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah jantung-paru.
Uji apung paru memberikan hasil positif (Hasil negatif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik paru).
Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak tegang.
Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilihat dengan foto rontgen. 5 | Tinjauan Pustaka
Umur Bayi Intra dan Ekstra Uterin
Penentuan umur janin/ embrio dalam kandungan rumus De Haas adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) X 5 1. Umur
Panjang Badan (kepala-tumit)
1 bulan
1 x 1 = 1 (cm)
2 bulan
2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan
3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan
4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan
5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan
6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan
7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan
8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan
9 x 5 = 45 (cm)
Tabel 1. Penentuan umur janin dengan rumus De Haas Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan ( ossification centers) sebagai berikut1: Pusat penulangan pada
Umur (bulan)
Klavikula
1.5
Tulang panjang
2
Iskium
3
Pubis
4
Kalkaneum
5-6
Manubrium sterni
6
Talus
Akhir 7
Sternum bawah
Akhir 8
Distal femur
Akhir 9/ setelah lahir
Proksimal tibia
Akhir 9/ setelah lahir
Kuboid
Akhir 9/ setelah lahir (bayi wanita lebih cepat)
Tabel 2. Perkiraan umur janin dengan melihat proses penulangan Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat autopsy dengan cara sebagai berikut:
6 | Tinjauan Pustaka
Kalkaneus dan kuboid Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat penulangan pada kalkaneus dan kuboid serta talus.
Distal femur dan proksimal tibia Lakukan fleksi tungkau bawah pada sendi lutut dan buat insisi melintang pada lutut. Patela dilepas dengan memotong ligamentum patela. Buat irisan pada femur dari arah distal ke proksimal sampai ter-lihat pusat penu langan pada epifisis distal femur (bukan penulangan diafisis). Hal yang sama dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan irisan dari proksimal ke arah distal. Pusat penulangan terletak di bagian tengah berben-tuk oval berwarna merah dengan diameter 4-6 mm.
Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita harus menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur) ataukah non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable, kemungkinan bayi tersebut meninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan kemungkinan mati akibat pembunuhan anak sendiri adalah kecil. Viable ialah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kan-dungan lepas dari ibunya. Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan panjang badan (kepala -tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23 cm, berat badan lebih dari 10OOg, lingkar kepala lebih dari 32 cm dan tidak ada cacat bawaan yang fatal. Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan > 36 minggu dengan panjang badan kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepalatungging 30-33 cm, berat badan 2500-3000 g dan lingkar kepala 33 cm. Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan pada distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir, juga pada tulang kuboid. Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat. Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah: lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna (bila daun telinga dilipat akan cepat kembali ke keadaan semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari telah melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat melebihi 2/3 bagian depan kaki; testis sudah turun ke dalam skrotum; labia minora sudah tertutup oleh labia mayora yang telah berkembang sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih) atau merah kebiru-biruan (pada kulit berwarna), yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput).
Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi setelah bayi dilahirkan, misalnya : 7 | Tinjauan Pustaka
Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum berarti hidup beberapa saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1-2 jam, bila dalam usus besar, telah hidup 5-6 jam dan bila telah terdapat dalam rektum berarti telah hidup 12 jam.
Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24 jam setelah lahir.
Perubahan tali pusat Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat baik dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering menjadi seperti benang dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka yang sem purna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemerjk-saan mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sei lekosit berinti banyak, kemudian akan terlihat selsel limfosit dan ja-ringan granulasi.
Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadangkala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.
Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang varna jingga berbentuk kipas (fan-shaped), lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal. Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3-4 minggu dan foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadangkadang tidak menutup walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan tertutup setelah 3 minggu 1 bulan.
Sudah atau Belum Dirawat
Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Tali pusat. Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata. Kadangkadang ibu menyangkal melakukan pem-bunuhan
dengan
mengatakan
telah
terjadi
partus
8 | Tinjauan Pustaka
presipitatus (keberojolan). Pada keadaan ini tali pusat akan terputus dekat per-lekatannya pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipitatus adalah terdapatnya kaput suksedaneum, molase hebat dan fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara.
Verniks Kaseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah. Pada bayi yang dibuang ke dalam air verniks tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah lipatan kulit; ketiak, belakang telinga, lipat paha dan lipat leher.
Pakaian. Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup tubuh pada bayi.
Trauma Lahir
Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti: a.
