BAB I REKAM MEDIK I.
IDENTIFIKASI a. Nama
: Ny. Ririn Khairiah
b. Umur
: 42 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
I.
d. Alamat
: Luar kota
e. Agama
: Islam
f. Status
: Menikah
g. Bangsa
: Indonesia
h. MRS
: 18 Mei 2011
ANAMNESIS (autoanamnesis) Anamnesis Umum a. Riwayat perkawinan Kawin 1 kali, menikah pada usia 15 tahun lamanya 24 tahun. b. Riwayat Obstetri P8A3 Anak pertama
: Laki-laki, Meninggal
Anak kedua
: Abortus
Anak ketiga
: Perempuan, Meninggal
Anak keempat
: Abortus
Anak kelima
: Abortus
Anak keenam
: Perempuan, Meninggal
Anak ketujuh
: Laki-laki, 14 tahun
Anak kedelapan
: Perempuan 13 tahun
c. Riwayat haid Menarche umur 13 tahun. Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, darah haid biasa, sakit waktu haid tidak ada. d. Nafsu makan : menurun e. Miksi dan defekasi tidak ada keluan f. Riwayat penyakit yang pernah diderita 1
DM tidak ada Penyakit jantung tidak ada Hipertensi tidak ada Anamnesis Khusus Keluhan utama: Perdarahan dari kemaluan RPP : Sejak ± 1 tahun yang lalu os mengeluh sering keluar darah dari kemaluan, tidak terus menerus, terjadi terutama setelah berhubungan suami istri. Os juga mengeluh sering keluar cairan putih kekuningan dan berbau dari kemaluan. Nafsu makan biasa, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak berobat. ± 3 bulan yang lalu os mengeluh perdarahan semakin sering dari kemaluan, nafsu makan menurun, BAB dan BAK biasa. Os berobat ke SPOG di Lubuk Linggau dan dinyatakan os menderita sakit kanker leher rahim, os kemudian dirujuk ke RSMH. Os lalu dirawat di RSMH selama 11 hari dan ada perbaikan, lalu os pulang. Setelah satu minggu pulang, perdarahan dari kemaluan terjadi kembali, lalu os kembali berobat ke RSMH dan dirawat kembali. II.
PEMERIKSAAN FISIK a. Status present Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Konjungtiva pucat
: (+)/(+), ikterus (-)
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 90x/menit
Pernapasan
: 22 x/menit
Temperatur
: 36,5 ºC.
Hati dan limpa tidak teraba Edema -/-, varises -/-, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Payudara hiperpigmentasi -/-. Jantung
: gallop (-), murmur (-). 2
Paru-paru
: bising nafas vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Keadaan gizi sedang. Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan : 152 cm Tipe badan
: astenikus.
b. Status ginekologis •
Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-).
•
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus (+) darah tak aktif.
•
Pemeriksaan dalam : ○ Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal. ○ Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol. ○ Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan CFS kiri 0%.
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : A. Darah Hematologi (Tanggal 14 Mei 2011): Hb: 6,9 g/dL, Ht: 17%, leukosit:11800/mm3, trombosit: 237.000/mm3 Eritrosit 2.190.000/mm3, LED 86 mm/jam, Retkulosit 1,2%, Diff Count 0/4/3/71/16,6, CT 1 menit, BT 8 menit. Kimia klinik (Tanggal 14 Mei 2011):
3
BSS: 108 mg/dl, ureum: 22 mg/dL, kreatinin: 0,6 mg/dL, protein total: 7,1 g/dL, albumin: 3,1 g/dL, globulin: 4,0 mg/dL, bilirubin total: 0,38 mg/dl, bilirubin direk: 0,11, bilirubin indirek: 0,27, SGOT: 21 U/I, SGPT: 14 U/I, ALP 50 U/I, LDH 223 U/I, GGT 5 U/I, Natrium: 138 mmol/L, Kalium: 3,6 mmol/ L. Urinalisis (Tanggal 14 Mei 2011) Sel epitel (+), Leukosit 10-15 LPB, Eritrosit 8-10 LPB, Silinder: Granula (+), Bakteri (+), Protein (+) trace, Glukosa (-), Keton (-), darah (+++), urobilirubin (-), nitrit (-). B. Patologi jaringan Kesan : Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif. C. Rontgen Thoraks Kesan : normal thoraks D. BNO IVP Kesan : Kedua ginjal, ureter, dan buli normal II.