Kaput suksedaneum Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai lamanya persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum yang makin hebat. Secara makroskopis akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala bagian dalam di daerah presentasi terendah yang berwarna emerahan. Kaput suksedaneum dapat melewati perbatasan antar-sutura tulang tengkorak dan tidak terdapat perdarahan di bawah periosteum tulang tengkorak. Mikroskopis terlihat jaringan yang mengalami edema dengan perdarahan-perdarahan di sekitar pembuluh darah.
b. Sefalhematom Perdarahan setempat diantara periosteum dan permukaan luar tulang atap tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang hebat. Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital. Makroskopis terlihat sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada satu tulang dan tidak melewati sutura. c.
Fraktur tulang tengkorak Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir, biasanya hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball fracture). Penggunaan forceps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dengan robekan otak.
d. Perdarahan intrakranial Yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat laserasi tentorium serebeli dan falx serebri; robekan vena galeni di dekat pertemuannya dengan sinus rektus; robekan sinus sagitalis superior dan sinus tranversus
9 | Tinjauan Pustaka
dan robekan bridging veins dekat sinus sagitali superior. Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat atau kompresi kepala yang cepat dan mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas (pada partus presipit atus). e.
Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler Kondisi ini jarang terjadi. Umumnya terjadi pada bayi-bayi prematur akibat belum sempurna berkembangnya jaringan-jaringan otak.
f.
Perdarahan epidural Kondisi ini sangat jarang terjadi karena duramater melekat dengan erat pada tulang tengkorak bayi.
1
Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan luar, perhatikan beberapa hal tersebut dibawah ini: 1. Bayi cukup bulan, prematur, atau non viable 2. Kulit, sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau tidak 3. Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada uri. Bila terputus periksa apakah terpotong rata atau tidak (dengan memasukkan ujung potongan ke dalam air), apakah sudah terikat dan diberi obat antiseptik, adakah tanda-tanda kekerasan pada tali pusat, hematom atau Wharton’s Jelly berpindah tempat. Apakah terputusnya dekat uri atau pusat bayi. 4. Kepala, apakah ada kaput seksedaneum, molase tulang tengkorak 5. Tanda kekerasan. Perhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut dan hidung, serta memar pada mukosa bibir dan pip, tanda pencekikan atau jerat pada leher, memar atau lecet pada tengkuk, dan lain-lain. 6. Mulut, adakah benda asing yang menyumbat dan perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan. Autopsi Forensik
Autopsi forensik atau Autopsi modiko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undangundang, dengan tujuan : a.
membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian c.
mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan.
d. membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum. e.
melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
10 | Tinjauan Pustaka
Untuk melakukan Autopsi forensik ini diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang jang menghalang-halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/panggul Seringkah perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antan lain pemeriksaan toksikologi forensik, bistopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam rangka pemeriksaan im tidak dapat dipertanggung jawabkan, karena tidak akan dapat mencapai tujuantujuan tersebut di atas. Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter dan ini tidak dapat diwakilkan kepada mantri atau perawat. Baik dalam melakukan Autopsi klinik maupun Autopsi forensik, ketelitian yang maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecil pun harus dicatat. Autopsi sendiri harus dilakukan sedini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan yang ditemukan. Beberapa hal pokok pada autopsi forensik : Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui. 1. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin 2. Autopsi harus dilakukan lengkap Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi haruslah lengkap, meliputi pemeriksaan luar, pembedahan yang meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada, perut dan panggul 3. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter Autopsi tidak boleh diwakilkan kepada perawat atau mantra. Dokter harus melakukan sendiri interpretasi atas pemeriksaan yang dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut dilakukannya pemeriksaan yang sejujur-jujurnya, menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya. 4. Pemeriksaan dan pencatatan yang seteliti mungkin. 2
Autopsi Pada Mayat Bayi Baru Lahir Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati. 11 | Tinjauan Pustaka
Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila pada pemeriksaan mayatnya dapat dibuktikan bahwa bayi telah bernafas. Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini 4: a.
Rongga dada yang telah mengembang Pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6.
b. Paru telah mengembang Pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi dalam rongga dada. Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi sebagian besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran mozaic dan gambaran marmer. c.