DIAGNOSIS KERJA Diagnosis kerja : Karsinoma serviks stadium III B+ anemia berat
III.
I.
PROGNOSIS a. Quo ad vitam
: malam
b. Quo ad functionam
: malam
PENATALAKSANAAN Perbaikan keadaan umum IVFD RL dan NaCl = 2 : 1 gtt XX/m 4
Rencana transfusi hingga Hb > 10 gr/dl Ceftriaxone 2x1 g Asam Traneksamat 3x1 amp R/ USG abdomen R/ Kemoterapi VIII.
FOLLOW UP
Tanggal 18-5-2011 Keluhan Status present
Perdarahan dari kemaluan Keadaan umum : sedang Kesadaran : compos mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/menit Respirasi : 20 x/menit Temperatur : 36,5oC.
Status ginekologi
Pemeriksaan Luar : abdomen datar, simetris, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), massa (-)
Ca Cervix Stadi Carsinoma serviks stadium IIIB dengan anemia berat. Diagnosis Penatalaksanaan ○ Observasi tanda vital ○ Perbaiki keadaan umum ○ IVFD RL : NaCl = 2:1 gtt xx/menit ○ Transfusi hingga Hb > 10 g/dl ○ Ceftriaxone 2 x 1 gram ○ Transamin 3 x 1 ampul ○ Cek Creatinin Clearance Test ○ R/ USG abdomen ○ R/ Kemoterapi
Tanggal 19-5-2011 jam 07.00 wib Keluhan Status present
Perdarahan dari kemaluan berkurang Keadaan umum: sedang Kesadaran : compos mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg 5
Nadi Respirasi Temperatur Status ginekologi
: 90 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC.
Pemeriksaan Luar : abdomen datar, simetris, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), massa (-)
CaDiagnosis Cervix Stadi Carsinoma serviks stadium IIIB dengan anemia berat. Penatalaksanaan ○ Observasi tanda vital ○ Perbaiki keadaan umum ○ IVFD RL : NaCl = 2:1 gtt xx/menit ○ Transfusi hingga Hb > 10 g/dl ○ Ceftriaxone 2 x 1 gram ○ Transamin 3 x 1 ampul ○ R/ USG abdomen ○ R/ kemoterapi
Tanggal 20-5-2007 jam 7.00 wib Keluhan Status present
Perdarahan dari kemaluan berkurang Keadaan umum : sedang Kesadaran : compos mentis Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi : 90 x/menit Respirasi : 22 x/menit Temperatur : 36,5oC.
Status ginekologi
Pemeriksaan Luar : abdomen datar, simetris, lemas, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), massa (-), perdarahan tak aktif
CaDiagnosis Cervix Stadi Carsinoma serviks stadium IIIB dengan anemia berat Penatalaksanaan ○ ○ ○ ○ ○ ○
Observasi tanda vital IVFD RL : NaCl = 2:1 gtt xx/menit Transfusi hingga Hb > 10 g/dl Ceftriaxone 2 x 1 gram Transamin 3 x 1 ampul R/ USG abdomen R/ kemoterapi BAB II PERMASALAHAN
6
1.
Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2.
Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
3.
Apakah faktor predisposisi karsinoma serviks pada pasien ini?
4.
Apakah prognosis pada pasien ini?
BAB III ANALISIS KASUS I.