Uji apung paru memberikan hasil positif Uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapat udara dalam alveoli paru. Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air. Perhatikan apakah kedua paru terapung. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri secara tersendiri. Lakukanlah pemisahkan lobus paru, apungkan kembali dalam air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (5mm x 10mm x 10mm) dari masing-masing lobus dan apungkan kembali. Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat mengapung sekalipun paru tersebut belum pernah bernafas. Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan pada jaringan interstitial paru, yang dengan menekan potongan paru yang bersangkutan antara 2 karton, gas pembusukan tersebut dapat didesak keluar. Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam alveoli, yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar. Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan pengapungan, potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian terbesar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis. 12 | Tinjauan Pustaka
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti terhadap kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus yang menghindari terpotongnya sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-baiknya. Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak bayi baru lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan gunting. Dengan menarik bagia n otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falx serebri, dan sinus sagitalis inferior dapat dieriksa akan adanya robekan, resapan darah, maupun perdarahan. Dengan menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium cerebelli serta sinus lateralis, sinus occipitalis dapat diperiksa.Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa atau dikeluarkan terpisah, baga kanan dan kiri.Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa. Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan formalin 10% baik dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan imbibisi. Untuk menentukan usia dalam kandungan ( gestational age) mayat bayi, dapat dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan. Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia : Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan guntung ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah metafisis. Pusat penulangan akan tampak sebagai bercak berwarna merah homogen dengan diameter lebih dari 5mm di daerah epifisis tulang. Pemeriksaa pusat penulangan pada tallus dan calcaneus : Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumir ke arah deoan sampai sela jari ke 3 dan 4. dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus dan calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan. 4 Tempat Kejadian Perkara
Tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Disini hanya akan dibicarakan TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan dan kasus Kematian mendadak (dengan kecurigaan). Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik sangat bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya, tempat kejadiannya, kejadiannya atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagal pemeriksa di TKP, namun dengan parkem bangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir. 13 | Tinjauan Pustaka
Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi, siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut. Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua benda bukti yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai prosedur. Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya dengan penyidik untuk memper- kirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut. Bila korban telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian, memperkirakan saat kematian. memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.1
Sebab Kematian, Cara Kematian, dan Mekanisme Kematian
Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab atas terjadinya kematian.
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila kematian terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah wajar (natural death). Bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula telah mengidap suatu penyakit kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar (unnatural death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dan yang bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak tertentukan
Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kemauan sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup. 2
Penyebab Kematian
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu berada dalam keadaan panik sehingga ia akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walupun sebenarnya bayi tersebut berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali.
14 | Tinjauan Pustaka
Cara yang tersering dilakukan adalah yang menimbulkan asfiksia dengan jalan pembekapan, penyumbayan jalan nafas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya. Pembunuhan dengan melakukan kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila digunakan cara ini, biasanya dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas hingga menyebabkan patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak. Pembunuhan dengan senjata tajam jarang ditemukan. Pernah ditemukan tusukan di daerah palatum mole, melalui foramen magnum dan merusak medulla oblongata. Pembunuhan dengan jalan membakar, menyiramkan cairan panas, memberikan racun dan memuntir kepala sangat jarang terjadi. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:
-
-
Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas :
Pembekapan ( smothering )
Penyumbatan (Gagging dan choking )
Penekanan dinding saluran pernapasan :
Penjeratan ( strangulation)
Pencekikan (manual strangulation, throttling )
Gantung (hanging )
-
Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
-
Saluran pernapasan terisi air (tenggelam, drowning ) Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase, yaitu : 1. Fase dispnea Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
15 | Tinjauan Pustaka
2. Fase konvulsi Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apnea Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. 1 Pembekapan Smothering (pembekapan) adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan kematian akibat asfiksia. Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa: 1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. 2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak dan dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantung plastik. 3. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung dan sebagainya. 4. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras. 16 | Tinjauan Pustaka
Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan. Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser, goresan kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang mungkin terjadi akibat korban melawan. Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban. Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
Pemeriksaan Forensik Molekuler
Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang kedokteran forensik, pemakaian analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus forensik juga semakin meningkat. Penerimaan bukti DNA dalam persidangan di berbagai belahan dunia semakin memperkokoh peranan analisis DNA dalam sistem peradilan. Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan hubungan genetik (disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber bahan biologis. Konsep Polimorfisme Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi/ modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifar polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain. Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain ialah sistem golongan darah, golongan darah protein serum, sistem golongan enzim eritrosit dan sistem HLA Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingka polimorfisme yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan 17 | Tinjauan Pustaka
protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas, meliputi seluruh sel tubuh sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.1 Visum et Repertum1,5
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang dikirim polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, pennganiayaan, pembunuhan, perkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana. Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangka serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisan tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendahrendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penandatangan menandatangani surat tersebut selaku penyidik.1 Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan kelilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti. Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan 2. Visum et Repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu: 1. Kata Pro justitia, yang diletakkan di bagian atas
18 | Tinjauan Pustaka
Kata ini menjelaskan bahwa Visum et Repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et Repertum tidak membutuhkan materai untuk dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang peradilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan Kata “pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam Visu m et Repertum, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat Visum et Repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan serta identitas korban yang diperiksa. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat permintaan Visum et Repertum. Bila terdapat ketidaksesuaian identitas korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasan dari penyidik.