Diagnosis
7
Penegakan diagnosa pada kasus ini didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mempunyai keluhan perdarahan dari kemaluan. Perdarahan pada umumnya terjadi segera sehabis senggama (perdarahan kontak), namun pada tingkat klinik yang lebih lanjut perdarahan spontan dapat terjadi. Pada kasus ini didapatkan pendarahan dari kemaluan yang terjadi diluar senggama dimana 75-80% pendarahan yang terjadi diluar senggama merupakan salah satu gejala khas pada karsinoma serviks stadium lanjut. Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 20 Mei 2011, dari status ginekologis penderita didapatkan Hal ini menunjang diagnosa karsinoma serviks dimana pada stadium IIIB tumor ini telah meluas sampai ke dinding pelvis dan pada rektal toucher tidak didapatkan daerah bebas tumor (CFS 0%). •
Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-).
•
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus (+) darah tak aktif.
•
Pemeriksaan dalam : ○ Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal. ○ Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol. ○ Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan CFS kiri 0%.
I.
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : Laboratorium : A. Darah 8
Hematologi (Tanggal 14 Mei 2011): Hb: 6,9 g/dL, Ht: 17%, leukosit:11800/mm3, trombosit: 237.000/mm3 Eritrosit 2.190.000/mm3, LED 86 mm/jam, Retkulosit 1,2%, Diff Count 0/4/3/71/16,6, CT 1 menit, BT 8 menit. Kimia klinik (Tanggal 14 Mei 2011): BSS: 108 mg/dl, ureum: 22 mg/dL, kreatinin: 0,6 mg/dL, protein total: 7,1 g/dL, albumin: 3,1 g/dL, globulin: 4,0 mg/dL, bilirubin total: 0,38 mg/dl, bilirubin direk: 0,11, bilirubin indirek: 0,27, SGOT: 21 U/I, SGPT: 14 U/I, ALP 50 U/I, LDH 223 U/I, GGT 5 U/I, Natrium: 138 mmol/L, Kalium: 3,6 mmol/ L. Urinalisis (Tanggal 14 Mei 2011) Sel epitel (+), Leukosit 10-15 LPB, Eritrosit 8-10 LPB, Silinder: Granula (+), Bakteri (+), Protein (+) trace, Glukosa (-), Keton (-), darah (+++), urobilirubin (-), nitrit (-). B. Patologi jaringan Kesan : Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif. C. Rontgen Thoraks Kesan : normal thoraks D. BNO IVP Kesan : Kedua ginjal, ureter, dan buli normal Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin berkisar 6,9 g/dl yang menunjukkan bahwa adanya pendarahan. Dari hasil patologi anatomi dinyatakan Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif.
9
II.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bagi penderita karsinoma serviks stadium IIIB merupakan suatu terapi paliatif, berupa radiasi eksterna (teletherapy) dan radiasi interna (brachytherapy)
ditambah
dengan
brakytherapy
intrakaviter
dengan
konkruens
kemoterapi. Radiasi eksterna ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium dinding panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt, misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/ hr. Radiasi eksternal diberikan dengan target primer berupa tumor dan uterus sedangkan target sekunder berupa KGB pelvis dan KGB iliaka komunis. Target volume pada terapi ini adalah tumor primer, kelenjar limfe pelvis dan iliaka komunis. Radiasi interna merupakan radiasi dosis tinggi yang ditujukan pada tumor primer serviks. Hal ini dilakukan dengan cara memasang sumber radiasi terhadap intrauterin dan vagina (intrakaviter) dengan tetap mempertahankan radiasi pada rektum dan vesika urinaria dipertahankan dalam dosis toleransi. Pemasangan radiasi interna dilaksanakan dengan 2 metode, berupa metode konvensional (metode paris, sockholm, manchester dan implantasi interstitiel) serta metode afterloading. Konkruen kemoradiasi yang dilaksanakan berupa sisplastin dengan dosis 50 mg / m2 selama pemberian radiasi eksterna. III.
Faktor Predisposisi
Kejadian karsinoma serviks berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, berupa usia koitus yang sangat muda (kurang dari 16 tahun). Insidennya meningkat dengan tingginya paritas, sosioekonomi rendah, higiene seksual jelek, aktifitas seksual yang sering berganti pasangan dan kebiasaan merokok. Faktor-faktor predisposisi yang mungkin antara lain adalah : 1) Coitus pertama usia sangat muda yaitu kurang dari 16 tahun; 2) Asap rokok sebagai sumber radikal bebas menyebabkan menurunnya jumlah anti oksidan yang tersedia dalam tubuh untuk membantu menanggulangi kelainan-kelainan dalam tubuh;
10
3) Sosial ekonomi yang rendah (pasien dan keluarga berprofesi sebagai petani/berkebun)
sedikit
banyak
berpengaruh
terhadap
pengetahuan
masyarakat tentang penyakit menular sexual; dan 4) Higiene daerah kemaluan kurang. IV.
Prognosis Five years survival rates pada penderita Ca.Cervix stadium IIIB adalah berkisar
antara 30-40% sehingga pada pasien ini prognosis baik untuk quo ad vitam maupun untuk quo ad functionamnya adalah malam, karena setelah tindakan yang telah dilakukan, tidak ada kemungkinan kembalinya fungsi organ seperti semula.
BAB IV KESIMPULAN 1. Diagnosis karsinoma serviks stadium IIIB sudah tepat pada kasus ini, karena pada pemeriksaan klinis didapatkan:
11
○ hasil anamnesis yaitu keluhan os berupa sering keluar darah dari kemaluan dan pendarahan terjadi diluar senggama. ○ pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan ginekologis dengan hasil sebagai berikut: •
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik,
rapuh, mudah
berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus (+) darah tak aktif. •
Pemeriksaan dalam : ➢ Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal. ➢ Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol. ➢ Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan CFS kiri 0%.
Hasil pemeriksaan ini menunjukkan adanya perluasan tumor ke dinding samping pelvis. ○ Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin pasien ini rendah. Pemeriksaan penunjang (Patologi Anatomi) dengan kesan Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif. 2. Penatalaksanaan penderita pada kasus ini sudah tepat, yaitu perbaikan keadaan umum sebagai persiapan untuk melaksanakan kemoterapi. 3. Faktor predisposisi karsinoma serviks pada kasus ini adalah coitus pertama pada usia muda yaitu kurang dari 16 tahun, golongan sosial ekonomi rendah dan higiene daerah kemaluan tidak baik, serta os merupakan perokok pasif. 4. Prognosis pada pasien ini adalah malam baik untuk quo ad vitam maupun untuk quo ad functionam.
12
BAB V TINJAUAN PUSTAKA A. EPIDEMIOLOGI Kanker serviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering di seluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Di negara berkembang merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.Di negara maju frekuensinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara tumor 13
ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama. Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50 tahun. Periode laten pada fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun.1 B. ETIOLOGI Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diataranya : jarang ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi paritas dengan jarak persalinan terlalu dekat, sosial ekonomi rendah, higien seksual jelek, merokok, serta jarang ditemukan pada wanita yang suaminya disirkumsisi.2 Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital beperan penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah dibuktikan adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe “high risk” adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 disebut “low risk” yang merupakan tipe non-onkogen.1
C. PATOLOGI Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.3 Tumor dapat tumbuh : 1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif membentuk ulkus 14
2. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus. D. PENYEBARAN Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang). Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : 1.
fornices dan dinding vagina
2.
korpus uteri
3.
parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.3 E. DIAGNOSIS Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.2,3,4 a. Keputihan. 15
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar senggama. c. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. d. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh. Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker serviks adalah : 1.
Sitologi. Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.
2.
Kolposkopi. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear
yang
abnormal.
Pemeriksaan
dengan
kolposkopi,
merupakan
pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan. 3.