3. Bagian pemberitaan Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan” dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/ perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut. Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti, berupa perlukaan/ keadaan kesehatan/ sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan Bagian ini berjudul ‘Kesimpulan” dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/ cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derejat perlukaan atau sebab kematiannya. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan perkiraannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.
5. Bagian Penutup Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
19 | Tinjauan Pustaka
RS Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11470 Telp/fax (021) 566 9999 / (021) 2950 1234
Jakarta, 4 Desember 2013 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM
No.01/TU.RSUKRIDA/II/2013
Yang bertanda tangan di bawah ini, Alethea Andantika, dokter ahli kedokteran forensik pada Rumah Sakit Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol.: B/987/VR/XI/12/Serse tertanggal dua Desember tahun dua ribu tiga belas, maka pada tanggal empat Desember tahun dua ribu tiga belas, pukul sebelas lewat 30 menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah: Nama
: bayi X----------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin
: Laki-laki-------------------------------------------------------------------------------------------
Umur
: -----------------------------------------------------------------------------------------------------20 | Tinjauan Pustaka
Kebangsaan
: ------------------------------------------------------------------------------------------------------
Agama
:-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat
:--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.
Hasil Pemeriksaan
1. Mayat di dalam kardus ditutupi dengan sehelai kain panjang berwarna hitam dalam keadaan meninggal, tidak berpakaian, berlumuran darah dan lendir, adanya meconium yang keluar dan tali pusat masih terhubung dengan ari – ari bayi-----------------------------------------------------------------------------------------2. Pemeriksaan antropometrik mayat didapatkan panjang bayi adalah lima puluh sentimeter, berat badan bayi adalah dua ribu tujuh ratus gram, panjang kepala sampai tumit adalah lima puluh sentimeter, dan lingkar kepala adalah tiga puluh tiga sentimeter--------------------------------------------------------------------3. Pemeriksaan luar ditemukan batas rambut depan dan belakang sudah terbentuk, rawan telinga sudah terbentuk sempurna, puting susu sudah berbatas tegas dengan diameter tujuh milimeter, kuku jari tangan sudah melewati ujung jari, garis tapak tangan dan kaki sudah melebihi dua pertiga bagian, buah zakar sudah turun sempurna, rambut kepala masing – masing helai terpisah satu sama lain dan tampak mengkilat, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal dengan ketebalan dua sentimeter, taju pedang membengkok ke dalam, alis mata sudah lengkap, bagian ujungnya sudah jelas-------------------------------4. Ditemukan bibir yang berwarna biru, ujung – ujung jari dan kuku yang berwarna biru------------------------5. Terdapat memar pada mukosa bibir dan pipi-------------------------------------------------------------------6. Pada pemeriksaan dalam, ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga lima, paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung, terdapat bintik – bintik perdarahan di kantong paru terutama di bagian bawah paru dekat diafragma, uji apung paru memberikan hasil positif, pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yang mengembang sempurna, terdapat udara di dalam usus halus-----------------------------------------------------------------Kesimpulan
Pada pemeriksaan mayat bayi laki – laki ini didapatkan cukup bulan dalam kandungan, hidup pada saat dilahirkan, dan tidak ditemukan tanda-tanda perawatan setelah dilahirkan-----------------------------------------------Berdasarkan pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang dilakukan pada mayat bayi bahwa penyebab kematian adalah pembekapan yang mengakibatkan asfiksia----------Demikianlah saya uraikan dengan sejujur-jujurnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-baiknya dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.-------------------------
21 | Tinjauan Pustaka
Dokter yang memeriksa,
dr. Alethea Andantika
Kesimpulan
Seorang ibu yang dimaksud melakukan pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang di Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Penyebab kematian terutama pada anak adalah asfiksia. Melalui proses medikolegal dilakukan penyidikan terhadap pelaku pembunuhan tersebut dan dapat dijerat sesuai dengan aspek hukum yang berlaku sesuai dengan pasal 341, 342, dan 343 KUHP. Daftar Pustaka
1. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, Abdul Mun’im, Sidhi, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI; 1997.h.165-76. 2. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta: Sangung Seto; 2008. 3. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: FKUI; 1994.h.40. 4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FKUI. Tehnik autopsi forensik. Jakarta: FKUI; 2000.h.52-54. 5. Safitry O.Mudah membuat visum et repertum kasus luka. J akarta : Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2013.h.1-63. 6. Kitab undang – undang hukum pidana. Cetakan I. Yogyakarta : Pustaka Yustisia. 2007.h.102-4.
22 | Tinjauan Pustaka
23 | Tinjauan Pustaka