Biopsi Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium5 1. Karsinoma serviks mikroinvasive Histerektomi totalis 16
2. Stadium IA1 Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH). Bila
disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan
pengangkatan vaginal cuff. 3. Stadium IA2 Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis 4. Ca invasive Biopsi untuk konfirmasi diagnosis 5. Stadium IB1 – IIA < 4cm Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radio terapi 6. Stadium IB2 – IIA >4cm Kemoradiasi primer Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan Kemoterapi neo adjuvan 7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering
diberikan
khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum, pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine 8. Stadium IV B Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi diatas adalah berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing terapi. Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.6 Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker :
17
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.7,8 Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah : 1)
Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA. 3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel. 4)
Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
Pola pemberian kemoterapi 5,6 1) Kemoterapi Induksi Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan. 2) Kemoterapi Adjuvan Biasanya
diberikan
sesudah
pengobatan
yang
lain
seperti
pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis). 3) Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai
pengobatan utama pada tumor ganas,
diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi. 18
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna. Cara pemberian obat kemoterapi6,8 1) Intra vena (IV) Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya. 2) Intra tekal (IT) Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain Metrotexat, Ara.C. 3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea. 4) Oral Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®,
Natulan®,
Puri-netol®,
hydrea®,
Tegafur®,
Xeloda®,
Gleevec®. 5) Subkutan dan intramuskular Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin. 6) Topikal 7) Intra arterial 8) Intracavity 9) Intraperitoneal/Intrapleural 19
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin Tujuan pemberian kemoterapi6,7 1) Pengobatan. 2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi. 3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. 4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Efek samping kemoterapi8 Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas : 1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah. 2.
Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis. 3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder. Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.6
20
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.6,7 Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan
yang
terus-menerus/
berlabihan
bila
terjadi
erosi
pada
traktus
gastrointestinal.7 Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada kebotakan. efek
samping
yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.8 Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.6 Radioterapi Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis.6 21
Teknik radiasi Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang umumnya diberikan dengan maksud:7 •
Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas toleransi.
•
Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus, sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas. Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain:7,8
a. Komplikasi umum Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual, lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat muntahmuntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status fisik dan psikologi penderita. b. Komplikasi lokal Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena radiasi secara langsung, yaitu:
•
•
Problema koitus (pengkerutan vagina)
•
Fistel radiologik
•
Gejala sistitis
•
Proktitis hemoragik
Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan kemungkinan penyempitan vagina, rectum, kandung kencing atau ureter.
22
•
Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-waktu bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan
•
Nekrosis pada dinding
vagina dengan kemungkinan
timbulnya fistula
rectovaginalis atau fistula vesikovaginalis. Histrektomi Radikal Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan surgical staging.4,7 Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan cermat sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi, yaitu :7 1.
Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).
2.
Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).
3.
Komplikasi lainnya Emboli dan emboli paru yang berat Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:7 1. 2.
Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.
Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses “hiperkoagulasi”
Komplikasi alat perkemihan Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan pada:6 1.
Disfungsi vesikouterina Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum terlalu dekat dengan rektum.
2.
Fistula Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:6 •
Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 23
•
Memperpanjang hospitalisasi
•
Terjadi wound dehicense
•
Pembentukan abses sekitar pelvis.
G. FOLLOW UP Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen, abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik puncak vagina, dan foto rontgen thoraks (setiap 6 bulan).1,2 Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas. Rektoskopi, sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelografi (IVP), dan CT scan panggul, hanya dilakukan menurut indikasi.6 H. PROGNOSIS Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum, tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan sarana pengobatan.2 Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional Tingkat
AKH-5 Thn
TIS T1 T2 T3 T4
Hampir 100% 70-85% 40-60% 30-40% <10%
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim,
Harapan
Baru
Vaksin
Kanker
Serviks.
2007.
didapatkan
dari
http://www.The Home of Urogyn Indonesia - Various Info.htm/. diakses tanggal 2 oktober 2007. 2. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta : 1999,380-388 3. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381. 4. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133;9-14. 5. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang, 2004;2026 6. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and cervikal carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80 7. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman FT, Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507. 8. Aziz, M. F, Kemoterapi pada kanker serviks. Dalam : Indones J Obstet Gynecol 20(3):Jakarta 1996, 186-192.
25